Anda di halaman 1dari 14

PENYELESAIAN PENGANIAYAAN RINGAN DI LUAR PENGADILAN DI TINJAU

DARI PERSPEKTIF RESORATIVE JUSTICE

Disusun oleh:

Muhammad Mariadi

NIM 2108018021

Di bawah bimbingan:

Dr. Mahendra Putra Kurnia, S.H.,M,H. dan Dr. M. Fauzi, S.H., M.H.

Jumlah kata : ± …..

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara hukum (Rechtsstaat) bukan negara didasarkan atas
kekuasaan (macthstaat), hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Suatu negara dikatakan sebagai negara hukum
apabila supermasi hukum dijadikan sebagai landasan penyelenggaraan negara termasuk
memelihara dan melindungi hak-hak warga negaranya. Artinya, bahwa semua sub sistem-nya
termasuk elemen alat kekuasaan negara harus diatur oleh hukum.1

Criminal Justice System atau Law Enforcement System sebagai salah satu sub system
penyelenggaraan negara dalam konteks penegakan hukum pidana. Crimanal Justice System
merupakan suatu sub sistem peradilan pidana yang saling terkait meliputi, kepolisian,

1
Patrialis Akbar, Arah Pembangunan Hukum Nasional Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republic
Indonesia Tahun 1945,Jurnal Universitas Muhammadiyah Jakarta, Tersedia: https://fh.umj.ac.id/arah-
pembangunan-hukum-nasional-menurut-undang-undang-dasar-negara-republik-indonesia-tahun-1945/ diakses
tanggal 14 Juni 2022.
kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan dengan tujuan menaggulangi kejahatan. 2
Menanggulangi diartikan sebagai mengendalikan kejahatan agar berada pada batas toleransi. 3

Adapun penyelengaraan peradilan pidana adalah proses sejak dilakukannya penyidikan


hingga putusan pengadilan yang berstatus res judicata (legally binding; inkracht van
gewaijsde) atau sudah memiliki kekuatan hukum tetap.4 Dalam penanganan tindak pidana,
sistem peradilan pidana Indonesia saat ini masih menggunakan sistem retributive justice yang
berorientasi pada pembalasan dan lebih menekankan pada kepastian hukum. Apabila
penanganan tindak pidana (extra ordinary crime, tindak pidana biasa, dan bermotif ringan)
tidak dibedakan, khususnya tindak pidana yang kerugiannya dimungkinkan dapat dipulihkan
kembali, tentunya dapat mengorbankan rasa keadilan dan reaksi sosial terhadap korban.
Korban disini tidak hanya sebagai pihak yang dirugikan dari tindak pidana, melainkan juga
tersangka turut sebagai korban sistem peradilan pidana yang tidak sesuai dengan hakikat
tujuan pidana yakni keadilan bagi kedua belah pihak. Dalam aplikasinya juga telah terjadi
penumpukan perkara, pengeluaran biaya mahal, bahkan overcapacity di lembaga
pemasyarakatan. Oleh sebab itu, diperlukan tindakan alternatif yang optimal dari aturan-
aturan yang berlaku, yaitu berupa tindakan diskresi.5

Menurut Soebekti, diskresi adalah kebijaksanaan atas dasar pertimbangan keadilan


semata- mata dengan tidak terikat kepada ketentuan undang- undang.6 Sedangkan menurut
Satjipto Rahardjo, kewenangan diskresi ini pada hakekatnya bertentangan dengan prinsip

2
Mardjono Reksodipuro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia : Melihat Kepada Kejahatan Dan Penegakan
Hukum Dalam Batas- Batas Toleransi¸Jakarta : Fakultas Hukum Indonesia, 1993, h. 1. Tersedia:
http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210389015/2351Full_buku_-
_Sistem_Peradilan_Pidana_Indonesia.pdf diakses tanggal 14 Juni 2022.
3
Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Prespektif Teoritik dan Praktik Peradilan, Bandung : Mandar
Maju, 2007, hlm 5. Tersedia: https://arenahukum.ub.ac.id diakses tanggal 15 Juni 2022.
4
Anas Yusuf, Implementasi Restorative Justice Dalam Penegakan Hukum Oleh Polri Demi Mewujudkan
Keadilan Substantif, Jakarta : Penerbit Universitas Tri Sakti, 2016, h. 3. Tersedia:
http://repository.trisakti.ac.id/usaktiana/index.php/home/detail/detail_koleksi/0/BDS/judul/00000000000000088
423/ diakses tanggal 14 Juni 2022.
5
M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Jakarta : Pradnya Paramita, 1991, h.
3Tersedia:https://books.google.co.id/books?id=xhVNDwAAQBAJ&pg=PA80&lpg=PA80&dq=M.+Faal,+Peny
aringan+Perkara+Pidana+Oleh+Polisi+(Diskresi+Kepolisian),+Jakarta+:+Pradnya+Paramita,+1991,+h&source
=bl&ots=bLsl7eeGfr&sig=ACfU3U2utcfwD_EdUVnKStiP4J_cK0jZlA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjz3q7H
6bv4AhV7ZWwGHRYfDgsQ6AF6BAgfEAM#v=onepage&q=M.%20Faal%2C%20Penyaringan%20Perkara%
20Pidana%20Oleh%20Polisi%20(Diskresi%20Kepolisian)%2C%20Jakarta%20%3A%20Pradnya%20Paramita
%2C%201991%2C%20h&f=false diakses tanggal 14 Juni 2022.
6
R. Soebekti, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1980, h. 4
Tersedia:https://books.google.co.id/books?id=BO9mEAAAQBAJ&pg=PA434&lpg=PA434&dq=R.+Soebekti,+Ka
mus+Hukum,+Jakarta+:+Pradnya+Paramita,+1980,+h.+4&source=bl&ots=6kz18eUOCw&sig=ACfU3U1hHHxED
GoYA3GgxvUb0y7F3WQsFg&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjyp-
SK6bv4AhW1T2wGHYHUCZoQ6AF6BAgdEAM#v=onepage&q&f=false diakses tanggal 15 Juni 2022.
negara berdasarkan kepastian hukum. Tetapi, suatu tatanan dalam masyarakat yang sama
sekali dilandaskan pada hukum juga merupakan suatu ideal yang tidak akan dapat dicapai.
Oleh karena itu, sesungguhnya diskresi merupakan kelengkapan dari system pengaturan
hukum itu sendiri. Lebih lanjut, menurut Skolnick, adalah keliru untuk berpendapat, bahwa
diskresi disamakan begitu saja dengan kesewenangwenangan atau berbuat sekehendak hati
polisi.7

