Anda di halaman 1dari 14

KARYA ILMIAH

KAJIAN HUKUM TERHADAP KASUS PENIPUAN MELALUI MEDIA


ELEKTRONIK DITINJAU DARI FIQIH JINAYAH DAN KUHP

Karya Ilmiah Ini di Susun Untuk memenuhi tugas Akhir Individu

Mata kuliah : Fiqih Jinayah

Dosen Pengampu : M . Rofiqi Purba , M . HI

DI SUSUN OLEH :

JULI MARDIANA (0201203137)

PROGRAM STUDI S1 HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

TA 2021 / 2022
KAJIAN HUKUM TERHADAP KASUS PENIPUAN MELALUI MEDIA
ELEKTRONIK DITINJAU DARI FIQIH JINAYAH DAN KUHP

Oleh : Juli Mardiana


Email : jmrdna1217@gmail.com

Absrak:

Perkembangan teknologi yang semakin berkembang ternyata kejahatan pun ikut


berkembang,dikenal dengan cybercrime atau kejahatan melalui internet. Internet sebagai
media dan komunikasi elektronik telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan.
Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional. Yang menjadi
perbedaan hanya pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem Elektronik (komputer,
internet, perangkat telekomunikasi). Oleh sebab itu sebagai pengguna Media Elektronik yang
bijak haruslah mengetahui kajian hukum terhadap kasus Penipuan Melalui Media Elektronik
dari berbagai sudut pandang hukum yang berlaku di Indonesia .

Kata Kunci : Teknologi, Kejahatan, Perangkat Telekomunikasi, Konvensional

A . LATAR BELAKANG

Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi dimuka bumi mungkin tidak akan ada
habisnya. Fakta yang ada di dalam masyarakat, peradilan sudah tidak menjamin bahwa pelaku
suatu tindak pidana mendapatkan efek jera agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Itu
sebabnya dalam keseharian kita dapat melihat berbagai komentar tentang suatu peristiwa
kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Mengenai permasalahan ini tidak dapat
dipungkiri banyak sekali pemberitaan di media massa dan media elektronik yang selalu
memuat berita terjadinya kejahatan. Kejahatan dapat terjadi dimanapun dan berbagai modus
perilaku tindak pidana atau kejahatan semakin canggih baik dari segi pemikiran (modus)
maupun dari segi teknologi.1 Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan
perkembangan teknologi computer khusunya internet. Internet yang menghadirkan cyberspace
dengan realitas virtualnya menawarkan kepada manusia berbagai harapan dan kemudahan.
1
Sanova,Mirza dwan. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana
Penipuan Dalam Pasal 378 Kuhp.Skripsi Hukum Pidana Islam(Aceh: Fakultas Syariah & Hukum,2019)H.3
Akan tetapi di balik itu, timbul persoalan berupa kejahatan yang dinamakan cyber crime, baik
sistem jaringan komputernya itu sendiri yang menjadi sasaran maupun komputer itu sendiri
yang menjadi sarana untuk melakukan kejahatan. Tentunya jika kita melihat bahwa informasi
itu sendiri telah menjadi komoditi maka upaya untuk melindungi aset tersebut sangat
diperlukan. Salah satu upaya perlindungan adalah melalui hukum pidana, baik dengan
bersaranakan penal maupun non penal.2

Teknologi informasi telah berhasil membangun suatu kebiasaan baru di suatu


masyarakat global yang mempengaruhi pola kebutuhan hidup masyarakat di bidang sosial dan
ekonomi, yang lazimnya bertransaksi, berbisnis maupun bersosialisasi secara elektronik yakni
saling bertemu di dalam dunia virtual, karena hal tersebut diyakini dapat mempermudah
transaksi, lebih menghemat waktu,biaya dan tak terbatas oleh ruang dan waktu. Namun
demikian, perkembangan positif ilmu pengetahuan dan teknologi informasi juga dibarengi
dengan aspek negatif yang melekat padanya yaitu dengan munculnya kejahatan-kejahatan baru
yang sangat kompleks disertai dengan modus operandi yang baru sama sekali. 3
Berbagai
tindak kejahatan dapat dilakukan seperti proses prostitusi,perjudian di dunia maya(internet),
pembobolan Automatic Teller Machine (ATM), pencurian data-data perusahaan lewat internet
dan penipuan melalui media elektronik. Oleh sebab itu diperlukan hukum untuk mengaturnya.
Hukum menurut Utrech adalah Himpunan petunjuk, perintah dan larangan yang mengatur tata
tertib dalam suatu masyarakat yang bersangkutan. Pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat
menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa masyarakat itu. 4 Kasus – kasus
semacam ini berdampak buruk terhadap psikologi masyarakat, politik, dan ketentraman suatu
negara karena efek yang di timbulkan dari kasus – kasus penipuan melalui media elektronik .

