Anda di halaman 1dari 10

LITERASI DIGITAL

Diajukan Sebagai Mata Kuliah Literasi

Dosen Pengampuh : Dr. Ir. Sardi Salim, M.Pd. IPU. ASEAN Eng.

OLEH :

KELOMPOK 2

1. ADAM DALANGGO (552423029)


2. MOH. GHIFARYA AHUDULU (552423030)
3. AKBAR ALFARIZHY NGARENG (552423036)
4. SRI ANJANI SABRINA SUHERMAN (552423020)
5. RAHMATIA B. OTOLUWA (552423021)
6. RINA AULIANA LUBIS (552423022)
7. SRI WAHYUNI HULOPI (552423025)
8. DWI KARTIKA HUDENGO (552423032)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Zaman sekarang ini yang segala sesuatunya dilakukan dengan menggunakan komputer dan
internet, akan sulit bagi orang menemukan dan menggunakan informasi dengan benar. Inilah
yang disebut dengan literasi digital, yaitu kemampuan membaca dan menulis secara online.
Namun, ini bukan hanya tentang membaca dan menulis. Ini tentang mengetahui bagaimana
menggunakan semua keterampilan yang kita miliki dalam kehidupan sehari-hari. Itulah mengapa
penting untuk memiliki program yang mengajarkan masyarakat bagaimana menggunakan media
digital dan menemukan informasi yang mereka butuhkan. Program-program ini membantu orang
belajar bagaimana menemukan informasi yang benar, menggunakannya dengan benar, dan
membagikannya kepada orang lain.
Orang dewasa, khususnya pelajar sering kali membicarakan kata literasi. Seiring dengan
kemajuan teknologi, hal itu mengubah arti melek huruf. Sebelumnya, melek huruf hanya berarti
bisa membaca dan menulis. Namun kini, melek huruf juga berarti mampu memanfaatkan
teknologi dan memahami hal-hal digital. Literasi digital bukan sekedar kemampuan membaca,
namun juga memahami apa yang dibaca. Ini juga melibatkan kemampuan memahami informasi
dan menggunakan serta mengevaluasi informasi di komputer. Hal ini mencakup kemampuan
untuk berfikir secara hati-hati mengenai informasi dan membuat penilaian mengenai hal tersebut.
Berbicara tentang betapa pesatnya kemajuan teknologi, kita bisa melihat perubahan besar
yang terjadi di Masyarakat setelah internet diciptakan. Internet adalah jaringan besar yang
menghubungkan banyak komputer di seluruh dunia. Ini bukan sekedar cara untuk berbagi dan
mendapatkan informasi dengan cepat, tetapi juga merupakan tempat yang sangat berguna untuk
mencari dan menyimpan pengetahuan. Teknologi membantu kita menciptakan lingkungan
belajar dimana kita dapat terhubung dengan orang-orang di seluruh dunia dan memiliki akses ke
banyak sumber daya dan alat untuk membantu kita belajar.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui kasus – kasus yang terjadi di masyarakat terkait literasi digital.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut UNESCO, literasi merupakan kemampuan dalam mengidentifikasi, memahami,
menafsirkan, menciptakan, berkomunikasi, menghitung dan menggunakan bahan cetak serta
tulisan dalam kaitannya dengan berbagai pencapaian tujuan dalam mengembangkan pengetahuan
serta potensi mereka, dan untuk berpartisipasi secara penuh dalam komunitas mereka serta
masyarakat (A’yuni, 2015) dalam (Naufal, 2021). Pendapat Gilster tersebut seolah-olah
menyederhanakan media digital yang sebenarnya terdiri dari berbagai bentuk informasi sekaligus
seperti suara, tulisan dan gambar. Oleh karena itu Eshet menekankan bahwa literasi digital
seharusnya lebih dari sekedar kemampuan menggunakan berbagai sumber digital secara efektif.
Literasi digital juga merupakan sebentuk cara berpikir tertentu (Eshet, 2004) dalam (Naufal,
2021).
Bawden menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi
komputer dan literasi informasi (Bawden, 2001) dalam (Naufal, 2021). Sedangkan Menurut
Martin, literasi digital adalah gabungan dari beberapa bentuk literasi seperti: informasi,
komputer, visual dan komunikasi (Martin, 2008) dalam (Naufal, 2021). Menurut Martin, literasi
digital merupakan kemampuan individu untuk menggunakan alat digital secara tepat sehingga ia
terfasilitasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, menganalisi sumber
daya digital agar membangun pengetahuan baru, membuat media berekspresi, berkomunikasi
dengan orang lain dalam situasi kehidupan tertentu untuk mewujudkan pembangunan sosial, dari
beberapa bentuk literasi yaitu: komputer, informasi teknologi, visual, media dan komunikasi
(Martin, 2008) dalam (Naufal, 2021). Senanda dengan pendapat Bawden mengartikan bahwa
literasi digital adalah kemampuan dalam menggunakan informasi dari berbagai sumber digital
yang disajikan melalui komputer (Bawden, 2001) dalam (Naufal, 2021).
