Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN YURIDIS VIKTIMOLOGIS TERHADAP KORBAN PEMBULIAN SECARA

DARING DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008


TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Viktimologi

Disusun Oleh :

Nama : Asep Iryana

NPM : 181000246

Kelas/Semester : E/ VI

Dosen Pembimbing :

Leni Widi Mulyani, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berbagai invensi di bidang teknologi informasi dan komunikasi saat ini


memungkinkan orang menggunakan internet melalui komputer pribadi (personal
computer/PC) atau media elektronik lainnya di manapun orang tersebut berada.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai manusia tersebut telah banyak memberikan
kemudahan-kemudahan dan manfaat bagi manusia dalam upaya untuk meningkatkan
kesejahteraannya saat ini, teknologi informasi dan komunikasi umumnya dimanfaatkan
oleh pribadi (individu), korporasi, pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat untuk
berbagai aktivitas manusia, seperti pendidikan, kesehatan, bisnis, pemerintahan,
komunikasi, hiburan dan lain-lain.1

Kejahatan dunia maya (cyber crime) di era modern sekarang ini telah bermacam-
macam jenis seperti penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit
(carding), penipuan identitas, pornografi anak, dan lainnya. Salah satu kejahatan dunia
maya yang berkembang adalah perundungan dunia maya atau cyber bullying khususnya
terhadap anak sebagai korban.2

Anak perlu mendapatkan perlindungan hukum dari kejahatan semacam cyber


bullying. Sarana dan prasarana hak anak mendapatkan perlindungan hukum secara
normatif antara lain diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945),
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Ketentuan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945)
merumuskan : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang, serta
berhak atas perlindungan dan diskriminasi”. Selanjutnya ketentuan Pasal 52 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia merumuskan :

1
Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Bandung: Refika Aditama, 2012, hlm. 1
2
Syafruddin Kalo dkk., “Kebijakan Kriminal Penanggulangan Cyber Bullying Terhadap Anak Sebagai Korban”, USU
Law Journal, Vol. 5 No. 02, April 2017, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, hlm. 34.
“Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan
Negara”.

Huruf b Pertimbangan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang


Perlindungan Anak merumuskan :

“Bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Perundungan dunia maya (cyber bullying) adalah segala bentuk kekerasan yang
dialami anak atau remaja dan dilakukan teman seusia mereka melalui dunia maya atau
internet. Intimidasi dunia maya adalah kejadian manakala seorang anak atau remaja
diejek, dihina, diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media
internet, teknologi digital atau telepon seluler. Intimidasi dunia maya dianggap valid bila
pelaku dan korban berusia di bawah 18 tahun dan secara hukum belum dianggap dewasa.
Bila salah satu pihak yang terlibat (atau keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun, maka
kasus yang terjadi akan dikategorikan sebagai kejahatan dunia maya atau pelecehan dunia
maya (cyber harassment). Bentuk dan metode tindakan intimidasi dunia maya beragam.
Hal ini dapat berupa pesan ancaman melalui surel, mengunggah foto yang
mempermalukan korban, membuat situs web untuk menyebar fitnah dan mengolok-olok
korban hingga mengakses akun jejaring sosial orang lain untuk mengancam korban dan
membuat masalah. Motivasi pelakunya juga beragam, ada yang melakukannya karena
marah dan ingin balas dendam, frustrasi, ingin mencari perhatian bahkan ada pula yang
menjadikannya sekadar hiburan pengisi waktu luang.3

Unggahan kalimat berunsur negatif pada media sosial, dapat menggiring


seseorang pada tindakan kejahatan cyber bully. Cyber bully sebagai salah satu tindakan
kejahatan dunia maya yang layak mendapat perhatian di tengah maraknya penggunaan
media sosial yang semakin kurang terkontrol. Kebebasan berbicara sering digunakan
sebagai alasan untuk melakukan tindakan bullying. Namun masyarakat tidak menyadari
bahwa ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam berinteraksi di dalam media sosial
karena dampaknya adalah kejahatan yang serius.
3
Syafruddin Kalo, Op. Cit., hlm. 35.
Maraknya lelucon yang beredar di dunia maya terutama media sosial seperti
facebook, instagram, path dan lain sebagainya, mengenai apa yang dianggap sebagai hal
yang terkini, tak luput karena kreativitas anak-anak muda yang kelewat batas. Mereka
mulai membuat atau memadupadankan gambar dengan tulisan (kata-kata, bahkan kadang
dengan video), sehingga menjadi tampilan yang menarik dan mereka menyebutnya
dengan “meme”.

