Anda di halaman 1dari 12

ASPEK HUKUM PERUNDUNGAN (CYBERBULLYING) DI DUNIA

MAYA DENGAN DALIH BERCANDA

La Lukari
E-mail : lalukari73@gmail.com
Program studi Ilmu Hukum UPBJJ Kendari

ABSTRAK

Bullying adalah istilah yang belum lama muncul dan digunakan, namun
cukup terkenal di Indonesia. Bahkan perilaku ini dianggap sebagai lelucon dan
trik dalam bercanda. Para pelaku bullying seringkali mengecilkan perilaku dengan
kedok bercanda atau dianggap sebagai lelucon. Tujuan penelitian pustaka ini
adalah untuk menelaah berbagai aspek hukum cyberbullying yang terjadi di dunia
maya dengan dalih sebagai bercanda. Diyakini bahwa dengan melakukan
penelitian ini, kita akan belajar lebih banyak tentang cyberbullying dan
memberikan informasi penting untuk penelitian selanjutnya. Pencarian literatur
pustaka dilakukan pada beberapa jurnal bereputasi dan buku terbitan 10 tahun
terakhir. Penelitian ini berupa penelitian hukum secara normatif, dengan sumber
bahan penelitian diperoleh dari data sekunder kemudian dikolaborasi melalui studi
kepustakaan, dengan cara penarikan kesimpulan berbentuk deduktif.
Hasil dari penelitian ini memberikan gambaran bahwa Cyberbullying dapat
memiliki banyak penyebab yang berbeda. Perilaku ini biasanya dihasilkan dari
lingkungan, baik itu di rumah, sekolah, atau saat bermain. Perlu diketahui juga
bahwa bullying dan humor berbeda secara signifikan satu sama lain. Pencegahan
terhadap cyberbullying sangatlah penting. Institusi yang dapat menghentikan dan
menanggulangi cyberbullying adalah polisi, yang memiliki tanggung jawab
melindungi masyarakat dan memiliki kekuatan dalam penegakkan hukum.