Literasi digital dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk menerapkan keterampilan
fungsional pada perangkat digital sehingga ia dapat menemukan dan memilih informasi, berpikir
kritis, berkreativitas, berkolaborasi bersama orang lain, berkomunikasi secara efektif, dan tetap
menghiraukan keamanan elektronik serta konteks sosial-budaya yang berkembang (Hague &
Payton, 2010) dalam (Naufal, 2021). Seseorang yang berliterasi digital perlu mengembangkan
kemampuan untuk mencari serta membangun suatu strategi dalam menggunakan search engine
guna mencari informasi yang ada serta bagaimana menemukan informasi yang sesuai dengan
kebutuhan informasinya. Selain itu kemampuan penggunaan tekologi dan informasi dari
perangkat digital membantu agar efektif dan efesien dalam berbagai konteks kehidupan, seperti :
akademik, karir, dan kehidupan sehari-hari (Naufal, 2021).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Peran Kompetensi Literasi Digital Terhadap Konten Hoaks dalam Media Sosial
Konten adalah informasi yang tersedia melalui media atau produk. Konten yang ada di media
meliputi tulisan atau teks, gambar, video, infografis, meme, podcast, dan game. Semua konten
tersebut bernilai informasi manakala memenuhi nilai - nilai berita yang menjadi standar
jurnalistik. Namun terkadang ada konten yang memang dibuat untuk kepentingan tertentu, baik
oleh seorang individu maupun kelompok. Hal inilah yang menyebabkan sebuah konten akhirnya
menjadi konten hoaks, yang memuat informasi palsu, dikemas sedemikian rupa menjadi berita
yang diklaim berdasarkan fakta di lapangan. Umumnya, penyebaran konten hoaks ini dilakukan
secara masif lewat perangkat lunak yang fungsinya menduplikasi berita secara otomatis dan
dikemas berulang - ulang. Itulah yang menyebabkan konten hoaks dengan mudahnya menjadi
bahan perbincangan hangat di masyarakat yang memang tidak lepas tangannya dari gawai
smartphone. Teknologi memang pisau bermata dua, satu sisi memiliki manfaat jika berada pada
tangan yang tepat, namun akan mendatangkan mudarat, jika diberikan pada tangan yang tidak
tepat.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi selain memberikan banyak manfaat
positif, juga menimbulkan dampak negatif seperti munculnya cybercrime dan cyber war. Salah
satu cybercrime yang banyak ditemukan yaitu penyebaran berita palsu atau hoaks. Pemerintah
Indonesia menanggapi serius fenomena hoaks tersebut karena fenomena hoaks semakin lama
semakin banyak dan beragam bentuknya. Data Kemenkominfo (Purwadi, n.d.) dalam (Amaly &
Armiah, 2021), menyebutkan bahwa ada sekitar 800.000 situs yang terdeteksi menyebarkan
informasi palsu di Indonesia. Menurut Kemenkominfo (Wardani 2021) dalam (Amaly &
Armiah, 2021), tercatat ada 1.387 informasi palsu atau hoaks yang tersebar sejak maret 2020-
Januari 2021 selama pandemi Covid - 19 di Indonesia.
Fenomena hoaks yang semakin meningkat di Indonesia, sering membuat masyarakat terkena
informasi palsu bahkan secara tidak sengaja ikut menyebarkan hoaks tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa kompetensi literasi digital sangat penting dimiliki oleh masyarakat agar
dapat memfilter informasi palsu atau hoaks dan ikut berperan aktif memerangi fenomena hoaks
tersebut. Kemenkominfo telah melakukan banyak kebijakan untuk memerangi fenomena hoaks
dengan adanya Undang - Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 28 ayat 1.
Namun undang-undang ITE ini masih belum maksimal dalam memberantas oknum-oknum
penyebar hoaks. Saat ini pemerintah juga melakukan program literasi digital bernama
Siberkreasi. Siberkreasi merupakan gerakan yang diikuti oleh berbagai organisasi untuk
memberikan literasi digital kepada masyarakat. Selain itu pihak media sosial sebagai media
penyebaran informasi juga telah membuat fitur - fitur pelaporan pemberitaan hoaks atau akun -
akun penyebar hoaks di setiap media sosial. Seperti media sosial twitter yang memiliki fitur
lapor kiriman twitter dengan mengklik “Report Tweet” atau “Laporkan Kicauan”, atau laporan
kiriman yang ada di facebook, adanya fitur lapor kiriman atau laporkan foto dengan jenis laporan
yang berbeda-beda.
Pelaporan konten hoaks yang dilakukan oleh pemerintah seperi lapor kominfo, polisi online,
pihak google dan sosial media, membantu pengguna internet dalam memerangi informasi palsu
atau hoaks. Namun keterampilan individu dalam memahami konten-konten hoaks atau negatif
juga sangat penting. Sehingga perlu adanya kompetensi literasi digital yang dimiliki oleh
individu manusia.

