Anda di halaman 1dari 6

Cyberbullying

Cyberbullying adalah bullying atau perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal
ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform game, dan smartphone. Menurut
Badan PBB untuk Anak-anak (UNICEF), cyberbullying dapat diartikan sebagai sebuah praktik
intimidasi atau perundungan menggunakan teknologi digital, misalnya:

 Media sosial
 Aplikasi pengiriman pesan
 Aplikasi game
 Smartphone

Umumnya, cyberbullying memiliki pola dan dilakukan secara berulang. Dikarenakan sang
pelaku ingin mencoba untuk menakut-nakuti, membuat marah, memperlakukan seseorang yang
menjadi targetnya. Bentuk-bentuk dari cyberbullying ini bisa dilakukan seperti menyebarkan
kebohongan tentang seseorang melalui unggahan sebuah foto/video yang memalukan di media
sosial. Contoh lainnya, bisa dalam bentuk pesan teks, audio, atau video yang berisikan pesan
yang menyakitkan, menggunakan kata-kata kasar dan mengancam melalui aplikasi pengiriman
pesan.

Cyberbullying telah diatur dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE menyatakan “Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”. Dan hukumannya terdapat dalam pasal 45 ayat
(1) menyatakan “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Ada beberapa contoh dari cyberbullying yang sering terjadi, di antaranya:

 Mengucilkan orang tertentu saat bermain game online,


 Melakukan pelecehan terhadap sesama atau lawan jenis,
 Memaksa untuk mengirimkan pesan atau gambar berbau seksual,
 Mempermalukan orang lain di media sosial dengan menyebarkan kebohongan atau aib,
 Memberikan pesan berbentuk ejekan dan ancaman melalui kolom komentar media sosial,
 Membuat akun palsu dengan nama korban, lalu menebar informasi yang dapat membuatnya
malu, serta
 Membuat grup chat berisi banyak orang dan memasukkan korban ke dalamnya, lalu
mengolok-olok secara bersama.

Ciri cyberbullying adalah termasuk dalam kategori Cyber Crime (kejahatan siber),
cyberbullying memiliki ciri khusus yang dapat dikenali yaitu tidak ada kekerasan fisik (non-
violence) antara pelaku dan korban, kontak fisik antara pelaku dan korban hampir tidak ada
(minimize of physical contact). Cyberbullying melibatkan teknologi dan peralatan tertentu
(equipment), seperti smartphone, komputer, gadget, dan memanfaatkan jaringan telekomunikasi,
media dan informatika secara global; media sosial tempat berinteraksi.

Terdapat beberapa jenis perilaku cyberbullying yang terjadi di Indonesia terdiri atas beberapa
macam, yaitu:

1. Flaming
Perilaku seseorang mengirimkan pesan teks yang berisikan kata-kata frontal, penuh
amarah, bahkan agresif. Secara umum, tindakan flaming berupa provokasi, penghinaan,
mengejek, sehingga menyinggung orang lain. Fenomena ini kerap terjadi lantaran waganet
menjadikan public figure atau orang tertentu sebagai pelampiasan rasa kesal atau amarah
mereka di media sosial.

2. Harassment
Tindakan seseorang mengirimkan pesan yang berisikan gangguang yang biasanya
bertujuan menimbulkan kegelisahan pada target. Harassment mengandung kata-kata hasutan
agar orang lain melakukan hal yang sama di lingkup jejaring sosial, sms, e-mail, dalam
intensitas terus-menerus.

3. Pencemaran Nama Baik (Denigration)


Tindakan dilakukan sengaja dan sadar mengumbar keburukan orang lain melalui internet,
hingga akhirnya merusak nama baik dan reputasi orang yang dibicarakan pada jejaring sosial
tersebut. Jenis Cyberbullying ini sering terjadi di media sosial seperti Instagram, Facebook,
dan TikTok yang akhir-akhir ini banyak kita temukan.

4. Cyberstalking
Tindakan memata-matai, mengganggu, dan pencemaran nama baik terhadap seseorang
yang dilakukan secara intens, bahkan mengirimkan pesan-pesan mengganggu secara anonim.
Dampaknya, orang yang menjadi korban merasakan ketakutan besar dan depresi.

