Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Hoax, ujaran kebencian berita palsu fitnah dan lainnya kini menjadi makanan sehari-hari

masyarakat kita yang suka sekali menggunakan jejaring media sosial seperti facebook twitter

dan sebagainya, mudahnya berita-berita palsu dibuat oleh oknum berkepentingan tentunya

membuat resah masayarakat awam yang terkadang termakan berita bohong secara mentah-

mentah tanpa cari kebenarannya terlebih dahulu sehingga sangat cocok sekali di buat bahan

diskusi dan dibahas apa dan mengapa dampaknya pada masyarakat. materi makalah berikut

mungkin cocok untuk menjadi kan tulisan makalah kalian semakin bermakna.
Bab 1
Pendahuluan Makalah Pengaruh Hoax dari media sosial di
kehidupan masyarakat
Latar belakang masalah
Masyarakat Indonesia saat ini umumnya senang berbagi informasi. Dibarengi dengan
perkembangan teknologi digital yang penetrasinya hingga berbagai kalangan, peredaran
informasi menjadi kian sulit terbendung. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara
menyebutkan, sedikitnya 170 juta masyarakat Indonesia memiliki minimal satu ponsel atau
setidaknya satu SIM card. Dengan demikian, mereka bisa berbagi informasi dengan cepat.
Media sosial dan aplikasi pengirim pesat cepat (chat apps) menjadi media favorit. Namun,
rupanya hal ini menimbulkan suatu polemik baru. Informasi benar dan salah menjadi campur
aduk.

"Bangsa Indonesia pada umumnya senang menjadi nomor satu. Jadi, kalau melemparkan isu
ingin dianggap yang pertama. Buktinya, kirim lewat WA, Facebook, Twitter, dan sebagainya,"
ujar Rudiantara dalam sebuah acara diskusi.
Jauh sebelum kata “hoax” itu sendiri berkembang dan “viral”,kita sering menemukan
penggunaan kata isu untuk berita – berita yang sebenarnya masih diragukan kebenarannya.
Kata isu juga dikaitkan dengan kata gosip yang sebenarnya makna artinya tidak sama atau
berbeda. Namun, hanya saja pada waktu ini penggunaan kata hoax itu sendiri lebih populer dan
dimengerti dikalangan masyarakat kita.
Bab 2
Pembahasan Pengaruh Hoax dari media sosial di kehidupan masyarakat

Pengertian Hoax

Hoax sendiri memiliki definisi yaitu suatu berita atau pernyataan yang memiliki informasi yang
tidak valid atau berita palsu yang tidak memiliki kepastian yang sengaja disebar luaskan untuk
membuat keadaan menjadi heboh dan menimbulkan ketakutan. Akan tetapi, ada juga hoax
yang sengaja dibuat untuk membuat cara berpikir tentang suatu hal menjadi sesat karena
tertipu berita atau opini hoax. Jika sebelumnya hoax – hoax ini disebar luaskan lewat sms
ataupun email dengan banyak, maka hoax sekarang ini lebih banyak beredar di dalam sosial
media seperti Instagram, facebook, Twitter, Path, Whatsapp, serta blog – blog tertentu. Maka
dari itu dibutuhkan kehati – hatian dalam menerima suatu berita atau opini.

Penyebaran berita hoax pada periode akhir – akhir ini membuat para pengguna internet atau
biasa disebut sebagai netizen sangatlah khawatir. Dengan keadaan seperti ini, maka Menurut
Ketua Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo, Dewan Pers akan memberlakukan sistem verifikasi
media massa, mulai 9 Februari 2017, bersamaan dengan Hari Pers Nasional, seperti dikutip oleh
Kaskus.co.id.Dengan demikian, dapat kita ketahui jumlahnya berapa banyak media massa yang
abal – abal dan media yang bersertifikasi.

Macam-macam jenis Hoax

Hoax lowongan pekerjaan. Karena lowongan kerja dibidang energi masih menjadi primadona.
Nah potensi muncul hoax ketika akan terjadi kontrak antara perusahaan dengen pemerintah,
perpanjangan kontrak. Potensi hoax juga ada ketika ada kebijakan pemerintah yang
bertentangan dengan kebijakan perusahaan.

Jenis hoax dari tingkat rekayasanya, menurut Shafiq adalah yang mudah diklarifikasi dan yang
sulit diklarifikasi. Hoax yang mudah diklarifikasi adalah yang sebagian besar konten adalah fiksi
atau fitnah yang mudah dicari bantahannya, umum terjadi di situs clickbait. Sedangkan hoax
yang sulit diklarifikasi adalah berita yang menggabungkan fakta dan fiksi, kadang 80 persen
fakta, dan 20 persen fiksi. Serta direkayasa oleh tim dengan kemampuan yang tinggi.