3.2 Literasi Digital Dalam Memanfaatkan Media Sosial (Studi Kasus pada Asisten Rumah
Tangga Usia Remaja)
Informan DA merupakan asisten rumah tangga berusia 17 tahun yang memilih pekerjaan
asisten rumah tangga untuk membiayai adik - adiknya di kampung halaman. Bekerja sebagai
asisten rumah tangga berbekal ijazah SMP dari kampung halamannya dengan pengetahuan dan
bekal seadanya. Informan DA memiliki ketahananan dalam bekerja sebagai asisten rumah tangga
dengan mengerjakan berbagai pekerjaannya secara disiplin. Sebagai pendatang dari desa,
informan DA baru kali ini menggunakan gawai atau smartphone berbasis android. Awal pertama
kali menggunakan gawai, informan DA memanfaatkannya untuk berkomunikasi melalui WA
dan telepon saja. Informan DA sebagai pekerja asisten rumah tangga terkadang memiliki waktu
luang di sela-sela mengurus pekerjaannya.
Selama menggunakan gawai, infoman DA memiliki rasa penasaran terhadap aplikasi di
ponsel cerdasnya tersebut. Setelah itu, informan DA mengenal beberapa aplikasi media sosial
seperti Facebook dan Instagram. Setelah itu, informan DA menginstall aplikasi tersebut di
ponselnya sambil mengeksplorasi hal apa saja yang ada di aplikasi media sosial tersebut. Selang
beberapa lama kemudian, informan DA mengenal fitur - fitur yang ada di media sosial tersebut
dan memiliki pertemanan yang cukup banyak. Pertemanan di media sosial seperti Facebook
makin bertambah. Informan DA sebagai wanita kerap kali memasang foto profil di media
sosialnya dengan foto terbaiknya yang sangat cantik dan memesona. Informan DA
mengungkapkan bahwa dari beberapa teman laki - laki di media sosialnya, dia memiliki
komunikasi yang sangat intensif dengan sesorang laki - laki. Laki - laki tersebut sering
berkomunikasi dan bertukar nomor ponsel dengan DA. Semakin lama, informan DA mengatakan
bahwa dirinya memiliki hubungan spesial dengan lelaki tersebut. Komunikasi pun makin dekat
dengan melakukan chat dan telepon di sela-sela waktu istirahat kerjanya.
Informan DA sebagai perempuan yang berasal dari desa dan baru mengenal media sosial
menganggap bahwa berinterkasi di media sosial sama dengan berinteraksi di kampung
halamannya di desa terpencil. Dengan kepolosan dan keluguannya, informan DA sangat kagum
terhadap lelaki yang kemudian dianggap sebagai pacarnya. Suatu saat pacarnya di media sosial,
yang belum pernah ia temui secara nyata, meminta tolong agar informan DA membantunya
dengan meminjamkan uang untuk keperluan membeli tiket pesawat karena dia sedang berlayar
dan berjanji kepada informan DA untuk segera menikahinya setibanya di Pulau Jawa. Sebagai
gadis desa, informan DA sema sekali tidak curiga kepada laki - laki tersebut. Pada akhirnya laki -
laki tersebut lama - kelamaan meminta informan DA untuk mengirimkan uang kepadanya.
Pengetahuan tentang dunia maya yang sesungguhnya belum dikuasai oleh informan DA
karena selama ini ia menganggap positif semua temannya di media sosial. Namun, oknum lelaki
tersebut memanfaatkan rendahnya pengetahuan dan minimnya kehati - hatian dia selama
bermedia sosial. Setelah itu, informan DA terus menunggu kepastian dari lelaki tersebut yang
selalu menjanjikan akan datang dan melamarnya. DA sebagai asisten rumah tangga tidak
memiliki kecurigaan sedikit pun terhadap teman di media sosialnya. Semakin lama DA bercerita
kepada majikan dan tetangganya bahwa ia akan dilamar oleh kenalannya di media sosial yang
belum pernah ditemuinya itu, Kemudian ia menceritakan uang gajinya selama bekerja habis
dipinjam oleh oknum pacarnya tersebut. Satu dua kali majikan memberinya saran, tetapi
