Anda di halaman 1dari 5

ARTIKEL

PENDIDIKAN

MELAWAN BERITA HOAX MULAI DARI SEKOLAH DASAR

FINA ADITHYA RACHMAYANTI

XII IPS 2

PEMERINTAH KOTA BANJARMASIN

DINAS PENDIDIKAN

SMAN 7 BANJARMASIN

TAHUN AJARAN 2019 – 2020


Kata Pengantar

Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
artikel yang menjadi tugas akhir dari mata pelajaran Bahasa Indonesia ini dapat
selesai pada waktunya.

Terima kasih juga diucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi


dengan memberikan ide-idenya sehingga artikel ini bisa disusun dengan baik dan
rapi.

Penulis berharap semoga artikel ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa artikel ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga sangat diharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya artikel selanjutnya yang lebih baik lagi.

Penulis

Fina Adithya Rachmayanti


Pada era sekarang, berita bohong (hoax) sudah menjadi hal yang lumrah
ditemukan. Ditambah dengan kemajuan digital yang ada. Penyebaran hoax dapat
dengan mudah tersebar luas dan dikonsumsi oleh masyarakat umum. Hanya
dengan menekan tombol share, media berita dan media sosial menjadi lahan
memuaskan bagi penyebaran hoax.

Masih ingatkah dengan kasus hoax yang dilakukan oleh seorang aktivis Ratna
Sarumpaet yang sempat menjadi trending di tahun 2018? Pada kasus tersebut,
Ratna menyebut bahwa dirinya mengalami penganiayaan oleh beberapa orang tak
dikenal. Bahkan disertai dengan bukti berupa foto wajahnya yang mengalami
pembengkakan. Ratna pun sempat mendapatkan beberapa simpati dari kalangan
elite pemerintah.

Tak dapat dielakkan lagi, berita dan foto tersebut semakin menyebar luas di
media massa hingga pada satu titik dimana polisi berupaya untuk menyelidiki
kasus penganiayaan tersebut. Setelah berhasil diusut, terungkap fakta baru bahwa
kasus penganiayaan tersebut hanyalah omong kosong dari seorang Ratna
Sarumpaet. Membengkaknya wajah Ratna bukanlah karena sebuah penganiayaan,
melainkan hanya efek dari sebuah prosedur sedot lemak dari sebuah klinik
kecantikan di Jakarta.

Pemuka politik seperti Prabowo Subianto bahkan sempat termakan isu hoax
tersebut dan meminta maaf kepada publik karena telah ikut menyuarakan sesuatu
yang belum diyakini kebenarannya.

Dari contoh kasus diatas, dapat kita lihat bahwa berita hoax bisa menjebak
siapa saja entah dalam bentuk tulisan, foto, maupun video. Berita hoax dapat
tampil sangat meyakinkan di depan umum. Namun sesuatu yang mampu
meyakinkan khalayak, belum tentu benar adanya.

Beredarnya berita bohong, palsu, fitnah atau hoaks, yang menjadi konsumsi
sehari-hari masyarakat, telah dianggap sebagai informasi atau berita yang benar
akibat masifnya berita hoaks tersebut. Sementara, masyarakat juga tidak memiliki
pengetahuan dan sumber yang cukup, untuk membedakan informasi atau berita
yang diperolehnya benar atau salah.
Dalam sebuah studi, para psikolog sepakat bahwa berita hoax bisa
memberikan dampak buruk pada kesehatan mental, seperti post-traumatic stress
syndrome (PTSD), menimbulkan kecemasan, sampai kekerasan. Tidak hanya itu,
psikolog percaya, orang yang terpapar berita hoax juga bisa membutuhkan terapi,
karena diselimuti kecemasan, stres, dan merasa kesepian karena berita palsu.

Psikolog meyakini, berita hoax dihadirkan untuk memanipulasi banyak orang.