B . RUMUSAN MASALAH
2
Sumenge, Monica. Penipuan Menggunakan Media Internet Berupa Jual-Beli Online. Lex Crimen Vol. II/No.
4/Agustus/2013 . H,102
3
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), h.251.
4
Herman, Pengantar Hukum Indonesia (Makassar: Badan Penerbit Unm, 2012), h. 3
1 . Apa yang dimaksud dengan Hukum pidana Islam (Jinayah) ?

2 . Apa yang dimaksud dengan Hukum Pidana positif ?

3 . Bagaimana kajian hukum terhadap kasus penipuan melalui media elektronik ditinjau dari
fiqih jinayah dan KUHPidana ?

C . TUJUAN PEMBAHASAN

1 . Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Hukum pidana Islam (Jinayah)

2 . Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Hukum Pidana positif

3 . Untuk mengetahui Bagaimana kajian hukum terhadap kasus penipuan melalui media
elektronik ditinjau dari fiqih jinayah dan KUHPidana

PEMBAHASAN
A . HUKUM PIDANA ISLAM

Hukum pidana Islam sering disebut dengan fikih jinayah. Fikih jinayah terdiri dari dua
kata. Fikih secara bahasa berasal dari lafal faqiha, yafqahu fiqhan, yang berarti mengerti,
paham. Pengertian fikih secara istilah yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf adalah:
Fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ praktis yang diambil dari dalil-dalil yang
terperinci. Atau fikih adalah himpunan hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang
diambil dari dalil-dalil yang terperinci. 5 Beberapa pandangan intelektual lain mengartikan
Hukum Pidana Islam yaitu Sayid Sabiq memberikan definisi jinayah sebagai berikut:Yang
dimaksud dengan jinayah dalam istilah syara’ adalah setiap perbuatan yang dilarang. Dan
perbuatan yang dilarang itu adalah setiap perbuatan yang oleh syara’ dilarang untuk
melakukannya, karena adanya bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan atau harta
benda. Secara umum, pengertian Jinayat sama dengan hukum Pidana pada hukum positif,
yaitu hukum yang mengatur perbuatan yang yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan,
seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya.

Secara teori dalam mata kuliah hukum pidana islam, kita telah mengetahui bahwa
hukum pidana Islam dalam bahasa arab adalah jarimah yang berarti dosa, kesalahan, atau
kejahatan. Yang secara terminologis adalah larangan hukum yang diancam Allah dengan
hukuman had atau ta’zir. Jarimah umumnya dipakai sebagai perbuatan dosa seperti pencurian,
pembunuhan, atau perkosaan. Dalam perbuatan jarimah ini seseorang dalam melakukannya
ada yang dilakukan secara sengaja, secara individual, kerjasama, ataupun dengan melakukan
percobaan berbuat jarimah. Pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana Islam sering
disebut dengan istilah al-mas’uliyah al-jinaiyyah yaitu pembebanan seseorang dengan hasil
(akibat) perbuatan (atau tidak ada perbuatan) yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, di
mana ia mengetahui maksud-maksud dan akibat dari perbuatannya itu.6

Adapun penggolongan jenis-jenis jarimah ( tindak pidana) dalam Hukum Pidana Islam
(fiqh jinayah) adalah sebagai berikut : a. Jarimah qishash yang terdiri atas jarimah
pembunuhan dan jarimah penganiayaan. b. Jarimah hudud yang terdiri atas jarimah zina,
jarimah qadzf (menuduh muslimah baik-baik berbuat zina), jarimah syurb al-khamr
5
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Al Fiqh, Ad Dar Al Kuwaitiyah, cet, VIII, 1968, h. 11.
6
Mukhsin Nyak Umar , Zara Zias : Studi Hukum Pidana , LEGITIMASI, Vol. VI No. 1, Januari-Juni 2017 . h 132
(meminum minuman keras), jarimah al-baghyu (pemberontakan), jarimah al-riddah (murtad),
jarimah al sariqah (pencurian), jarimah al-hirabah (perampokan). c. Jarimah ta’zir yang jenis
jarimahnya di tentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh syar’i diserahkan kepada penguasa,
seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji,
menghianati amanah, dan menghina agama .

