Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN AKSES MEDIA PONOGRAFI INTERNET DENGAN SIKAP

SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI (KP.KELURAHAN DS.PANENJOAN


RT/RW01/06
Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata ajar Metiologi

penelitian

Dosen pembimbing : Hoerul imam K,S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun Oleh :

Vina setiawati

191FK03071

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
MEI 2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Media massa merupakan sarana atau saluran informasi yang melakukan
penyebaran informasi secara keseluruhan yang dapat diakses oleh setiap
masyarakat. Produk media massa yang sering digunakan yaitu media internet,
karena merupakan media yang sangat mudah digunakan untuk semua kalangan
masyarakat. Pengguna media internet American Demographic Negozine dalam
(Kurniawan, 2018) membuktikan bahwa pengguna situs pornografi meningkat
setiap detiknya 28.258 pengguna yang melihat situs pornografi dimedia internet.
End Child Prostitution, Child Pornography And Trafficking of Children for
Sexual Purposes (ECPAT) menyatakan bahwa pada tahun 2015 dan tahun 2016
Indonesia menempati peringkat ke 2 terbanyak mengakses dan mengonsumsi
video pornografi.
Remaja dengan rata-rata usia 12 - 17 tahun menjadi pengguna situs pornografi
terbanyak melalui media internet (Fadlulloh F, 2015). Hal tersebut tentunya didukung
oleh Attorney General’s Final Report on Pornography,1986 (Riska, 2017) yang
menunjukan bahwa remaja usia 12 - 17 tahun menjadi frekuensi terbanyak dalam
mengonsumsi pornografi melalui internet, majalah dan tabloid.
Hasil survey yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
tahun 2016 terhadap 4.500 remaja yang berada di 12 kota besar menemukan bahwa
hampir 97% remaja pernah mengakses situs pornografi, begitu juga dari 2.818 remaja
yang masih menduduki bangku sekolah SMP dan SMA 60% pernah mengakses situs
pornografi. Pada tahun 2019 KPAI melakukan survey kembali dan didapatkan hasil
bahwa 65,34% remaja usia 10 - 19 tahun pernah mengakses situs pornografi di internet.
Menurut World Health Organization (WHO) usia remaja dapat juga dibagi
menjadi
3 batasan yaitu early (10-14 tahun), middle (15-17 tahun), dan late (18-19
tahun). Masa remaja diawali dengan terjadinya kematangan organ reproduksi yang
memberikan banyak perubahan salah satunya minat seksual. Meningkatnya minat seksual
pada remaja tersebut mendorong remaja mencari tahu informasi yang berkaitan dengan
seksual melalui media internet (Maisya, 2019).
Kebiasaan remaja mengakses situs porno menjadi salah satu perilaku yang salah
dalam mencari informasi mengenai seks. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi remaja
tersebut terhadap pornografi. persepsi dapat menentukan perilaku remaja untuk
mengakses atau tidak mengakses situs porno (Zakdiyah, 2015). Perilaku tersebut
dipengaruhi oleh persepsi remaja itu sendiri. Hal itu terjadi karena adanya perkembangan
kognitif remaja yang di kalangan remaja. Hal ini akan menyebabkan persepsi
menyimpang mengenai pornografi pada kalangan remaja. Berdasarkan masalah tersebut
maka "Apakah Ada Hubungan Persepsi Tentang Dampak Pornografi Dengan Perilaku
Mengakses Situs
Pornografi Pada Remaja Di kp. Kelurahan ds.panenjoan RT/RW 0106
1.2 Rumusan Masalah

“Bagaimanakah Hubungan Akses Media Pornografi Internet dengan Sikap

Seksual Pra Nikah Pada Remaja di kp. Kelurahan ds.panenjoan rt/rw01/06

1.3 Tujuan

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui. Akses Media Pornografi Internet dengan Sikap Seksual Pra

