Anda di halaman 1dari 11

DAMPAK PUBLISITAS NEGATIF CYBER ABUSE MELALUI TINDER PADA

REMAJA SEBAGAI MEDIA TEMPAT MENDAPATKAN TEMAN HIDUP

Dosen Pengampu :
Dr Ika Yuliasari, M.Si

Disusun oleh :
Fentiandini / 044120412
JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2023
A. Latar Belakang
Dalam dunia yang serba digital dan cepat memudahkan bagi setiap individu
dalam melakukan pencarian, hal itu terjadi pada kehidupan saat ini yang segalanya
serba capat karena adanya sebuah teknologi yang canggih dan mutakhir di era ini.
Sebagai masyarakat di era modern ini tidak asing dengan media sosial karena
memudahkan untuk berkomunikasi dengan orang-orang terdekat. Perkembangan
teknologi komunikasi saat ini tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat,
melainkan menjadi sebuah jawaban untuk memenuhi kebutuhan informasi
masyarakat. Konsumsi masyarakat akan informasi dan berkomunikasi dimudahkan
oleh internet, hal ini berdampak pada perubahan perilaku berkomunikasi dalam
berinteraksi di kehidupan masyarakat. Komunikasi yang dulunya memerlukan
waktu yang lama dalam penyampaiannya, kini dengan teknologi segalanya
menjadi sangat dekat dan tanpa jarak maupun letak geografis masyarakat. Menurut
McLuhan (dalam Morissan, dkk, 2010: 31), teknologi komunikasi menjadi
penyebab utama perubahan budaya. Kehidupan keluarga, lingkungan kerja,
sekolah, pertemanan, kegiatan keagamaan, politik, dan sebagainya semua
terpengaruh teknologi komunikasi. Perubahan budaya yang terjadi akibat teknologi
komunikasi terlihat dari pola masyarakat yang ketergantungan tinggi dan hanya
sebagai pengguna tertinggi dengan teknologi informasi.

Penduduk Indonesia berusia 16 hingga 64 tahun berselancar di internet (pada


semua perangkat) dalam sehari rata-rata mencapai 7 jam 59 menit. Adapun
pengguna internet Indonesia mencapai 175,3 juta atau 64% dari total penduduk
Indonesia. Mayoritas pengguna tersebut menggunakan ponsel, yaitu sebanyak 171
juta atau 98% dari pengguna internet Indonesia. Media sosial menempati urutan
kedua dengan rata-rata penduduk Indonesia menghabiskan waktu sebanyak 3 jam
26 menit. Youtube dan Whatsapp menjadi media sosial terpopuler dengan
persentase masing-masing sebesar 88% dan 84%. Berdasarkan hasil survei
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di
Indonesia mencapai 215,63 juta orang pada periode 2022-2023. Jumlah tersebut
meningkat 2,67% dibandingkan pada periode sebelumnya yang sebanyak 210,03
juta pengguna. Jumlah pengguna internet tersebut setara dengan 78,19% dari total
populasi Indonesia yang sebanyak 275,77 juta jiwa. Smartphone dengan akses
internet dapat mengunduh aplikasi sesuai dengan kebutuhannya, dari aplikasi
berbelanja online, aplikasi jualbeli online, aplikasi transportasi online hingga aplikasi
pencarian jodoh online yang memiliki fitur chatting untuk menghubungkan para
pengguna aplikasi tersebut. Salah satu aplikasi pencarian jodoh terbaik yang sedang
digandrungi saat itu adalah Tinder, tentu saja Tinder bukanlah satu-satunya aplikasi
pencarian jodoh yang hadir di tengah masyarakat rural maupun urban. Ada
beberapa aplikasi pencarian jodoh online yang terbaru saat ini, misalnya; Paktor,
Wavoo, Setipe, Gather,dari ke empat aplikasi pencarian jodoh online Tinder paling
mendominasi. Aplikasi pencarian jodoh online ini diluncurkan pada tahun 2012 oleh
Sean Rad, Jonathan Badeen dan Justin Mateen. Hasil survei Rakuten Insight pada
September 2020 menunjukkan sebanyak 57,6% responden di Indonesia
menggunakan aplikasi kencan daring Tinder. Persentase itu menjadi yang paling
tinggi dibandingkan aplikasi serupa lainnya. Dilansir dari Psychology Today,
pengguna tertarik dengan aplikasi ini karena memudahkan mereka menemukan
pasangan yang sesuai. Mereka bertemu dengan lebih banyak orang, lalu algoritma
aplikasi akan menentukan tingkat kecocokan berdasarkan tes kepribadian masing-
masing pengguna. Aplikasi kencan online telah mengubah pola perilaku masyarakat
dalam hal pencarian jodoh. Jika pada zaman dahulu untuk berkenalan dengan orang
baru kita harus bertemu secara langsung, mendekati, menyapa dan berinteraksi satu
sama lain.