Kepolisian sebagai salah satu sub system dari criminal justice system mempunyai tugas
penegak hukum in optima forma. Polisi adalah hukum yang hidup, karena di tangan polisi
hukum dapat mengalami perwujudannya. Di dalamnya banyak dijumpai keterlibatan manusia
sebagai pengambil keputusan. Hal-hal yang bersifat filsafati dalam hukum biasa
ditransformasi menjadi ragawi dan manusiawi.8

Kepolisian diberi kewenangan berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) butir j UU No. 8 Tahun 1981
tentang KUHAP, Pasal 16 Ayat (1) dan Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang berupa, “dapat mengambil tindakan lain”, dengan “syarat-
syarat tertentu” atau disebut dengan “diskresi”. Kewenangan tersebut Penyidik dapat
melakakukan tindakan diskresi dalam bentuk menghentikan, mengenyampingkan, atau tidak
melakukakan tindakan terhadap suatu pelanggaran yang telah ditetapkan oleh undang-
undang. Artinya, penyidik dituntut untuk memilih dengan kebijakan bagaimana ia harus
bertindak. Otoritas yang ada padanya berdasarkan aturan-aturan resmi, dipakai sebagai dasar
pembenaran untuk menempuh cara yang bijaksana dalam menghampiri kenyataan tugasya
berdasarkan pendekatan moral, kemanusiaan dan hati nurani dari ketentuan-ketentuan
formal.9 Penggunaan pasal yang dimaksud membuka celah pintu masuknya proses alternatif
penyelesaian pidana berdasarkan konsep restorative justice

Diterbitkannya PERKAP No. 14 Tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan Tindak


Pidana jo. Surat Edaran Kapolri No.: SE/8/VIII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif
(Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana menyatakan bahwa pelaksanaan
kewenangan penyelidikan dan/atau penyidikan tindak pidana oleh Penyidik Polri yang
menerapkan prinsip restorative justice dalam metode penyidikannya didasarkan pada
ketentuan KUHAP dan ketentuan dalam UU No.2/2002 tentang Kepolisian NRI.
7
Satjipto Raharjdo, Op. Cit, h. 111.
8
Satjipto Raharjdo, Masalah Penegakan Hukum :Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung : CV Sinar Baru, 1991, h.
95. Tersedia: https://core.ac.uk/download/pdf/11722745.pdf diakses tanggal 15 Juni 2022.
9
Mahrus Ali, Sistem Peradilan Pidana Progresif; Alternatif Dalam Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta :
FH UII, Jurnal Hukum, No. 2 Vol. 14, 2007, h. 221.Tersedia:https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/view/1064
diakses tanggal 16 Juni 2022.
Konsep restorative justice merupakan suatu model pendekatan dalam upaya penyelesaian
tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan membawa kepentingan korban
dan pelaku bersama- sama duduk dalam suatu pertemuan untuk bersama-sama berbicara
dalam proses penyelesaian perkara pidana.10 Pendekatan restorative justice diasumsikan
sebagai model dan mekanisme yang bekerja di luar sistem peradilan pidana untuk menangani
permasalahan dalam sistem peradilan pidana itu sendiri maupun perkara-perkara pidana pada
saat ini.11

