Pada zaman sekarang, teknologi mulai berkembang pesat dan dapat diakses oleh
semua masyarakat dengan mudah. Tidak sedikit orang yang sudah mempunyai Smartphone,
dari kalangan orang tua hingga anak kecil dapat mengakses sosial media. Di masa seperti
sekarang, informasi dapat mudah menyebar dengan hanya membuka internet semua berita
dapat dilihat oleh masyarakat. Namun, tanpa adanya kemampuan literasi digital kita bisa saja
mendapat berita palsu atau yang biasa disebut berita hoax. Banyak sekali berita palsu atau
hoax yang belum bisa diverifikasi, tetapi sudah beredar secara luas di kalangan masyarakat.
Istilah hoax berasal dari “satir art hoax” yang sering digunakan dalam bidang kritik seni
pada abad ke-7. Dalam Bahasa Indonesia, hoax bisa berarti berita bohong, palsu, atau dusta.
Isu-isu yang biasanya menjadi topik berita hoax di antaranya tentang agama, politik,
kesehatan, maupun pendidikan. Berita hoax banyak tersebar di sosial media dan seringkali
para pengguna sosial media termakan oleh hoax. Hal tersebut menimbulkan dampak negatif
seperti misinformasi, kesalahpahaman, dan dapat merugikan pihak-pihak yang terkait dalam
hoax tersebut.
Para oknum penyebar berita hoax dinilai sengaja melakukan kegiatan penyebaran
berita hoax. Tingkat kesengajaan yang tercipta antara oknum dan individu penyebar berita
palsu atau berita hoax yang semakin marak di media sosial semakin membuat orang menjadi
kebingungan untuk membedakan berita asli dengan yang palsu. Hal ini tentu saja menyulitkan
seluruh masyarakat. Oleh karena itu, semua individu harus memiliki kewaspadaan dalam
mengenali dan mengantisipasi berita hoax terutama pada kalangan pemuda. Generasi muda
pada zaman ini seringkali menjadi sasaran empuk penyebaran berita hoax.
Fakta yang menyebutkan bahwa banyak masyarakat yang tertipu dengan berita hoax
ikut andil besar dalam proses penyebarannya, sehingga melahirkan sebuah pertanyaan yaitu
Bagaimana bisa berita hoax bisa diterima “dengan baik” oleh masyarakat. Laras Sekarasih
PhD, Dosen Psikologi Media Universitas Indonesia, yang dikutip dari Kompas berpendapat
bahwa secara psikologis manusia lebih cenderung percaya pada sebuah informasi yang
sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Sehingga ketika terdapat informasi yang dapat
menegaskan opini, dengan mudahnya banyak orang yang percaya dan tanpa ada keinginan
untuk melakukan pengecekan kebenaran semakin berkurang.
Adapun cara menghindari agar tidak termakan oleh berita hoax yaitu mengenali berita
hoax. Biasanya berita hoax tidak memiliki sumber yang jelas atau resmi. Sumber yang jelas
atau resmi mengandung data dan fakta yang bersifat aktual.
.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Radja Erland, dan Citra Eka Putri. 2020. Mengenal dan
Mengantisipasi Hoax di Media Sosial pada Kalangan Pelajar. Jurnal Abdi MOESTOPO.
03(01): 9-12.
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JAMAIKA/article/view/6350/5491
https://www.its.ac.id/news/2017/12/31/berlindung-dari-wabah-hoax/