Anda di halaman 1dari 4

PINTAR BERSOSIAL MEDIA SEBAGAI CARA MENCEGAH PENYEBARAN

HOAX DAN UJARAN KEBENCIAN

OLEH: SITI LALA NURAENI

MAHASISWI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Perkembangan infromasi dan teknologi yang semakin hari semakin pesat mempengaruhi
perilaku dan gaya hidup kita. Teknologi Informasi dan akses internet yang semakin meluas
berimbas pada makin tingginya pengguna internet. Hampir seluruh pengguna internet
menggunakan media sosial. Ada banyak aplikasi media sosial yang tersedia sekarang seperti
Facebook, Instagram, Twitter, dan sebagainya. Aplikasi-aplikasi tersebut merupakan salah
satu wadah bagi seluruh rakyat indonesia untuk bebas berpendapat dan berekspresi.
Kebebasan tersebut sudah di miliki oleh manusia sejak lahir dan sampai ia meninggal. Sudah
sepatutnya sebagai warga negara yang baik kita bersikap kritis akan segala hal yang di
terima. Berbagai Media Sosial Online adalah sarana bagi seseorang ataupun berbagai pihak
untuk menyampaikan aspirasi pikirannya, pendapatnya ataupun sebagai tempat untuk
menyebarkan dan menyampaikan berbagai informasi. Hal tersebut merupakan salah satu
dampak positif dari penggunaan media sosial yang ada.

Namun perlu diingat ada juga beberapa dampak negatif dari banyaknya aplikasi media sosial
yang muncul itu. Salah satunya yaitu sangat disayangkan media sosial online sering kali
digunakan untuk menyampaikan berbagai hal negatif oleh seseorang ataupun pihak-pihak
tertentu untuk berbagai kepentingan, baik kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak
lain. Juga masih banyak orang yang belum bisa menggunakan tersebut dengan baik dan
benar. Masih banyak yang menyebarkan berita bohong (hoax) tanpa menyaring terlebih
dahulu berita tersebut atau bahkan mencaci maki orang lain yang kita tidak sukai di media
sosial juga membuat ujaran kebencian. Hal inilah yang menjadi permasalahan yang perlu kita
atasi dalam bersosial media.

Berbicara mengenai hoax dan ujaran kebencian, kata hoax secara umum biasa merujuk pada
makna berita bohong. Sedangkan secara istilah, hoax bisa di artikan sebagai istilah yang
merujuk pada makna sebuah berita bohong yang digunakan untuk memperdaya banyak orang
atau melakukan pemalsuan informasi yang akhirnya membuat banyak orang terperdaya.
Dalam perspektrif lain, hoax di maknai juga sebagai permainan yang bertujuan untuk
memberikan tipu muslihat yang pada intinya memang bermaksud untuk melakukan penipuan
dengan sebuah kabar atau berita (Sabry, 2018 : 11). Secara worldwide, saat ini fenomena
yang berkaitan dengan hoax sendiri sudah banyak menjamah berbagai aspek kehidupan di
berbagai lapisan masyarakat pula. Hoax ini tentu saja tidak jauh dari istilah ujaran kebencian
yang biasa dikenal dengan hate speech. Ujaran kebencian merupakan istilah yang merujuk
pada makna tindakan yang dilakukan oleh individu maupun satuan kelompok dalam bentuk
komunikasi yang berisikan berbagai hal mencakup salah satu dari hasutan, hinaan, ataupun
provokasi dalam berbagai kehidupan (Herawato, 2016 : 142). Kemajuan teknologi saat ini
membuat hoax dan ujaran kebencoan makin mudah dilakukan. Selain media sosial, media
cetak pun turut andil dalam penyebarannya. Permasalahan ini cukup memprihatikan, apalagi
jika mengingat dampaknya baik bagi individu maupun kelompok yang menjadi korban.

