Dosen Pengampu :
Dr Ika Yuliasari, M.Si
Disusun oleh :
Fentiandini / 044120412
JURNALISTIK
Dan pada saat ini perjodohan mulai berubah ke arah digital yang
memanfaatkan kecangihan teknologi. Sehingga interaksi dapat dilakukan secara
mudah dan cepat hanya melalui fitur chattig yang tersedia (Xiao, 2018). Tinder
merupakan aplikasi yang menawarkan fungsi kepada pengguna dengan cara
mengelompokkan beberapa pengguna yang memiliki kesamaan dalam mencari
jodoh atau teman kencan yang diinginkan (Nadya & Hidayat, 2016). Aplikasi tinder
menampilkan beberapa informasi mengenai identitas pribadi berupa nama, usia,
jenis kelamin, foto, nama, pekerjaan, bio dan jarak antar pengguna Tinder lainnya.
Dengan hadirnya aplikasi tinder ini proses pencarian pasangan dapat dilakukan
kapanpun dan dimanapun secara cepat tanpa harus bertemu secara langsung,
hanya dengan mengandalkan jaringan internet pengguna dapat menemukan
pasangan sesuai profil yang diinginkan. Tinder memiliki kebijakan tentang batasan
minimal usia pengguna yakni usia 18 tahun. Jika ada pengguna dibawah umur
mencoba mendaftar dengan cara memalsukan usia maka pengguna dibawah umur
tersebut akan diblokir secara otomatis oleh pihak Tinder hingga waktu yang
ditentukan (Tinder, 2020).
Selayaknya dua sisi mata uang, publisitas positif selalu diiringi oleh publisitas
negatif. Banyak peristiwa kriminal yang diberitakan oleh media massa dan salah
satu sarana tindak kejahatan tersebut adalah Tinder. Berita negatif tentang Tinder
tentu berdampak pada penilaian negatif dari masyarakat. Berita negatif tersebut,
sebagian besar karena penyalahgunaan aplikasi kencan online Tinder untuk tindak
kejahatan. Beberapa motif kejahatan yang menyalahgunakan Tinder, antara lain:
penipuan, pencurian, perampokan, penculikan, pelecehan seksual, pemerkosaan,
dan pembunuhan berencana. Semua peristiwa kriminal tersebut berawal dari
pemalsuan identitas pengguna aplikasi Tinder. Unsur - unsur identitas yang
dipalsukan, antara lain: usia, tempat tinggal, pekerjaan, penggunaan foto orang lain
sebagai profil. Ketidak jujuran dari pengguna dalam mencantumkan identitas
tersebut dapat disebut dengan playing identity (Safitri & Utari, 2018).
B. Masalah Penelitian
Pertama penelitian dilakukan oleh Annisa Dwi Safitri dan Augustin Mustika
Chairil (2022), dengan judul “DAMPAK PUBLISITAS NEGATIF CYBER ABUSE
MELALUI TINDER PADA REMAJA DI KOTA SURABAYA” penulis jurnal Ilmu
Komunikasi UPN Veteran Jawa Timur. Pada jurnal yang di paparkan diatas
menujukkan keterkaitan dengan pemberitaan negative yang terjadi pada aplikasi
tinder di kalangan remaja saat ini dengan usia 19-22 tahun, Teknik pengumpulan
data oleh peneliti melakukan observasi partisipan dengan menggunakan akun tinder
peneliti. Langkah kedua peneliti melakukan wawancara terstruktur secara daring
dengan memanfaatkan fitur yang tersedia dalam aplikasi tinder. Pada jurnal ini
menjelaskan bagaimana media pemberitaan sebagai informasi, serta memaparkan
dampak yang terjadi akibat publisitas negative Cyber Abuse melalui Tinder.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi virtual.
F. Kerangka Berfikir
Penelitian ini menggunakan teori dan konsep yang relavan dengan topik
penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan teori uses and
gratification, konsep pencarian informasi, dan konsep pemenuhan kebutuhan
informasi. Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif
untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna
media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha
mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya.
Artinya pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan
kebutuhannya. Elemen dasar yang mendasari pendekatan teori ini (Karl dalam
Bungin, 2007): (1) Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan (2)
berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan (3) struktur
masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai percampuran
personal individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut, yang
menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian
persoalan, yang menghasikan (7) perbedaan pola konsumsi media dan ( perbedaan
pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola konsumsi, yang dapat
memengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu, sekaligus akan
memengaruhi pula (11) struktur media dan berbagai struktur politik, kultural, dan
ekonomi dalam masyarakat.
Aplikasi Tinder
2. Jika topik penelitian perlu dieksplorasi. Maksudnya jika tidak ada teori yang
menjelaskan secara detail permasalahan yang akan dikaji sehingga eksplorasi
terhadap teori perlu dilakukan.
4. Jika peneliti ingin menulis dalam gaya literatur narasi dan story telling
5. Jika peneliti berperan sebagai active learner yang melakukan penelitian karena
ingin mempelajari sesuatu bukan mengujinya.
Penelitian ini menggunakan teori pencarian jodoh dari Rheiss & Wheel Menurut
Reiss – Wheel (dalam Olson & Defrain, 2003 ) , Manusia mencari pasangan dengan
berbagai tahapan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk berinteraksi sosial. Tahapan
pencarian pasangan pada teori Reiss dan Wheel memiliki pola tersendiri, antara lain:
1. Rasa ketertarikan yaitu perasaan yang rata-rata mengarah pada sesuatu yang
nilainya alami karena objek mata adalah keindahan. Apabila terdapat sesuatu yang
menarik didepan mata secara otomatis seseorang akan memusatkan perhatian.
2. Membuka diri yaitu seorang individu yang bisa membuka diri dengan memulai
membuka obrolan dengan individu yang baru saja di kenal di media sosial tetapi
belum pernah bertemu secara langsung. Biasanya percakapan ini dimulai dari hal-
hal kecil.
3. Keterikatan yang sifatnya timbal balik yaitu perkenalan yang semakin intens
dengan saling bertukar pengalaman dan hal-hal yang sering di lakukan yang
membuat rasa keterikatan yang sifatnya menguntungkan satu sama lain. Kedua
individu tersebut akhirnya menjadi saling bergantung satu sama lain.
4. Tumbuhnya cinta yakni dalam menentukan suatu kesamaan dalam diri calon
pasangan termasuk rasa empati, rasa saling mengerti, menghormati, saling
berkorban, saling menghargai, dan saling mendukung, dalam hal kebaikan. Rasa
saling cinta ini bisa semakin tumbuh, dan memungkinkan mengarahkan keduanya
pada keputusan untuk menikah.