Anda di halaman 1dari 31

Usulan Penelitian

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM


MEMUTUS PERKARA TINDAK PIDANA PENIPUAN
(STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TUBEI
NOMOR 9/PID.B/2022/PN TUB)
Tesis

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat S-2

Diajukan Oleh:

MUTIARA AGHASTI
B2A023017

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI PASCASARJANA HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
1

I. ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS


PERKARA TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI TUBEI NOMOR 9/PID.B/2022/PN TUB)
II. LATAR BELAKANG

Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana

dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum.

Menurut Utrecht, “hukum itu adalah Himpunan peraturan berisi tentang

perintah dan larangan yang berguna untuk mengurus tata tertib suatu

masyarakat dan peraturan tersebut harus di taati oleh masyarakat.1

Perkembangan kehidupan di berbagai bidang, melahirkan berbagai

bentuk perilaku yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri.

Perkembangan perilaku tersebut juga melahirkan berbagai bentuk atau

modus kejahatan. Berbagai perbuatan jahat dalam hubungan relasional antar

masyarakat itu telah mendapat pengaturan dalam hukum pidana. Dalam

ilmu kriminologi, keadaan seperti ini disebut dengan kriminalisasi. Hukum

pidana sebenarnya ditujukan untuk menampung berbagai perkembangan

dalam masyarakat, sebagai perwujudan asas legalitas yang menghendaki

bahwa setiap perbuatan jahat atau pelanggaran baru dapat dipidana bilamana

sudah diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan hukum pidana.2

Walaupun sedemikian mungkin hukum pidana ditegakkan dan

peraturan perundang-undangan diberlakukan tidak menutup kemungkinan

1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989 Hal. 38
2
Yoserwan, “Multilevel Marketing (MLM): Modus Kejahatan Yang Dibungkus Bisnis Legal (Tinjauan atas Putusan No.
2582K/Pid.Sus/2011)”, Jurnal Dictum, Edisi 7 Mei 2014, hlm. 3.
2

suatu tindak pidana tetap saja dilakukan oleh masyarakat tentu dengan

berbagai faktor seperti hal nya tindak pidana penipuan.

Saat ini banyak terjadi tindak pidana penipuan, bahkan telah berubah

dengan berbagai macam bentuk, perubahan itu terjadi karena semakin

tingginya tingkat kecerdasan dari pelaku kejahatan. Nilai-nilai kehidupan

masyarakat yang menurun, memiliki peluang tertentu kepada sejumlah

masyarakat untuk melakukan suatu tindak pidana yang erat hubungannya

dengan kepercayaan dan harta kekayaan, yaitu tindak pidana penipuan.

Tindak pidana penipuan merupakan rangkaian kejahatan yang memiliki

objek terhadap benda atau barang untuk dimiliki secara pribadi3

Banyak faktor yang menjadi dasar seseorang melakukan tindak pidana

sepertihalnya Kondisi ekonomi yang rendah menyebabkan seseorang

bertindak kriminal untuk memperoleh keuntungan kemudian jumlah

penggangguran di Indonesia yang semakin meningkat mengakibatkan

timbulnya masalah social, faktor lingkungan, serta adanya kesempatan, dan

keinginan pelaku yang ingin memperoleh uang tanpa harus bekerja keras.

Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar suatu aturan hukum,

yang dapat dikenakan sanksi pidana bagi siapa saja yang melanggar aturan

tersebut, yang ditujukan kepada perbuatan itu, sedangkan ancaman atau

sanksi dapat ditujukan kepada orang yang melakukan kejahatan tersebut. 4

Layaknya suatu penyakit, tindak pidana merupakan hal yang bersifat

3
ZUlkifli, Analisis Yuridis Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Penipuan (Studi Putusan Nomor :
70/Pid.B/2020/Pn.Bpd), Jurnal Ilmu Hukum Reusam ISSN 2302-6219 E-ISSN 27225100 Volume IX Nomor 1 (April
2021) Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh. 13
4
Rusniati Warmiyana Zairi Absi, Martini, “Imposing Restorative Justice Sanctions on Online Loan Users Who Commit
Criminal Fraud and Compensating Online Loan Victims Through Alternative Dispute Resolution,” International Journal of
Social Science Research and Review Vol. 6, no. No. 2 (2023): 140.
3

negatif, merusak, mengganggu, merugikan, dan bahkan mengacaukan pola

kehidupan masyarakat yang dicitacitakan, yaitu tertib, aman, dan damai5.

Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana yang

sering terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal

Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), jumlah kasus penipuan di

Indonesia pada tahun 2023 mengalami kenaikan sebesar 12,2%

dibandingkan tahun 2022. Pada tahun 2022, jumlah kasus penipuan tercatat

sebanyak 25.401 kasus, sedangkan pada tahun 2023 meningkat menjadi

28.521 kasus.6

Tindak pidana penipuan merupakan salah satu kejahatan yang

mempunyai objek terhadap benda atau barang untuk dimiliki secara

pribadi.7 Ketentuan tindak pidana penipuan diatur dalam Buku Kedua Bab

XXV Pasal 378 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan

Hukum Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP) yang

berbunyi: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri

atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau

martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan

menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya,

atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam

karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.

