Anda di halaman 1dari 19

MEDIA SOSIAL DAN CYBERBULLYING

Ni Made Ayu Sukmawardani

225314021

UNIVERSITAS SANATA DHARMA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PRODI INFORMATIKA
YOGYAKARTA
2022
A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Teman mempunyai peran yang penting dan sangat berpengaruh dalam

kehidupan setiap manusia terutama remaja. Dimana remaja masih dalam masa

pencarian jati diri dan identitas dapat dikatakan sangat bergantung pada pengaruh

lingkungan serta teman-teman sebaya dalam bertindak dan berfikir.  Di lingkungan

pertemanan banyak yang memberikan pengaruh positif, namun juga tidak sedikit

diantara mereka yang justru menjerumuskan teman kedalam perilaku-perilaku

negatif, inilah yang sering disebut dengan pertemanan toxic. Pengaruh negatif yang

diberikan dalam hubungan pertemanan toxic biasanya melalui tekanan-tekanan yang

didapat dalam pergaulan tersebut. Tekanan dalam hubungan pertemanan termasuk

rasa saling iri, persaingan antar teman, intoleransi dan manipulatif. Perilaku ini sering

ditunjukan oleh seseorang yang memiliki kontrol moral dan memiliki keterampilan

kepemimpinan yang rendah.

Remaja biasa menjadi pemicu tekanan dalam lingkungan teman rawan

melakukan bullying terhadap anak lain yang dianggap lemah dan tak berdaya.

Tindakan mengganggu orang yang lebih lemah ini kerap terjadi biasanya anak yang

mengalami atau menjadi korban dari tindakan ini anak yang kesepian dan sulit

berteman yang selalu terlihat lemah.

Tidak disangka, bahwa agresi pada teman telah berubah seiring

berkembangnya zaman yang tidak lain dipicu dari perkembangan teknologi. Konflik-

konflik yang terjadi antar teman tidak lagi dilakukan secara langsung melainkan juga
secara tidak langsung melalui sosial media. Selain itu bukan hanya teman yang akan

menjadi korban, orang yang tidak dikenal pun bisa menjadi korban. Saat ini beberapa

bentuk konflik atau bullying pada seseorang dilakukan secara online melalui media

sosial, hal ini dikarenakan di media sosial mereka merasa bebas dan tidak dibatasi

oleh siapapun. Karena media sosial yang merupakan salah satu pengembangan

internet sebagai platform digital dimana menyediakan fasilitas untuk sarana

melakukan aktivitas sosial seperti komunikasi, sarana informasi dan membuat konten

berupa video, foto maupun tulisan. Yang terbuka untuk setiap orang di dunia yang

akan mempermudah bagi mereka. Bentuk agresi yang dilakukan secara online di

media sosial adalah cyberbullying. Berbeda dengan bullying, cyberbullying dapat

dilakukan dimana saja dan dapat dilakukan secara anonimus. Biasanya seseorang

melakukan cyberbullying melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter,

TikTok dan sebagainya. Kejahatan ini banyak menargetkan remaja sekitar 13 – 19

tahun karena mereka yang masih terbilang fasih dan dekat dengan teknologi digital.

Sedangkan orang dewasa yang seharusnya mengawasi kehidupan anak-anak terutama

remaja kebanyakan justru tidak dapat melakukan perannya dengan baik karena

kurang mempunyai keahlian dalam melakukan teknologi seperti media sosial.

Terbukti bahwa cyberbullying memiliki dampak negatif yang lebih besar pada

perkembangan seseorang dari pada bullying dan berefek pada masalah sosial dan

psikologis jangka panjang korban.