B . HUKUM PIDANA POSITIF

Hukum pidana positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang pada saat
ini berlaku dan mengikat secara umum atau secara khusus ditegakkan oleh atau melalui
pemerintah atau pengadilan dalam Negara Indonesia. Secara etimologi, hukum pidana
(strafrecht) terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu: “Hukum (recht) yang berarti aturan atau ketentuan
yang berlaku dan mengikat dalam kehidupan masyarakat, pidana (straf) berarti penderitaan
yang sengaja dibebankan oleh Negara kepada yang terbukti melakuan tindak pidana”.

Dalam hukum positif, kata “tindak pidana” merupakan terjemah dari istilah bahasa
belanda “straafbaarfeit”, namun pembentuk undang-undang di Indonesia tidak menjelaskan
secara rinci mengenai “straafbaarfeit”. Perkataan “feit” itu sendiri didalam bahasa Belanda
berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeelite van de werkelijkheid” sedang
“straafbaar” berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “straafbaar feit” itu
dapat diterjemahakan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang daapat dihukum”, yang
sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahawa yang dapat dihukum
itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun
tindakan.7

Adapun tentang definisi hukum pidana ini terdapat beberapa pandangan yang beraneka
ragam, antara lain : Menurut Mr. PW. PJ. Pompe, Hukum Pidana adalah “Keseluruhan aturan
atau keseluruhan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan
pidananya”. Menurut Van Apeldoorn, hukum pidana adalah “Peristiwa–peristiwa pidana
(yakni peristiwa-peristiwa yang dinak hukum), beserta hukumnya”. Definisi yang diberikan
Pompe sedikit terdapat perbedaaan istilah dengan definisi yagn disampaikan oleh Van
Apeldoorn, yaitu pada istilah perbuatan dan peristiwa pidana. Dari 2 (dua) pendapat tersebut
7
P.A.F. Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984. Hlm. 172
penulis lebih cenderung pada istilah perbuatan pidana, sebab kata tersebut mempunyai
pengertian yang abstrak yaitu menunjukkan kepada dua keadaan yang kongkret: pertama
adanya kejadian tertentu dan kedua, adanya orang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.
Menurut Moelyanto, hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk : Pertama, menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, Kedua, menentukan kapan dan dalam
hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangn itu dapat dikenakan atau
dijatuhi pidana, Ketiga, menentukan dan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan. Kemudian dengan adanya peraturan- peraturan yang telah dibuat oleh Negara
tersebut, maka siapa saja tidak segan-segan melakukan tidak pidana akan dapat segera diambil
tindakan.

C . KAJIAN HUKUM TERHADAP KASUS PENIPUAN MELALUI MEDIA


ELEKTRONIK DITINJAU DARI FIQIH JINAYAH DAN KUHP

1 . PENIPUAN

Tipu perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dansebagainya) dengan
maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung. Penipuan berarti proses,
perbuatan, cara menipu,perkara menipu(mengecoh). Dengan kemudian, berarti yang terlibat
dalam penipuan adalah 2 (dua) pihak, yaitu orang yang menipu disebut dengan penipu dan
orang yang tertipu. Jadi, penipuan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau membuat,
perkataan seseorang yang tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau m
engakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok.

Pengertian penipuan dalam pasal 378 KUHP: Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama
palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
memberi hutang maupun m enghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama empat tahun8.

