Anda di halaman 1dari 9

Praktik Sosial Cybersex dikalangan Gay di Kota Padang

Term Of Reference

Oleh

MUSDANIL
1510812032

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
1. Latar Belakang

Abad ke 20 merupakan abad yang sangat fenomenal, dimana perubahan demi

perubahan serta inovasi terus menerus berkembang dengan sangat cepat. Penggunaan

teknik tradisional mulai dihindari banyak orang karena banyaknya temuan-temuan yang

membuat pekerjaan manusia menjadi lebih efesien dan praktis. Dalam perkembangannya,

alat komunikasi pun juga mengalami perkembangan yang sangat pesat, diiringi dengan

dikembangankannya Internet untuk pertama kali pada tahun 1969 oleh Departemen

Pertahanan Amerika Serikat dengan jaringan ARPANet. Internet dengan kemudahannya

menawarkan akses informasi yang sangat cepat dan mudah untuk diakses oleh siapa pun

dan dimanapun.
Berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh internet menjadi alasan bagi

masyarakat untuk menggunakan dan mengakses internet. Hasil survei Asosiasi

Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2017) menunjukkan terdapat 143,26 juta

pengguna internet di Indonesia, dengan rincian penggunaan layanan yang di akses

89,35% chatting, 87,13% dengan penggunaan sosial media, 74,84% penggnaan akses

search engine, 72,79% untuk melihat gambar, 69,64% untuk melihat video, 70,23%

untuk mendownload video, 56,77% untuk mendownload gambar, 55,30% untuk

mengakses artikel, 35,99% untuk upload file, 33,58% untk menggunakan layanan email,

32,19% untuk transaksi beli barang, 16,97% untuk melakukan pendafatran, 8,12% untuk

jual barang dan 7,39% untuk layanan perbankan online.


Pada praktiknya penggunaan internet tidak hanya digunakan untuk kegiatan yang

bersifat positif, namun kegiatan-kegiatan yang bersifat negatif juga kerap terjadi di

Internet. Praktik penyalahgunaan internet oleh pengguna internet biasa disebut


cybercrime, cybercrime secara singkatnya merupakan tindakan kriminal yang dilakukan

dengan menggunakan seperangkat alat komputer/smartphone yang terkoneksi internet.

Salah satu masalah cybercrime yang sering menjadi pusat perhatian adalah masalah

cybercrime di bidang kesusilaan. Jenis cybercrime di bidang kesusilaan yang sering

diungkapkan adalah cyber pornography dan cybersex.


Cooper dan Griffin-Shelley (2003:2) mengungkapkan Cybersex sebagai

penggunaan internet untuk terlibat dalam aktivitas yang berisi stimulasi dan kesenangan

seksual, aktivitas tersebut dapat berupa melihat gambar-gambar erotis, melakukan

chatting tentang seks, bertukar gambar atau pesan tentang seks termasuk mengakses

pornograpy secara online baik dalam bentuk audio, text maupun video yang terkadang

juga diikuti dengan mastrubasi. Akses internet menuju situs-situs pornografi sangat

mudah untuk ditelusuri, berbagai konten dan macam bentuk jenis pornografi dapat di

pilih dengan bebas oleh pengguna Internet. Ada yang berbayar dan ada juga yang free.

Kita pun dengan mudah memilih apakah hendak mengakses konten pornografi asia,

eropa, latin, homoseksal, heteroseksual, sekedar gambar atau video.


Delmonico dan Miller (2008) menyatakan bahwa bentuk cybersex dapat

digambarkan melalui alat ukur Internet Sex Screening Test (ISST). ISST yang

dikembangkan oleh Delmonico pada tahun 1999 ini mengukur tujuh bentuk cybersex.

Tujuh bentuk perilaku yang merupakan indikasi cybersex yaitu: online sexual

compulsivity (perilaku kompulsif dari aktivitas seks online), online sexual behavior:

sosial (perilaku seksual online yang melibatkan interaksi sosial), online sexual behavior:

isolated (perilaku seksual online tanpa hubungan sosial atau interaksi interpersonal yang

terbatas), online sexual spending (kecenderungan mengeluarkan uang untuk mendukung


aktivitas seksual online), interest in online sexual behavior (ketertarikan secara umum

terhadap aktivitas seksual online), non home use of the computer (kecenderungan

menggunakan komputer selain komputer di rumah untuk tujuan seks), dan illegal sexual

use of the computer (perilaku seksual secara online yang dianggap illegal).
Di Indonesia sendiri praktik cybersex juga bukan lagi merupakan hal yang baru,

hal ini terbukti dengan hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

menyatakan bahwa 97% remaja Indonesia sudah pernah mengakses konten pornografi di

