PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
alamiah pula, manusia tidak mungkin dilepaskan dari hukum yang tujuannya
dengan bertatap muka secara langsung dan saling memberikan isyarat tertentu,
tertentu yang bisa dipahami satu sama lain. Dalam perkembangannya, telah
ditemukan komputer sebagai suatu produk yang lahir dari teknologi informasi
Informasi dan Transaksi Elektronik adalah suatu alat yang berguna untuk
1
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.7
2
Lihat Pasal 1 angka 14 dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
3
Edmon Makarim, Op,Cit, hlm. 4
1
2
Amerika Serikat pada tahun 1960-an.4 Cyber crime merupakan salah satu sisi
gelap dari kemajuan teknologi yang mempunyai dampak negatif yang sangat
luas bagi seluruh bidang kehidupan modern saat ini.5 Cyber crime pula disebut
sebagai kejahatan teknologi yang terjadi karena sikap pengguna tidak hanya
teknologi saat ini berkembang secara pesat di seluruh dunia, dan salah satunya
ialah negara Indonesia. Indonesia adalah negara hukum seperti yang tertuang
berbangsa dan bernegara.6 Seperti halnya kejahatan yang terjadi di dunia maya
pemanfaatan teknologi internet, banyak jenis dari kejahatan cyber crime salah
4
Edy Junaedi Karna Sudirja, Jurisprudensi Komputer, Tanjung Agung, Jakarta, 1993, hlm.3
5
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber Crime di
Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005 hlm. 1
6
Dheny Wahyudi, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan Cyber Crime di Indonesia,
Vol. 4 No.1, Jambi, Jurnal Ilmu Hukum, hlm. 99
3
Fenomena perundungan dunia maya ini sering kali terjadi di dalam media
korban tidak berdaya secara fisik maupun mental. Sementara itu Williard,
seseorang terhadap orang lain, kelompok, atau institusi melalui dunia maya
antara individu satu dengan yang lain, berkomunikasi baik secara face-to-face
dengan individu lain, akan terjadi hal perbedaan pendapat yang dapat
7
Nasrullah Ruli, Media Sosial, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2015, hlm. 187-189
4
perluasan dari istilah bullying dalam bahasa Inggris yang selama ini terjadi
verbal di dalam cyber space.9 Tindakan perundungan dunia maya ini telah
Maka dalam hal ini, perundungan dunia maya tentu dapat menjadikan
Peran korban perundungan dunia maya dapat dilihat dari perbuatan korban
8
Lihat Pasal 28E Ayat 3 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
9
Novan Andy Wiyana, Save Our Children From School Bullying, AR-RUZZ Media, Yogyakarta,
2012, hlm. 18
10
Lihat Pasal 27 Ayat 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2008
5
Sedangkan korban tidak langsung (indirect victims), yaitu korban dari turut
korban tindak kejahatan. Dalam hal ini pihak ketiga, dan/atau mereka yang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan
Seperti yang dikutip oleh Rena Yulia, pengertian korban menurut Arif
11
C. Maya indah S, Perlindungan Korban Suatu perspektif Viktimologi dan Kriminologi, Kencana
Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, hlm. 30-31
12
Rena Yulia, Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010, hlm. 57
13
Lihat Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
14
Rena Yulia, Op,Cit, hlm. 49
6
untuk korban suatu tindakan kejahatan terkhusus pula pada korban kejahatan
ialah sebagai suatu dampak yang dapat ditimbulkan oleh sebuah kejahatan
penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara faktor gaya hidup online
statistik antara faktor gaya hidup online dan viktimisasi kejahatan komputer.