Bahkan akun Instagram resmi dibuat khusus untuk meme-meme tersebut, yang
dengan atau tanpa mereka sadari itu dapat menjadi bumerang. Karena terdapat beberapa
unsur kejahatan disana yang salah satunya adalah perbuatan tidak menyenangkan, dan
kapan saja mampu menyeret mereka ke meja hijau. Dan meme tersebut merupakan media
dari cyber bullying, yang mengarah pada cyber crime.

Cyber bullying pada umumnya dilakukan melalui media situs jejaring sosial
seperti Facebook dan Twitter. Ada kalanya dilakukan juga melalui SMS maupun pesan
percakapan di layanan Instant Messaging seperti Yahoo Messenger atau MSN
Messenger. Cyber bullying lebih mudah dilakukan daripada kekerasan konvensional
karena si pelaku tidak perlu berhadapan muka dengan orang lain yang menjadi targetnya.
Mereka bisa mengatakan hal-hal yang buruk dan dengan mudah mengintimidasi
korbannya karena mereka berada di belakang layar komputer atau menatap layar telelpon
seluler tanpa harus melihat akibat yang ditimbulkan pada diri korban. Cyber bullying
tidak bisa dianggap enteng karena bisa memicu korban untuk bunuh diri.

Pemahaman yang dangkal terhadap hukum atau peraturan per Undang-Undangan


ini seharusnya tidak terjadi apabila masyarakat sadar akan hukum. Mereka harus tau apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh, tidak hanya tentang menjadi terkenal/selalu update
akan trend di dunia gadget. Cyber Law merupakan salah satu bidang ilmu yang bersifat
multidisiplin yang mencakup kriminologi, viktimologi, sosiologi, ilmu internet dan ilmu
komputer. Masyarakat (dalam hal ini, khususnya mahasiswa yang mengambil studi
berkaitan dengan ilmu komputer) sebagai konsumen praktis ilmu internet dan ilmu
komputer paling tidak harus mengetahui konsep dasar dari, lingkup, serta batasan dari
cyber law. Hal tersebut berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang
cakap hukum.4

Pembatasan dalam mengakses dan mengunggah data di dunia maya telah diatur
dalam peraturan mengenai teknologi informasi, Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 (UU ITE Nomor 11 Tahun 2008). Jika tidak, ada
beberapa peraturan lain yang dapat digunakan sebagai acuan untuk masalah bully, yaitu
KUHP Indonesia (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan UU Perlindungan Anak
Nomor 23 Tahun 2002 (khusus mengenai cyber bully yang terkait anak). Praktis, masih
banyak orang yang belum menerapkan peraturan yang tertuang dalam Undang-Undang,
masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang dengan atau tanpa dibahas,
terkait dengan cyber bully.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Permasalahan Yang Akan Dibahas Dalam Tulisan Ini Adalah:

1. Siapakah Korban Dan Pelaku Dalam Kasus Ini?


2. Bagaimana Posisi Korban Dalam Kacamata Viktimologi?
3. Bagaimanakah Perlindungan Hukum Bagi Anak Sebagai Korban Tindak Pidana
Pembulian Secara Daring Di Indonesia?

4. Bagaimana Dampak Dari Pembulian Secara Daring Terhadap Korbannya Dari


Prespektif Teori Viktimologi?

4
Ni putu Suci Maharani, Tinjauan Yuridis Cyber Bullying Dalam Ranah Hukum Indonesia, Jurnal Ganaya Volume 2
Nomor 1 (2019). Hal.300-301.

Anda mungkin juga menyukai