Kurangnya penyaringan informasi berita di media sosial online dari pihak yang berwenang
semakin memudahkan para pembuat dan penyebar hoax dalam melakukan pekerjaannya.
Hoax, fitnah, ujaran kebencian, hujatan bermunculan tanpa henti di media sosial.
Berdasarkan informasi dari situs Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan
bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi seba penyebar berita
bohong/hoax.

Salah satu kasus berita hoax yang terkini adalah mengenai vaksin Covid-19. Banyak sekali
informasi yang menyebarluas di masyakarakat yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
Katadata.co.id, menyatakan bahwa kurang lebih ada 2.000 konten hoax sejak awal 2021
mengenai vaksin Covid-19

Hoax dan ujaran kebencian ini sudah di atur dalam Undang-Undang. Bagi penyebar hoax,
dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau
Undang-Undang ITE (UU ITE) yang menyatakan “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa
hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik yang Dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU
19/2016, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 1 miliar.

Untuk ujaran kebencian sudah diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE, “Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).” Tujuan pasal tersebut adalah mencegah
terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau bahkan perpecahan yang didasarkan pada SARA
akibat informasi negatif yang bersifat provokatif. Dalam kehidupan bermasyarakat, isu
SARA merupakan isu yang cukup sensitif. Untuk hukaman dari setiap ujaran kebencian akan
dibedakan. Berdasarkan Jurnal Analogi Hukum, "Sanksi Pidana Terhadap Ujaran Kebencian
(Hate Speech)" untuk pelaku yang melakukan tindak ujaran kebencian di internet akan
dikenakan hukuman sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 45 ayat 2 “Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” demikian isi pasal mengenai ujaran kebencian
tersebut.

Pencegahan hoax dan ujaran kebencian ini bisa di mulai dari diri sendiri terlebih dahulu.
Dengan cara memilah berita atau informasi yang sampai kepada kita. Maksudnya di sini
adalah kita tidak boleh menyebarkan berita atau informasi hanya dengan membaca judulnya
saja, karena kebanyakan dari kita membaca sesuatu melihat dari judulnya terlebih dahulu.
Namun, patut dicurigai ketika judul itu mengandung unsur provokatif, maka lebih baik
sebelum kita membagikan berita atau informasi yang sampai, bacalah dan pahami terlebih
dahulu isi dari berita tersebut. Jangan sampai nantinya akan ada korban akibat penyebaran
berita bohong tersebut dan kita juga rugi karena sama-sama menyebarkan berita bohong
tersebut. Selain itu di lihat pula sumber dari berita tersebut, apakah sumbernya dapat
dipercaya atau tidak. Periksa kembali situs-situs yang kita kunjungi apakah sudah
terverifikasi atau belum.

Kita juga bisa membantu mencegah penyebaran hoax dan ujaran kebencian kepada orang lain
dengan cara memberi tahu bahwa kita tidak boleh sembarangan menyebarkan informasi yang
sampai kepada kita, pintar-pintarlah dalam bersosial media. Selain itu sering kali kita semua
mempercayai sesuatu ketika banyak sekali yang membahas dan membagikannya, hal itu juga
harus diperhatikan dan sudah sepatutnya kita waswas, jangan sampai kita termakan hoax dan
ikut menyebarluaskan hoax tersebut.

Penyebaran hoax dan ujaran kebencian memang masih menjadi PR bagi kita semua, dan ini
sudah menjadi tugas kita bersama untuk saling membantu memerangimya. Perlu diingat
bahwa sedikit apapun informasi yang kamu sampaikan kepada orang lain ketika itu tidak
benar akan menjadi masalah besar di kemudian nanti karena bukan hanya merugikan orang
lain. Namun hoax dan ujaran kebencian ini juga merugikan kita sendiri dan tentunya dengan
hukuman-hukuman yang tertera di UU. Mari kita menjadi pengguna media sosial yang baik
khususnya dalam menerima informasi ataupun menyampaikan informasi.

Anda mungkin juga menyukai