Nikah Pada Remaja di kp. Kelurahan ds.panenjoan rt/rw01/06

b.Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui sikap seksual pranikah pada remaja di kp kalurahan ds

panenjoan rt/rw0106

b. Untuk mengidentifikasi hubungan akses media ponografi internet dengan

sikap seksual pranikah pada remaja di kp. Kelurahan ds.panenjoan

1.3. Manfaat

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai sumber

informasi dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam

masyarakat mengenai pencegahan tetanus.

b. Manfaat Praktisi

1. Bagi Institusi Pendidikan

Karya tulis ilmiah ini dapat dipakai sebagai salah satu bahan bacaan kepustakaan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian media social
Pengertian media sosial yaitu alat komunikasi yang sifatnya massa yang dilihat dari
berbagai faktor yang muncul pada komunikasi bersifat massa. Kata massa muncul
dengan sarana yang disertai munculnya teknologi. Adapun beberapa karakteristik
social media antara lain adanya jaringan yang saling menghubungkan melalui
pertukaran informasi; adanya informasi sebagai bentuk utama karena adanya suatu
komunikasi yang bersifat saling membutuhkan; adanya arsip yang merupakan
penyimpanan berbagai data penggunanya; adanya interaktivitas yang merupakan
para pengguna saling berinteraksi; adanya simulasi sosial dengan adanya simulasi
keadaan sosial; dan adanya konten pengguna dimana dalam hal ini konten tersebut
dibuat oleh pengguna. Social media dapat dipergunakan dalam banyak hal serta
mempunyai banyak manfaatnya antara lain dapat digunakan untuk menyebarkan
informasi , sebagai interaksi sosial serta media dalam usaha jual beli online.
Dengan perkembangan TI dapat memunculkan problematika baru yang memiliki
hubungan dengan pornografi yang bersifat online. Walaupun UU ITE telah
memberikan regulasi terhadap hal tersebut akan tetapi hal tersebut semakin marak
terjadi tidak saja di konsumsi oleh orang dewasa tetapi juga anak dibawah umur
karena kemudahan dalam hal pengunduhan konten tersebut. Timbulnya
permasalahan hukum yang memuat unsur pornografi yang terkandung pada siaran
oleh penyiar radio lewat social media yang menyajikan gambar maupun perbuatan
secara langsung dengan banyak terkandungnya eksploitasi tubuh wanita. Dampak
yang ditimbulkan yaitu perkembangan sikap serta mental dalam masyarakat.
Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian ini. Penyalahgunaan
perbincangan interaktif dalam aplikasi bigo live sebagai media komunikasi yang bermuatan
tindak pidana pornografi (Prayogi et al., 2021). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengaturan tentang perbincangan interaktif aplikasi Bigo Live yang mengandung
kejahatan pornografi secara umum dimuat pada KUHPidana bab XIV mengenai tindak
kejahatan terhadap perbuatan asusila pada pasal 282 ayat (1). Selanjutnya, penelitian yang
membahas penyalahgunaan perbincangan interaktif dalam aplikasi sugar live sebagai media
komunikasi yang bermuatan tindak pidana pornografi (Studi Kasus Putusan PN Semarapura
No.48/PID.B/2021/PN SRP) (Ananta et al., 2022). Kemudian, tindak pidana penyalahgunaan
aplikasi bigo live terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) (Assagaf, 2020). Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa
penyebarluasan konten pornografi dimedia sosial pada aplikasi Bigo Live sudah memenuhi
unsur-unsur tindak pidana pornografi dan telah diatur pada Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) dan Serta Pasal 4 ayat (1) Jo Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Pornografi. Kemudian, penelitian Sihombing (2022) membahas tentang Pertanggung
Jawaban Pidana Pelaku yang Sengaja Mendistribusikan Dokumen Elektronik yang
Melanggar Kesusilaan (Studi Putusan Nomor: 390/Pid.sus/2019/PN Amb).
2.2 Definisi remaja

remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Di

samping itu, masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif,

seperti narkoba, kriminal, dan kejahatan seks. 1 Kejahatan kriminal yang dimaksud

bisa berupa pencurian, tawuran, penganiayaan, bahkan juga pembunuhan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan BNN dan UI pada Tahun 2012 sebanyak 3,8