Dalam upaya menanggulangi kejahatan penipuan yang beredar di

mayarakat dibutuhkan penegakkan hukum yang kompeten dan profesional.

5
Mohammad Salim Hafidi, “Analisis Yuridis Putusan Bebas Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Cek Kosong
(Putusan Nomor: 561/PID.B/2016/PN.BJM)” Skripsi (Universitas Jember, 2017), 1
6
Data dari Beranda | Pusiknas Bareskrim Polri di akses pada tanggal 07 desember 2023 pukul 14;30
7
3 weppy susetiyo rex richard sanjaya, “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penipuan Studi Kasus Putusan Perkara nomor
482/pid.b/2018/pn blt,” jurnal supremasi vol. 10, no. no. 1 (2020): 56
4

Hukum sebagai alat kontrol sosial harus tanggap terhadap permasalahan

baru yang terjadi di masyarakat. 8

Proses penegakan hukum dilakukan sebagai upaya hukum yang harus

diterapkan dan ditegakkan. Maka pelaksanaan dari upaya tersebut tersebut,

dilakukan melalui penyelesaian perkara pidana. Menurut L.J. Van

Apeldoorn yang pada intinya9, tujuan hukum ialah membuat situasi damai

dalam pergaulan hidup manusia. Bentuk perlindungan kepentingan hidup

manusia, kemerdekaan, kehormatan, jiwa, harta benda korban dari pelaku

merupakan fungsi dari perdamaian.

Penegakan aturan-aturan hukum di negara hukum seperti Indonesia,

memerlukan adanya suatu institusi yang dinamakan kekuasaan kehakiman

(judikative power) atau suatu badan peradilan. Kekuasaan kehakiman ini

bertugas untuk menegakkan hukum dan mengawasi berlakunya peraturan

perundang-undangan yang berlaku (ius constitutum).

Penegakan hukum pidana dari Kepolisian sampai dengan pengadilan

merupakan sarana penting untuk menghentikan kasus-kasus penipuan

apabila prosesnya dapat dilakukan dengan baik. Khususnya pada tahap

pengadilan yang berfungsi sebagai penentu mengenai salah atau tidaknya

seseorang, sehingga hakim harus memiliki keahlian, integritas, dan

kecermatan dalam memutus suatu kasus tindak pidan penipuan. Selain itu,

dasar pertimbangan hakim merupakan aspek penting yang mempengaruhi

apakah putusan tersebut adil dan dapat dipertanggungjawabkan10.

8
Haeranah Puspitasari Rusdi, Muhadar, “CRIMINAL LIABILITY AGAINST PERPETRATORS OF FRAUDULENT
CRIMINAL ACT BY HYNOSIS,” Tadulako Law Review Vol. 5, no. No. 1 (2020): 136.
9
L.J. van Apeldoorn, 2009, Pengantar Ilmu Hukum (Cet. 32), Jakarta: Pradnya Paramita hal. 10
10
4 Muhammad Rusli, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 125.
5

Hakim adalah salah satu dari berbagai aparat penegak hukum yang

berperan dalam menegakkan hukum sebagaimana terdapat dalam sub sistem

peradilan pidana dengan tugas dan wewenang yang diemban yakni

mengadili dan memutus suatu perkara. Dalam memutus suatu perkaratindak

pidana hakim dapat menjatuhkan sanksi pidana sebagai bentukpenyelesaian

akhir daripada suatu perkara pidana yang mana hal ini disebutjuga sebagai

pemidanaan.11

Dalam memutus perkara tindak pidana penipuan dalam suatu

peradilan yang diputus oleh hakim harus mempertimbangkan berbagai

faktor, seperti unsur-unsur tindak pidana penipuan, alat bukti yang ada, serta

hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak

pidana penipuan merupakan hal yang penting untuk dikaji, mengingat

penipuan merupakan salah satu tindak pidana yang merugikan masyarakat.

Putusan hakim yang tepat akan memberikan kepastian hukum bagi para

pihak yang terlibat dan dapat memberikan efek jera bagi pelaku penipuan.

Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana harus memperhatikan

dakwaan daripada jaksa penuntut umum atau dapat diartikan bahwa hakim

tidak boleh menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana

selaindari pada apa yang telah didakwakan kepadanya oleh jaksa penuntut

umum.12 Hakim dapat menjatuhkan sanksi pidana hanya terhadap pelaku

tindak pidana yang telah terbukti melakukan tindak pidana yang mana

11
Wildan Suyuti Mustofa, Kode Etik Hakim, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group,2013, hlm.6
12
Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan
Hukum Pidana Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor.27 Tahun 1958Tambahan Lembaran Negara Nomor.1660.
“Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang terdahulu
dari perbuatan itu”
6

perbuatannya telah diatur didalam suatu undang-undang sebagaimana

berlakunya asas legalitas yang termaktub dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1)

KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).13

Dalam memutuskan perkara tindak pidana penipuan, hakim perlu

mempertimbangkan berbagai faktor, baik faktor yuridis maupun non-

yuridis. Faktor yuridis yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah unsur-

unsur tindak pidana penipuan yang telah diatur dalam Pasal 378 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Faktor non-yuridis yang perlu

dipertimbangkan antara lain adalah hal-hal yang memberatkan dan

meringankan terdakwa, serta dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana

tersebut. Sama hal nya dengan Pertimbangan hakim dalam memutus suatu

perkara tindak pidana nomor 9/pid.b/2022/PN tub.