5. Impersonation
Tindakan berpura-pura atau menyamar menjadi orang lain untuk melancarkan aksinya
mengirimkan pesan-pesan dan status tidak baik. Biasanya terjadi pada jejaring sosial seperti
Instagram dan Twitter yang mana orang-orang menggunakan akun palsu dalam
menyampaikan komentar-komentar negatif.

Contoh kasus dari cyberbullying adalah sebagai berikut :

Seorang remaja jadi korban cyberbully selama setahun, pelaku ternyata Ibu sendiri

Kendra Gail Licari,wanita asal Michigan, AS, ini didakwa setelah diduga melecehkan
putri sendiri dan kekasih putrinya secara online menggunakan identitas palsu. Kendra dituntut
dengan dua tuduhan, yakni menguntit anak di bawah umur dan menghalangi pengadilan.
Keduanya merupakan tindak pidana berat dengan hukuman maksimal lima tahun. Dia juga
dituntut dengan tuduhan menggunakan komputer untuk melakukan tindak kriminal, kejahatan
yang dapat dipidana dengan hukuman 10 tahun penjara. Wanita 42 tahun ini telah ditahan pada
Senin (19/12/2022).

Kasus ini berawal dari putri Kendra, seorang siswi, yang menjadi target perundungan di
internet. Dia bersama kekasihnya kala itu terus-menerus menerima perlakuan bullying dengan
kata-kata kasar dan tak bermoral. Cyberbullying dialami sang putri dan kekasihnya lebih dari
setahun. Selama itu pula, dia mengeluh pada ibunya, Kendra, tentang akun anonim yang
merundung serta menguntitnya di media sosial.

Pengaduan tentang cyberbullying akhirnya dilayangkan lewat sekolah di mana putrinya


belajar. Setelah kasus ini masuk ke kepolisian, penyelidik menemukan fakta mengejutkan.
Pelaku perundungan yang meresahkan itu tidak lain dan tidak bukan adalah sang ibu, Kendra.
Lebih mengagetkan lagi, Kendra juga bekerja sebagai pelatih basket di SMA putrinya.

"Ketika kasus pertama kali masuk ke kantor kami, itu aneh dan hampir sulit dipercaya.
Kita bicara tentang beberapa ratus pesan teks, lebih dari 1.000 temuan halaman di kasus ini. Pada
umumnya itu kebanyakan hanya pesan teks yang melecehkan, merendahkan, menurunkan moral
dan pesan-pesan yang kejam," ujar Jaksa Wilayah Isabella County, David Barberi.

Penyelidik mengatakan bahwa Kendra telah menipu dan melecehkan putri serta kekasih
putrinya sejak awal tahun 2021. Dia menggunakan Virtual Private Network, sebuah perangkat
lunak khusus untuk menyamarkan lokasi seseorang, serta beberapa nomor telepon yang berbeda,
untuk membuat seolah-olah pelaku perundungan itu adalah teman sekolahnya. Motif Kendra
mem-bully putrinya sendiri belum terungkap secara jelas. Dugaan sementara polisi, dia
mengalami gangguan psikologis, yang dinamakan sindrom cyber-Munchausen.

Sumber : https://wolipop.detik.com/health-and-diet/d-6475850/anak-sma-jadi-korban-
cyberbully-selama-setahun-pelaku-ternyata-ibu-sendiri

Terdapat beberapa efek samping dari cyberbullying yang harus diwaspadai, di antaranya:

1. Merugikan kesehatan mental


Seseorang dapat merasa kesal, sedih, malu, dan bahkan marah saat dirinya menjadi korban
cyberbullying. Hal ini dianggap bisa berdampak buruk pada kesehatan mental.

2. Berdampak buruk pada kesehatan emosional


Secara emosional, cyberbullying dapat membuat seseorang merasa malu dan kehilangan
keinginan untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya ia sukai. Jika tak ditangani, kesehatan
emosionalnya dapat terganggu.