Dan pada saat ini perjodohan mulai berubah ke arah digital yang
memanfaatkan kecangihan teknologi. Sehingga interaksi dapat dilakukan secara
mudah dan cepat hanya melalui fitur chattig yang tersedia (Xiao, 2018). Tinder
merupakan aplikasi yang menawarkan fungsi kepada pengguna dengan cara
mengelompokkan beberapa pengguna yang memiliki kesamaan dalam mencari
jodoh atau teman kencan yang diinginkan (Nadya & Hidayat, 2016). Aplikasi tinder
menampilkan beberapa informasi mengenai identitas pribadi berupa nama, usia,
jenis kelamin, foto, nama, pekerjaan, bio dan jarak antar pengguna Tinder lainnya.
Dengan hadirnya aplikasi tinder ini proses pencarian pasangan dapat dilakukan
kapanpun dan dimanapun secara cepat tanpa harus bertemu secara langsung,
hanya dengan mengandalkan jaringan internet pengguna dapat menemukan
pasangan sesuai profil yang diinginkan. Tinder memiliki kebijakan tentang batasan
minimal usia pengguna yakni usia 18 tahun. Jika ada pengguna dibawah umur
mencoba mendaftar dengan cara memalsukan usia maka pengguna dibawah umur
tersebut akan diblokir secara otomatis oleh pihak Tinder hingga waktu yang
ditentukan (Tinder, 2020).

Beragam kisah keberhasilan pengguna aplikasi Tinder yang mendapatkan


jodoh dan melanjutkan ke jenjang pernikahan menjadi publisitas positif. Tidak hanya
keberhasilan menjalin hubungan di negeri sendiri dari berbagai negara tentang
keberhasilan bertemunya pasangan hidup melalui Tinder. Pada kondisi keberhasilan
tersebut, Tinder dinilai memberikan kemudahan untuk mencari jodoh. Sehingga
Tinder mendapat respons positif dari penggunanya. Penyebarluasan informasi dan
berita tentang keberhasilan kencan online di Tinder hingga menuju jenjang
pernikahan, menjadikan Tinder mendapatkan publisitas positif.

Selayaknya dua sisi mata uang, publisitas positif selalu diiringi oleh publisitas
negatif. Banyak peristiwa kriminal yang diberitakan oleh media massa dan salah
satu sarana tindak kejahatan tersebut adalah Tinder. Berita negatif tentang Tinder
tentu berdampak pada penilaian negatif dari masyarakat. Berita negatif tersebut,
sebagian besar karena penyalahgunaan aplikasi kencan online Tinder untuk tindak
kejahatan. Beberapa motif kejahatan yang menyalahgunakan Tinder, antara lain:
penipuan, pencurian, perampokan, penculikan, pelecehan seksual, pemerkosaan,
dan pembunuhan berencana. Semua peristiwa kriminal tersebut berawal dari
pemalsuan identitas pengguna aplikasi Tinder. Unsur - unsur identitas yang
dipalsukan, antara lain: usia, tempat tinggal, pekerjaan, penggunaan foto orang lain
sebagai profil. Ketidak jujuran dari pengguna dalam mencantumkan identitas
tersebut dapat disebut dengan playing identity (Safitri & Utari, 2018).
B. Masalah Penelitian

Dalam menggunakan sebuah media sebagai penunjang komunikasi,


masyarakat modern ditandai dengan semakin tingginya waktu untuk bertukar
informasi, baik dengan media komunikasi maupun dengan pemakaian teknologi
komunikasi telepon. Pada buku komunikasi massa Denis McQuail menyatakan
teorinya bahwa komunikasi massa adalah sebagai hiburan, berkaitan dengan itu
media massa menjalankan fungsinya sebagai pelepas khalayak dari masalah yang
dihadapi. Rasa jenuh di dalam melakukan aktivitas rutin pada saat tertentu akan
muncul. Begitupula dengan aplikasi Tinder sebagai sarana hiburan dan media untuk
menemukan pasangan atau teman. Namun publisitas negatif dari berbagi berita
kriminal tersebut, menunjukkan bahwa terdapat permasalahan tentang
penyalahgunaan fungsi aplikasi Tinder yang dapat dikategorikan sebagai pelecehan
dunia maya atau cyber abuse. Konsep ini lebih menyoroti penyalahgunaan teknologi
daring dengan perilaku pengguna untuk mengancam, mengintimidasi, melecehkan,
menyakiti, atau mempermalukan seseorang (IGI Global, 2022). Berita-berita negatif
tentang Tinder di media massa, mengangkat mengenai keburukan akibat
penyalahgunaan Tinder. Seringkali terjadi berita negatif berasal dari fakta yang tidak
dapat direncanakan. Berbeda dengan berita yang isinya memberitakan tokoh publik
atau peristiwa yang luar biasa dapat mempengaruhi sikap pembaca koran,
pendengar radio, atau penonton televisi. Kejadian baik dapat menjadi berita positif
dan berhasil menjadi publisitas positif. Perencanaan kejadian positif agar menjadi
berita positif umumnya terjadi untuk event-event politik seperti halnya pemilihan
kepada daerah (Pasaribu, 2018).