korban. Selain itu, adapula yang menunjukkan bahwa kegiatan rekreasi online
yang berisiko (mengunjungi situs web yang tidak dikenal, mengunduh game,
15
K. Jaishankar, Cyber Crimilogy : Exploring Internet Crimes and Criminal Behavior, CRC Press,
New York, 2011, hlm. 241
7
kejahatan komputer di antara kategori gaya hidup online. Ini adalah temuan
Sembiring Depari yang terjadi pada tahun 2016, siswi SMA Methodist I-
Medan, Sumatera Utara yang mengaku anak Irjen Arman Depari, Deputi
lintas karena berkonvoi usai Ujian Nasional yang mengalami trauma, karena
diterimanya di media sosial, membuat siswi berparas cantik itu ketakutan dan
malu keluar rumah. Ayah kandung Sonya juga dikabarkan jatuh sakit akibat
16
Wahyudi Aulia Siregar, Di-Bully di Sosmed, Sonya Depari Trauma, diakses dari
news.okezone.com, pada tanggal 2 Oktober 2018
8
ulang. Serta adapun kasus perundungan dunia maya yang berakhir tragis telah
pada tahun 2013 di Yogyakarta ini menabrakkan dirinya ke kereta api setelah
tangani. Sebelum bunuh diri, alumnus FISIPOL UGM itu menuliskan salam
seperti mengalami gangguan psikis, depresi, stres bahkan yang paling fatal
hingga sampai bunuh diri atau meninggal dunia karena tekanan diri yang tidak
sanggup menahan beban hidup serta konflik batin dalam diri seseorang. Di
17
Tribunnews Jakarta, Yoga Bunuh Diri Diduga Karena Dicaci Maki di Twitter, diakses dari
tribunnews.com/regional, pada tanggal 2 Oktober 2018
9
tersebut.
PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI”.
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
khusus bagi penulis umumnya bagi masyarakat dan dapat dijadikan bahan
kajian oleh para penegak hukum atau lembaga yang memiliki kewenangan
E. Kerangka Pemikiran
peranan penting dalam suatu penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini penulis
b. Pidana.
disebut perbuatan yang dapat dipidana atau dapat disingkat perbuatan jahat.19
18
Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaruan, UMM Press,
Malang, 2009, hlm.12
19
Ibid, hlm. 13
11
melakukan dan kepada akibatnya, dan kata “perbuatan” berarti dibuat oleh
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan aman yang disertai ancaman
tersebut.22
adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum
(tiga) kemampuan:
20
Moeljanto dalam Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, Mitra Wacana
Media, Jakarta, 2015, hlm. 7
21
Rusli Efendy, dkk, Azaz-azaz Hukum Pidana, Lepen UMI, Ujung Pandang, 1980, hlm. 37
22
Moeljanto, Azas-azas Hukum Pidana Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 37
23
Soedarto, Hukum Pidana I , Yayasan Sudarto, Semarang, 2009, hlm. 157
12
demikian :
a. dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan
tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh
undang-undang.
b. dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa,
sehingga tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu,
bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menentukan akibat
perbuatannya.25
Sebagai dasar dapatlah dikatakan bahwa orang yang normal jiwanya itu
apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana untuk
24
Ibid, hlm. 158
25
Ibid, hlm. 158-159
26
Ibid, hlm. 159
13
penderitaan agar yang bersangkutan menjadi jera. Fokus sanksi tindakan lebih
27
Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.
114
28
Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1987, hlm. 360
29
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Dari Retribusi ke Reformasi, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1986, hlm. 53
14
30
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Aditya Bakti, Bandung, 2005,
hlm. 22
31
C. Maya Indah S, Op,Cit, hlm.111-112.
15
dipidana dan diproses.32 Padahal proses pemidanaan tidak hanya pada saat
hakim mulai bekerja, namun dalam saat tingkat kepolisian pun proses
korban.34
kesulitan yang dihadapi oleh korban untuk memulihkan diri akibat dari
hal35 :
penderitaannya.
32
Ibid, hlm.113.
33
Ibid, hlm.113.
34
Ibid, hlm.113.
35
Ibid, hlm. 89
16
36
Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana, Gramedia,
Bandung, 2000, hlm. 6
37
Ibid, hlm. 12
17
lain:38
a legal problem).
ruang lingkup dari hukum itu sendiri, tetapi juga menjelaskan hubungan
perbandingan hukum.
38
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm.
5
39
Ibid, hlm. 6
18
policy" yang merupakan bagian dan terkait erat dengan "law enforcement
policy / "criminal policy" dan "social policy". Hal ini berarti pembaharuan
merupakan bagian saja dari kebijakan atau politik hukum pada umumnya,
policy atau strafrechtspolitiek). Lebih luas lagi, politik hukum pidana itu
40
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan,
Citra Adhya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 3
41
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dan Masalah Kebijakan Delik Aduan,
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Vol.1 No.
4, 1994, hlm. 2
20
pendekatan nilai.42
kebijakan adalah :
pada hukum pidana yang dipergunakan selama ini baik itu hukum pidana
42
Ibid, hlm. 3
43
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op,Cit, hlm. 28-29
21
tetapi pada fenomenanya kerap kali masih timbul kekecewaan dari pihak
dilakukan di bidang medis, oleh karenanya dalam hal ini perlu dilakukan
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
hukum.