Jika konsep restorative justice diterapkan dalam proses penegakan hukum maka tidak
menutup kemungkinan akan menjawab atas pelbagai kekecewaan penegakan hukum selama
ini yang belum juga merefleksikan asas keadilan sebagai tujuan hukum. Penanganan perkara
pidana utamanya para pelaku tindak pidana yang kerugiannya tidak merugikan negara, justru
diproses, dituntut, dan dijatuhi pidana di pengadilan. Padahal, menurut masyarakat pun
perkara- perkara pidana yang kerugiannya kecil, sangat kurang layak untuk diselesaikan di
pengadilan.12

Contohnya, penanganan tindak pidana penganiayaan Pasal 351 Ayat (1) KUHP dengan
No. Perkara LP/B/06/II/2018/Jateng/Res. Pbg/Sek. Mrebet, korban mendapatkan kekerasan
fisik yang dilakukan oleh tersangka. Atas laporan tersebut Kapolsek Mrebet memproses dan
melengkapi berkas penyidikan. Kapolsek melalui kewenangannya mengarahkan kepada
pihak korban bahwa perkara tersebut dapat diselesaikan secara restorative justice. Walaupun
sempat menolak, akhirnya pihak korban bersedia untuk berdamai dengan tersangka.

Hal ini menunjukan bahwa tindak pidana penganiayaan merupakan salah satu tindak
pidana yang dapat diselesaikan secara restorative justice oleh para pihak. Restorative justice
merupakan suatu penyelesaian perkara yang menitikberatkan pada adanya partisipasi
langsung pelaku, korban, dan masyarakat. Tidak semua tindak pidana harus ditempuh melalui
proses persidangan. Dengan mengutamakan perdamaian secara musyawarah untuk mencapai
mufakat merupakan mekanisme integral dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. 13

10
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2009, h. 180. Tersedia:
https://fhukum.unpatti.ac.id diakses tanggal 15 Juni 2022.
11
Khairul Saleh Amin, Perkernbangan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta : Pamator Press, 2010, h.
90. Tersedia: http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10325/1/Skripsi%20Full22(Autosaved).pdf diakses tanggal
16 Juni 2022.
12
Anas Yusuf, Op. Cit, h. 19.
13
Muhaimin,Restoratif Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Ringan,Jurnal Penelitian Hukum De Jure,
June,2019,Tersedia:https://www.researchgate.net/publication/337785467_Restoratif_Justice_dalam_Penyelesaia
n_Tindak_Pidana_Ringan diakses tanggal 16 Juni 2022.
perbuatannya. Indikator penghukuman diukur dari sejauh mana narapidana (napi) tunduk
pada peraturan penjara. Jadi, pendekatannya lebih ke keamanan (security approach).14

(Restorative justice) adalah sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam
pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama untuk
menyelesaikan secara bersama-sama begaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran
tersebut demi kepentingan masa depan). Dari defenisi tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa penyelesaian dalam suatu tindak pidana dengan mengunakan Restorative justice lebih
mengutamakan terjadinya kesepakatan antara pihak yang berpekara, dengan kepentingan
masa depan. Sedangkan menurut kriminolog Adrianus Meliala, model hukuman restoratif
diperkenalkan karena sistem peradilan pidana dan pemidanaan yang sekarang berlaku
15
menimbulkan masalah. Dalam sistem kepenjaraan sekarang tujuan pemberian hukuman
adalah penjeraan, pembalasan dendam, dan pemberian derita sebagai konsekuensi
perbuatannya. Indikator penghukuman diukur dari sejauh mana narapidana (napi) tunduk
pada peraturan penjara. Jadi, pendekatannya lebih ke keamanan (security approach).16

B. Rumusan Masalah

1.Bagaimana implementasi penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan di luar


pengadilan dalam Perspektif Restorative Justive ?

2. Bagaimana problematika implementasi penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan di


luar pengadilan dalam Perspektif Restorative Justive ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini menyasar dua hal yang menjadi persoalan penelitian.Pertama,
mengkaji, menganalisis, dan mengetahui implementasi tindak pidana penganiayaan

14
Iba Nurkasihani,Restorative Justice, Alternatif Baru Dalam Sistem Pemidanaan, Pelaihari, 2019, h. 1
Tersedia: https://www.jdih.tanahlautkab.go.id/artikel_hukum/detail/restorative-justice-alternatif-baru-dalam-
sistem-pemidanaan diakses tanggal 16 Juni 2022.
15
Adrianus Meliala s, Hukum, Resolusi Konflik dan Keadilan Alternatif, Jurnal Polisi Indonesia April 2004
https://simposiumjai.ui.ac.id/wp-content/uploads/20/2020/03/8.1.2-Adrianus-Meliala.pdf diakses tanggal 15
Juni 2022.
16
Iba Nurkasihani,Restorative Justice, Alternatif Baru Dalam Sistem Pemidanaan, Pelaihari, 2019, h. 1
Tersedia: https://www.jdih.tanahlautkab.go.id/artikel_hukum/detail/restorative-justice-alternatif-baru-dalam-
sistem-pemidanaan diakses tanggal 17 Juni 2022.
penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan di luar pengadilan dalam Perspektif
Restorative Justive.kedua, Mengkaji, menganalisis, dan mengetahui problematika implementasi
penyelesaian tindak pidana penganiayaan ringan di luar pengadilan dalam Perspektif
Restorative Justive

D. Landasan Teori

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, “Indonesia adalah negara hukum”. Negara hukum berarti baik pemerintah maupun
warga negara dalam bertindak harus berdasarkan hukum, sebagaimana termaktub dalam
Pasal 27 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa, “Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Namun, Indonesia sebagai negara hukum
memiliki ciri khas yang berbeda, yaitu Pancasila diletakkan sebagai dasar pokok dan sumber
hukum yang berasaskan kekeluargaan dan kerukunan.