Perkara tindak pidana nomor 9/pid.b/2022/PN tub adalah perkara

yang diselesaikan di pengadilan tingkat pertama, perkara ini menjadi

kewenangan Pengadilan Negeri Tubei.

Perkara tindak pidana nomor 9/pid.b/2022/PN tub yang telah diputus

oleh pengadilan negeri tubei dalam perkara tindak pidana penipuan yang

dilakukan oleh 2 orang secara bersama-sama. Tuntutan jaksa dalam perkara

ini adalah keduanya dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana dalam dakwaan. Akan

tetapi dalam putusan Perkara tindak pidana nomor 9/pid.b/2022/PN tub

hakim menyatakan mengadili :

13
Haryanto Dwiatmodio, Penjatuhan Pidana Bersyarat Dalam Kasus Pencurian Kakao, Jurnal Yudisial. Vol.5 No.1, April
2012, hlm.101, diakses dari https://jurnal.komisiyudisial.go.id, pada tanggal 07 Desember 2023 , pukul 13.00 WIB.
7

1) Menyatakan Terdakwa Pulung Kiswanto bin Sukimin tersebut di atas,

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

penipuan sebagaimana dalam dakwaan alternatif ketiga;

2) Menyatakan Terdakwa Rika Maryana binti Najib tersebut di atas,

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif pertama,

dakwaan alternatif kedua, dakwaan alternatif ketiga, dan dakwaan

alternatif keempat;

3) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Pulung Kiswanto bin Sukimin

oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam)

bulan;

4) Membebaskan Terdakwa Rika Maryana binti Najib oleh karena itu

dari semua dakwaan Penuntut Umum;

5) Memerintahkan Terdakwa Pulung Kiswanto bin Sukimin untuk

ditahan;

6) Memerintahkan Terdakwa Rika Maryana binti Najib dibebaskan dari

tahanan segera setelah putusan ini diucapkan;

7) Memulihkan hak-hak Terdakwa Rika Maryana binti Najib dalam

kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya;14

Dari putusan tersebut tentu saja ada perbedaan pemidanaan bagi kedua

terdakwa yang mana dalam perkara ini dalam dakwaan penuntut umum

terdakwa I Pulung Kiswanto Bin Sukimin dan terdakwa II Rika Maryana

Binti Najib secara bersama-sama melakukan tindak pidana penipuan tentu

saja kalau dikaji secara umum keduanya dinayatakan bersalah dan


14
Putusan Pengadilan Negeri Tubei Nomor 9/pid.b/2022/PN tub
8

melakukan tindak pidana, namun hakim memutuskan hal lain terdakwa II

Rika Maryana Binti Najib tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana

dan dibebaskan dari segala dakwaan penuntut umum.

Hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut tentu harus didukung

dengan bukti-bukti yang ada. Pertimbangan hakim memegang peranan yang

penting dalam putusan bebas dan harus mengutamakan nilai-nilai keadilan.15

Dalam perkara ini terdapat masalah yang timbul dan akan dikaji lebih

dalam bahwa apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus

perkara tindak pidana nomor 9/pid.b/2022/PN Tub kemudian Mengapa

putusan terdakwa I dan Terdakwa II tersebut berbeda sedangkan mereka

melakukan tindak pidana secara bersama-sama.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat hakim dalam memutuskan

suatu perkara tentu saja mempunyai pertimbangan-pertimbangan. Dengan

demikian maka menurut penulis perlu dilakukan penjabaran lebih luas

tentang permasalahan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan pemikiran hukum

untuk menelaah lebih lanjut yang kemudian akan dituangkan dalam bentuk

karya tulis ilmiah yang berjudul : ANALISIS PERTIMBANGAN

HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TINDAK PIDANA

PENIPUAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TUBEI

NOMOR 9/PID.B/2022/PN TUB)

III. IDENTIFIKASI DAN RUMUSAN MASALAH

15
Muhammad Ainul Syamsu, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Prenada Media Group),
2016, hlm. 147.
9

A. Identifikasi Masalah

Dalam memutus suatu perkara tentu saja hakim

mempertimbangkan berbagai unsur sama hal nya dengan tindak pidana

penipuan. Putusan hakim dalam perkara tindak pidana penipuan

memiliki peran penting dalam menentukan apakah terdakwa dinyatakan

bersalah atau tidak bersalah, serta seberapa besar hukuman yang akan

dijatuhkan. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji secara mendalam

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut.