Dalam jurnal Fatimah,2016 disebutkan bahwa seorang korban cyberbullying

hampir dua kali lebih banyak memiliki niatan bunuh diri dibanding dengan orang

yang tidak mengalaminya. Depresi yang berujung kematian sering terjadi pada
kalangan usia remaja. Tingkat bunuh diri akibat cyberbullying yang terjadi di

Indonesia masih terbilang cukup tinggi. Dari jurnal Febriyani, 2021 disebutkan

sekitar 25 pelaporan kasus yang didapat dalam sehari. Dari data KPAI, cyberbullying

yang telah terjadi dikalangan masyarakat mencapai 22,4% yang terhitung sejak tahun

2018. Berdasarkan hasil penelitian APJII yang menyatakan bahwa terdapat sekitar

49% dari 5.900 responden yang menjadi korban cyberbullying. Tingginya tingkat

presentase ini sudah dipastikan tidak lepas dari kemajuan teknologi dan kurangnya

pengawasan dari orang tua. Hal ini tidak lepas dari perkembangan teknologi dan

kurangnya pengawasan orang dewasa.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, persoalan yang akan dipecahkan

dalam karangan ilmiah ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana media sosial sebagai platform cyberbullying?

2. Bagaimana representasi pola cyberbullying pada kehidupan saat ini?

3. Tujuan Penulisan

Bertolak dari dua persoalan yang telah di rumusakan, tujuan penulisan dalam

karangan ilmiah ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Menjelaskan media sosial sebagai platform cyberbullying.


2. Memaparkan representasi dari cyberbullying pada kehidupan saat ini.

B. Landasan Teori

1. Media Sosial

Di era globalisasi pada saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi sangat pesat, khususnya yaitu pada perkembangan internet. Pada

umumnya internet digunakan untuk dapat terhubung dengan jaringan komputer di

seluruh dunia dan sebagai media komunikasi. Juga memenuhi kebutuhan segala

aspek dalam kehidupan seperti mengakses informasi, akademis dan bisnis. 

Media sosial sendiri berasal dari perkembangan internet yang telah

berkembang serta tumbuh luas seperti saat ini. Media sosial sendiri adalah sebuah

media online, dengan para pengguna bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi,

dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.

Jejaring sosial dan wiki adalah bentuk dari media sosial yang paling umum

digunakan oleh masyarakat di dunia ini. Zaman sekarang, tidak bisa dihindari lagi

bahwa media sosial sangat berafiliasi dengan kehidupan manusia masa kini.

Media sosial memegang peranan penting bagi masyarakat hampir semua hal yang

dilakukan pasti berkaitan dengan media sosial. Jadi, tak heran jika seseorang

mengatakan media sosial sebagai salah satu kebutuhan penting.

Media sosial merupakan situs yang dimana orang dapat membuat web

page pribadi, yang dapat terhubung dengan orang lain untuk berbagi informasi
dan berkomunikasi. B.K. Lewis dari jurnal Uman (2021) menyatakan bahwa,

“media sosial ialah suatu label yang merujuk pada teknologi digital yang

berpotensi membuat semua orang untuk saling terhubung dan melakukan

interaksi, produksi dan berbagi pesan”. Media sosial terbesar yang umum

digunakan yaitu Facebook, Tiktok, Twitter, dan YouTube. Media sosial dianggap

sebagai salah satu platform digital yang menyediakan fasilitas agar dapat

membantu manusia untuk menjalankan aktivitas. Jika media tradisional

menggunakan media cetak dan broadcast, maka sekarang media sosial

menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk

berpartisipasi memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, memberikan

sebuah komentar dan membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak

terbatas.

Demikian mudahnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan

terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di negara – negara

maju saja. Fenomena media sosial juga melanda Indonesia, sebagai negara yang

mempunyai populasi penduduk terbesar nomor empat di dunia. Berdasarkan data

dari laporan We Are Social yang sudah beredar di website jumlah pengguna aktif

media sosial di Indonesia mencapai 191 juta jiwa pada Januari 2022. Yang

dimana jumlah ini naik 12,35% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 170 juta

orang.

Dari semua penduduk yang menggunakan media sosial tidak heran

beberapa dari mereka mengatakan jika media sosial menjadi kebutuhan yang

harus terpenuhi. Dikarenakan media sosial sangat berperan penting dalam


menjalankan aktivitas masyarakat. Fungsi yang didapat masyarakat dari media

sosial sendiri ialah seperti untuk meluaskan relasi pertemanan dengan

menggunakan internet dan teknologi web, melakukan transformasi praktek

komunikasi satu arah media siaran dari satu institusi media ke banyak audience

(one to many) ke dalam praktik komunikasi dialogis dengan banyak audience

(many to many), sebagai dukungan demokratisasi pengetahuan serta informasi,

melakukan transformasi manusia dari pemakai isi pesan menjadi pesan itu sendiri

dan dapat membangun personal branding lewat media sosial (Fasha, 2020).