Salah satu implementasinya dalam konteks penegakan hukum pidana yaitu,


penyelenggaraan Criminal Justice System yang tidak berseberangan dengan hukum yang
17
menjunjung asas beracara yang adil dan wajar (due process of law). Criminal Justice
System sebagai salah satu sub system penyelenggaraan negara dalam penegakan hukum
pidana diwujudkan adanya aturan formal yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP Republik Indonesia.

Model pemeriksaan perkara pidana yang dilandaskan due process oleh KUHAP adalah
prosedur ketat, manusiawi, yang didukung sikap batin penegak hukum untuk menghormati
hak masyarakat. Namun kenyataannya, tidak memperlihatkan hubungan signifikan terhadap
komitmen dan persoalan susbtantif yang sering dikesampingkan. Misalnya, penyelesaian
secara penal pada perkara tindak pidana penyaniayaan, korban seringkali dilupakan dan
pelaku tidak diberi kesempatan untuk bertanggungjawab memperbaiki kesalahnnya kepada
korban. Padahal kerugian tindak pidana tersebut masih dapat dilakukan upaya pemulihan.
Cara penyelesaian perkara pidana seharusnya tidak semata-mata mengedepankan hukum

17
Hebert L Packer, 1968, The Limits of the Criminal Sanction, Oxford University Press, hlm. 164 – 165.
Tersedia: https://antikorupsi.org/sites/default/files/dokumen/Eddy%2520OS%2520Hiariej-
Beberapa%2520Catatan%2520RUU%2520KUHAP%2520dalam%2520Hubungannya%2520dengan%2520Pem
berantasan%2520Tindak%2520Pidana%2520Korupsi.pdf diakses tanggal 17 Juni 2022.
daripada keadilan. Fenomena peradilan tersebut pada akhirnya akan membentuk pencari keadilan
18
tidak mampu untuk mendapatkan keadilan.

Celah antara cita-cita keadilan dan praktik pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari
menurut pandangan John Rawls mengenai keadilan bahwa keadilan seperti dua sisi mata
uang yang tidak terpisahkan. Keadilan mengandung prinsip equality yang termaktub dalam
kalimat, “Setiap warga negara bersamaan haknya di hadapan hukum. Di sisi lain, keadilan
juga mengandung prinsip perbedaan (difference) yaitu memberikan kewajiban kepada
pemerintah untuk memberikan perlindungan dan perlakuan khusus kepada warga negara. 19

Untuk menggali keadilan yang substantif, aparat penegak hukum utamanya kepolisian
dapat memilih kebijakan diskresi secara progresif. Berdasarkan pada Pasal 13, Pasal 16 ayat
(1), dan Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
penyidik dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap
peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahan peraturan (changing the law).20
Otoritas yang ada padanya berdasarkan aturan-aturan resmi, dipakai sebagai dasar
pembenaran untuk menempuh cara yang bijaksana dalam menghampiri kenyataan tugasya
berdasarkan pendekatan moral, kemanusiaan dan hati nurani dari ketentuan-ketentuan formal.

Salah satu praktik diskresi yang dilakukan oleh penyidik Polsek Mrebet Purbalingga yaitu
menyelesaikan perkara tindak pidana penganiayaan dengan restorative justice. Berdasarkan ketentuan
pada Surat Edaran Kapolri No: SE/8/VIII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative
Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana, restorative justice merupakan suatu penyelesaian
perkara pidana di luar peradilan pidana. Menurut Bagir Manan sebagaimana dikutip oleh Anas, 21
bahwa hakikat restorative justice mengandung asas yang dapat mewujudkan partisipasi bersama
antara pelaku, korban, dan kelompok masyarakat dalam penyelesaian suatu peristiwa tindak pidana.
Selain itu, mereka diposisikan sebagai stakeholders yang berkerjasama dan berupaya langsung
menemukan penyelesaian yang dianggap adil bagi semua pihak. Peran serta masyarakat diberi ruang
yang luas dalam menentukan hukum yang seimbang dan adil.