Berdasarkan hasil penelusuran literatur, terdapat beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusan perkara tindak pidana penipuan, antara lain:

 Bukti-bukti yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa

 Alasan-alasan yang dikemukakan oleh penuntut umum dan

terdakwa

 Kebijakan hukum yang berlaku

 Pertimbangan hakim terhadap hal-hal memberatkan dan

meringankan

Namun, kajian terhadap faktor-faktor tersebut masih bersifat umum

dan belum dilakukan secara mendalam pada putusan perkara tindak

pidana penipuan tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji

secara mendalam pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

perkara tindak pidana penipuan dengan studi kasus Putusan Pengadilan

Negeri Tubei Nomor 9/PID.B/2022/PN TUB.


10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, penelitian ini akan

merumuskan masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana pertimbangan hakim dalam dalam memutus perkara

tindak pidana nomor 9/pid.b/2022/PN Tub ?

2) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan hakim

dalam memutus perkara tindak pidana tindak pidana nomor

9/pid.b/2022/PN Tub ?

IV. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

a. Maksud

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara

tindak pidana penipuan (studi kasus Perkara no 9/Pid.B/2022/PN Tub).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur tindak pidana

penipuan yang dipertimbangkan oleh hakim, hal-hal yang memberatkan

dan meringankan yang dipertimbangkan oleh hakim, serta pertimbangan

hakim dalam menentukan jenis dan lamanya pidana yang dijatuhkan

kepada terdakwa.

b. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim dalam

dalam memutus perkara tindak pidana nomor 9/pid.b/2022/PN Tub.

2) Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak

pidana tindak pidana nomor 9/pid.b/2022/PN Tub.


11

V. KEGUANAAN PENELITIAN

a. Kegunaan secara teoritis

Kegunaan penelitian secara teoritis adalah untuk mengembangkan ilmu

hukum, khususnya hukum pidana. Penelitian ini dapat memberikan

pemahaman yang lebih baik tentang pertimbangan hakim dalam

memutus perkara tindak pidana penipuan. Hal ini dapat bermanfaat

untuk para akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat umum.

b. Kegunaan secara praktis

Kegunaan penelitian secara praktis adalah untuk memberikan informasi

yang bermanfaat bagi masyarakat. Penelitian ini dapat memberikan

pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana hakim memutus

perkara tindak pidana penipuan. Hal ini dapat bermanfaat untuk

masyarakat dalam memahami hak-hak mereka dan untuk menghindari

terjadinya tindak pidana penipuan.

VI. KERANGKA PEMIKIRAN

A. Kerangka Konsep

1) Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim adalah jantung pada setiap putusan

hakim. Pertimbangan hukum merupakan landasan atau dasar bagi

hakim dalam memutus setiap perkara yang diadilinya. Selain

memuat dasar alasan atau pertimbangan yang logis rasional, juga

memuat pertimbangan lain berupa penafsiran maupun kontruksi

hukum.16

16
Asnawi, M. Nasir, Hermeneutika Putusan Hakim, (Yogyakarta: UUI Press Yogyakarta,2014), hal 86-167
12

Pertimbangan hakim adalah suatu tahapan dimana majelis

hakim mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap selama proses

persidangan berlangsung. Pertimbangan hakim merupakan salah satu

aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu

putusan hakim yang mengandung keadilan dan mengandung

kepastian hukum, disamping itu juga mengandung manfaat bagi para

pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus

disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim

tidak teliti, baik, dan cermat maka putusan hakim yang berasal dari

pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan

Tinggi/Mahkamah Agung.17

Peraturan perundang-undangan sebagai salah satu pedoman

hakim dalam memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan tidak

mungkin dapat mencakup segala segi kehdupan masyrakat dengan

lengkap dan jelas karena begitu luas. Maka hakim dalam hal ini

berperan penting dalam penegakan hukum dipengadilan yang

dituntut untuk mengadili dan menemukan hokum.18

Menurut Undang-Undang No 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman kewenangan hakim dalam memutuskan suatu

perkara terdapat tiga aspek yaitu:a.) Menerima, laporan yang telah

diajukan kepada hakim, mencari keterangan dan barang bukti. b.)

Memeriksa, melihat dengan teliti berkas perkara terdakwa.c.)

memutuskan, hukuman suatu perkara yang sedang diperiksa dan

17
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal 140
18
Nur Fitra Annisa, Peranan Hakim Sebagai Penegak Hukum Berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman,
13

diadili hakim tersebut. Ketika dalam melakukan kewenangan itu

terutama dalam mengadili suatu putusan hakim merupakan mahkota

dan puncak dari suatu perkara yang sedang diperiksa dan diadili

hakim tersebut.19

Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada

terdakwa tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183

KUHAP). Alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a). Keterangan

Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e).

Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui

sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184).20

Pasal 185 Ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa keterangan

seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa

bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya,

sedangkan dalam Ayat 3 dikatakan ketentuan tersebut tidak berlaku

apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya (unus testis

nullus testis).21

Teori dasar pertimbangan hakim, yaitu putusan hakim yang

baik, dan sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan 4

kriteria dasar pertanyaan (the four way test) berupa:22

19
Rimdan, “kekuasaan kehakiman”, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), hlm 36
20
Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan
Pengabdian Hukum. 1998. hal. 11
21
ibid
22
Lilik Mulyadi. Kekuasaan Kehakiman. (Surabaya: Bina Ilmu. 2007).hal 136
14

a. Benarkah putusanku ini?

b. Jujurkah aku dalam mengambil keputusan?

c. Adilkah bagi pihak-pihak putusan?

d. Bermanfaatkah putusanku ini?

Hakim Pengadilan mengambil suatu keputusan dalam sidang

pengadilan, mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu:23

a. Kesalahan pelaku tindak pidana

b. Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana

c. Cara melakukan tindak pidana

d. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi

Dalam Pasal 6 Ayat (2) juga disebutkan mempertimbangkan

ringannya pidana.24 hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik

dan jahatnya terdakwa. Selain itu hakim juga harus

mempertimbangkan dari aspek Yuridis maupun Non Yuridis yang

sebagai berikut:

a. Pertimbangan Aspek Yuridis

Pertimbangan dari aspek yuridis merupakan pertimbangan

hakim yang didasarkan pada fakata-fakta yuridis yang terungkap

didalam persidangan dan telah ditetapkan dalam undang-undang

sebagai suatu hal yang dimuat didalam putusan. Pertimbangan

dari aspek yuridis dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

23
Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2001. hal. 77
24
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Sinar Grafika: Jakarta, 2004), hal. 33
15

Dakwaan ini merupakan dasar hukum acara pidana karena

berdasarkan pemeriksaan persidangan. Dalam dakwaan

selain berisikan identitas terdakwa juga memuat uraian tidak

pidana yang didakwakan penuntut umum digunakan oleh

hakim sebagai bahan pertimbangan pengailan dalam

menjatuhkan putusa. Maka dalam hal ini dapat disimpulkan

bahwa surat dakwaan dapat menjadi suatu pertimbangan

hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kepada

terdakwa.25

2. Keterangan Terdakwa

Dalam KUHAP pasal 184 butir e, digolongkan sebagai alat

bukti keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan

terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan

3. Keterangan Saksi Keterangan saksi dapat dikategorikan

sebagai alat bukti dari keterangan tersebut mengenai suatu

peristiwa pidana yang ia dengar sendiri dan dialami sendiri

yang harus disampaikan di dalam persidangan dengan

mengangkat sumpah. Apabila ternyata yang akan di

terangkan suatu peristiwa pidana yang ia tidak degar, liat

dan dialami sendiri, seharusnya hakim membatalkan status

kesaksian atau tidak mendengar lebih lanjut keterangannya

dan memerintahkan keluar dari persidangan. Keterangan

saksi merupakan suatu pertimbangan utama hakim dalam

putusannya.
25
Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006), hal. 124-125
16

4. Barang-Barang Bukti

Barang bukti merupakan suatu benda yang dapat dikenakan

penyitaan dan diajukan oleh penuntut umum di depan sidang

pengadilan. Barang bukti yang terungkap pada persidangan

akan menambah keyakinan hakim dalam menilai benar

tidaknya perbuatan terdakwa dan apabila barang bukti itu

dikenal atau diakui oleh terdakwa maupun para saksi maka

barang bukti tersebut dapat dipertimbangkan hakim dalam

menjatuhkan putusan.26

5. Pasal-pasal Peraturan Hukum Pidana

Salah satu hal yang sering terungkap dalam persidangan

adalah pasal-pasal peraturan hukum pidana. pasal-pasal ini

bermula pada surat dakwaan jaksa penuntut umum, pasal-

pasal tersebut kemudian dijadikan pertimbangan hakim

sebagai dasar pemindanaan atau tindakan oleh hakim

b. Pertimbangan Aspek Non yuridis

Pertimbangan Aspek Non Yuridis Didalam memutuskan suatu

perkara dan mempertimbangkan layak tidaknya seseorang

dijtuhi pidana seorang haikim didasrkan oleh keyakinan hakim

dan tidak hanya berdasarkan bukti-bukti yang ada. Maka

keadaan-keadaan ini lah sebagai pertimbangan hakim dalam

aspek non yuridis yang sebagai berikut:

1. Latar belakang perbuatan terdakwa

2. Akibat perbuatan terdakwa


26
Ibid.,hal. 130-134
17

3. Keadaan ekonomi terdakwa

4. Kondisi diri terdakwa.

2) Tindak pidana penipuan

Sebelum mengetahui tentang tindak pidana penipuan harus

mengerti terlebih dahulu apa itu tindak pidana. Strafbaar feit atau

delict adalah istilah tindak pidana yang berasal pertama kali dikenal

dalam hukum pidana Belanda. Istilah tersebut di Indonesia

digunakan untuk menyebutkan suatu perbuatan dan/atau pelanggaran

yang melawan serta tidak sesuai dengan peraturan dan norma-norma

yang ada atau terjemahan lain seperti perbuatan pidana, pelanggaran

pidana, perbuatan yang boleh di hukum atau yang dapat dihukum.27

Moeljatno dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana,

mengartikan bahwa hukum pidana dalah bagian dari keseluruhan

hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar

dan aturan untuk.28 :

1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh

dilakukan, yang dilarang, dan disertai ancaman atau sanksi yang

berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar

larangan tersebut.