3. Berdampak buruk pada kesehatan fisik


Tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan mental dan emosional saja, cyberbullying juga
bisa mengganggu kesehatan mental, seperti kelelahan (karena kurang tidur), sakit kepala,
hingga nyeri perut.
Kabar buruknya, korban cyberbullying sering kali dijadikan bahan becandaan oleh orang-
orang di sekitarnya. Hal ini dapat membuat korbannya malu untuk membicarakan masalahnya
dan meminta tolong.

Cara mencegah cyberbullying sebagai berikut :

1. Pertimbangkan Setiap Postingan


Sebaiknya kita selalu mempertimbangkan setiap konten yang akan kita bagikan di media
sosial. Perhatikan apakah postingan tersebut berpotensi membuat kita di-bully atau tidak.
Jika sekiranya akan menimbulkan masalah, lebih baik kita menyimpannya sendiri saja.

2. Jangan Memulai Ujaran Kebencian


Tidak jarang tindakan cyberbullying diakibatkan oleh tindakan atau ucapan dari korban
itu sendiri. Misalnya jika kita menyampaikan sebuah ujaran kebencian pada seseorang, maka
kita bisa diserang habis-habisan oleh para pendukung atau orang-orang yang sepaham
dengannya. Hal ini juga bisa terjadi apabila kita memberikan komentar buruk terhadap
postingan seseorang, apalagi sampai menghina, kita akan menjadi objek serangan orang-
orang yang tidak terima dengan komentar kita.

3. Jangan Memposting Informasi Pribadi


Dalam cyberbullying, sering terjadi informasi pribadi menjadi objek atau bahan bully.
Bahkan informasi pribadi kita bisa diungkap habis-habisan oleh pelaku yang menyerah kita.
Hal ini busa berdampak buruk karena sasaran bullying bisa tidak berhenti kepada kita
melainkan dapat melebar kepada orang-orang terdekat kita.

4. Atur Privasi Akun


Platform media sosial sudah menyediakan fitur dimana kita bisa mengelola privasi akun
kita. Misalnya apakah akun kita bersifat publik atau bersifat privat. Hal ini bisa kita atur
untuk menghindari orang tidak bertanggung jawab yang melakukan cyberbullying kepada
kita.

5. Selektif dalam Mengomentari Isu


Sering kali seseorang menjadi korban bullying karena salah dalam mengomentari isu
yang sedang beredar. Terkadang isu-isu di media sosial erat dengan kelompok-kelompok
yang fanatik. Apabila kita salah berkomentar, kita bisa diserang oleh kelompok-kelompok
tersebut. Oleh karena itu, kita harus selektif dalam mengomentari isu. Usahakan hanya
mengomentari isu yang benar-benar kita pahami dan tidak membuat orang lain merasa
tersinggung.

Pada dasarnya, penanggulangan dari masalah cyberbullying adalah mau terbuka dan mencari
bantuan dari orang-orang terdekat yang dipercayai, anggota keluarga, kerabat, atau orang dewasa
yang dipercaya. Penanganan selanjutnya pengguna bisa mempertimbangkan untuk memblokir
pelaku perundungan atau melaporkan pelaku ke platform media sosial secara resmi. Sejauh ini,
beberapa media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan Twitter sudah menyediakan
layanan untuk membatasi interaksi antara pelaku dan korban.

Facebook, Instagram, dan Twitter, dalam hal ini, memiliki fitur untuk menyembunyikan
komentar-komentar negatif, memblokir akun tertentu, membisukan unggahan atau cuitan akun-
akun yang dianggap mengganggu. Batasan tersebut dapat dijadikan alat untuk memberdayakan
para korban perundungan agar bisa terlindungi dari pengawasan pelaku di media sosial.
Sedangkan platform TikTok sendiri memiliki pedoman komunitas aplikasi (app’s community
guidelines) sehingga memungkinkan pengguna untuk mengontrol siapa saja akun yang dapat
melihat postingan, memfilterisasi komentar, dan sebagainya. Namun, jika gangguan intimidasi
yang diterima sudah dinilai sangat mengganggu atau berbahaya, pengguna harus segera
melaporkan hal tersebut ke polisi atau pihak yang berwajib.

Anda mungkin juga menyukai