Sebab, berita palsu bisa memanfaatkan kelompok orang yang takut, dan
mengambil keuntungan ketakutan itu. Jangan menyepelekan dampak buruk berita
hoax pada kesehatan mental. Sebab, efeknya bisa berlangsung dalam jangka
panjang. Misalnya, mengganggu situasi emosional dan suasana hati yang
berkepanjangan, sampai “menghantui” pikiran untuk waktu yang lama.

Penyebaran berita atau informasi hoax, menurut Koordinator Mayarakat Anti


Fitnah Indonesia (Mafindo) Surabaya, Adven Sarbani, menjadi isu yang
berbahaya dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat. Isu Suku, Agama, Ras, dan
Antar golongan (SARA) hingga ujaran kebencian menjadi materi berbahaya
dalam penyebaran berita hoaks. Adven menegaskan pentingnya peran serta
pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi dan mengantisipasi bahaya hoax,
dengan melakukan klarifikasi berita yang benar kepada masyarakat.

Kita patut menengok sejenak pada negara maju di belahan bumi lain yang
telah terkenal akan sistem pendidikannya yaitu Finlandia. Ya, proses pendidikan
di Finlandia patut untuk diteladani. Salah satu yang perlu dipelajari dari dunia
pendidikan di Finlandia adalah bagaimana pendidikan di negara ini mengajari
para siswa sekolah dasar melawan kehadiran dan pengaruh berita Hoax.

Upaya Finlandia untuk mengajarkan bagaimana melawan berita hoax adalah


bagian dari menjaga perdamaian di tatanan politik dan sosial negara. Betapa tidak,
tidak sedikit negara yang menghadapi kesulitan hanya karena berita hoax yang
hadir lewat media sosial.

Menurut salah satu kepala sekolah di Finlandia, Kari Kivinen, sangat penting
untuk mengajarkan anak-anak berpikir kritis di tengah perkembangan arus media
sosial. Berhadapan dengan situasi ini, Kivinin coba mengajarkan anak-anak untuk
melihat segala berita di media sosial dengan pikiran kritis (theguardian.com
29/1/2020). Salah satu upaya yang coba dibangun oleh Kari Kivinen di
sekolahnya adalah melatih dan membiarkan anak-anak untuk bertanya. Mereka
dituntun pada berita tertentu dan menuntun para siswa mempertanyakan berita
tersebut.

Pertanyaan-pertanyan itu bisa berupa siapa yang membuat informasi dan


mengapa? Dimana hal itu diterbitkan? Apa pendasaran berita tersebut? Apakah
berita itu benar ataukah tidak? Dan lain sebagainya. Selain itu, anak-anak juga
dilatih untuk mencari sumber bacaan yang dinilai dipercayai. Salah satu aturan
yang diterapkan dalam mencari sumber bacaan yang terpercaya adalah tanpa
menggunakan sumber Wikipedia yang tersedia di internet.

Para siswa juga dituntun untuk menganalisis berbagai berita yang mereka
temukan di media sosial. Analisis ini bertujuan untuk menguji keabsahan sebuah
berita. Para siswa akan mencoba menemukan apakah sebuah berita itu benar-
benar terjadi ataukah hanyalah hasil dari sebuah rekayasa.

Perkembangan kemajuan dunia pendidikan di Finlandia menjadikan negara


ini sebagai negara yang selalu konsisten dalam kebebasan pers, transparansi,
kemajuan pendidkan dan keadilan sosial. Semuanya ini tercapai karena sistem
pendidikan yang terbangun. Metode pendidikan tidak berjalan stagnan.
Sebaliknya, metode dunia pendidikan juga berjalan sesuai arus perkembangan
zaman.

Fenomena berita hoax menjadi tantangan hidup bagi Indonesia di zaman


sekarang. Banyak berita hoax yang beredar di media. Kalau kita tidak bersikap
selektif, kita bisa terjebak pada pola pikir yang salah. Pola pikir ini bisa berujung
pada pola tindakan yang salah. Indonesia dapat mengikuti jejak Finlandia, yaitu
membangun sistem imun diri dari pengaruh dan bahaya berita hoax melalui dunia
pendidikan yang dimulai dari sekolah dasar.

Anda mungkin juga menyukai