18
Jonlar Purba, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Bermotif Ringan Dengan Restorative Justice,
Jakarta : Jala Permata Aksara, 2017, h. 74.
Tersedia:http://perpus.unpam.ac.id/index.php?p=show_detail&id=30014&keywords= diakses tanggal 18 Juni
2022.
19
Ibid, h. 48.
20
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2000, h. 181.
21
Anas Yusuf, Op.Cit, h. 39. Tersedia: https://www.neliti.com/publications/178378/resensi-buku-book-review-
satjipto-rahardjo-ilmu-hukum-bandung-pt-citra-aditya-20 diakses tanggal 18 Juni 2022.
Untuk menentukan hukum yang seimbang dan adil, menurut John Rawls ada dua prinsip
keadilan yang harus dicapai. Prinsip pertama, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi
semua orang. Prinsip kedua menyatakan bahwa ketimpangan sosial dan ekonomi harus diatur
sedemikian rupa sehingga (a) dapat diharapkan memberi keuntungan bagi semua orang, dan
(b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang.22

Dua prinsip keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls menunjukan bahwa setiap
orang memiliki hak yang sama atas kebebasan yang luas dan untuk mencapainya perlu
dilakukan penyetaraan untuk mencapai keadilan. Keadilan juga dicapai dengan
mengutamakan pemberian keuntungan bagi semua orang dan membuka kesempatan atau
akses bagi semua orang untuk berpartisipasi mewujudkan keadilan sehingga semua orang
dapat diuntungkan.

Hal ini menunjukan bahwa penting adanya restorative justice yang dilakukan oleh
kepolisian untuk menggali hukum yang berkeadilan dan progresif sebagaimana yang
dikemukakan oleh Satjipto Raharjdo. Hukum progresif mempunyai beberapa karakteristik.23
Pertama, paradigma hukum progresif bahwa hukum adalah untuk manusia, artinya hukum
bukan sebagai titik sentral dalam berhukum, melainkan manusialah yang berada di titik pusat
perputaran hukum

Kedua, hukum progresif menolak untuk mempertahankan keadaan status quo karena melihat
perkembangan hukum di masyarakat yang sangat dinamis. Ketiga, untuk mengantisipasi
hambatan-hambatan dalam menggunakan undang-undang yang memiliki resiko bersifat
kriminogen. Keempat, hukum progresif memberikan perhatian besar terhadap peranan
perilaku manusia dalam hukum. Peranan manusia di sini merupakan konsekuensi terhadap
pengakuan, bahwa sebaiknya kita tidak berpegang secara mutlak kepada teks formal.

Karakteristik hukum progresif kaitannya dengan penanganan kasus tindak pidana secara
restorative justice oleh kepolisian adalah kepolisian harus melaksanakan tugas dan
kewenangannya berdasarkan pendekatan moral, kemanusiaan dan hati nurani dari ketentuan-
ketentuan formal. Misalnya dalam perkara tindak pidana penganiayaan yang telah disebutkan,

22
John Rawls, A Theory of Justice : Teori Keadilan, terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2011, h. 72. Tersedia: https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4263/1/MAWARDI-
FUH.pdf diakses tanggal 18 Juni 2022.
23
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Progresif, Jakarta : Kompas, 2010, h. 61-68.
Tersedia:https://nasional.kompas.com/read/2010/01/20/07215612/~Nasional diakses tanggal 18 Juni 2022.
apabila pelaku berhasil dipenjarakan, apakah pemenjaraan merupakan solusi terbaik untuk
mempertanggung jawabkan kesalahannya terhadap korban? 24

Dapat dikemukakan bahwa polisi memiliki peluang yang besar untuk menjadi penegak
hukum progresif dengan adanya surat edaran mengenai restorative justice. Surat edaran
tersebut menyediakan peluang agar polisi dapat menjawab perkembangan kebutuhan hukum
masyarakat serta memenuhi rasa keadilan semua pihak. Dengan cara hukum yang progresif
oleh polisi merupakan cara berhukum untuk membangun diri kepolisian sehingga berkualitas
25
untuk melayani dan membawa rakyat kepada kesejahteraan dan kebahagiaan.

Inti dari teori ini terletak pada berpikir dan bertindak progresif dengan membebaskan
kekakuan akibat terbelenggu oleh teks hukum. Sebab, bagaimanapun teks hukum bukan
sekedar skema yang final, melainkan hukum akan selalu berada dalam status law in making.26

Penyelesaian perkara melalui restorative justice dalam hukum Islam tidak diatur secara
tersurat. Namun, terdapat nilai-nilai yang bersinggungan dengan Lembaga Pemaafan sebagai
ciri khas hukum pidana Islam. Dalam hal ini adalah diyat. Diyat dalam konteks ini adalah
hukuman pengganti qisas sebagai alternatif apabila korban atau keluarganya memaafkan
tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan. 27

Nilai-nilai restorative yang terdapat pada lembaga pemaafan diantaranya mewujudkan konsep
martabat manusia, penghormatan, dan keterlibatan manusia. Salain itu, penyelesaian ini juga
yang memperhatikan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab bagi para pihak juga sesuai
dengan ideologi dan budaya bangsa Indonesia. Dengan menempuh restorative justice tidak
semua perkara pidana harus diselesaikan di meja persidangan, namun diselesaikan oleh para
pihak.28