Internet. Praktik-praktik cybersex tidak hanya menyentuh lintas gender, namun cybersex

juga menyentuh lintas orientasi seksual. Artinya aktivitas cybersex tidak hanya dapat

terjadi pada kelompok heteroseksual namun juga dapat terjadi pada kelompok biseksual

dan homoseksual.
Homoseksual sendiri dapat didefenisikan sebagai orientasi atau pilihan seks

seseorang dari jenis kelamin yang sama atau ketertarikan orang secara emosional dan

seksual kepada seseorang dari jenis kelamin yang sama pula. Menurut Christian (2014)

mengatakan bahwa semenjak tahun 1990an perkembangan internet mulai dimanfaatkan

oleh orang-orang homoseksual.


Penggunaan cybersex dikalangan homoseksual biasanya memanfaatkan aplikasi

chating khusus gay, Grindr misalnya, aplikasi ini lahir pada tahun 2009 dengan konsep

anggota berbasis wilayah tinggal (Grindir, dalam Rahayu, 2014:100). Pengunaan aplikasi

ini dapat mencari teman sesama gay pada lokasi tempat tinggal yang sama. Dengan

adanya aplikasi khusus gay membuat akses sesama gay menjadi lebih mudah dalam

menemukan pasangan. Selain itu kehadiran aplikasi gay juga membuat penyuka sesama

jenis pria ini akan lebih mudah dalam berkomunikasi sesama mereka tanpa harus
menghiraukan kehadiran kaum heteroseksual yang identik dengan homofobia. Harek

(1991) Homofobia sendiri merupakan Adanya pandangan-pandangan negatif, stigma,

prasangka masyarakat pada kaum homoseksual menimbulkan seseorang untuk enggan,

takut dan cenderung menjauhi kaum homoseksual.


Padang sebagai ibukota dari provinsi Sumatera Barat yang dikenal baik sebagai

daerah yang menjunung tinggi nilai adat dan agama tak luput dari serbuan internet beserta

cybercrime. Pemahaman adat Minangkabau di Sumatra Barat, khususnya kota Padang

sudah mulai pudar akibat globalisasi. Attubani (2005) Remaja di Minangkabau dewasa

ini memiliki pemahaman yang berbeda mengenai adat Minangkabau, sebagian remaja

minang banyak yang sudah tidak lagi memegang teguh adat istiadat minang yang berjalan

seiring dengan ajaran agama islam, bahkan beberapa kelompok remaja ada yang

menentang ajaran-ajaran budaya minang yang dianggap sudah ketinggalan jaman. Secara

sosiologis budaya merupakan komponen penting dimasyarakat yang akan mengatur

bagaimana kehidupan bermasyarakat.


Secara demografis kota Padang dapat dikatakan sebagai kota metropolitan.

Dengan komposisi penduduk hampir 25% nya adalah pelajar yang mana sebagian besar

adalah remaja. Sementara itu Roem (2016) memaparkan bahwa Kota Padang merupakan

kota semi metropolitan dengan jumlah keberadaan pengguna cybersex yang cukup tinggi,

dengan rata-rata pengguna berasal dari mahasiswa. Kota Padang sendiri merupakan kota

dengan remaja berprilaku seksual berisiko terbanyak nomor 3 setelah kota Payakumbuh

dan kota Buktinggi (Mahmudah, Yaunin dan Lestari 2016).


Kota Padang sempat di gadang-gadang sebagai kota dengan populasi Gay

terbanyak di Indonesia. Rumor tersebut tersebar setelah beberapa lembaga melakukan


survei sementara terkait isu LGBT yang sempat panas di Indonesia pada tahun 2017.