2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang

telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau

dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

27
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta, P.T Pradnya Paramitha, hlm.37
28
Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta : Jakarta, h. 1
18

3) Menentukan dengan cara bagaimana mengenai pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

larangan tersebut.

Ada beberapa pendapat para ahli yang memaparkan dan

mengemukakan pengertian perbuatan pidana diantaranya adalah

Van Hammel yang telah merumuskan “Strafbar feit” itu sebagai:

“Suatu serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain.

Di dalam buku Tien S. Hulukati memberikan pendapat

bahwa: “Tindak pidana dalam bahasa Belanda disebut

“strafbaarfeit” merupakan tingkah laku tersebut yang dilarang oleh

undang-undang untuk diperbuat oleh orang yang disertai dengan

ancaman pidana (sanksi) yang dapat ditimpakan oleh negara pada

siapa atau pelaku yang membuat tingkah laku yang dilarang

tersebut.”29

Menurut Pompe, dalam bukunya Tien, S.H. “Strafbar feit”

dirumuskan dengan pengertian sebagai berikut: “Suatu pelanggaran

norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang disengaja ataupun

tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang pelaku,

dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu

demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan

hukum”30.

Setelah mengetahui apa itu tindak pidana barulah jelas

denagn apa itu tindak pidana penipuan. Penipuan Bedrog

29
Hj. Tien S. Hulukati dan Gialdah Tapiansari B, Hukum Pidana Jilid 1, Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Bandung,
2006, hlm. 23.
30
Ibid, hal 182
19

(Oplichting), title XXV buku II KUHP berjudul “Bedrog” yang

berarti penipuan dalam arti luas, sedangkan Pasal pertama dari titel

itu, yaitu Pasal 378, mengenai tindak pidana “oplicthing” yang

berati penipuuan tetapi dalam arti sempit, sedang pasal-pasal lain

dari titel tersebut memuat tindak pidana lain yang bersifat penipuan

dalam arti luas31.

Bab XXV Buku II KUHP memuat berbagai bentuk penipuan

yang dirumuskan Dalam 20 Pasal. Diantara bentuk-bentuk

penipuan itu memiliki nama sendiri yang khusus, yang dikenal

sebagai penipuan adalah yang dirumuskan didalam Pasal 378

KUHP :

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri


sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai
nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu, dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
member hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena
penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.32
Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana penipuan yang

terkandung dalam rumusan Pasal 378 KUHP di atas. Maka R.

Sugandhi mengemukakan pengertian penipuan bahwa:33

“Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat


rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan
maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Rangkaian
kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun
demikian rupa yang merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan
benar.”

31
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Adityama, Bandung, 2003, hlm. 36.
32
Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II). PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm. 62.
33
Sugandhi, R., Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1980, hal.396-397
20

B. Kerangka Teori

1. Teori Hukum Pertimbangan

Dengan menggunakan teori hukum pertimbangan ini, penulis

dapat memberikan analisis yang lebih komprehensif mengenai

pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana

penipuan, teori pertimbangan hakim dalam penelitian ini menggali

dasar-dasar dalam pertimbangan hakim apa saja yang digunakan

dalam memutus perkara tindak pidana nomor 9/Pid.b/2022/PN Tub.

Teori pertimbangan hakim menjelaskan bahwa pertimbangan

hakim merupakan aspek vital dalam mewujudkan nilai dari suatu

putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono),

kepastian hukum, dan manfaat bagi para pihak yang bersangkutan.

Hakim dalam menjatuhkan putusannya harus mempertimbangkan

landasan filsafat yang mendasar, yaitu dasar peraturan perundang-

undangan yang relevan dengan pokok perkara, dan motivasi pada

diri hakim yang bertujuan untuk menegakkan hukum serta

memberikan keadilan bagi para pihak yang terkait dengan pokok

perkara.

2. Teori Hukum Legal Reasoning

Legal Reasoning adalah penalaran tentang hukum yaitu

pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang

bagaimana seorang hakim memutuskan perkara/ kasus hukum,

seorang pengacara mengargumentasi-kan hukum dan bagaimana

seorang ahli hukum menalar hukum.34


34
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1993, h.
21

Legal reasoning yang diambil dari substansi hukum yang ada

itu yang harus diterapkan pada putusan yang harus diambil terhadap

perkara yang dihadapkan kepada hakim saat ini35

Dengan pengertian legal reasoning tersebut bahwasannya

Teori hukum legal reasoning adalah teori yang membahas tentang

proses berpikir yang dilakukan oleh hakim dalam memutuskan suatu

perkara. Proses ini dimulai dari penafsiran terhadap hukum positif,

kemudian diikuti dengan penerapan hukum positif tersebut terhadap

fakta-fakta yang terjadi dalam perkara.