E. Keaslian Penelitian
24
Prayogo Kurnia, Resti Dian Luthviati, Restika Prahanela, Penegakan Hukum Melalui Restorative Justice
Yang Ideal Sebagai Upaya Perlindungan Saksi Dan Korban, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta Tersedia:https://media.neliti.com/media/publications/23105-ID-reformasi-kebijakan-sertfifikasi-halal-
majelis-ulama-indonesia-mui-sebagai-bentu.pdf diakses tanggal 15 Juni 2022.
25
Satjipto Raharjo, Biarkan Hukum Mengalir, Jakarta : Kompas, 2008, h. 147. Tersedia:
http://balaiyanpus.jogjaprov.go.id/opac/detail-opac?id=1043 diakses tanggal 18 Juni 2022.
26
Satjipto Raharjo, Hukum Progresif, Yogyakarta : Genta Publising, 2009, h. 1
27
Iskandar Iskandar, Syaibatul Hamdi, M. Ikhwan M. Ikhwan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi
Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, MAQASIDI: Jurnal Syariah dan
Hukum, Jun 30, 2021. Tersedia: https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/99586320216637633 diakses
tanggal 19 Juni 2022.
28
Ammar Muzaki Maftuh, Restorative Justice Tindak Pidana Penganiayaan (Pasal 351 Ayat (1) Kuhp) Dalam
Tingkat Penyidikan Di Polsek Mrebet Purbalingga, Ilmu Hukum Fakultas Syari‟Ah Dan Hukum Universitas
Islam Negeri Walisongo Semarang 2019 Tersedia:
http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10325/1/Skripsi%20Full22(Autosaved).pdf diakses tanggal 19 Juni 2022.
Setidaknya terdapat tiga penelitian terdahulu yang memiliki irisan kemiripan tema atau
materi dengan penelitian Penulis yaitu:

1. Cacuk Sudarsono,2015,Unnes Law Journal,Pelaksanaan Mediasi Penal Dalam


Penyelesain Tindak Pidana Penganiayaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dasar hukum pelaksanaan medisai penal terhadap kasus penganiayaan.
2. Ni Nyoman Ayu Pulasari Dewi,Dantes,2021,Jounal Undiksha, Implementasi Prinsip
Restorative Justice Pada Perkara Tindak Pidana Penganiayaan Biasa Di Polres
Buleleng. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa terkait
hambatan implementasi prinsip restorative justice pada perkara tindak pidana
penganiayaan ringan.
3. Herlina Manullang, 2020, Journal of Legal Opinion, Penyelesaian Tindak Pidana
Biasa Bermotif Ringan Dengan Restoratif Justice Sebagian Bentuk Upaya
Pembaharuan Hukum Pidana. Penyelesaian tindak pidana biasa bermotif ringan
dengan model restorative justice, dapat dilakukan jika syarat -syarat restorative justce
telah terpenuhi.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Doctrinal yang mengandung karakter normatif


dengan sasaran penelitian pada sekumpulan norma, pada tingkat aplikasi, atau kedalaman
penelitian.29 Pendekatan ini sampai pada menganalisis legal theory, jurisprudence, dan legal
philosopy. Serta tidak menghindari penggunaan fakta tertentu sebagai pendukung dalam
analisis penelitian.30 Dalam pendekatan ini penulis menganalisis instrumen regulasi yang
ideal pada tataran praktik penyelesaian penganiayaan ringan di luar pengadilan di tinjau dari
perspektif resorative justice dan aspek hukum yang dapat mengakomodir penyelesaian
penganiayaan ringan di luar pengadilan di tinjau dari perspektif resorative justice justice yang
berbasis nilai keadilan melalui teori hukum, prinsip, dan doktrin hukum.

2. Sumber Bahan Hukum

29
Muhamad Muhdar, 2019, Penelitian Doctrinal dan Non Doctrinal Pendekatan Aplikatif dalam Penelitian
Hukum. Mulawarman University Press. Samarinda, hlm 9-12.
30
Ibid.
Sumber bahan hukum yang digunakan memiliki pengaruh yang besar, dalam penelitian
ini sumber bahan hukumnya terdiri dari: Pertama, Bahan hukum primer31 yang diperoleh dari
peraturan perundang-undangan, Yurisprudensi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Peraturan Polri No. 8
Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, serta
bahan hukum lain yang masih berlaku serta relevan dengan penelitian ini. Kedua, bahan
hukum sekunder berupa buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu, dan literatur lain yang
berkaitan. Ketiga, bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus
hukum dan Ensiklopedia.

3. Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang diperoleh selama penelitian akan dianalisis secara mendalam untuk
mendeskripsikan jawaban atas penelitian yaitu:

Rumusan Masalah (R1):

Terkait dengan mplementasi prinsip restorative justice pada perkara penganiayaan ringan
telah diatur dalam Peraturan internal Polri yaitu pada Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan
Restoratif yang dimana dalam pelaksanaannya khususnya pada perkara tindak pidana
penganiayaan biasa telah terlaksana dengan baik dari segi prosedural. Pada dasarnya perkara
tindak pidana dapat dihentikan pada tahap penyelidikan dan/atau penyidikan berdasarkan
keadilan restoratif hanya pada tindak pidana yang bukan tindak pidana berat.

