Anda di halaman 1dari 3

Restorative justice itu sendiri memiliki makna keadilan yang merestorasi, apa yang

sebenarnya direstorasi? Di dalam proses peradilan pidana konvensional dikenal


adanya restitusi atau ganti rugi terhadap korban, sedangkan restorasi memiliki
makna yang lebih luas. Restorasi meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban
dan pelaku. Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama
antara korban dan pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian
yang dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya, melalui
mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan
lainnya. Kenapa hal ini menjadi penting? Karena proses pemidanaan konvensional
tidak memberikan ruang kepada pihak yang terlibat, dalam hal ini korban dan pelaku
untuk berpartisipasi aktif dalam penyelesaian masalah mereka. Setiap indikasi tindak
pidana, tanpa memperhitungkan eskalasi perbuatannya, akan terus digulirkan ke
ranah penegakan hukum yang hanya menjadi jurisdiksi para penegak hukum.
Partisipasi aktif dari masyarakat seakan tidak menjadi penting lagi, semuanya hanya
bermuara pada putusan pemidanaan atau punishment tanpa melihat esensi.
Dalam proses acara pidana konvensional misalnya apabila telah terjadi perdamaian
antara pelaku dan korban, dan sang korban telah memaafkan sang pelaku, maka hal
tersebut tidak akan bisa mempengaruhi kewenangan penegak hukum untuk terus
meneruskan perkara tersebut ke ranah pidana yang nantinya berujung pada
pemidanaan sang pelaku pidana. Proses formal pidana yang makan waktu lama
serta tidak memberikan kepastian bagi pelaku maupun korban tentu tidak serta
merta memenuhi maupun memulihkan hubungan antara korban dan pelaku, konsep
restorative justice menawarkan proses pemulihan yang melibatkan pelaku dan
korban secara langsung dalam penyelesaian masalahnya. Proses pidana
konvensional hanya menjadikan korban nantinya sebagai saksi dalam tingkat
persidangan yang tidak banyak mempengaruhi putusan pemidanaan, tugas
penuntutan tetap diberikan terhadap Jaksa yang hanya menerima berkas-berkas
penyidikan untuk selanjutnya diolah menjadi dasar tuntutan pemidanaan, tanpa
mengetahui dan mengerti kondisi permasalahan tersebut secara riil, dan sang
pelaku berada di kursi pesakitan siap untuk menerima pidana yang akan dijatuhkan
kepadanya.
Kewenangan untuk menyampingkan perkara pidana itu sendiri dikenal sebagai
perwujudan asas oportunitas yang hanya dimiliki oleh Jaksa Agung. Dalam
praktiknya pun sebenarnya di tingkat penyidikan kepolisian sering terbentur dengan
tata acara pidana formil apabila hendak mengesampingkan sebuah perkara pidana,
diskresi yang dimiliki oleh polisi tidak melingkupi kewenangannya untuk menilai
sebuah perkara untuk terus dilanjutkan atau dihentikan, takarannya hanya terbatas
pada bukti tindak pidana yang cukup. Apabila ada bukti telah terjadi sebuah tindak
pidana, polisi akan terus meneruskan perkara tersebut. Oleh karena itu di dalam
RUU KUHAP yang terbaru perlu didorong pendekatan penanganan tindak pidana
yang lebih humanis, lebih menekankan dan mendahulukan pendekatan restorative
justicedibandingkan pertimbangan legalistik yang formil.
Restorative Justice (Keadilan Berbasis Musyawarah) adalah satu pendekatan
utama, yang saat ini, berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, wajib dilakukan dalam perkara anak yang
berhadapan dengan hukum. Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada kondisi
terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya
sendiri. Mekanisme tata cara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan
diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuik menciptakan kesepakatan atas
penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan
pelaku. Pengaturan tentang restotrative justice sebagi upaya penyelesaian perkara
pidana, sudah diakui secara Internasional
Polri sebagaimana sesuai dengan bunyi Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai berikut: “Kepolisian
Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri
yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia”. Dan sejalan pula dengan tugas pokok Polri dalam Pasal
13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang berisi sebagai berikut: “Tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b.
Menegakkan hukum, dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.
Kepolisian Resor Kutai Timur sebagai ujung tombak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)
mempunyai tugas dan wewenang dalam menangani masalah tindak pidana termasuk tindak pidana
yang melibatkan anak-anak sebagi pelakunya, disinilah dituntut profesionalisme polisi khususnya
Kepolisian Sektor Kuta dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku
tindak pidana terutama yang menyangkut hak-hak anak, penerapan Undang-undang maupun
penerapan pasal-pasal dan perbuatan pidana yang dilakukannya.

Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Kutai Timur (Kutim) berhasil
mengungkap kasus tindak pidana pencurian dengan pemberatan terhadap barang
berupa ban motor beserta velgnya yang terjadi di wilayah Kutai Timur (Kutim). Hal
tersebut disampaikan Kanit Pidana Umum, IPDA Erwin Susanto dalam konferensi
pers di Mako Polres Kutim, Senin (20/6/2022).
Pelaku berinisial FR dan dua rekannya SR dan OD, yang ternyata seorang pelajar
yang baru berusia 16 tahun atau masih di bawah umur. Menurut pengakuannya,
pelaku telah melakukan aksi pencurian ban dan velg motor di 2 lokasi berbeda di
wilayah Sangatta, pelaku dalam aksinya sudah mempersiapkan kunci-kunci yang
dibutuhkan, salah satunya sebuah kunci roda ukuran 21 mm, dan sepeda motor
miliknya yang kemudian menjadi barang bukti di kepolisian. pencurian velg dan ban
dengan pelaku yang melibatkan anak-anak merupakan yang pertama di wilayah
hukum Polres Kutim. Informasi awal ada dua TKP motor yang dicuri velg dan
bannya.
Lokasi pertama di Gang Anita, Desa Sangatta Utara. Pelaku mengeksekusi motor
pada 14 Juni 2022, pukul 02.00 Wita setelah diintai selama 3 hari dan berhasil
melepas velg dan ban kemudian berselang berapa hari aksinya kembali dilancarkan
di Jalan Pendidikan Gang Tanjung. 1 Selain mengamankan pelaku, petugas juga
mengamankan bukti-bukti berupa 2 buah velg motor satu set dengan ban depan
belakang warna hitam emas, 4 buah kunci yaitu T (10), kunci 22 dan kunci 14, 1 unit
motor mio soul G, 1 unit motor Genio, 1 buah knalpot warna hitam. “Perkara
pencurian dengan pemberatan ini, pelaku dijerat Pasal 363 Ayat 1 3e dan 5e KUHP
ancaman tujuh tahun penjara,” tandasnya.

1
https://kaltimtoday.co/polres-kutim-ungkap-aksi-pencurian-velg-dan-ban-motor-di-kutim-pelaku-masih-
pelajar/

Anda mungkin juga menyukai