Hoax ini menurutnya akan memberikan dampak negative bagi siapa saja. Kontennya biasanya
berisi hal negative, yang bersifat hasut dan fitnah. Hoax akan menyasar emosi masyarakat, dan
menimbulkan opini negative sehingga terjadi disintergratif bangsa.

Hoax juga memberikan provokasi dan agitasi negative, yaitu menyulut kebencian, kemarahan,
hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan, dan
sebagainya), biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivitis partai politik, pidato yang berapi-api
untuk mempengaruhi massa. Hoax juga merupakan propaganda negative, dimana sebuah
upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran
atau kognisi, dan mempengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang
dikehendaki oleh pelaku propaganda.

Ciri-ciri Hoax
Ciri – ciri yang terdapat pada berita atau opini hoax. Hal ini tentunya sangat bermanfaat untuk
masyarakat yang notabenenya sering menggunakan sosial media untuk meng-updateinformasi
lebih dalam, akan tetapi tidak terjebak oleh berita – berita palsu yang beredar. Dengan
demikian, kita dapat menjadi pembaca yang cerdas, bijaksana dan tidak termakan angin lalu.

Ciri yang pertama adalah Judul dalam suatu berita biasanya berbumbu provokatif dan disertai
denga isu – isu terkini. Hoax juga biasanya menggunakan judul berita sensasional sehingga
dapat memicu emosional para pembacanya. Pada umumnya berita hoax juga bisa diambil
sumbernya dari media massa atau media online yang resmi akan tetapi isi dar beritanya diubah
mula dari dikurangi hingga ditambahi sedikit agar membuat isi berita semakin sensasional. Oleh
karena itu jika anda merasa menemukan berita yang memiliki judul ataupun isinya yang sedikit
sensasional, ada baiknya untuk mencaritahu lebih dalam lagi dan cocokan dengan berita aslinya
apakah terlihat perbedaanya atau tidak agar bisa kita lihat sama atau tidak isi berita tersebut.

Pengertian Media Sosial


Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah
berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia
virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum
digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah kelompok
aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan
yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content".
Media sosial teknologi mengambil berbagai bentuk termasuk majalah, forum internet, weblog,
blog sosial, microblogging, wiki, podcast, foto atau gambar, video, peringkat dan bookmark
sosial. Dengan menerapkan satu set teori-teori dalam bidang media penelitian (kehadiran
sosial, media kekayaan) dan proses sosial (self-presentasi, self-disclosure) Kaplan dan Haenlein
menciptakan skema klasifikasi untuk berbagai jenis media sosial dalam artikel Horizons Bisnis
mereka diterbitkan dalam 2010. Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial:
Proyek kolaborasi

Website mengizinkan usernya untuk dapat mengubah, menambah, ataupun me-remove konten
– konten yang ada di website ini. contohnya wikipedia
Blog dan microblog

User lebih bebas dalam mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti curhat ataupun mengkritik
kebijakan pemerintah. contohnya twitter
Konten

para user dari pengguna website ini saling meng-share konten – konten media, baik seperti
video, ebook, gambar, dan lain – lain. contohnya youtube
Situs jejaring sosial

Aplikasi yang mengizinkan user untuk dapat terhubung dengan cara membuat informasi pribadi
sehingga dapat terhubung dengan orang lain. Informasi pribadi itu bisa seperti foto – foto.
contoh facebook
Virtual game world

Dunia virtual, di mana mengreplikasikan lingkungan 3D, di mana user bisa muncul dalam bentuk
avatar – avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain selayaknya di dunia nyata.
contohnya game online.

Virtual social world

Dunia virtual yang di mana penggunanya merasa hidup di dunia virtual, sama seperti virtual
game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun, Virtual Social World lebih bebas, dan lebih
ke arah kehidupan, contohnya second life.

Media sosial mempunyai ciri - ciri sebagai berikut :


1. Pesan yang di sampaikan tidak hanya untuk satu orang saja namun bisa keberbagai
banyak orang contohnya pesan melalui SMS ataupun internet
2. Pesan yang di sampaikan bebas, tanpa harus melalui suatu Gatekeeper
3. Pesan yang di sampaikan cenderung lebih cepat di banding media lainnya
4. Penerima pesan yang menentukan waktu interaksi

Dampak Negatif Hoax pada masyarakat

Dikutip dari indolinear.com,ada 4 hal dampak negatif yang dapat ditimbulkan yaitu hoax
sebagai pembuang – buang waktu, pengalihan isu, penipuan publik dan pemicu kepanikan
sosial.