Rumusan Masalah (R2):

Terkait dengan aspek hambatan dalam pelaksanaan restorative justice pada perkara
penganiayaan biasa yaitu dalam pelaksanaannya seringkali pihak korban dan pelaku
melakukan perdamaian disaat SPDP sudah dilimpahkan ke penuntut umum di kejaksaan.
Selain itu pihak korban dan pelaku tidak menemukan kesepakatan untuk berdamai sehingga
perkara berlanjut terus sampai ke pengadilan. Kemudian upaya yang dilakukan penyidik
adalah dengan melampirkan surat ketetapan penghentian penyidikan ke penuntut umum.

31
Morris L Cohen & Ibrahim R., 1994, Sinopsis Penelitian Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hal. 1.
Tersedia:https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/3b9fb76e1efe7796feb49cfd39326173.pdf
diakses tanggal 19 Juni 2022.
4. Alokasi Waktu Penelitian Tahapan dalam penelitian yaitu, penyusunan desain penelitian,
seminar desain penelitian, studi pustaka dan penelitian, penyusunan laporan, serta publikasi.
Semua tahapan akan dilaksanakan selama delapan bulan.

Daftar Referensi

Adrianus Meliala s, Hukum, Resolusi Konflik dan Keadilan Alternatif, Jurnal Polisi Indonesia
April 2004 https://simposiumjai.ui.ac.id/wp-content/uploads/20/2020/03/8.1.2-
Adrianus-Meliala.pdf diakses tanggal 15 Juni 2022.
Ammar Muzaki Maftuh, Restorative Justice Tindak Pidana Penganiayaan (Pasal 351 Ayat
(1) Kuhp) Dalam Tingkat Penyidikan Di Polsek Mrebet Purbalingga, Ilmu Hukum
Fakultas Syari‟Ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2019
Tersedia:
http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10325/1/Skripsi%20Full22(Autosaved).pdf
diakses tanggal 19 Juni 2022.
Anas Yusuf, Implementasi Restorative Justice Dalam Penegakan Hukum Oleh Polri Demi
Mewujudkan Keadilan Substantif, Jakarta : Penerbit Universitas Tri Sakti, 2016, h. 3.
Tersedia:
http://repository.trisakti.ac.id/usaktiana/index.php/home/detail/detail_koleksi/0/BDS/j
udul/00000000000000088423/ diakses tanggal 14 Juni 2022.
Anas Yusuf, Op.Cit, h. 39. Tersedia: https://www.neliti.com/publications/178378/resensi-
buku-book-review-satjipto-rahardjo-ilmu-hukum-bandung-pt-citra-aditya-20 diakses
tanggal 18 Juni 2022.
Hebert L Packer, 1968, The Limits of the Criminal Sanction, Oxford University Press, hlm.
164 – 165. Tersedia:
https://antikorupsi.org/sites/default/files/dokumen/Eddy%2520OS%2520Hiariej-
Beberapa%2520Catatan%2520RUU%2520KUHAP%2520dalam%2520Hubungannya
%2520dengan%2520Pemberantasan%2520Tindak%2520Pidana%2520Korupsi.pdf
diakses tanggal 17 Juni 2022.
Iba Nurkasihani,Restorative Justice, Alternatif Baru Dalam Sistem Pemidanaan, Pelaihari,
2019, h. 1 Tersedia:
https://www.jdih.tanahlautkab.go.id/artikel_hukum/detail/restorative-justice-
alternatif-baru-dalam-sistem-pemidanaan diakses tanggal 16 Juni 2022.
Iba Nurkasihani,Restorative Justice, Alternatif Baru Dalam Sistem Pemidanaan, Pelaihari,
2019, h. 1 Tersedia:
https://www.jdih.tanahlautkab.go.id/artikel_hukum/detail/restorative-justice-
alternatif-baru-dalam-sistem-pemidanaan diakses tanggal 17 Juni 2022.
Iskandar Iskandar, Syaibatul Hamdi, M. Ikhwan M. Ikhwan, Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Implementasi Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di
Indonesia, MAQASIDI: Jurnal Syariah dan Hukum, Jun 30, 2021. Tersedia:
https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/99586320216637633 diakses
tanggal 19 Juni 2022.
John Rawls, A Theory of Justice : Teori Keadilan, terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011, h. 72. Tersedia:
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4263/1/MAWARDI-
FUH.pdf diakses tanggal 18 Juni 2022.
Jonlar Purba, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Bermotif Ringan Dengan
Restorative Justice, Jakarta : Jala Permata Aksara, 2017, h. 74.
Tersedia:http://perpus.unpam.ac.id/index.php?p=show_detail&id=30014&keywords=
diakses tanggal 18 Juni 2022.
Khairul Saleh Amin, Perkernbangan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta :
Pamator Press, 2010, h. 90. Tersedia:
http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10325/1/Skripsi%20Full22(Autosaved).pdf
diakses tanggal 16 Juni 2022.
Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Prespektif Teoritik dan Praktik Peradilan,
Bandung : Mandar Maju, 2007, hlm 5. Tersedia: https://arenahukum.ub.ac.id diakses
tanggal 15 Juni 2022.
M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Jakarta : Pradnya
Paramita, 1991, h.
3Tersedia:https://books.google.co.id/books?id=xhVNDwAAQBAJ&pg=PA80&lpg=
PA80&dq=M.+Faal,+Penyaringan+Perkara+Pidana+Oleh+Polisi+(Diskresi+Kepolisi
an),+Jakarta+:+Pradnya+Paramita,+1991,+h&source=bl&ots=bLsl7eeGfr&sig=ACfU
3U2utcfwD_EdUVnKStiP4J_cK0jZlA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjz3q7H6bv4Ah
V7ZWwGHRYfDgsQ6AF6BAgfEAM#v=onepage&q=M.%20Faal%2C%20Penyarin
gan%20Perkara%20Pidana%20Oleh%20Polisi%20(Diskresi%20Kepolisian)%2C%20
Jakarta%20%3A%20Pradnya%20Paramita%2C%201991%2C%20h&f=false diakses
tanggal 14 Juni 2022.
Mahrus Ali, Sistem Peradilan Pidana Progresif; Alternatif Dalam Penegakan Hukum
Pidana, Yogyakarta : FH UII, Jurnal Hukum, No. 2 Vol. 14, 2007, h.
221.Tersedia:https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/view/1064 diakses tanggal 16
Juni 2022.
Mardjono Reksodipuro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia : Melihat Kepada Kejahatan
Dan Penegakan Hukum Dalam Batas- Batas Toleransi¸Jakarta : Fakultas Hukum
Indonesia, 1993, h. 1. Tersedia:
http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210389015/2351Full_buku_-
_Sistem_Peradilan_Pidana_Indonesia.pdf diakses tanggal 14 Juni 2022.