Pada aktivitas jurnalistik dalam penyajian berita setidaknya memenuhi prinsip


utama yaitu berita yang benar, akurat, verifikasi, bersifat objektif, faktual, dan
berimbang (Achmad et al., 2020). Jurnalis dapat membuat suatu berita bersifat
objektif ketika mereka berpegang teguh pada kode etik yang berlaku. Hal tersebut
dilakukan supaya berita yang telah disebarluaskan tidak berdampak buruk di lain
waktu (Jonathans, 2000; Santoso et al., 2021). Namun pada kenyataanya saat ini
banyak sekali pemberitaan di media massa menjadi tidak objektif dikarenakan
adanya kepentingan - kepentingan yang melatarbelakangi berita tersebut (Juditha,
2013).
C. Rumusan Masalah

1) Bagaimana jurnalistik sebagai media pemberitaan negative tentang Tinder


pada remaja saat ini?

2) Bagaimana pengaruh pemberitaan negative Cyber Abuse tentang Tinder


pada remaja saat ini?
D. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui dampak publisitas negatif Cyber Abuse melalui Tinder
E. Penelitian Terdahulu

Pertama penelitian dilakukan oleh Annisa Dwi Safitri dan Augustin Mustika
Chairil (2022), dengan judul “DAMPAK PUBLISITAS NEGATIF CYBER ABUSE
MELALUI TINDER PADA REMAJA DI KOTA SURABAYA” penulis jurnal Ilmu
Komunikasi UPN Veteran Jawa Timur. Pada jurnal yang di paparkan diatas
menujukkan keterkaitan dengan pemberitaan negative yang terjadi pada aplikasi
tinder di kalangan remaja saat ini dengan usia 19-22 tahun, Teknik pengumpulan
data oleh peneliti melakukan observasi partisipan dengan menggunakan akun tinder
peneliti. Langkah kedua peneliti melakukan wawancara terstruktur secara daring
dengan memanfaatkan fitur yang tersedia dalam aplikasi tinder. Pada jurnal ini
menjelaskan bagaimana media pemberitaan sebagai informasi, serta memaparkan
dampak yang terjadi akibat publisitas negative Cyber Abuse melalui Tinder.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi virtual.

Kedua, penelitian yang dilakukan Annisarizki, Ilmu Komunikasi Universitas


Serang Raya dalam penelitiannya yang berjudul “Makna Tinder sebagai Tempat
Mendapatkan Teman Hidup” jenis penelitian sebelumnya menggunakan metode
pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mempertahankan bentuk isi dan perilaku
manusia dan menganalisi kualitasnya. Dalam jurnal ini peneliti menjelaskan bahwa
aplikasi pencarian jodoh online telah mengubah perilaku pencarian pasangan.
Dengan menggunakan teori penetrasi sosial hubungan interpersonal berkembang
secara bertahap dan dapat diprediksi. Dalam jurnal ini peneliti memaparkan bahaw
dalam proses pengembangan hubungan interpersonal terdapat 4 tahapan.

F. Kerangka Berfikir

Penelitian ini menggunakan teori dan konsep yang relavan dengan topik
penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teori uses and
gratification, konsep pencarian informasi, dan konsep pemenuhan kebutuhan
informasi. Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif
untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna
media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha
mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya.
Artinya pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan
kebutuhannya. Elemen dasar yang mendasari pendekatan teori ini (Karl dalam
Bungin, 2007): (1) Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan (2)
berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan (3) struktur
masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai percampuran
personal individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut, yang
menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian
persoalan, yang menghasikan (7) perbedaan pola konsumsi media dan ( perbedaan
pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola konsumsi, yang dapat
memengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu, sekaligus akan
memengaruhi pula (11) struktur media dan berbagai struktur politik, kultural, dan
ekonomi dalam masyarakat.