Teori legal reasoning telah menjadi salah satu teori hukum

yang paling penting dan berpengaruh dalam sistem hukum modern.

Teori ini telah digunakan oleh hakim dalam memutuskan berbagai

perkara, mulai dari perkara pidana, perdata, hingga administrasi

negara.

Tugas hakim menurut Hakim Agung Amerika Serikat, Oliver

Wendell Holmes Jr., bahwa memutus bukan semata-mata proses

silogisme matematis dan mekanis, namun sebuah makna yang sangat

luas “... the life of the law has not been logic; it is has been

expperience. The felt necessities of the time, the prevalent moral and

political theories, institution of public policy avomed or

unconscious, even the prejudices which judges share with their

fellow ...” Holmes juga mengatakan, “The law embodies the story of

a nation’s development through many centuries, and it can not be

dealt with as if it contained only the axioms and corollaries of a book


35
Simorangkir, J.C.T., et al., Kamus Hukum, Aksara Baru, Jakarta1980, h. 42.
22

of mathematics”. Dengan demikian, putusan hakim merupakan

cerrmin dari sikap, moralitas, serta penalaran.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori hukum legal

reasoning untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam memutus

perkara tindak pidana penipuan. Adanya tahap pertimbangan dalam

teori legal Hukum reasoning ini maka akan memecahkan masalah

dalam menganalisis pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan

nomor 9/Pid.b/2022/PBN tub. Teori hokum legal reasoning Pada

tahap ini, hakim harus mempertimbangkan berbagai faktor yang

relevan dalam perkara untuk menjatuhkan putusan. Faktor-faktor

tersebut dapat berupa fakta-fakta yang terjadi dalam perkara, norma-

norma hukum, asas-asas hukum, dan nilai-nilai keadilan.

VII. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini

adalah tipe penelitian normatif. Penelitian hukum normatif yaitu

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

atau bahan hukum sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan

cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan

literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.36

B. Sumber Data

1. Penelitian Normatif

a) Bahan Hukum Primer

36
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Rajagrafindo Persada,
Jakarta, hlm. 13-14.
23

Yaitu bahan hukum yang diperoleh secara langsung dari

sumber pertama yang terkait dengan permasalahan yang akan

dibahas.37

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoriaktif, yang artinya mempunyai otoritas.38 Bahan bahan

hukum primer terdiri dari undang-undang, catatan-catatan resmi

atau risalah dalam pembuatan undang-undang dan putusan

hakim.

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari:

 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

 Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana

 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tetang

Kekuasaan Kehamkiman

 Putusan Pengadilan Negeri Tubei Nomor 9/Pid.B/2022/

PN Tub.

b) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku sebagai

bahan hukum pelengkap bahan hukum primer. Sumber bahan

hukum sekunder penelitian ini adalah bahan hukum yang

diperoleh dengan melakukan kajian pustaka seperti buku-buku

ilmiah, hasil penelitian dalam pendekatan kasus dan sebagainya.

c) Bahan Hukum Tersier

37
Amiruddin, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 30
38
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, Hlm. 18.
24

yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

berupa kamus hukum dan artikel yang berasal dari website yang

berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini.

2. Penelitian Empirik

a) Data Primer

Data Primer dalam penelitian hukum adalah data yang

diperoleh terutama dari hasil penelitian empiris, yaitu penelitian

yang dilakukan langsung di Pengadilan.39 Sumber data primer

yaitu data yang diambil dari sumbernya atau dari lapangan,

melalui wawancara dengan pihak berkepentingan atau responden

yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan berkaitan

dengan permasalahan yang akan diteliti.

b) Data Sekunder

Data sekunder berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung

data primer. Menurut Soerjo Soekamto menyatakan menyatakan

bahwa data sekunder merupakan data yang antara lain mencakup

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, bahkan hasil- hasil

penelitian yang bersifat laporan Soerjono Sukamto menyatakan

bahwa data sekunder merupakan data yang antara lain mencakup

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil- hasil penelitian

yang berwujud laporan.40

C. Teknik Pengumpulan Data

39
Mukti Fajar & Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
hlm 156
40
Soejono Soekamto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm 12
25

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam melakukan

penelitian ini dengan Penelitian Hukum Normatif Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Mukti Fajar dan Yulianto Achmad , bahwa teknik

pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan

studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum41 baik bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan membaca

dan mempelajari bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan penelitian

ini.