Poplasi gay di kota Padang di perkirakan mencapai angka 3 ribu orang. Dengan perkiraan

jumlah populasi gay di kota Padang yang cukup banyak tersebut menimbulkan

kekhawatiran bagi sebagian besar masyarakat dan pemerintahan Sumatra Barat. Dilansir

dari viva.co.id menyebutkan bahwa untuk menindaklanjuti keresahan dan kekhawatiran

masyarakat maka pemerintah provinsi Sumatra Barat akan mengambil tindak lanjut

dengan Raperda tentang LGBT yang dicanangkan akan tuntas pada tahun 2018.
Penyalahgunaan internet terlebih untuk aktivitas seksual dapat berpengaruh

terhadap pola prilaku remaja dan dapat menyebabkan kecanduan akan cybersex. hal ini

dikhawatirkan karena dapat mendorong remaja tersebut untuk beraktivitas seks didunia

nyata. Didalam hasil penelitian Yovita (2016) menyatakan bahwa aktivitas cybersex dapat

berujung kepada bentuk dating, yaitu pertemuan antara kedua pelaku cybersex dalam

rangka pemenuhan hasrat seksual secara nyata setelah melakukan aktivitas cybersex

melalui internet.
Fokus dalam TOR ini adalah praktik sosial yang dilakukan oleh kalangan gay

dikota Padang. Terkait dengan lingkungan dimana gay tersebut berada tentunya akan

banyak faktor yang mendorong gay melakukan praktik cybersex, baik faktor internal

maupun eksternal. Sehingga untuk menjelaskan hal tersebut tidak bisa hanya dengan

mengasumsikan dan menduga, melainkan perlu dilakukan kajian yang lebih ilmiah untuk

menjelaskan fenomena cybersex dikalangan gay kota Padang.

2. Rumusan Masalah

Globalisasi dan internet membawa berpengaruh sangat besar terhadap tindakan

dan sikap masyarakat. Aktivitas yang lumrahnya dilakukan di dunia nyata kini sebagain
sudah dipindahkan ke dalam dunia virtual. Salah satu bentuk aktivitas yang kini marak di

lakukan secara virtual/online adalah praktik cybersex.


Praktik cybersex yang mampu melewati lintas gender mapun orientasi seksual

maka perhatian pada praktik cybersex dikalangan gay juga menjadi topik menarik untuk

di perbincangkan. Kota Padang dengan jumlah perkiraan gay yang mencapai ribuan

orang tentunya juga berkesempatan untuk terjadinya praktik cybersex. Maka untuk

menjelaskan fenomena tersebut dibutuhkan penjelasan yang ilmiah, maka dari itu

berdasarkan latar belakang diatas di tarik rumusan masalah sebagai berikut :


A. Bagaimana faktor enabling pada praktik cybersex dikalangan gay kota

Padang.
B. Bagaimana faktor constraining pada praktik cybersex dikalangan gay kota

Padang.

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas,

maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

A. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana praktik sosial cybersex dikalangan gay di


kota Padang.

B. Tujuan Khusus

- Untuk mengidentifikasi faktor enabling pada praktik cybersex


dikalangan gay kota Padang.
- Untuk mengidentifikasi faktor constraining pada praktik cybersex
dikalangan gay kota Padang.

4. Manfaat penelitian

a. Aspek akademik
Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,

khususnya yang berhubungan dengan disiplin ilmu sosial, terutama bagi

studi Sosiologi Komunikasi, Seksualitas.


b. Aspek Praktik
Bahan masukan bagi peneliti lain khususnya bagi pihak-pihak yang

tertarik untuk meneliti permasalahan ini lebih lanjut

Daftar Pustaka

Attubani, Riwayat. 2008. Erosi Moralitas Di Minangkabau. Padang: Media Explorasi.

Bungin, Burhan. 2005. Pornomedia. Jakarta:Kencana

Mahmudah, Yaunin dan Lestari. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan


perilaku seksual remaja dikota Padang. Padang. Artikel penelitian Fakultas
KedokteranUniversitas Andalas. Jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/538/
diakses pada 23 april 2018

Rahayu, dkk. 2014. Aplikasi Gay: Perjuangan dan ruang negosiasi identitas bagi
kaum Gay muda di Yogyakarta. Yogyakarta. Jurnal Studi Pemuda Universitas Gadjah
Mada. http/:jurnal.ugm.ac.id.download diakses pada 23 april 2018

Christian, dkk. 2014. Gay and Bisexual Men's Use of the Internet: Research from the
1990s through 2013. London. University Michigan.
Arisha, Yovita. 2016. Aktivitas cybersex mahasisawa di kota Padang. Skripsi. Tidak
Diterbitkan. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Andalas : Padang.

http://apjii.or.id>survei2017 diakses 23 april 2018

http://www.viva.co.id/berita/nasional/996421-hasil-survei-mengkhawatirkan-sumbar-
siapkan-perda-lgbt diakses pada 16 mei 2018

www.kpai.go.id diakses pada 27 april 2018

Anda mungkin juga menyukai