Kata kunci: cyberbullying; bercanda, hukum


PENDAHULUAN
Perundungan atau bullying adalah berbagai perlakuan atau perbuatan
yang bertujuan untuk merugikan orang lain serta dilakukan oleh seseorang atau
kelompok mayoritas atau dominan. Bullying merupakan fenomena yang sering
dijumpai dalam keseharian hidup kita, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Banyak faktor yang bisa membuat seseorang berperilaku bullying yaitu
kepribadian, keluarga, masa lalu atau pengalaman buruk, dan lingkungan sosial
sekitar (Mardianah, 2021).
Bullying atau perundungan yang terjadi di kehidupan nyata sehari-hari
sudah menyebar ke dalam dunia maya seiring maraknya internet dan teknologi
informasi. Media sosial lebih banyak digunakan karena lebih mudah memperoleh
informasi dan berkomunikasi satu sama lain, seperti dengan mengirim pesan,
mengomentari pesan orang lain, menambah teman, mencari pasangan, mengirim
foto, dan tempat untuk berbagi pendapat, dan lain sebagainya. Kehidupan nyata
telah tergantikan, media sosial bahkan memiliki lebih banyak pengguna di dunia
maya karena kehadirannya yang intens. Pada akhirnya, mengubah bullying
tradisional menjadi cyberbullying, Hanya dengan perangkat kecil di satu tangan,
siapa saja, di mana saja, akhirnya cyberbullying memiliki efek yang lebih
menghancurkan daripada bullying tradisional dalam kehidupan nyata.
Persoalan Cyberbullying tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena
cyberbullying sangat membahayakan dibandingkan dengan bullying. Bullying
mungkin terlihat oleh orang lain, tetapi berbeda dari cyberbullying, yang memiliki
potensi dampak yang lebih besar. Siapa pun dapat mengakses sesuatu yang
terdengar seperti intimidasi ketika diposting secara online, termasuk siapapun
yang tidak dikenal dan siapapun yang mengenal korban. Pada kenyataannya,
pengganggu online dapat melecehkan orang lain dengan mudah tanpa ada yang
tahu siapa mereka. Bahkan ketika mereka sedang berdiam diri di kamar. Secara
psikologis dampaknya lebih terasa karena jejak digital masih tetap ada seperti
gambar/foto, video, dan kata-kata akhirnya korban terus merasa dipermalukan
selagi jejak digital itu bisa disaksikan orang lain. (Eleanora dan Adawiah, 2021)
Adawiyah (2018)mengatakan bahwa penggunaan media sosial yang cepat
di kalangan remaja bisa digunakan menjadi sarana berkomunikasi yang sangat
mudah dipakai dan diakses, sehingga memunculkan norma sosial baru sebagai
platform bullying di internet atau dikenal juga dengan sebutan cyberbullying.
Tujuan dari cyberbullying adalah untuk membuat korbannya merasa sakit
hati, stres, dan tertekan, yang kemudian akan membuat pelaku merasa senang dan
membuatnya bersemangat untuk membuat akun bohong, akun anonim, dan
sederet akun lain. Hanya korban yang ditindas oleh kepalsuan. Pada umumnya
banyak remaja remaja berpikir bebas untuk berbuat apa saja yang diinginkan
secara online karena kemudahan akses internet melalui ponsel mereka dan
lemahnya pengawasan orang tua. Para pelaku, yang sebagian besar adalah remaja,
melakukan cyberbullying di akun media sosial mereka tanpa mempertimbangkan
konsekuensi dari tindakan mereka.
Bullying adalah istilah yang belum lama muncul dan digunakan, namun
cukup terkenal di Indonesia. Bahkan perilaku ini dianggap sebagai lelucon dan
trik dalam bercanda. Para pelaku bullying seringkali mengecilkan perilaku
dengan kedok bercanda atau dianggap sebagai lelucon. Bullying juga bisa
dilakukan secara verbal, seperti dengan mengejek, meremehkan, dan mengolok-
olok seseorang. Bahkan korban bullying sering kali memutuskan untuk
mengakhiri hidup mereka karena dampak kata-kata yang kita anggap remeh dapat
berdampak pada kesehatan mental orang lain. Itulah sadisnya efek bullying.
Apakah masih bisa disebut lelucon jika sudah berkembang ke arah yang
menyebabkan penyakit psikologis dan bahkan bunuh diri?
Berdasarkan paparan latar belakang tersebut di atas, untuk itu penulis
tergerak hati untuk meneliti “Bagaimana Aspek Hukum Perundungan
(Cyberbullying) di Dunia Maya dengan Dalih Bercanda?” yang merupakan kajian
literature. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah berbagai aspek hukum
cyberbullying yang terjadi di dunia maya dengan dalih sebagai bercanda. Diyakini
bahwa dengan melakukan penelitian ini, kita akan belajar lebih banyak tentang
cyberbullying dan memberikan informasi penting untuk penelitian selanjutnya.
METODE
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Sumber
bahan dan jenis kajian berasal dari data sekunder yang dikumpulkan melalui