44
Sri Sumiati, Kebijakan Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Korban Tindak Pidana Di
Bidang Medis, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2009, hlm. 18-19
45
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet ke-3, UI-press, Universitas Indonesia,
1986, hlm.32.
46
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm.24.
22
2. Pendekatan Penelitian
3. Sumber Data
Sumber data yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
47
Soerjono Soekanto, Op,Cit, hlm.12.
48
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (edisi revisi), Prenadamedia Group, Jakarta, 2005,
hlm.137
49
Zainudin Ali, Op,Cit, hlm.106
23
maya.
yang akan diteliti adalah yang berkaitan dengan segala aspek yang
50
Ibid, hlm.106.
51
Sutarman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2013, hlm 66.
24
lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
sistematika penulisan.
52
Soerjono Soekanto, Op,cit, hlm.250.
25
KORBAN KEJAHATAN
pidana.
DUNIA MAYA.
crime).
reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja
Soedarto yang dikutip oleh Tongat,55 berpangkal dari dua pokok, yaitu :
b. Pidana.
memiliki unsur dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi
53
Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum
Di Indonesia, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 23.
54
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm. 9
55
Tongat, Op, Cit, hlm. 12
27
28
dilakukan.56
dapat disebut perbuatan yang dapat dipidana atau dapat disingkat perbuatan
jahat.57 Terdapat beberapa pendapat para pakar hukum seperti yang dikutip
berbuat (handelen) mengandung sifat aktif, yaitu tiap gerak otot yang
tidak selalu ada pada setiap tindak pidana, juga mengenai kehendak tidak
sebagai suatu kejadian yang berasal dari manusia, yang dapat dilihat dari
dan kata “perbuatan” berarti dibuat oleh seseorang yang dapat dipidana,
56
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm. 69
57
Ibid, hlm. 13
58
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, 2012
29
straafbaarfeit.59 Senada dengan Simons dalam hal ini, yang dikutip oleh
oleh suatu aturan hukum larangan aman yang disertai ancaman (sanksi)
penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun
unsur kesalahan yang tidak dapat dipisahkan dengan dua unsur tindak
pidana lain yaitu perbuatannya adalah bersifat melawan hukum dan tidak
setiap orang normal batinnya dan mampu bertanggung jawab, kecuali kalau
59
Moeljanto dalam Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, Mitra Wacana
Media, Jakarta, 2015, hlm. 7
60
Rusli Efendy, dkk, Azaz-azaz Hukum Pidana, Lepen UMI, Ujung Pandang, 1980, hlm. 37.
61
Soedarto, Hukum Pidana I , Yayasan Sudarto, Semarang, 2009, hlm. 157.
62
Teguh Prasetyo, Op, Cit, hlm. 85.
30
normal.
demikian :
a. dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan
undang-undang.
perbuatannya.64
63
Ibid, hlm. 158
64
Ibid, hlm. 158-159
31
apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana untuk
sebagai alat pemaksa agar orang tidak melanggar hukum, tetapi juga sebagai
alat pemaksa agar semua orang mentaati norma lain yang ada dalam
masyarakat. Atas dasar hal itu, hukum pidana seringkali disebut sebagai
pidana sangat kompleks, bukan hanya menjangkau kehidupan pada saat ini,
65
Ibid, hlm. 159
66
Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.
114
32
pelanggaran huktam pidana secara lebih luas sesuai dengan nilai-nilai yang
yaitu:
a. Van Hamel menyatakan bahwa arti dari pidana atau Straf menurut
hukum positif adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus oleh
yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk
menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab
dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-
mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum
yang harus ditegakkan oleh negara.68
b. Menurut Simons, pidana atau straf itu adalah suatu penderitaan yang
oleh undang-undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran
terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah
dijatuhkan bagi seorang yang bersalah.69
c. Menurut Alga Jassen, pidana atau straf adalah alat yang
dipergunakan oleh penguasa (hakim) untuk memperingatkan mereka
yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan.