Unsur-unsur daripada penipuan adalah :

8
Soenarto Soedibroto, KUHP dan KUHAP(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h.232
a. Dengan maksud untuk menguntungkan diri dengan melawan hukum;

b. Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu;

c. Dengan menggunakan salah-satu upaya penipuan

Tindak pidana penipuan yang diatur dalam buku II bab XXV pasal 378- 395 KUHP. Pasal-
pasal tersebut menjelaskan tentang jenis-jenis tindak pidana penipuan dalam KUHP yaitu:

a . Pasal 378 KUHP mengenai tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok;

b. Pasal 379 KUHP mengenai tindak pidana penipuan ringan. Kejahatan ini merupakan bentuk
geprivilegeerd delict atau suatu penipuan dengan unsurunsur yang meringankan;

c. Pasal 379 (a) KUHP merupakan bentuk pokok yang disebut penareikan botol
(flessentrekkerij) yang mengatur tentang tindak pidana kebiasaan membeli barang tampa
membayar lunas harganya. Unsur dari flessentrekkerij adalah unsur menjadikan sebagai mata
pencaharian atau sebagai kebiasaan.

d. Pasal 380 ayat (1) dan ayat (2) KUHP yaitu tindak pidana pemalsuan nama dan tanda atas
sesuatu karya ciptaan orang.

e. Pasal 383 KUHP mengatur tindak pidana penipuan dalam jual-beli, dan sebagainya.

Dalam Islam Orang yang berdusta atau berbohong dikategorikan kedalam golongan
orang-orang munafik. Sebagaimana dalam firman Allah Swt firman Allah SWT surah Al-
Munafiqun/63:1

‫هّٰللا هّٰللا‬
َ ‫ك َل َرس ُْو ُل ِ َۘو ُ َيعْ َل ُم ِا َّن‬
‫ك‬ َ ‫ك ْالم ُٰن ِفقُ ْو َن َقالُ ْوا َن ْش َه ُد ِا َّن‬ َ ‫ِا َذا َج ۤا َء‬
‫َل َرس ُْولُ ٗه َۗوهّٰللا ُ َي ْش َه ُد اِنَّ ْالم ُٰن ِف ِقي َْن َل ٰك ِذب ُْو ۚ َن‬
Terjemahan : Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, “Kami
mengakui, bahwa engkau adalah Rasul Allah.” Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar
Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.

2 . Dasar Hukum dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Penipuan Dalam KUHP Perumusan
dari tindak Pidana Penipuan ini termuat dalam Pasal 378 KUHP sebagai berikut:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
ataupun rangkaian kebohongan, meggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang, diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” Dari rumusan Pasal 378 KUHP
tentang tindak pidana penipuan diatas terdapat unsur unsur pokok, yaitu:

1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Dengan maksud harus diartikan sebagai tujuan terdekat dari pelaku, yakni pelaku hendak
mendapatkan keuntungan. Keuntungan ini adalah tujuan utama pelaku dengan jalan melawan
hukum, pelaku masih membutuhkan tindakan lain, maka maksud belum dapat terpenuhi.
Dengan demikian, maksud tersebut harus ditujukan untuk menguntungkan dan melawan
hukum sehingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang mejadi tujuannya harus
bersifat melawan hukum.

2. Dengan menggunakan salah satu atau lebih penggerak untuk penipuan (nama palsu,
martabat palsu atau keadaan palsu, tipu muslihat dan rangkaian kebohongan).Adapun yang
menjadi penggerak yang digunakan oleh pelaku untuk menggerakkan orang lain adalah
sebagai berikut:

a) Nama palsu Nama palsu dalam hal ini adalah nama yang berlainan dengan nama yang
sebenarnya, meskipun perbedaan tersebut sangan kecil. Apabila penip menggunakan nama
orang lain yang sama dengan nama dan dengan diri dia sendiri, maka penipu dapat
dipersalahkan melakukan tipu muslihat atau susunan perbuatan dusta.
b) Tipu muslihat Tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa
sehinggan perbuatan tersebut menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas kebenaran dari
sesuatu kepada orang lain. Tipu muslihat ini bukanlah ucapan melaikan perbuatan atau
tindakan.

c) Martabat atau keadaan palsu Pemakaian martabat atau keadaan palsu adalah bilamana
seseorang memberikan pernyataan bahwa dia berada dalam suatu keadaan tertentu dan
keadaan itu memberikan hak-hak kepada orang yang ada dalam keadaan tersebut.

d) Rangkaian kebohongan Beberapa kata bohong dianggap tidak cukup sebagai alat
penggerak. Hal ini dipertegas oleh Hoge Raad, menurutnya rangkaian kebohongan adalah:

“terdapat suatu rangkaian kebohongan jika antara berbagai kebohongan itu terdapat suatu
hubungan yang sedemikian rupa dan kebohongan yang satu melengkapi kebohongan yang lain
sehingga mereka secara timbal balik menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah
merupakan suatu kebenaran”. Rangkaian kebohongan itu harus diucapkan secara tersusun
sehingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima secara logis dan benar. Dengan
demikian, kata yang satu memperkuat atau membenarkan kata orang lain. 3. Menggerakkan
orang lain untuk menyerahkan suatu barang kepadanya atau untuk memberi utang maupun
menghapus piutang. Dalam perbuatan menggunakan orang lain untuk menyerahkan barang
diisyaratkan adanya hubungan kausal antara alat penggerak dan penyerahan barang. Hal ini
dipertegas oleh Hoge Raad, bahwa:

“harus terdapat suatu hubungan sebab manusia antara upaya yang digunakan dengan
penyerahan yang dimaksud dari itu. Penyerahan suatu barang yang terjadi sebagai akibat
penggunaan alat-alat penggerak dipadang belum cukup terbukti tanpa menguraikan pengaruh
yang ditimbulkan karena dipergunakannya alat-alat terseut menciptakan suatu situasi yang
tepat untuk menyesatkan seseorang yang normal sehingga orang tersebut terpedaya karenanya,
alat-alat penggerak itu harus menimbulkan dorongan dalam jiwa seseorang sehingga orang
tersebut menyerahkan sesuatu barang”.
Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 jo Undang-undang nomor 19 tahun 2016
tentang informasi dan transaksi elektronik. Salah satu pasal yang mengatur mengenai
kejahatan yang terjadi dalam ecommerce terdapat dalam pasal 28 ayat (1), yaitu:

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.48 Pasal ini
berhubungan dengan suatu kejahatan e-commerce dikarenakan dalam pasal ini menjelaskan
penipuan dalam transaksi elektronik yang terjadi dengan menggunakan media elektronik dan
menyebabkan kerugian bagi konsumennya, sehingga pasal ini dapat dijadikan suatu dasar
hukum untuk menjerat para pelaku penipuan dengan modus penjualan transaksi elektronik
dengan menggunakan media elektronik.Dengan ancaman pidananya terdapat dalam pasal 45
ayat (2): Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat 1
atau ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda Rp
1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

3 . Dasar Hukum dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Penipuan Dalam Hukum Islam

Adapun dasar-dasar hukum dari pada tindak pidana penipuan dalam hukum Islam yang
terdapat didalam Al-Quran sebagai berikut:

Q.S Ali Imran : 77

ٰۤ ُ ‫َ ً اًل‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫اِنَّ الَّ ِذي َْن َي ْش َتر ُْو َن ِب َع ْه ِد ِ َواَ ْي َما ِن ِه ْم ث َمنا َقلِ ْي ا‬
‫ك اَل‬ ‫ى‬
ِٕ ‫ول‬
ُ ‫َخاَل َق َل ُه ْم ِفى ااْل ٰ ِخ َر ِة َواَل ُي َكلِّ ُم ُه ُم هّٰللا ُ َواَل َي ْن‬
‫ظ ُر ِا َلي ِْه ْم َي ْو َم ْال ِق ٰي َم ِة‬
ٌ ‫َواَل ي َُز ِّكي ِْه ْم ۖ َو َل ُه ْم َع َذ‬
‫اب اَلِ ْي ٌم‬
Terjemahan
Sesungguhnya orang-orang yang memperjual belikan janji Allah dan sumpah-sumpah
mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat, Allah tidak akan
menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan
menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.
Dalam surah Al-Imran ayat 77 diatas menerangkan bahwasanya orang-orang yang
mudah saja mempergunakan janji di atas nama Allah, dan mudah saja mengucapkan sumpah-
sumpah untuk membeli harta yag nilainya sedikit. Padahal harta yang hendak dipunyai hanya
sedikit, baik ketika membeli atau ketika mengikat janji yang lain, jika dibangdingkan dengan
harga nama Allah yang dibuat janji atau sumpah itu dan pada kemudian hari tidak bisa
mengembalikan harta yang di janjikannya. Janji Allah pula dikemudian hari adalah azab yang
bagi orang-orang yang seperti ini.