Sebagian besar pengguna terbesar media sosial di Indonesia adalah

golongan generasi muda yang didominasi oleh sebagian remaja dan berusia

sekitar 14 - 22 tahun ialah pengguna yang paling aktif di media sosial (Destiana,

2018). Mereka menggunakan media baru dan teknologi terkini dengan pesat.

Remaja yang cenderung menggunakan media sosial untuk memenuhi

keingintahuannya akan hal baru yang berada di media sosial. Dan cenderung

untuk melibatkan diri dengan laman rangkaian media sosial. Banyak diantara

mereka beranggapan semakin aktif di media sosial akan semakin keren dan gaul,

sedangkan mereka yang tidak menggunakan media sosial dianggap kuno dan

ketinggalan zaman. Media sosial juga mempengaruhi sikap masyarakat terutama

kaum remaja. Jika dulu muncul istilah “mulutmu adalah harimaumu” namun telah

berubah menjadi “jarimu adalah harimaumu”. Dari jari-jari inilah orang mampu

menghina yang memberikan dampak yang buruk salah satunya ialah fenomena

cyberbullying yang banyak dilakukan dikalangan usia muda karena kejadiannya


bisa kapan saja dan dimana saja, karena segala sesuatu yang dilakukan di dunia

maya tidak terbatas ruang dan waktu dan sering kali disalah gunakan.

2. Cyberbullying

Banyak orang mungkin percaya bahwa mereka sudah memahami dan

dapat mengenali apa itu cyberbullying. Tetapi yang sebenarnya, ada banyak

variabilitas dalam cara cyberbullying didefinisikan. Dalam jurnal (Sabella,

Patchin, & Hinduja, 2013) dinyatakan bahwa beberapa peneliti menggunakan

definisi cyberbullying yaitu tentang masalah yang mencakup setiap kemungkinan

pengalaman dengan bentuk agresi online. Sedangkan yang lain fokus terhadap

kerusakan tertentu seperti penghinaan atau ancaman terhadap keselamatan fisik

dan mental seseorang.

Cyberbullying merupakan perilaku bullying yang dilakukan melalui

sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet dan sebagainya. Ini

dilakukan biasanya untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi,

rekaman video, gambar maupun film yang sifatnya mengintimidasi yang

menyakiti dan menyudutkan. Pada dasarnya bullying dikategorikan ke dalam

kontak fisik antar pelaku dan korban seperti memukul dan mendorong ataupun

kontak psikis yaitu mengejek, mengancam, dan berkata kasar secara langsung.
Tetapi bullying saat ini mengalami perkembangan akibat kemajuan

teknologi dengan menggunakan sarana internet. Pelaku cyberbullying ini biasanya

bersifat anonim yang menggunakan nama lain atau berpura – pura sebagai orang

lain, dengan kejadian ini bisa kapan saja dan dimana saja. Karena yang dilakukan

di media sosial tidak terbatas ruang dan waktu (Mutma, 2019).

Pengaturan Cyberbullying dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang terdapat pada jurnal

Utami dan Baiti (2018). Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyatakan bahwa “jika

dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan mentransmisikan dapat

diaksesnya Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

penghinaan dan pencemaran nama baik". Dan pasal 27 ayat (4) UU ITE yang

menyatakan bahwa “jika dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan

mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan pengancaman”.

Cyberbullying di dalam Undang – Undang ITE memiliki unsur yang tidak

jelas. Hanya terdapat unsur penghinaan, pengancaman, pencemaran nama baik

dan pemerasan. Sedangkan bentuk cyberbullying tidak hanya mengandung unsur

penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan saja. Tetapi

pasal 27 ayat (3) dan (4) UU ITE belum menyangkut unsur dari Flaming,
Harassment (gangguan), Impersonation (peniruan), Outing (menyebarkan rahasia

orang lain), Trickery (tipu daya), Cyberstalking.

Di dalam jurnal Utami dan Baiti (2018) menyatakan terdapat beberapa

bentuk dari cyberbullying seperti flaming yaitu mengirim pesan yang berisi kata-

kata yang penuh dengan amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada

pesan yang berapi-api. Harassment yaitu pesan yang berisi gangguan pada email,

sms, ataupun pesan teks melalui media sosial dilakukan secara terus menerus.