Pertama adalah pembuang – buang waktu, seperti dikutip dari cmsconnect.com, menyatakan
bahwa dengan melihat hoax di sosial media bisa mengakibatkan kerugian bagi individu itu
sendiri maupun kelompok di kantor tempat ia bekerja. Hal ini dikarenakan hoax tersebut yang
mengakibatkan efek mengejutkan sehingga sangat berpengaruh terhadap produktivitas
kelompok di kantor tersebut. Dengan penurunan prodoktivitas tersebut, maka apa yang
dihasilkan semakin berkurang sedikit demi sedikit atau bahkan dengan jumlah besar.
Kedua adalah sebagai pengalihan isu. Di media sosial ataupun internet khususnya para penjahat
internet atau biasa dipanggil cyber crime,hoax biasa dimanfaatkan sebagai pelancar aksi
kejahatan mereka di internet atau di sosial media. Sebagai contohnya, para penjahat cyberakan
mengirimkan sebuah hoax yang berisikan bahwa telah terjadi kerentanan sistem dalam
pelayanan internet seperti gmail dan ymail. Lalu, para penjahat tersebut akan mengirimkan
sebuah tautan berupa link kepada para user atau pengguna yang berisikan saran meng-klik
tautan tersebut agar akun pengguna akan terhindar dari kerentanan sistem gmailataupun
ymail. Padahal, pada kenyataanya tautan tersebut merupakan virus yang bisa membajak
gmailmaupun ymail para pengguna yang biasa kita sebut hacking.

Selanjutnya, adalah sebagai penipuan publik. Jenis penipuan ini biasanya bertujuan untuk
menarik simpati masyarakat yang percaya dengan hoax tersebut, lalu ketika dianjurkan untuk
menyumbangkan sejumlah uang dan anehnya ada saja yang mau menyumbangkan uang
tersebut tanpa mau berpikir lebih dalam ataupun detail apakah berita tersebut terbukti benar
ataupun salah. Banyak orang yang akhirnya tertipu dengan hoax tersebut dan pada akhirnya
terlanjur mengirimkan sejumlah uang yang sangat besar. Salah satu contoh kasusnya seperti
dikutip dari indolinear.com beberapa waktu yang lalu yaitu sebuah pesan yang beredar lewat
aplikasi chat yaitu Whatsappberisi pesan pembukaan pendaftaran CPNS nasional. Setelah berita
hoax tersebut viral terserbar, akhirnya pemerintah langsung memberikan klarifikasi bahwa
pemerintah tidak membuka pendaftaran CPNS pada waktu itu.

Berikutnya yang terakhir adalah sebagai pemicu kepanikan publik. Biasanya hoax yang satu ini
memuat berita yang merangsang kepanikan khalayak publik, dan beritanya berisikan tentang
tindak kekerasan atau suatu musibah tertentu. Salah satu contohnya adalah hoax tentang
kecelakaan hilangnya pesawat Garuda Indonesia dengan tujuan Jakarta – Palu beberapa waktu
lalu. Hoax ini begitu cepat menyebar sampai media massa maupun media online harus
mengklarifikasi berita tersebut agar masyarakat tidak panic ataupun percaya dengan hoax
tersebut.

CARA MENGATASI HOAX


Edukasi
Isu soal hoax, kata Rudiantara, tak hanya menjadi permasalahan di Tanah Air, tetapi menjadi
isu global. Penyelesaian terhadap maraknya hoax juga tak melulu harus diselesaikan
pemerintah, tetapi bisa mengadopsi cara penyelesaian di luar pemerintah.

Komunikasi pun dilakukan pemerintah, lewat Kominfo, dengan berbagai pihak dari luar, seperti
Facebook dan Google. Kerja sama dilakukan untuk menyaring konten dan beragam informasi.

Terkait regulasi, peredaran informasi agar tidak "liar" dapat dilakukan sesuai koridor Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) bagi media massa.
Sanksi bagi penyebar informasi hoax bisa dikenakan hukuman sesuai yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Namun, kata Rudiantara, kini pemerintah fokus pada "hulu". Bukan hanya pembatasan atau
pemblokiran, melainkan lebih kepada literasi masyarakat.

"Kami meng-encourage (mendorong), mempromosikan semua lapisan masyarakat, memiliki


etika bagaimana memanfaatkan media sosial," ujar dia.

Masyarakat diharapkan lebih bijak dalam memanfaatkan media sosial. Misalnya, memastikan
terlebih dahulu akurasi konten yang akan dibagikan, mengklarifikasi kebenarannya, memastikan
manfaatnya, baru kemudian menyebarkannya.

Interaksi di media sosial, kata dia, adalah hal yang tak bisa dicegah dan dibendung. Pembatasan
dalam penggunaan media sosial sama saja dengan membatasi masuknya hal-hal positif.

Sebab, media sosial di sisi lain juga membawa banyak dampak positif.