Tiap-tiap jarimah atau jinayah dalam tindak pidana harus mempunyai unsurunsur yang
wajib dipenuhi, yaitu sebagai berikut:

a. Nash yang melarang perbuatan dan mengancamkan hukuman terhadapnya dan unsur ini
bisa disebut unsur formil (rukun syar’i).

b. Adanya tingkahlaku yang membentuk jarimah baik berupa perbuatanperbuatan nyata atau
sikap tidak berbuat dan unsur ini disebut unsur materil (rukun maddi).

c. Pembuat adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dapat diminta pertanggungjawaban
terhadap jarimah yang diperbuatnya dan unsur ini disebut unsur moril (rukun adabi).

Ketiga unsur ini harus terdapat pada suatu perbuatan untuk digolongan kepada jarimah
atau dalam setiap tindak pidana. Disamping unsur umum pada tiap-tiap jarimah juga terdapat
unsur-unsur khusus untuk dapat dikenakan hukuman. Perbedaan unsur-unsur umum dengan
unsur-unsur khusus ialah, pada unsur-unsur umum satu macamnya pada semua jarimah,
sedangkan pada unsurunsur khusus dapat berbeda-beda bilangannya dan macamnya menurut
perbedaan jarimah. Maka unsur-unsur ini merupakan pembeda antara satu tindak pidana
dengan tindak pidana lainnya.

KESIMPULAN :

Berdasarkan uraian dari pembahasan dan kajian yang telah Di uraikan di


atas ,sebelumnya mengenai Tinjauan Hukum Islam Tentang Tindak Pidana Penipuan Pada
Pasal 378 KUHP, maka dalam bab ini penulis dapat menyimpulkan beberapa poin, sebagai
berikut:
1. Dalam hukum Islam apabila suatu kejahatan yang hukumannya belum ditentukan maka
hukuman yang diberikan adalah ta’zir. Dalam kasus ini hukuman yang dapat diberikan kepada
tindak pidana penipuan dalam hukum Islam adalah ta’zir yang mana hukuman ini dapat
berupa hukuman penjara, jilid, diasingkan, ditegur, diperingati, dibunuh, dan lain sebagainya.

2. Sanksi atau hukuman dalam Pasal 378 KUHP pada dasarnya sejalan dengan ketentuan yang
diatur dalam hukum Islam, tetapi terdapat perbedaan dalam hal jaminan terhadap tercapainya
tujuan dari hukum. Dalam hal ini hukuman yang diatur dalam hukum Islam lebih menjamin
terwujudnya tujuan hukuman, yaitu terciptanya keadilan dan terjaminnya kemaslahatan
umum. Kemudian mengenai permasalahan tindak pidana penipuan terdapat persamaan antara
tindak pidana penipuan ini dengan tindak pidana lainnya yang dapat dijadikan pelajaran untuk
penetapan hukum terhadap tindak pidana penipuan, yaitu ghulul, ghasab, sariqah, khianat yang
pada masing-masing tindak pidana tersebut sudah ada peraturannya dalam hukum Islam.

SARAN :

Sebagai penulis Saya merasa bahwa karya ilmiah ini belum dapat di katakana
sempurna, namun untuk itu kita harus tetap memeriksa dan membahas beberapa informasi
yang terdapat di dalam karya ilmiah ini. Dan harapan nya bahwa makalah ini mampu menjadi
sumber Bahan ajar yang relevan terhadap materi yang di bahas .

DAFTAR PUSTAKA

 Sanova,Mirza dwan. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Penipuan


Dalam Pasal 378 Kuhp.Skripsi Hukum Pidana Islam(Aceh: Fakultas Syariah &
Hukum,2019)
 Sumenge, Monica. Penipuan Menggunakan Media Internet Berupa Jual-Beli Online.
Lex Crimen Vol. II/No. 4/Agustus/2013 . H,102
 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), h.251.
 Herman, Pengantar Hukum Indonesia (Makassar: Badan Penerbit Unm, 2012), h. 3
 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Al Fiqh, Ad Dar Al Kuwaitiyah, cet, VIII, 1968, h.
11.
 Mukhsin Nyak Umar , Zara Zias : Studi Hukum Pidana , LEGITIMASI, Vol. VI No. 1,
Januari-Juni 2017 . h 132
 P.A.F. Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,
1984. Hlm. 172
 Soenarto Soedibroto, KUHP dan KUHAP(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011),
h.232

Anda mungkin juga menyukai