Denigration yaitu proses dimana mengumbar keburukan seseorang di internet

dengan masuk merusak reputasi dan nama baik seseorang. Impersonation yaitu

meniru atau berpura – pura menjadi orang lain dan mengirim pesan atau membuat

status yang tidak baik tentang orang tersebut. Outing yaitu menyebarkan rahasia

orang lain atau foto pribadi orang tanpa persetujuan orang tersebut. Trickery yaitu

membujuk seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia pribadi orang

tersebut. Cyberstalking yaitu mengganggu dan mencemarkan nama baik

seseorang secara intens sehingga membuat seseorang ketakutan.

Penelitian yang dilakukan oleh Price dan Dalgleish di dalam jurnal Mutma

(2019) kepada 548 remaja Australia, bentuk cyberbullying yang ditemukan yaitu

called name yang memanggil seseorang dengan nama buruk atau negatif di media

sosial. Image of victim spread, menyebarluaskan foto aib orang di media sosial.

Threatened physical harm, mengancam orang lain di media sosial yang

menyangkut dengan keselamatan fisik. Opinion slammed, merendahkan dan

menghina orang lain lewat media sosial.


4. Pembahasan

a. Media Sosial yang Banyak Terjadi Cyberbullying

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mutma (2019), dari

60 responden masyarakat, media sosial yang paling sering terjadi cyberbullying

adalah aplikasi Instagram.

 Tindakan cyberbullying yang sering terjadi di Instagram ialah komentar

yang bersifat negatif pada postingan orang lain, dan beberapa konten yang berbau

penghinaan bagi orang lain.


 

b. Usia Yang Rentang Mengalami Cyberbullying

Kejahatan ini banyak menargetkan remaja sekitar 13 - 19 tahun karena di

usia tersebut masih sangat fasih dan dekat dengan teknologi digital ditambah

masa remaja merupakan masa dimana perkembangan segala hal terjadi. Sehingga

mereka bisa saja menjadi labil atau mudah dipengaruhi itulah ciri dari remaja.

Mereka juga menunjukan dengan jelas sifat transisi karena mereka sendiri belum

memperoleh status dewasa atau tidak lagi disebut anak-anak. Sementara itu, Dr.

Seto Mulyadi dalam jurnal Leonardi & Emilia (2013) menyatakan bahwa media

sosial menjadi salah satu pendukung terciptanya dunia virtual yang dapat

berakibat negatif pada perkembangan emosi remaja, maka emosi remaja

cenderung tidak kuat karena dunia virtual dapat diatur sesuai kehendak individu.

Berdasarkan data jumlah remaja yang mengalami cyberbullying di

Indonesia cukup tinggi. Survei yang diperoleh UNICEF pada tahun 2016, sekitar

41% sampai 50% remaja Indonesia pernah mengalami cyberbullying dalam

rentang usia 13 sampai 21 tahun (Mutma, 2019). Dimana perilaku cyberbullying

cukup sulit dilacak, karena identitas pelaku tidak diketahui dan hanya muncul

pada media sosial saja. Didukung sangatlah mudah memalsukan identitas diri di

media sosial.

 
c. Dampak Cyberbullying

Dampak psikologis dari cyberbullying tidak hanya menekan mental

korban, juga akan merasa kesulitan untuk keluar dari masalahnya karena merasa

tidak memiliki teman dan dukungan untuk mengatasi masalah mereka. Di dalam

jurnal Sukmawati & Puput (2020) memuat berdasarkan penelitian oleh Fahy,

Stansfeld, Smuk, Smith, Cummins, dan Clark (2016) yang berada di dalam jurnal

menyatakan bahwa kesehatan mental sangat berhubungan dengan cyberbullying.

Dengan tingginya prevalensi cyberbullying, hal ini berpotensi besar untuk

membuat korban mengalami depresi, gejala kecemasan, dan kesejahteraan remaja

sangat menurun. Yang didukung meningkatnya penggunaan media sosial pada

remaja. Sedangkan penelitian oleh Desmet, Deforche, Hublet, Tanghe,

Stremersch, dan Bourdeau Huij (2014) menyatakan bahwa hubungan antara

cyberbullying victimization dengan kesehatan mental akan mempengaruhi angka

bunuh diri.