sampai 4,2 juta pengguna Narkoba, 50-60 persennya adalah remaja. Data dari

komnas anak, pada tahun 2011 ada 339 kasus tawuran yang menyebabkan 82 anak

meninggal dunia. Lembaga pengawas kepolisian (IPW) mencatat aksi brutal yang

dilakukan geng motor di Jakarta telah menewaskan sekitar 60 orang setiap

tahunnya.2

Khusus mengenai kejahatan seks tentu tidak terlepas dari perkembangan hormon

yang dialami oleh kaum remaja yang membuat mereka mulai tertarik dengan lawan

jenis yang apabila tidak bisa dikendalikan tentu akan terjadi kejahatan seks. Sebuah

penelitian mengungkapkan fakta bahwa setelah krisis moneter, jumlah anak dan

remaja yang terjebak di dunia prostitusi di Indonesia semakin meningkat. Base line

survey yang dilakukan oleh BKKBN

1
2
2.3 Hubungan Akses Media Pornografi dengan Persepsi Remaja tentang
Seksual Pranikah di kp.kelurahan ds. Panenjoan rt/rw 01/06
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan dari uji analisis Kendall Tau
diperoleh nilai probabilitas 0,002 yang berarti lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa ada hubungan akses media pornografi dengan persepsi
remaja tentang seksual pranikah di SMPN 01 Kasihan Bantul.
Menurut Iskandar (2009) pada masa remaja terjadi perubahan-perubahan yang
terjadi karena interaksi yang kompleks dari hormon-hormon atau kimiawi tubuh
yang dilepaskan ke dalam aliran darah oleh kelenjar seksual. Remaja mulai ada
dorongan seksual dan minat terhadap lawan jenis.
Penyebab terjadinya masalah seksualitas pada remaja timbul karena berbagai
faktor yang salah satunya perubahan hormonal menimbulkan
peningkatan libido seksualitas remaja akan tetapi penyaluran itu tidak dapat segera
dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum maupun
secara sosial. Remaja yang tidak dapat menahan diri
terutama tentang seks bebas dan pelecehan seksual pada remaja.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat meneliti tidak hanya mengenai persepsi seks
pranikah remaja, tetapi bisa meneliti mengenai kejadian seks pranikah dengan akses media
pornografi yang belum diteliti oleh peneliti