kajian literatur dan dikaji secara kualitatif dengan menggunakan prosedur
kesimpulan deduktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Penyebab Perundungan Dunia Maya (Cyberbullying)
Menurut Antama, dkk (2020) yang telah meneliti faktor terjadinya
cyberbullying. Hasil penelitian memberi kesimpulan bahwasanya faktor penyebab
terjadinya cyberbullying, adalah:
Penelitian tentang faktor penyebab cyberbullying pernah dilakukan
Antama, dkk (2020) yang memberi kesimpulan bahwa cyberbullying terjadi
karena beberapa faktor, yaitu:
Pertama, teknologi yang terus berkembang. Pengaruh perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi mengubah rutinitas sehari-hari, cara belajar,
dan waktu bermain anak-anak. Di mana saja setiap orang dapat terhubung dengan
dunia maya karena adanya jaringan internet, yang meliputi media sosial,
permainan dalam jaringan online, blog pribadi, ruang obrolan, surel, dan pesan
singkat atau foto digital. Konflik bisa saja muncul ketika ada sejumlah interaksi
berlebihan dari anggota komunitas yang berbeda. Sejumlah masalah akan
langsung dihasilkan dari kemajuan teknologi yang cepat. Cyberbullying sekarang
semakin merajalela karena dukungan internet.
Kedua, tidak paham implikasi hukum. Dalam kebanyakan kasus, mereka
yang terlibat dalam cyberbullying tidak sepenuhnya sadar bahwa yang telah
dilakukan mereka adalah hal yang salah. Mereka tidak menyadari bahwa
cyberbullying dapat berakibat hukum. Pelaku cyberbullying percaya bahwa
tindakan mereka hanyalah tindakan ekspresi diri atau humor.
Ketiga, perilaku suka meniru bagi anak-anak. Perilaku cyberbullying
biasanya meniru kelakuan dan cara bermedia sosial yang dilakukan orang lain,
dengan cara mengamati apa yang sedang trending di media sosial dan kemudian
mengadopsinya.
Menipisnya kontrol sosial adalah yang keempat. Hilangnya kontrol sosial
dari lingkungan keluarga, kerabat, dan masyarakat menyebabkan terjadinya
cyberbullying. Akibat modernisasi, norma dan nilai serta etika hilang dalam
ucapan dan perilaku. Institusi kontrol sosial tidak lagi mampu mengajari
bagaimana agar anak-anak bertindak secara etis terhadap orang lain. Nilai-nilai
agama dan sosial semakin melemah dalam diri pelaku cyberbullying, sehingga
insiden cyberbullying terus meningkat.
Perilaku cyberbullying pada remaja menurut Jalal dkk. (2021), dipengaruhi
faktor internal dan eksternal dari korban maupun pelaku. Beberapa faktor tersebut
adalah:
1) Faktor internal
a) Empati. Remaja yang kurang memiliki empati dan pemahaman tentang
moral, sering kesulitan mengendalikan diri di dunia maya.
b) Karakter. Remaja berkarakter dan berjiwa yang lemah dapat melakukan
cyberbullying atau bahkan menjadi korban.
c) Hubungan antara korban dan pelaku. Korban akan bertindak semakin
agresif jika pelaku cyberbullying semakin sering melakukan bullying.
d) Perilaku cyberbullying tidak mengenal jenis kelamin. Pada dasarnya,
anak laki-laki dan perempuan bisa menjadi pelaku dan korban
cyberbullying.
e) Ketika media sosial menjadi media untuk cyberbullying, remaja
seringkali melakukan perilaku yang sudah menjadi kebiasaan, seperti
memposting komentar yang tidak menyenangkan, mengupdate Instagram
story, mengunggah gambar, dan mengomentari foto.
2) Faktor ekternal
a) Intensitas bermedia sosial. sering mereka menggunakan media sosial,
remaja lebih cenderung terlibat dalam cyberbullying atau menjadi
korbannya semakin
b) Penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi yang nyaman dan
mudah diakses menjadi tren terkini di masyarakat karena remaja semakin
sering menggunakannya sebagai tempat perundungan online atau
cyberbullying
c) Pengaruh sarana teknologi yang maju pada remaja, sering membuat
mereka mudah untuk berkata dan berbuat sesuatu yang kasar.
Cyberbullying dapat memiliki banyak penyebab yang berbeda. Perilaku ini
biasanya dihasilkan dari lingkungan, baik itu di rumah, sekolah, atau saat
bermain. Namun, ketidakseimbangan antara penyerang dan korban sering
ditemukan. Tipe tubuh, penampilan fisik, kemampuan komunikasi, jenis kelamin,
dan status sosial hanyalah beberapa contoh. Selain itu, korban diganggu atau
dikucilkan dalam upaya mencapai tujuan pelaku dengan menyalahgunakan
perbedaan kekuasaan. Faktor lain yang berkontribusi biasanya termasuk
pengaturan sosial yang salah dan tekanan teman sebaya, kesulitan berempati
dengan orang lain, keinginan untuk tampil kuat di mata orang lain, upaya untuk
menjadi populer, dan ikatan keluarga yang buruk.