Dampak psikososial dari cyberbullying sendiri akan membuat korban

memiliki keinginan yang tinggi untuk menjauh serta menghilang dari segala

bentuk aktivitas sosial. Sebab korban cyberbullying akan merasa takut jika

diperhatikan dan merasa jika dunia luar bukanlah tempat aman bagi mereka.

Akibatnya mereka cenderung untuk memiliki pemikiran bunuh diri lebih banyak

dari orang biasa. Hasil penelitian oleh Safaria, Tentama dan Suyono (2016) yang

berada dalam jurnal Sukmawati & Puput (2020) menunjukkan bahwa

cyberbullying memberikan dampak psikososial yang negatif pada korban.

Dampak negatif ini tergantung dari frekuensi, durasi serta keparahan dari
cyberbullying itu sendiri. Korban cyberbullying dapat meningkatkan tekanan

emosional dan mempengaruhi perilaku korban.

Dampak akademik dari cyberbullying dimana korban akan merasa tidak

nyaman dan tertekan, keadaan inilah yang nantinya akan menyebabkan korban

tidak semangat melakukan rutinitas mereka termasuk sekolah. Banyak di antara

korban yang mengalami kegagalan dalam akademik dan memutuskan untuk tidak

melanjutkan sekolah. Kondisi tersebut nantinya akan meningkatkan tingkat

pengangguran. Dalam jurnal Sukmawati & Puput (2020) menunjukkan hasil

penelitian Laeheem (2013) bahwa terdapat gejala lain yang muncul diantaranya

merasa terancam, penurunan prestasi akademik, sulit berkonsentrasi dan merasa

kesepian, selaras dengan penelitian Aisiyai (2015) yang menyatakan bahwa

korban tidak berani pergi kesekolah, penurunan prestasi akademik. Penyerangan

yang berulang ini akan mempengaruhi menurunnya kepercayaan diri seseorang.

Dampak fisik dari cyberbullying korban akan mengalami sakit kepala,

gangguan tidur atau sulit tidur yang akan mengakibatkan pada kesehatan tubuh

korban seperti terkadang merasa ngantuk di pagi hari, berkantung mata, mata

memerah dan korban juga kehilangan nafsu makan dan merasa mual, dimana hal

tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga mengakibatkan korban akan

merasa tidak baik. Selaras dengan hasil penelitian Navarro, Yubero & Larranaga

di dalam jurnal Sukmawati & Puput (2020) bahwa dampak dari cyberbullying

pada remaja akan mengalami sakit kepala, sakit perut, kelelahan, gangguan tidur,

sakit punggung, kehilangan nafsu makan dan masalah pencernaan.


 

d. Cara Korban Mengatasi Cyberbullying

Cara korban mengatasi perilaku cyberbullying yaitu dengan tidak

membalas apa yang dilakukan pelaku, memilih untuk diam atau mengurung diri

karena tidak ingin bercerita pada siapapun, membalas sekali pesan dari pelaku

setelah itu mengabaikan dan memilih untuk memutus hubungan dengan pelaku,

dan berusaha tidak mencari masalah dengan pelaku karena merasa takut. Hal ini

didukung dengan hasil dokumentasi yang menyatakan subjek mengirimkan kata

«maaf mbak» pada pelaku kemudian memblokir whatsapp pelaku. Korban yang

sudah mengalami cyberbullying sebagian besar fokus terhadap reaksi mereka

tentang cara memperlakukan pelaku. Umumnya, korban akan fokus

menyingkirkan hal-hal negatif dengan menghapus akun sosial media pelaku,

mengabaikan pendapat, mengurangi penggunaan media sosial atau menghapus

konten yang telah dibuat.

Inilah cara sopan untuk menghadapi dengan tidak membalas pelaku.

Meskipun beberapa korban yang langsung menghadapi pelaku dengan berani.

Konfrontasi langsung terjadi ketika mempunyai hubungan pribadi dengan pelaku.

Inilah yang terkadang menyebabkan timbal balik yang negatif terhadap pelaku.