D. Teknik Analisa Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis yuridis

kualitatif. Teknik analisis kualitatif ini dapat digunakan untuk

menganalisis pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak

pidana penipuan, dengan cara mendeskripsikan dan menginterpretasi

pertimbangan hakim tersebut secara mendalam, baik dari segi substansi

maupun konteksnya. Analisis ini mengkaji isi kaidah hukum yang

mengatur tentang pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara,

selanjutnya data yang diperoleh baik bahan primer, bahan sekunder, dan

bahan tersier dikelompokkan dan disusun secara sitematis. Hasil analisis

tersebut dijadikan suatu argumen untuk memecahkan suatu

permasalahan yang dihadapi setelah data dianalisis satu persatu

41
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm
160
26

selanjutnya disusun secara sitematis, sehingga dapat menjawab

permasalahan yang ada di dalam tesis.

VIII. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penelitian ini disusun sistematika yang terbagi dalam 5 (lima)

bab. Setiap bab terdiri dari beberapa subbab yang memperjelas ruang

lingkup masalah yang akan diteliti. Di bawah ini disampaikan sistematika

masing-masing bab sebagai berikut:

JUDUL TESIS
PENGESAHAN
PERNYATAAN
PERSEMBAHAN
ABSTRACT
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Kerangka Pemikiran
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
27

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Amiruddin, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Asnawi, M. Nasir, 2014 Hermeneutika Putusan Hakim, Yogyakarta: UUI


Press.

Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika.

Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan


Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Citra Aditya Bakti.

C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka.

C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana,
Jakarta: P.T Pradnya Paramitha.

Hj. Tien S. Hulukati dan Gialdah Tapiansari B, 2006, Hukum Pidana Jilid 1,
Bandung : Fakultas Hukum Universitas Pasundan.

L.J. van Apeldoorn, 2009, Pengantar Ilmu Hukum (Cet. 32), Jakarta:
Pradnya Paramita.

Lilik Mulyadi, 2007, Kekuasaan Kehakiman, Surabaya: Bina Ilmu.

Moch. Anwar,1989, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II),


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

Muhammad Rusli,2006, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada.

Muhammad Ainul Syamsu,2016, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip


Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Prenada Media Group.

Mukti Arto,2004, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mukti Fajar & Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum


Normatif & Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rimdan, 2012, Kekuasaan Kehakiman, Jakarta: Prenada Media Group.


Rusli Muhammad, 2006, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.

Satjipto Rahardjo, 1998, Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem


Peradilan Pidana. Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian
Hukum.

Soejono Soekamto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif:


Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Simorangkir, J.C.T., et al, 1980, Kamus Hukum, Jakarta: Aksara Baru.

Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo,1993, Bab-bab Tentang Penemuan


Hukum, Jakarta: Citra Aditya Bakti.

Sugandhi, R, 1980, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan


Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional.

Sumadi Suryabrata,2014, Metodologi Penelitian,Jakarta : PT RajaGrafindo


Persada.

Wildan Suyuti Mustofa, 2013, Kode Etik Hakim, Jakarta:Kencana


Prenadamedia Group.

Wirjono Prodjodikoro,2003, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia,


Bandung: Refika Adityama.

B. UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum


acara Pidana.

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

C. JURNAL

Haeranah Puspitasari Rusdi, Muhadar, 2020, CRIMINAL LIABILITY


AGAINST PERPETRATORS OF FRAUDULENT CRIMINAL ACT BY
HYNOSIS,” Tadulako Law Review Vol. 5, no. No. 1.

Haryanto Dwiatmodio, 2012, Penjatuhan Pidana Bersyarat Dalam Kasus


Pencurian Kakao, Jurnal Yudisial. Vol.5 No.1.
Mohammad Salim Hafidi, 2017, Analisis Yuridis Putusan Bebas Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Penipuan Cek Kosong (Putusan Nomor:
561/PID.B/2016/PN.BJM), Skripsi: Universitas Jember.

Rusniati Warmiyana Zairi Absi, Martini, 2023, Imposing Restorative


Justice Sanctions on Online Loan Users Who Commit Criminal Fraud
and Compensating Online Loan Victims Through Alternative Dispute
Resolution,” International Journal of Social Science Research and
Review Vol. 6, no. No. 2.

Weppy susetiyo rex richard sanjaya,2020, “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana


Penipuan Studi Kasus Putusan Perkara nomor 482/pid.b/2018/pn
blt,” jurnal supremasi vol. 10, no. no. 1.

Yoserwan, 2014, “Multilevel Marketing (MLM): Modus Kejahatan Yang


Dibungkus Bisnis Legal (Tinjauan atas Putusan No.
2582K/Pid.Sus/2011)”, Jurnal Dictum.

Zulkifli,2021, Analisis Yuridis Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana


Penipuan (Studi Putusan Nomor : 70/Pid.B/2020/Pn.Bpd), Jurnal
Ilmu Hukum Reusam ISSN 2302-6219 E-ISSN 27225100 Volume IX
Nomor I.

D. INTERNET

Data dari Beranda | Pusiknas Bareskrim Polri di akses pada tanggal 07


desember 2023 pukul 14;30

Anda mungkin juga menyukai