2. Perbedaan Perundungan/Bullying dengan Bercanda


Bullying dengan candaan adalah dua hal yang sangat jelas perbedaanya.
Menurut Mardianah (2021), apabila tujuannya untuk bercanda, tentu saja semua
pihak pasti senang bersama serta menikmati dengan tidak ada perasaan yang
tersakiti. Apabila dalam candaan itu memang ada pihak yang merasa tersakiti
atau dirugikan, berarti harus ditinjau ulang atau bahkan dipertanyakan. Apakah
memang sudah tepat apa yang kita lakukan terhadap orang tersebut?
Pada dasarnya, bercanda memiliki arti dalam bentuk kata kerja yaitu
sebuah tindakan, keberadaan, pengalaman, bertingkah, berkelakar, bersenda
gurau, berseloroh. Bercanda berarti tindakan seseorang dalam konteks untuk
menghibur. Jadi, ketika kedua pihak merasa senang dan menikmati tanpa merasa
tersakiti, itulah yang disebut sebagai bercanda. Bercanda yang tidak
menyenangkan tidak selalu dikategorikan sebagai bullying. Untuk itu, tindakan
yang dikategorikan sebagai bullying ialah ketika memberikan rasa tidak nyaman,
merendahkan dan menghina, memojokkan objek bercanda, dan hanya memuaskan
salah satu pihak saja, serta dilakukan secara berkala atau berulang kali. Walaupun
tidak semua orang akan menganggap hal seperti ini sebagai bullying, namun tetap
perlu berhati-hati dalam bertindak (Maula, 2003).
Bullying sering dijadikan bahan candaan. Banyak orang telah menindas
orang lain dengan bercanda dan tidak menyadari tindakan mereka. Apa pun
motivasi yang disebutkan, penindasan telah dimulai jika mengintimidasi orang
yang lebih lemah ini sudah dimaksudkan dalam perundungan. Bullying dan
humor berbeda secara signifikan satu sama lain. Ketika Anda bercanda dengan
teman-teman, Anda berdua harus gembira dan bersenang-senang. Ketika salah
satu individu yang didorong untuk berpartisipasi merasa terluka secara fisik atau
emosional, lelucon akan dianggap sebagai bullying.