5. Penutup

a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan kali ini dapat disimpulkan cyberbullying

paling sering terjadi di media sosial yang bernama Instagram. Dimana tindakan

yang sering dilakukan pelaku berkomentar di postingan seseorang yang sifatnya

negatif dan beberapa konten berbau penghinaan. Kejahatan ini sering

menargetkan remaja berusia sekitar 13 – 19 tahun karena di usia ini masih sangat

fasih dan dekat dengan teknologi digital. Karena perilaku cyberbullying sangat

sulit untuk dilacak mengingat identitas pelaku yang tidak diketahui dan hanya

muncul pada media sosial. Didukung sangatlah mudah memalsukan identitas diri

di media sosial. Ini akan berdampak buruk bagi semua penghuni media sosial

yang tidak lain adalah korban cyberbullying. Dampak dari cyberbullying seperti

dampak psikologis yang dimana korban akan mengalami penekanan mental yang

akan mengakibatkan depresi, gejala kecemasan, dan kesejahteraan korban

semakin menurun. Dampak psikososial sendiri akan membuat korban akan

menjauh serta menghilang dari segala bentuk aktivitas sosial. Dampak akademik

dimana korban akan merasa tidak nyaman dan tertekan yang nantinya

menyebabkan korban tidak semangat melakukan rutinitas termasuk sekolah. Dan

yang terakhir dampak fisik dimana korban akan mengalami sakit kepala, sulit

tidur, sakit perut, kelelahan, kehilangan nafsu makan yang nantinya akan

mengganggu kesehatan korban. Tapi beberapa korban mengatasi perilaku

cyberbullying dengan tidak membalas pelaku, mereka memilih untuk diam atau

mengurung diri, tidak bercerita pada siapapun dan mengakhiri hubungan dengan

pelaku jika mengenalnya. Korban lebih sering meminta maaf kepada pelaku lalu

memblokir akun pelaku. Disini sudah jelas jika korban fokus menyingkirkan hal –
hal negatif. hal ini merupakan cara sopan untuk menghadapi dan tidak membalas

pelaku. Meskipun terdapat sebagian korban yang langsung menghadapi pelaku.

Konfrontasi langsung ini terjadi ketika korban memiliki hubungan pribadi dengan

pelaku. Konfrontasi langsung terkadang menyebabkan timbal balik yang negatif

terhadap pelaku.

b. Saran

Agar dimasa mendatang kitab isa jauh lebih baik lagi, bila terdapat

pengaruh dari luar maka ada baiknya untuk menyaring apa yang datang dari luar

agar tidak mengakibatkan dampak buruk bagi diri sendiri. Selain itu ada beberapa

saran agar menjauhi anak dari perilaku cyberbullying yaitu jadilah pengguna yang

baik di internet, jangan reaktif, laporkan perilaku yang tak layak serta jangan ikut

berpartisipasi jika terjadi cyberbullying.

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, A. S. (2019). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Indonesia.

Destiana, I. (2018). Penerimaan Media Sosial di Kalangan Pelajar.

Fasha, M. H. (2020). FENOMENA MENGENAI KASUS CYBERBULLYING YANG TERJADI PADA

MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DITINJAU MELALUI TEORI AKTIVITAS RUTIN.

Fatimah, L. S. (2016). Perilaku Cyberbullying Berdampak pada Tindakan Bunuh Diri. Integerasi

Psikologis, 03.

Fatimah, L. S. (2016). PERILAKU CYBERBULLYING BERDAMPAK PADA TINDAKAN BUNUH

DIRI.
Mahdi, I. (2022, Februari 25). Jumlah Pengguna Aktif Media Sosial di Indonesia. Retrieved from

DataIndonesia.id.

Mutma, F. S. (2019). Deskripsi Oemahaman Cybberbullying di Media Sosial pada Mahasiswa.

Sabella, R. A., Patchin, J. W., & Hinduja, S. (2013). Cyberbullying myths and realities.

Utami, A. F., & Baiti, N. (2018). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Cyber Bullying.

Sukmawati, A., & Puput, A. (2020). DAMPAK CYBERBULLYING PADA REMAJA DI MEDIA SOSIAL.
Cyberbullying, 57-59.

Anda mungkin juga menyukai