2.3 Tingkat Akses Media Pornografi Remaja di kp.kelurahan ds. Panenjoan rt/rw
01/06
Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi didapatkan bahwa kategori akses media
pornografi remaja di kp.kelurahan ds.panenjoan Kasihan Bantul adalah kategori rendah 86
(61,9%), kategori akses tinggi 5 responden (3,6%) dan kategori sedang 48 (34,5%).
Akses media pornografi itu sendiri adalah suatu sarana pencapaian untuk penulisan
atau pembacaan data jenis pornografi yang disediakan oleh perseorangan
atau korporasi melalui pertunjukan langsung maupun tidak
langsung (Helmi, 2010).
Akses media pornografi dalam kategori rendah yang berarti pencapaian seseorang dalam
mengakses kategori sulit, seseorang tersebut tidak dapat mengakses pornografi dengan baik
karena adanya keterbatasan baik karena tidak adanya fasilitas yang mendukung maupun
dari dalam diri sendiri yang tidak memiliki kemauan mengakses pornografi
Widyastuty, 2011).
Akses media pornografi dalam kategori rendah dapat disebabkan oleh beberapa
kemungkinan yaitu pertama seluruh responden tinggal bersama dengan orangtua dan
memiliki orangtua lengkap (ayah dan ibu). Hal ini sejalan dengan penelitian Marlia (2015)
menyebutkan bahwa remaja yang tinggal bersama orangtua maupun sanak saudaranya
cenderung terkendali dan berada di bawah pengawasan dan bimbingan dari orangtua.
Remaja yang tinggal bersama orangtua dan memiliki orangtua lengkap lebih rendah
terpapar hal-hal negative.
Faktor yang selanjutnya adalah bahwa responden yang memiliki kegiatan ikut serta
dalam organisasi sekolah maupun masyarakat mendominasi yaitu 101 (72,7%), dengan
adanya kegiatan dalam berorganisasi akan menurunkan waktu luang remaja. Berdasarkan
penelitian Suwarsi (2012) terdapat 47,4% siswa yang menggunakan waktu luang kurang
baik yaitu mengarah ke hal negative seperti berpacaran, nongkrong dan mengakses video
pornografi bersamasama maupun sendiri-sendiri.
Berdasarkan penelitian bahwa kategori akses media pornografi dalam akses rendah namun
dari beberapa menunjukkan bahwa akses media pornografi di SMPN 01 Kasihan Bantul
cukup tinggi yaitu dari pertanyaan yang pernah mengakses pornografi sebanyak 110
(79,1%), umur pertama kali mengakses pornografi rata-rata adalah usia 11-15 tahu 100
(90,9%). Menurut Dewi (2012) menyatakan bahwa remaja awal (12-14 tahun) lebih sering
mengakses media pornografi dibandingkan remaja akhir (17-19 tahun) ini dikarenakan rasa
ingin tahu yang tinggi, sehingga banyak remaja terpengaruh untuk mengakses media
pornografi, hal ini sejalan dengan hasil penelitian menunjukkan alasan siswa siswi
mengakses pornografi dengan alasan ingin tahu sebanyak 92 (83,6%).
Persentase rata-rata responden mengakses pornografi yaitu menunjukkan kurang dari
2x seminggu 59 (53,6%), baru sekali mengakses 38 (34,5%) dan yang mengakses lebih dari
2x seminggu 13 (11,8%). Hasil penelitian Supriati dan Fikawati (2009) menyatakan remaja
yang mempunyai frekuensi paparan pornografi sering (lebih atau sama dengan satu kali
seminggu) berisiko 5,0 kali mengalami efek paparan dibandingkan dengan remaja yang
frekuensi paparan jarang (kurang dari 1x sebulan). Zillman dan Bryant (1982) menyatakan
bahwa ketika seseorang terekspos pornografi berulang kali, mereka akan menunjukkan
kecendrungan untuk memiliki persepsi menyimpang mengenai seksualitas dan permisif
terhadap seksual pranikah serta peningkatan kebutuhan tipe pornografi yang lebih berat dan
adiktif.
Informasi pornografi menurut penelitian paling banyak didapatkan dari teman 57 (51,8%)
dan media 52 (47,8%). Informasi pornografi tersebut bersumber paling banyak dari internet
67% (60,9%) dan handphone 39 (25,5%). Eksploitasi seksual dalam video klip, iklan,
televisi, dan film-film mendorong remaja melakukan aktivitas seks. Hasil penelitian Engels
dan Rose (2009) menyatakan penayangan seks di TV telah mempengaruhi perilaku seks
remaja, dengan data 20% remaja telah melakukan intercourse
BAB III
Metode penelitian

3.1 Kerangka pemikiran

KENAKALAN REMAJA

JENIS KENAKALAN REMAJA

Kenakalan Kenakalan yang Kenakalan sosialyang Kenakalan


yang melawan menimbulkan tidak menimbulkan yang
status korban fisik pada korban di pihakorang menimbulkan
orang lain lain korban materi

Tidak melanggar hukum


dan tidak ditangani
Kebijakan Kepolisian
Kepolisian

Penal Non Penal

Diserahkan ke Penanggulangan oleh


Pengadilan Kepolisian

Penanggulangan secara Penanggulangan secara


Preventif Kuratif

Hambatan Kepolisian dalam


penanggulangan Kenakalan
Remaja
3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah kesimpulan yang masih kurang atau belum sempurna oleh sebab itu

perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis dengan penelitian atau data

dilapangan (Bungin, 2017).

Ha : Hubungan akses media ponografi internet dengan sikap seksual pra nikah pada
remaja di (di kp.kelurahan ds. Panenjoan rt/rw 01/06

Anda mungkin juga menyukai