Teori uses and gratification memberikan kerangka berpikir untuk memahami


bagaimana dan kapan individu mengonsumsi media menjadi lebih atau kurang aktif
dan berdampak pada meningkatnya atau menurunnya keterlibatan (Suherman,
2020, p. 69). Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi
massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan
mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications
mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan
apa yang mereka gunakan untuk media?” (McQuail, 2002: 388).

Aplikasi Tinder

Publisitas Negatif Tinder


oleh media pemberitaan
pada Remaja

Dampak Publisitas Negatif


Cyber Abuse melalui Tinder
pada Remaja sebagai media
tempat mendapatkan hidup
G. Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk


mempertahankan bentuk isi dan perilaku manusia dan menganalisi kualitasnya.
Penelitian kualitatif berusaha menyediakan apa yang disebut sebagai complex,
holistic picture. Maksudnya, penelitian kualitatif berusaha untuk membawa
pembacanya ke dalam pemahaman multidimensional dari permasalahan atau isu
yang diangkat. Laporan penelitian kualitatif berusaha menampilkan permasalahan
dan segala kompleksitasnya. Karena itulah, penelitian kualitatif seringkali time
consuming dalam proses analisanya, analisis kualitatif dilakukan dengan
mempertimbangkan banyak sekali variabel. Beberapa alasan dalam melakukan
penelitian kualitatif yang ditekankan oleh Creswell (1998:17) dan dirasakan penulis
adalah :

1. Jika pertanyaan penelitian adalah “apa” dan “bagaimana”

2. Jika topik penelitian perlu dieksplorasi. Maksudnya jika tidak ada teori yang
menjelaskan secara detail permasalahan yang akan dikaji sehingga eksplorasi
terhadap teori perlu dilakukan.

3. Jika peneliti ingin meneliti manusia dalam natural setting

4. Jika peneliti ingin menulis dalam gaya literatur narasi dan story telling

5. Jika peneliti berperan sebagai active learner yang melakukan penelitian karena
ingin mempelajari sesuatu bukan mengujinya.

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi


menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran, dalam
kognitif dan dalam tindakan-tindakan perseptual. Fenomenologi mencari
pemahaman seseorang dalam membangun makna dan konsep kunci yang
intersubyektif. Karena itu, menurut Kuswarno (2009:53)

Penelitian ini menggunakan teori pencarian jodoh dari Rheiss & Wheel Menurut
Reiss – Wheel (dalam Olson & Defrain, 2003 ) , Manusia mencari pasangan dengan
berbagai tahapan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk berinteraksi sosial. Tahapan
pencarian pasangan pada teori Reiss dan Wheel memiliki pola tersendiri, antara lain:
1. Rasa ketertarikan yaitu perasaan yang rata-rata mengarah pada sesuatu yang
nilainya alami karena objek mata adalah keindahan. Apabila terdapat sesuatu yang
menarik didepan mata secara otomatis seseorang akan memusatkan perhatian.

2. Membuka diri yaitu seorang individu yang bisa membuka diri dengan memulai
membuka obrolan dengan individu yang baru saja di kenal di media sosial tetapi
belum pernah bertemu secara langsung. Biasanya percakapan ini dimulai dari hal-
hal kecil.

3. Keterikatan yang sifatnya timbal balik yaitu perkenalan yang semakin intens
dengan saling bertukar pengalaman dan hal-hal yang sering di lakukan yang
membuat rasa keterikatan yang sifatnya menguntungkan satu sama lain. Kedua
individu tersebut akhirnya menjadi saling bergantung satu sama lain.

4. Tumbuhnya cinta yakni dalam menentukan suatu kesamaan dalam diri calon
pasangan termasuk rasa empati, rasa saling mengerti, menghormati, saling
berkorban, saling menghargai, dan saling mendukung, dalam hal kebaikan. Rasa
saling cinta ini bisa semakin tumbuh, dan memungkinkan mengarahkan keduanya
pada keputusan untuk menikah.

Analisis penerimaan dalam penelitian ini menggunakan model encoding-


decoding dari Stuart Hall yang membahas mengenai bagaimana individu
menginterpretasikan isi pesan media sesuai dengan pemaknaan masing-masing
(Hall et al., 2003). Terdapat tiga posisi khalayak dalam menerima pesan yakni
hegemonik-dominan (khalayak menerima penuh isi pesan media tanpa adanya
penolakan), negosiasi (khalayak dapat menerima atau menolak dengan alasan
tersendiri), dan oposional (khalayak berada di posisi yang bertentangan dengan
pembuat program dan memiliki alternatif sendiri yang lebih relevan) (Achmad et al.,
2017; Hall, 1997). Tahap akhir analisis adalah melakukan penyimpulan terhadap
hasil analisis data.

Anda mungkin juga menyukai