Reaksi dari penguasa tersebut telah mencabut kembali sebagian dari
perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atasa nyawa,
kebebasan, atau harta kekayaannya, yaitu seandainya ia telah tidak
melakukan tindak pidana.70
bahwa pidana itu sebenarnya hanya merupakan suatu penderitaan atau suatu
alat belaka. Ini berarti bahwa pidana itu bukan merupakan suatu tujuan dan
67
Reinald Pinangkaan, Pertanggungjawaban Pidana Dan Penerapan Sanksi Dalam Pembaharuan
Sistem Pemidanaan Anak Di Indonesia, Vol.2 No. 1 , Lex Crimen, hlm. 11
68
Tolib Setiady, Pokok-Pokok Hukum Panitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, 2010, hlm. 19
69
P.A.F. Lamintang, Hukum Panitensier Indonesia, Armico, Bandung, 1984, hlm. 35
70
Marlina, Hukum Panitensier, PT. Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 13
33
tidak mungkin dapat mempunyai tujuan.71 Pidana di satu sisi tidak hanya
membuat jera, tetapi di sisi yang lain juga agar membuat pelanggar dapat
yang berbuat, serta sanksi yang diberikan bagi pelaku perundungan dunia
maya.
71
P.A.F. Lamintang, Op, Cit, hlm. 36
72
Tolib Setiady, Op, Cit, hlm. 21
73
Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1987, hlm. 360
74
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Dari Retribusi ke Reformasi, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1986, hlm. 53
34
nampaknya belum memperoleh perhatian serius. Hal ini terlihat dari masih
merupakan pihak yang paling dirugikan dalam suatu tindak pidana. Namun
terlalaikan.78
acara pidana khususnya yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia, ada
75
Ratih Putri, Peran Korban dalam SPP, Kompasiana, diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
76
Rena Yulia, Sekelumit tentang Korban Kejahatan Upaya Pemenuhan Keadilan Bagi Korban,
Op,cit, hlm.36.
77
Ibid, hlm.36.
78
Ibid, hlm.36.
79
Ratih Putri, Op,cit.
35
sebagainya. Selain itu, dengan turut sertanya secara aktif dalam proses
kepentingan umum.82
80
Ibid.
81
Edy Tarsono, Korban Kejahatan dalam Perspektif Viktimologi, Lentera Hukum Indonesia,
Jakarta, 2014, hlm.29
82
Ibid, hlm.29.
36
persidangan serta hasil dari proses itu sehingga beban tanggung jawab ini
akan menjadi tekanan yang cukup berat bagi korban dalam berbagai segi.
Tekanan bisa muncul dari orang dengan siapa korban melakukan kontak
dan/atau disebabkan oleh polisi atau jaksa yang akan memanfaatkan hak-
menggunakan intimidasi.83
83
Ibid, hlm.30.
37
jaksa dan putusan hakim. Aspek ini salah satunya dipicu karena secara
Justic for Victims of Crime and Abuse of Power yang disetujui oleh Majelis
berikut85 :
84
Ahmad Sofian, Pemberian Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana dalam Sistem Peradilan
Pidana di Indonesia, business-law.binus.ac.id, di akses pada agustus 2014.
85
C. Maya Indah S, Op,cit, hlm.123.
38
kejahatan dalam hukum pidana, karena apa yang dilakukan hukum pidana
dan sistem peradilan pidana saat ini tidak memberikan keadilan yang
86
Ibid, hlm.111.
39
viktimologi.
yang merupakan bagian dan terkait erat dengan "law enforcement policy /
"criminal policy" dan "social policy". Hal ini berarti pembaharuan hukum
pidana merupakan :
suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang
bagian saja dari kebijakan atau politik hukum pada umumnya, dan
khususnya bagian dari politik hukum pidana (criminal law/penal policy atau
strafrechtspolitiek). Lebih luas lagi, politik hukum pidana itu sendiri pada
hukum, politik kriminal dan politik sosial. Didalam setiap kebijakan (policy
89
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan,
Citra Adhya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 3
90
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dan Masalah Kebijakan Delik Aduan,
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Vol.1 No.
4, 1994, hlm. 2
41
dan substantif hukum pidana yang dicita-citakan.92 Jika di lihat pada hukum
pidana yang dipergunakan selama ini baik itu hukum pidana materil
91
Ibid, hlm. 3
92
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op,Cit, hlm. 28-29
42
fenomenanya kerap kali masih timbul kekecewaan dari pihak korban tindak
bidang medis, oleh karenanya dalam hal ini perlu dilakukan pembenahan
konsep perlindungannya..93
93
Sri Sumiati, Kebijakan Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Korban Tindak Pidana Di
Bidang Medis, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2009, hlm. 18-19