"Contohnya ibu-ibu yang suka masak, membagikan foto hasil masakannya di Facebook, kasih
tahu harganya. Masih banyak yang bisa dimanfaatkan untuk hal-hal positif," tutur Rudiantara.

Perubahan pola

Hal serupa diungkapkan pengamat media sosial, Nukman Luthfie. Menurut dia, pada era saat
masyarakat sulit membedakan informasi yang benar dan salah, hal terpenting adalah
meningkatkan literasi media dan literasi media sosial.Sebab, penyebaran informasi hoax juga
dapat dilakukan oleh mereka yang terpelajar.

"Pengguna mobile phone, ketika ada berita lewat Twitter, Facebook, WhatsApp, hanya lihat
judul kemudian disebarkan. Ini fakta, karakter yang menarik dan tidak pernah terjadi
sebelumnya," tutur Nukman pada kesempatan yang sama.

Selain kebiasaan berbagi secara cepat, pola baca masyarakat juga berubah total. Jika membaca
buku halaman berapa, dan koran alinea berapa, pembaca berita online cenderung membaca
secara cepat. Hal itu didukung dengan format berita daring. Portal berita yang paling banyak
dibaca adalah yang hanya terdiri dari beberapa alinea, bahkan penyajiannya cenderung tak
lengkap dalam satu berita. Untuk mendapatkan informasi lengkap, pembaca dipaksa untuk
membaca lebih dari satu berita.

"Banyak hoax menyebar luas adalah utamanya, bahkan orang terpelajar pun tidak bisa bedakan
mana berita yang benar, advertorial dan hoax. Mereka menyebarkan apa pun yang mereka
suka. Suka dulu, enggak perlu betul," tutur Nukman. Permasalahan saat ini, kata dia, informasi
hoax telah memecah belah publik. Misalnya, jika dikaitkan dengan momentum pilkada, publik
terbelah menjadi kubu-kubu yang keras. Hal itu diperparah dengan kondisi bahwa sejumlah
media massa sudah berpihak kepada satu pihak sehingga kepercayaan masyarakat pada media
mainstream sudah luntur.
"Ini bahaya. Makanya, selalu muncul, setiap kita terima berita, nomor satu adalah kembali
kepada manusianya," kata Nukman.

"Jika jempolmu sudah kepengin banget share, tunggu dulu. Ada proses untuk verifikasi,
mengunyah. Jangan telan dulu. Cuma, itu susah sekali pada saat mereka enggak bisa bedakan
hoax dan bukan, harapan tinggal kepada media mainstream," ujar alumnus Universitas Gadjah
Mada itu.

Cek sumber
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengimbau masyarakat untuk
menyelidiki benar atau tidak informasi yang akan dibagikannya. Jika tidak benar, memuat
fitnah, hingga anjuran kekerasan, informasi itu tak perlu disebarkan. "Kalau sumber tidak jelas,
tidak terverfikasi, tidak masuk akal, tidak bermanfaat, tidak usah disebarkan," kata pria yang
akrab disapa Stanley itu.

Ia juga mengimbau agar media massa tetap mengedepankan kompetensi dan independensi,
sekalipun berafiliasi dengan kepentingan tertentu.

"Media boleh diperjualbelikan, pemilik silih berganti, tetapi news room harus dipimpin orang
yang kompeten dan mengabdi kepada publik," tuturnya.
Bab III
Penutup
Kesimpulan dan saran

Dengan menyebarnya berita hoax di media sosial manapun jika penggunanya atau yang
mendapat informasinya tidak membaca berita tersebut secara bijak, maka bisa dipastikan dia
akan selamanya terjebak arus berita hoax. Tidak hanya itu, mereka yang tidak bijak dalam
membaca beritapun akan ikut membuat hoax tandingan sehingga antara kubu dengan yang
lainnya tidak akan pernah habis untuk saling serang di media sosial. Sudah bisa dipastikan,
orang atau kelompok tersebut sudah memiliki perspektif pemikiran yang salah dan hanya bisa
saling menyalahkan tanpa menyeimbangkan pemikiran mereka.

Berdasarkan permasalahan di atas yang sudah kita ketahui, seharusnya pemerintah bisa
mencegah para penyebar hoax dengan memberikan sanksi lagi dari UU yang sudah ada atau
menyempurnakan kembali UU Pasal 27 ayat (3), Pasal 31 ayat (4), Pasal 5 ayat (1) dan (2), Pasal
43 ayat (5), Pasal 26 dan Pasal 40. Namun menurut penulis, para pembuat hoax – hoax di media
sosial tetap tidak kunjung ada habis – habisnya. Bahkan jumlah user yang menyebarkan hoax
semakin banyak bahkan berkembang.

Anda mungkin juga menyukai