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2009, h. 180.
Tersedia: https://fhukum.unpatti.ac.id diakses tanggal 15 Juni 2022.
Morris L Cohen & Ibrahim R., 1994, Sinopsis Penelitian Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, hal. 1.
Tersedia:https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/3b9fb76e1efe7796feb
49cfd39326173.pdf diakses tanggal 19 Juni 2022.
Muhaimin,Restoratif Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Ringan,Jurnal Penelitian
Hukum De Jure,
June,2019,Tersedia:https://www.researchgate.net/publication/337785467_Restoratif_J
ustice_dalam_Penyelesaian_Tindak_Pidana_Ringan diakses tanggal 16 Juni 2022.
Muhamad Muhdar, 2019, Penelitian Doctrinal dan Non Doctrinal Pendekatan Aplikatif
dalam Penelitian Hukum. Mulawarman University Press. Samarinda, hlm 9-12.
Patrialis Akbar, Arah Pembangunan Hukum Nasional Menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republic Indonesia Tahun 1945,Jurnal Universitas Muhammadiyah Jakarta,
Tersedia: https://fh.umj.ac.id/arah-pembangunan-hukum-nasional-menurut-undang-
undang-dasar-negara-republik-indonesia-tahun-1945/ diakses tanggal 14 Juni 2022.
Prayogo Kurnia, Resti Dian Luthviati, Restika Prahanela, Penegakan Hukum Melalui
Restorative Justice Yang Ideal Sebagai Upaya Perlindungan Saksi Dan Korban,
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Tersedia:https://media.neliti.com/media/publications/23105-ID-reformasi-kebijakan-
sertfifikasi-halal-majelis-ulama-indonesia-mui-sebagai-bentu.pdf diakses tanggal 15
Juni 2022.
R. Soebekti, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1980, h. 4
Tersedia:https://books.google.co.id/books?id=BO9mEAAAQBAJ&pg=PA434&lpg=
PA434&dq=R.+Soebekti,+Kamus+Hukum,+Jakarta+:+Pradnya+Paramita,+1980,+h.
+4&source=bl&ots=6kz18eUOCw&sig=ACfU3U1hHHxEDGoYA3GgxvUb0y7F3W
QsFg&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjyp-
SK6bv4AhW1T2wGHYHUCZoQ6AF6BAgdEAM#v=onepage&q&f=false diakses
tanggal 15 Juni 2022.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2000, h. 181.
Satjipto Raharjdo, Masalah Penegakan Hukum :Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung : CV
Sinar Baru, 1991, h. 95. Tersedia: https://core.ac.uk/download/pdf/11722745.pdf
diakses tanggal 15 Juni 2022.
Satjipto Raharjo, Biarkan Hukum Mengalir, Jakarta : Kompas, 2008, h. 147. Tersedia:
http://balaiyanpus.jogjaprov.go.id/opac/detail-opac?id=1043 diakses tanggal 18 Juni
2022.
Satjipto Raharjo, Hukum Progresif, Yogyakarta : Genta Publising, 2009, h. 1
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Progresif, Jakarta : Kompas, 2010, h. 61-68.
Tersedia:https://nasional.kompas.com/read/2010/01/20/07215612/~Nasional diakses
tanggal 18 Juni 2022.

Anda mungkin juga menyukai