informan DA tidak menerima.
Akhirnya, majikan dan tetangganya menginformasikan bahwa selama ini banyak modus
penipuan di media sosial seperti apa yang dialami oleh informan DA (Irvansyah, 2022).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Literasi digital memiliki peran krusial dalam konteks perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, terutama dalam menghadapi fenomena hoaks di media sosial. Literasi digital bukan
hanya tentang kemampuan menggunakan perangkat digital, tetapi juga mencakup keterampilan
dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memahami informasi yang tersebar di dunia maya.
Menurut UNESCO, literasi mencakup kemampuan dalam mengidentifikasi, memahami,
menafsirkan, menciptakan, berkomunikasi, menghitung, dan menggunakan berbagai bentuk
bahan cetak serta tulisan. Namun, literasi digital, seperti yang dijelaskan oleh Eshet, tidak hanya
tentang penggunaan sumber digital secara efektif, melainkan juga mencakup cara berpikir
tertentu. Pemahaman literasi digital oleh Bawden dan Martin menekankan pada penggunaan
informasi digital, termasuk literasi komputer, literasi informasi, literasi visual, dan literasi media.
Dalam konteks pemberantasan hoaks di media sosial, kompetensi literasi digital menjadi
sangat penting. Fenomena hoaks yang semakin meningkat di Indonesia menunjukkan perlunya
masyarakat memiliki kemampuan untuk memfilter informasi palsu atau hoaks. Pemerintah dan
media sosial telah mengambil langkah-langkah, seperti undang-undang dan fitur pelaporan,
namun keterampilan individu dalam memahami konten hoaks juga sangat diperlukan. Studi
kasus pada asisten rumah tangga usia remaja menunjukkan bahwa kurangnya literasi digital
dapat membuat seseorang rentan terhadap penipuan di media sosial. Informan DA, dengan
kepolosan dan kurangnya pemahaman tentang dunia maya, menjadi korban modus penipuan
melalui media sosial. Oleh karena itu, literasi digital tidak hanya penting bagi individu yang
berprofesi di bidang teknologi, tetapi juga bagi semua lapisan masyarakat.
Dengan pemahaman yang baik tentang literasi digital, individu dapat lebih bijak dalam
menggunakan media sosial, memfilter informasi yang diterima, dan mencegah jatuh pada modus
penipuan yang tersebar di dunia maya. Selain itu, literasi digital juga membantu dalam
memanfaatkan media sosial secara positif dan bertanggung jawab.
4.2 Saran
1. Perlu diadakan program edukasi literasi digital yang berkelanjutan untuk masyarakat.
2. Media sosial perlu menyediakan fitur dan edukasi untuk membantu pengguna mengidentifikasi
dan memverifikasi hoaks.
3. Pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait penyebaran hoaks.
4. Perlu diadakan program edukasi literasi digital yang dirancang khusus untuk asisten rumah
tangga usia remaja.
5. Keluarga dan sekolah perlu memberikan edukasi dan pengawasan terhadap penggunaan media
sosial pada remaja.
6. Pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait konten negatif di media sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Amaly, N., & Armiah, A. (2021). Peran Kompetensi Literasi Digital Terhadap Konten Hoaks
dalam Media Sosial. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 20(2), 43.
https://doi.org/10.18592/alhadharah.v20i2.6019
Irvansyah, A. (2022). LITERASI DIGITAL DALAM MEMANFAATKAN MEDIA SOSIAL (
Studi Kasus Pada Asisten Rumah Tangga Usia Remaja). Jurnal AKRAB, 13(2), 61–69.
https://doi.org/10.51495/jurnalakrab.v13i2.428
Naufal, H. A. (2021). Literasi Digital. Perspektif, 1(2), 195–202.
https://doi.org/10.53947/perspekt.v1i2.32

Anda mungkin juga menyukai