3. Penegakan hukum terhadap pelaku kasus Cyberbullying


Begitu banyak kasus yang terjadi membutuhkan perhatian dengan segera
karena jelas bahwa dampak dari cyberbullying dapat membuat korbannya depresi,
terputus dari dunia luar, dan bahkan menyebabkan bunuh diri dan menganggap
sebagai jalan terakhir. Oleh karena itu, KUHP dan UU ITE memiliki ketentuan
yang memberikan kejelasan hukum dalam menghukum pelaku cyberbullying.
Dalam KUHP juga memuat beberapa pasal yang berkaitan dengan
cyberbullying serta sanksinya terdapat dalam Pasal 310 ayat (1) tentang hal yang
berkaitan dengan penghinaan atau mencemarkan nama baik seseorang jika hanya
dengan ucapan/lisan diancam pidana kurungan selama sembilan bulan atau denda
sebanyak empat ribu lima ratus rupiah , Selanjutnya dalam pasal 310 ayat (2)
apabila penghinaan dilakukan dalam bentuk tulisan berupa surat atau gambar yang
disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dapat diancam pidana kurungan
selama satu tahun empat bulan atau pidana denda sebanyak empat ribu lima ratus
rupiah.; Pasal 311 ayat (1) : tentang perbuatan fitnah dengan pidana kurungan
selama empat tahun. Pasal 315: tentang penghinaan ringan dengan kurungan
selama empat bulan dua minggu atau berupa denda sebanyak empat ribu lima
ratus rupiah; dan Pasal 369 ayat 1: berisi pengancaman dan pelaku dapat diancam
dengan pidana kurungan selama empat tahun.
Masalah cyberbullying diatur dalam berbagai pasal untuk menetapkan
hukuman atau sanksi terhadap pelaku cyberbullying berdasarkan UU ITE
Indonesia, yang menjadi landasan hukum bagi pelanggaran cyberbullying.
Beberapa pasal diantaranya adalah: Pasal 45 ayat (1) : tentang siapa saja yang
memenuhi kategori seperti yang dimaksud isi pasal 27 ayat (1) atau ayat (2) dan
ayat (3) dipidana dengan kurungan selama enam tahun dan/atau berupa denda
sebanyak satu miliar rupiah; Pasal 45 ayat (3) : terkait penghinaan serta
pencemaran nama baik seperti maksud Pasal 27 ayat (3) diancam dengan pidana
kurungan selama 4 (empat) tahun dan/atau berupa denda sebanyak tujuh ratus
lima puluh juta rupiah; Pasal 45 ayat (4) : tentang pemerasan dan juga
pengancaman seperti yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan
kurungan selama enam tahun dan/atau berupa denda sebanyak satu miliar rupiah.;
Pasal 45 A ayat (2) : secara khusus mengatur larangan dalam bentuk penyebaran
informasi berkaitan dengan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan seperti yang
dimaksud Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan kurungan selama enam tahun
dan/atau berupa denda sebesar satu miliar rupiah.; dan Pasal 45 B : tentang
pengancaman secara elektronik yang ditujukan untuk perorangan/pribadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan kurungan penjara selama
empat tahun dan/atau berupa denda sebesar tujuh ratus lima puluh juta rupiah.
Pada hakekatnya KUHP dibuat sebelum berkembang teknologi, sehingga
UU ITE diterbitkan dalam rangka menjawab berbagai persoalan yang berkaitan
dengan dunia maya dan seluruh komponennya. Undang-undang ini diharapkan
dapat menjawab permasalahan kejahatan di dunia maya, khususnya cyberbullying.
Cyberbullying dilarang dan dapat dihukum berdasarkan UU ITE dengan tujuan
melindungi hak-hak setiap individu dan kelompok dan mencegah kerugian bagi
siapa pun. Selain itu, pasal-pasal UU ITE yang disebutkan di atas dapat digunakan
untuk menuntut berbagai pelanggaran cyberbullying. Dalam hal penggunaan
sistem teknologi yang salah penanganan untuk melakukan tindakan cybercrime,
khususnya cyberbullying, UU ITE lebih menekankan pada upaya pengamanan
dan penerapan denda yang secara khusus dan jelas ditujukan pada sistem tersebut.
dengan menjatuhkan denda ratusan juta hingga miliaran rupiah dan hukuman
penjara empat hingga enam tahun. Hal ini dimaksudkan agar dapat mewujudkan
keadilan dan memberikan efek jera bagi para pelanggarnya.
Pada prinsipnya UU Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut memuat
ketentuan dan aturan hukum dari kejahatan cyber, yang merupakan sebuah
kejahatan dengan konteks menggunakan cyber sebagai medianya (Rizky, 2020).
Sangatlah penting untuk mencegah kejahatan cyberbullying. Keluarga, sekolah
dan kepolisian merupakan pihak yang bisa mengatasi atau melakukan pencegahan
sejak dini. Institusi Kepolisian yang diberi tugas agar melindungi seluruh
masyarakat dan mempunyai wewenang dalam penegakkan hukum bisa dipercaya
dapat mengatasi dan melakukan pencegahan sekaligus menaggulangi kejahatan
cyberbullying.
Masalah cyberbullying perlu ditangani secara lebih menyeluruh. Bagi
remaja agar menggunakan internet dengan bijak dan mendapatkan informasi
untuk mencegah efek berbahaya dari teknologi internet, sangat penting untuk
berdiskusi tentang aspek hukum dari cyberbullying.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Cyberbullying dapat memiliki banyak penyebab yang berbeda. Perilaku ini
biasanya dihasilkan dari lingkungan, baik itu di rumah, sekolah, atau saat
bermain. Faktor lain yang berkontribusi biasanya termasuk pengaturan sosial yang
salah dan tekanan teman sebaya, kesulitan berempati dengan orang lain, keinginan
untuk tampil kuat di mata orang lain, upaya untuk menjadi populer, dan ikatan
keluarga yang buruk.
Bullying dan humor berbeda secara signifikan satu sama lain. Ketika Anda
bercanda dengan teman-teman, Anda berdua harus gembira dan bersenang-
senang. Ketika salah satu individu yang didorong untuk berpartisipasi merasa
terluka secara fisik atau emosional, lelucon akan dianggap sebagai bullying.
Pencegahan terhadap cyberbullying begitu penting. Institusi Kepolisian
yang diberi tugas agar melindungi seluruh masyarakat dan mempunyai wewenang
dalam penegakkan hukum bisa dipercaya dapat mengatasi dan melakukan
pencegahan sekaligus menanggulangi kejahatan cyberbullying..

2. Saran
a. Orang tua disarankan untuk mengawasi aktivitas media sosial anak-anak
mereka untuk mengembangkan komunikasi yang baik dengan anak-anak
mereka. Ini akan membantu orang tua membimbing anak-anak mereka dan
menasihati mereka tentang bagaimana menghindari terlibat dalam
cyberbullying.
b. Kepada masyarakat agar selalu mengawasi aktivitas dan interaksi media
sosial anak-anak dan keluarga dekat untuk mencegah kejahatan cyber.
c. Kepada pemerintah untuk lebih fokus pada kelemahan penggunaan media
sosial dan maraknya cyberbullying di kalangan anak muda yang
menggunakan media sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, S. R. (2019). Faktor-faktor yang mempengaruhi cyberbullying pada


remaja. Prosiding Seminar Nasional Magister Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan ISSN:2715-7121. 309-403.
Aminudin, K. (2019). Cyberbullying & Body Shaming. Jogjakarta: K-Media.
Antama, F., Zuhdy, M., & Purwanto, H. 2020.Faktor Penyebab Cyberbullying
yang Dilakukan Oleh Remaja Di Kota Yogyakarta, Jurnal Penegakan
Hukum dan Keadilan, Vol.1/No. 2. hlm.196-200.
Eleanora, F. N., & Adawiah, R. A. (2021). Pencegahan Perundungan Dunia
Maya(Cyberbullying) Pada Anak. Jakarta: Pena Persada.
Haryana, D., Suwaryani, N., Ahmad, A., Purwanto, Utami, A. B., & Priamsari, A.
(2018). Stop Perundungan. Jakarta: Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan.
Ihkam, M. D., & Parwata, I. G. (2020). Tindak Pidana Cyber Bullying Dalam
Perspektif Hukum Pidana Di Indonesia. Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No.
11,, 1-10.
Imani, F. A., Kusmawati, A., & Tohari, H. M. (2021). Pencegahan Kasus
Cyberbullying Bagi Remaja Pengguna Sosial Media. Khidmat Sosial:
Journal of Social Work and Social Services Vol. 2 No. 1 April 2021 pp. 1-
e-ISSN 2721-6918, 74-83.
Jalal, N. M., Idris, M., and Muliana, M. (2021). Faktor-Faktor Cyberbullying Pada
Remaja. IKRA-ITH HUMANIORA : Jurnal Sosial Dan Humaniora, 5(2),
1–9.
Kementerian Komunikasi dan Informatika. (2016, November 25). Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dipetik November 7, 2022, dari
https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view/id/555/t/undangundang+no
mor+19+tahun+2016+tanggal+25+november+2016
Mahkamah Agung. (2021). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dipetik
November 8, 2022, dari
https://jdih.mahkamahagung.go.id/index.php/legal-product/kitab-undang-
undang-hukum-pidana/detail
Mardianah, S. A. (2021, Oktober 25). Bullying Berkedok Bercanda. Dipetik
Oktober 25, 2022, dari
https://www.kompasiana.com/safridaaulia1133/6176afd2dfa97e68dc3643f
2/bullying-berkedok-bercanda
Maula, V. (2022, Juni 5). Bercanda Seringkali Menjadi Dalih Pelaku Bullying.
Dipetik Oktober 26, 2022, dari
https://www.kompasiana.com/vinamaula9491/629b851dbb448606fb620ec
2/bercanda-seringkali-menjadi-dalih-pelaku-bullying

Oetary, Y., & Hutauruk, R. H. (2021). Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana
Dalam Aspek Perundungan Dunia Maya (Cyberbullying): Perspektif
Hukum Pidana Di Indonesia. e-Journal Komunitas Yustisia Universitas
Pendidikan Ganesha, 1050.
Sakban, A., & Sahrul. (2019). Pencegahan Cyber Bullying Di Indonesia. Sleman:
Deepublish.
Rizky, F. (2020). Tinjauan Terhadap Pelaku Body Shaming Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan atas Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dedikasi
Jurnal Mahasiswa, 7-8.
Wijayanto , X. A., Fitriyani, L. R., & Nurhajati, L. (2019). Mencegah dan
Mengatasi Bullying di Dunia Digital. Jakarta: Lembaga Penelitian,
Publikasi dan Pengabdian kepada Masyarakat London School of Public
Relations Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai