PENDAHULUAN
interaksi yang tidak diinginkan di tempat umum yang muncul dari orientasi seksual,
ekspresi seksual, atau ekspresi gender seseorang. Hal ini sering membuat korban
kesal, marah, terhina atau ketakutan. Pelecehan seksual verbal sering terjadi di
tempat umum seperti taman, sekolah, dan transportasi umum1. Pelecehan seksual ini
dapat berkisar dari pemanggilan nama hingga flashing, menguntit, meraba-raba, dan
sekolah dan tempat kerja atau kencan atau kekerasan dalam rumah tangga karena
Pelecehan seksual adalah bentuk aktivitas seksual yang tidak diinginkan oleh
subjek, meminta aktivitas seksual, baik secara verbal, atau fisik yang tempat
kejadiannya bisa di ruang publik. Perbuatan dalam bentuk verbal maupun fisik kini
membuat perempuan tidak merasa aman, damai dan tentram. Apalagi perbuatan
pelecehan seksual dilakukan di ruang publik akan lebih membuat korban merasa tidak
aman dan nyaman saat berada di luar rumah. Padahal setiap orang berhak atas rasa
1
Farida Hanum Wiwik Liyani, “Street Harassment: Catcalling Sebagai Salah Satu Bentuk
Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Di Yogyakarta,” Jurnal Pendidikan Sosiologi (2019): 2–27,
https://journal.student.uny.ac.id/index.php/societas/article/download/17117/16526.
2
Ibid..
1
2
aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan, hal ini diatur
dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia3.
Pelecehan seksual sangat luas dan memiliki banyak bentuk, verbal dan
tertulis, fisik dan non-fisik, mulai dari verbal (komentar tidak senonoh, lelucon
seksual, pemerkosaan dan pemaksaan lainnya. Situasi ini terjadi dari waktu ke
waktu, bahkan terjadi peningkatan pelecehan seksual secara visual, dan lemahnya
seksual di tempat umum sulit dihukum karena tidak ada aturan yang tegas untuk
mengaturnya4.
Salah satu perilaku yang sering terjadi namun tidak diatur dengan tindak
lanjut atau aturan yang ketat adalah catcalling. Dipergunakan istilah catcalling
dalam tulisan ini karena istilah catcalling dipergunakan secara global diberbagai
negara. Catcalling atau yang dapat diartikan sebagai pelecehan verbal merupakan
dikenal dalam bentuk bersiul "hai cantik, sini aku pangku", cantik, ayo chek in,
berapa tarifnya semalam, dan", "Mau kemana, goda kami, kesini kakak Antarin",
komentar yang tidak disukai dari orang asing, seperti "cantik sekali, nona, badannya
seksi", "Jangan jahat jahat nanti cium lo! ”, orang asing yang mengamati tubuhnya
3
Yuni Kartika and Andi Najemi, “Kebijakan Hukum Perbuatan Pelecehan Seksual
(Catcalling) Dalam Perspektif Hukum Pidana,” PAMPAS: Journal of Criminal Law 1, no. 2 (2021): 1–
21.
4
Ibid..
3
raba yang tidak diinginkan yang menimbulkan rasa tidak aman diklasifikasikan
sebagai pelecehan di jalan. Dengan Kekerasan seksual ringan dalam bentuk perilaku
seksual verbal, seperti komentar verbal, lelucon, siulan ejekan, dan bentuk non-
verbal seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, atau perilaku lain yang menuntut
perhatian seksual yang tidak diinginkan dari korban adalah pelecehan / penghinaan5.
korban karena menggunakan baju terbuka yang memancing aksi catcalling maupun
berakibat pada mental korban ialah rasa malu sehingga korban kehilangan keberanian
berpakaian dan bertingkah laku tidak jadi jaminan hendak aman dari sesuatu
perbuatan pidana. Mengenai tersebut harusnya ada sesuatu aksi pemerintah untuk
5
Ibid..
6
Angeline Hidayat and Yugih Setyanto, “Fenomena Catcalling Sebagai Bentuk Pelecehan
Seksual Secara Verbal Terhadap Perempuan Di Jakarta,” Koneksi 3, no. 2 (2020): 485.
7
Dinda Anjani Yudha and Dadi Mulyadi Nugraha, “Dampak Dan Peran Hukum Fenomena
Catcalling Di Indonesia,” Dinamika Sosial Budaya 23, no. 2 (2021): 324–332,
http://journals.usm.ac.id/index.php/jdsb.
4
kenyataannya, catcalling terjadi dalam bentuk ujaran atau ucapan. Catcalling sendiri
yang selama ini belum ada padanannya di Indonesia, atau paling dekat dengan
pelecehan verbal adalah tindakan seperti melontarkan kata-kata cabul atau berbau
seksual atau perilaku genit atau genit pada orang lain, mengganggu orang. Seringkali,
hal ini dapat diwujudkan dengan bersiul, berteriak, atau membuat komentar eksplisit
secara seksual kepada orang yang lewat di tempat umum. Para korban di sini tidak
mendapatkan rasa hormat dari para pelakunya, para pelaku melakukannya untuk
mendapatkan kekuatan dan kontrol psikologis dan emosional dari para korban.
Ada beberapa jenis pesan verbal yang diberikan pelaku kepada korbannya,
antara lain; dalam bentuk nada, seperti suara ciuman, desahan atau peluit. Yang kedua
adalah komentar, biasanya komentar tentang bentuk tubuh, atau dalam pernyataan
yang tidak menyinggung tetapi diucapkan untuk tujuan pelecehan, sapaan, misalnya.
Ada juga orang yang terang-terangan mengatakan bahwa hal-hal vulgar terjadi pada
korban. Tak hanya itu, tatapan mata yang berlebihan ini juga termasuk pelecehan
memandang orang lain dari ujung kepala sampai ujung kaki. Deskripsi catcalling di
masyarakat masih sangat lemah karena akal sehat. Catcalling selalu dianggap sebagai
bentuk olok-olok dan pujian akan meningkatkannya. Itu terus terjadi lagi dan lagi.
Panggilan menggoda dengan kata "neng" juga dapat diucapkan sebagai panggilan
8
- Inayah Rohmaniyah, “GENDER DAN SEKSUALITAS PEREMPUAN DALAM
PERTARUNGAN WACANA TAFSIR” (2020).
5
dianggap keliru sebab perbuatan catcalling terus terdapat apalagi terus bertambah.
Perihal ini sanggup diperhatikan dari pandangan hukum pidana yang menggabungkan
sebagian pasal yang masih terdapat pada buku undang-undang ketentuan pidana&
perbuatan tersebut di masyarakat. Salah satu akibat dari kekosongan norma hukum
adalah catcalling. Catcalling sebagai salah satu tindakan atau perbuatan yang
masyarakat di Indonesia yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban atau
bahkan pelaku perbuatan catcalling itu sendiri. Satu hal terpenting yang membedakan
suatu hal itu termasuk pelecehan atau bukan adalah soal consent atau persetujuan.
Jika dilihat dari prespektif hukum pidana bahwa pelecehan seksual verbal
Seperti yang diatur dalam Pasal 281 Ayat (2), Pasal 282 KUHP, Pasal 289, Kitab
9
Kartika and Najemi, “Kebijakan Hukum Perbuatan Pelecehan Seksual (Catcalling) Dalam
Perspektif Hukum Pidana.”
6
“Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ
tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan,
tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
3. Pasal 289
sembilan tahun”.
4. Pasal 8
“Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek
5. Pasal 9
“Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang
6. Pasal 34
“Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek
Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
7. Pasal 35
“Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp.500.000.000,00 (lima ratus
melanggar kesusilaan yang masih terdapat pada pasal diatas menitikberatkan pada
pelanggaran terhadap kesopanaan dibidang intim, dimana perbuatan ataupun aksi tadi
dalam biasanya hendak menimbulkan perasaan malu, marah, resah ataupun apalagi
ataupun tidak hingga butuh mencermati sudut norma setempat, perihal ini disebabkan
metode pandang antara satu tempat memakai tempat yang lain yang dapat berbeda-
beda10.
Dan juga belum ada penelitian yang secara spesifik mengungkap perbuatan catcalling
ini sebagai seuatu perbuatan pidana, bahkan ada yang berpendapat perbuatan ini
10
Abdurrakhman Alhakim, “ANALISIS HUKUM CATCALLING DAN PEMENUHAN
ASAS BHINNEKA TUNGGAL IKA TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATAM
DALAM MENCEGAH PELECEHAN SEKSUAL VERBAL,” Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Undiksha 9, no. 3 (October 11, 2021): 945–958, accessed January 9, 2023,
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP/article/view/40171.
8
adalah bentuk hal yang wajar. Kemudian perbuatan catcalling dikategorikan sebagai
perbuatan yang melanggar kesusilaan serta mengakibatkan dampak yang besar bagi
korban. Pelaku dari perbuatan catcalling (pelecehan seksual verbal) disebut sebagai
catcaller yang harus dipidana karena telah melanggar hak asasi seseorang serta
sebagai pelecehan seksual dan masih dianggap hal yang lumrah oleh sebagian orang.
SURABAYA.
B. Rumusan masalah
korban ?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian dan penulisan skripsi ini yang
dirumuskan seperti tersebut diatas, maka apa yang dituangkan di sini diarahkan untuk
2. Tujuan khusus
Dan selain dari tujuan umum yang terlah disampaikan di atas, adapun juga
tujuan khusus penulis dalam penelitian ini, yakni tujuan khusus tersebut sebagai salah
juga ditujukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat - syarat untuk mencapai
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
informasi dan menambah wawasan bagi penulis sendiri maupun terhadap orang lain
E. Kajian pustaka
seksual. Terkadang di ikuti pula dengan tatapan yang bersifat melecehkan yang
Black Law Dictionary edisi kedelapan oleh Bryan A.Garner, mengartikan kebijakan
kriminal sebagai cabang dari hukum pidana yang menaruh perhatian berkaitan dengan
concerned with protecting against crime). Kebijakan kriminal dalam arti luas, lazim
disebut dengan kebijakan hukum pidana (criminal law policy) yang terkadang juga
mendefinisikan kebijakan kriminal sebagai suatu usaha yang rasional oleh masyarakat
secara hitam putih (tekstual) tetapi lebih bersifat kontekstual. Artinya seberapa
11
Wiwik Liyani, “Street Harassment: Catcalling Sebagai Salah Satu Bentuk Pelecehan
Seksual Terhadap Perempuan Di Yogyakarta.”
12
Ramadani Saputra Halawa, “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Perlindungan Hukum
Terhadap Korban Pelecehan Seksual Secara Verbal,” JOM Fakultas Hukum Universitas Riau 7, no. 1
(2020): 4.
11
Masih ada beberapa pasal tentang fenomena menarik ini, antara lain Pasal 281
ayat (2), pasal 8,pasal 9,pasal 34 KUHP dan Pasal 35 UU Pornografi No 44 Tahun
2008. Pasal 281 (2) KUHP menyatakan bahwa Jika seseorang dengan sengaja
menggunakannya untuk digunakan untuk kepentingan orang lain di depan yang hadir,
tanpa orang tersebut siap untuk melakukan tindakan asusila, dia akan dihukum (Anda
dapat memperhatikan pasal 281 ayat 1). Kesusilaan dalam pasal ini sama artinya
dengan perbuatan di tempat umum. Edisi kali ini mengangkat gagasan bahwa masih
Pornografi secara umum menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menjadikan orang
lain sebagai sasaran atau model kegiatan pelaku yang mengandung unsur pornografi
ada faktor-faktor tanpa persetujuan subjek (lihat uraian Pasal 9) terkait dengan
“Barang siapa menyuruh orang lain memproduksi barang atau model yang
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara sangat lama 12 (21)
tahun atau pidana denda paling sedikit. sebesar Rp500.000.000,00 (500 juta rupiah)
dan banyak Rp6.000.000. 000,00 (Rp 6 miliar)". Pasal ini bisa dijadikan dasar untuk
komentar yang bersifat seksual. kadang berendam juga dengan tatapan melecehkan
13
Anjani Yudha and Mulyadi Nugraha, “Dampak Dan Peran Hukum Fenomena Catcalling Di
Indonesia.”
12
yang membuat Wanita menjadi kesal. Definisi ini sama dengan Chun berkata:
“menangkap seperti" penggunaan bahan baku ekspresi bahasa, verbal dan nonverbal
tempat umum seperti jalan, trotoar, halte bus. Lisan Ekspresi panggilan kucing
wanita”14.
pidana. Berkaitan dengan moral hukum, maka negara menentukan kebijakan atau
kejahatan atau respon sosial dapat dilakukan untuk menanggulangi kejahatan, antara
lain dengan menggunakan hukum pidana. Dengan demikian penegakan hukum pidana
hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap
karenanya tiap anggota masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan yang
14
Colleen O’leary, “Catcalling as a ‘Double Edged Sword’: Midwestern Women, Their
Experiences, and the Implications of Men’s Catcalling Behaviors” (2016), accessed January 9, 2023,
https://ir.library.illinoisstate.edu/etd/535.
15
“Kebijakan Kriminal / Ali Zaidan | Perpustakaan UIN Sultan Syarif Kasim Riau,” accessed
January 21, Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja
Grafindo, Jakarta, 2005, hlm. 5.
13
lain. Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu masing-
beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi ketegangan dan
konflik maka tampil hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang
legal protection, tetapi istilah legal protection di dalam Black’s Law Dictionary itu
sendiri tidak ditemukan. Akan tetapi, dalam Black’s Law Dictionary ada pengertian
perlindungan hukum dalam skala yang lebih sempit dengan istilah protection order.
Protection order is order issued by court in domestic violence or abuse case to, yang
artinya bahwa perintah perlindungan adalah perintah yang diberikan oleh pengadilan
sejak dahulu, dan sudah dianggap hal biasa namun faktanya perilaku ini merugikan
pengaruh buruk pada penurunan tingkat atau harga diri. Wanita dapat merasa tidak
percaya diri lagi, dapat merasa dirinya tidak terlalu bernilai dimata orang lain dan
keparahan pada penurunan self-esteem dapat berujung pada depresi, karena rasa
antara satu individu dengan individu lainnya. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh
16
Ramadani Saputra Halawa, “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Perlindungan Hukum
Terhadap Korban Pelecehan Seksual Secara Verbal.”
14
korban adalah :
tergantung pada bentuk kasusnya. Dampak psikis terbagi menjadi dua yakni dampak
jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak yang terjadi pada jangka pendek,
misalnya dialami sesaat atau beberapa hari setelah kejadian. Korban biasanya marah,
jengkel, terhina, dan merasa malu. Hal ini di antaranya ditandai dengan gejala sulit
b) Dampak Pada Pemenuhan Hak Asasi Manusia Perempuan dan Relasi Sosial
Tindak pelecehan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik, mengakibatkan
perempuan menderita. Dampak yang dialami korban sering diperparah oleh reaksi
kondisi yang serba menyulitkan bagi mereka untuk mampu menjalankan peranan
sosialnya, yang dapat berakibat lebih lanjut pada eksistensinya dalam relasi sosial di
masyarakat.
melalui jalur hukum, fakta lapangan menunjukan korban perlu mengeluarkan biaya
besar untuk itu, setidaknya untuk biaya operasional selama proses penyidikan sampai
di pengadilan. Ini sangat menyulitkan perempuan miskin dan bahkan dapat juga
menimpa perempuan yang mandiri secara ekonomi, bahkan menjadi tulang punggung
15
keluarga atau pencari nafkah untuk keluarga dan akan membuat keuangan keluarga
terganggu17.
perlindungan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi Korban) sesuai dengan yang
diatur dalam Pasal 8 angka (1), LPSK membantu pemberian hak-hak dan bantuan
hukum yang harus diterima oleh korban. Korban yang merupakan perempuan juga
Terhadap Perempuan. Hal ini termuat dalam Standart Operation Procedure Sistem
pelecehan seksual secara verbal jika dikaitkan dengan teori perlindungan hukum,
maka korban sebagai pihak yang dirugikan dalam hal terjadinya suatu kejahatan,
Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban 18. Dalam
Korban (LPSK) yang dapat membantu korban dalam hal pemberian hak-hak serta
bantuan hukum. Korban catcalling yang didominasi oleh perempuan juga dapat
17
Ibid.
18
Natazha Rifka Ramadhani Putri, “Perspektif Hukum Pidana Terhadap Perilaku Pelecehan
Secara Verbal (Catcalling) Di Indonesia.” (2021): 1–94,
16
menggoda dengan “panggilan manja” atau berkomentar terhadap bentuk tubuh wanita
yang yang tidak dikenal dan mengarah pada orientasi seksual dan rangsangan seksual
menggunakan bahasa vulgar, ekspresi verbal atau nonverbal terjadi di tempat umum,
seperti jalan, trotoar, atau transportasi umum. Ungkapan verbal yang menarik
perhatian mengacu pada komentar yang merujuk pada penampilan fisik wanita.
Bentuk nonverbal regular meliputi pembelajaran serta gerakan fisik yang berfungsi
bahkan takut. Menurut sebuah survey psikologis yang berbasis di Nex Jersey,
catcalling dapat menyebabkan korbannya tanpa sadar melakukan penilaian atas diri
a. Bentuk-bentuk catcalling
Amira Women’s Crisis Center) dari sisi tinjauan psikologis, wujud pelecehan seksual
dilakukan pada orang lain namun mengarah pada sesuatu yang berkaitan dengan
seksual yang biasanya sering disebut perilaku catcalling, pelecehan ini dapat
berwujud seperti:
19
O’leary, “Catcalling as a ‘Double Edged Sword’: Midwestern Women, Their Experiences,
and the Implications of Men’s Catcalling Behaviors.”.
17
kegiatan seksual yang pernah dilakukan oleh orang tersebut, yang membuat
antara satu individu dengan individu lainnya. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh
tergantung pada bentuk kasusnya. Dampak mental terbagi menjadi dua yakni dampak
jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak yang terjadi pada jangka pendek,
misalnya dialami sesaat atau beberapa hari setelah kejadian. Hal ini di antaranya
ditandai dengan gejala sulit tidur (insomnia) dan berkurangnya selera makan (lost of
appetite). Dampak panjangnya adalah sikap atau persepsi negatif terhadap laki-laki
20
17102153027 YUROSA NUR HAYATI PUSPITASARI, “CATCALLING DALAM
PERSPEKTIF GENDER, MAQASID SYARIAH DAN HUKUM PIDANA(Studi Pada Mahasiswi
Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum IAIN Tulungagung)” (April 5, 2019).
18
karena trauma. Trauma adalah luka jiwa yang dirasakan korban usai mengalami hal-
hal yang dirasakannya diluar batas wajar dan abnormal. Jika ini berlangsung lebih
dari 30 hari, maka korban mungkin mengalami kekacauan tekanan jiwa pascatrauma
(posttraumatic stress disorder). Ada 3 dampak gejala tekanan jiwa yang paling umum
pascatrauma21:
a) Hyper arousal: Gejala ini dipengaruhi oleh kerja hormon tubuh yang ikut
berubah seiring dengan berubahnya kondisi psikis. Gejala paling sering adalah
b) Numbing: Mati rasa. Gejala ini wajar, namun tidak wajar jika berlangsung
terus-menerus hingga korban menjadi indifferent (dingin dan acuh tak acuh)
c) Intrution: Pada diri korban terjadi constant reviling of the traumatic even
berulang.
Menurut Arif Gosita, korban adalah mereka yang menderita secara fisik dan
kepentingannya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan
hak asasi korban. Pasal 1(5) UU No. 31 Tahun 2014 Republik Indonesia tentang
bahwa korban adalah orang yang menderita kerugian fisik, mental, dan/atau finansial.
21
Kartika and Najemi, “Kebijakan Hukum Perbuatan Pelecehan Seksual (Catcalling) Dalam
Perspektif Hukum Pidana.”
19
tindak pidana Perlindungan hukum pada hakekatnya adalah perlindungan hak asasi
manusia22.
a. Pre-emtif, Upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah
ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan23.
kewajiban24.
sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila
22
“Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan) /Arif Gosita | OPAC Perpustakaan
Nasional RI.,” accessed January 21, 2023, https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=227119.
23
“Kebijakan Kriminal / Ali Zaidan | Perpustakaan UIN Sultan Syarif Kasim Riau.”
24
Ibid..
20
Menurut Maya Indah S, perlindungan korban dalam konsep luas meliputi dua hal,
yaitu:
memperoleh santunan dan hak korban untuk “acces to justice and fair
“forgotten person25”
hukum terhadap korban yang seharusnya diberikan kepada korban sebagai berikut26:
Kompensasi lebih bersifat keperdataan yang timbul dari permintaan korban, dan
atau negara (the responsible of the society), sedangkan restitusi lebih bersifat pidana,
25
“Perlindungan Korban : Suatu Perspektif Viktimologi Dan Kriminologi / C. Maya Indah S. |
Perpustakaan UIN Sultan Syarif Kasim Riau,” accessed January 21, 2023, https://inlislite.uin-
suska.ac.id/opac/detail-opac?id=19299.
26
Dikdik M. Arief Mansur, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan: Antara Norma Dan
Realita (RajaGrafindo Persada, 2007).
21
yang timbul dari putusan pengadilan pidana dan dibayar oleh terpidana atau
b. Konseling
Perlindungan hukum ini diberikan kepada korban sebagai akibat munculnya dampak
negatif dari segi psikologi akibat suatu tindak pidana atau kejahatan. Pemberian
atau lainnya untuk mengurangi atau menghilangkan terauma yang dialami akibat
suatu kejahatan.
c. Bantuan Medis
Diberikan kepada korban yang menderita secara medis akibat suatu tindak pidana.
Pelayanan medis yang dimaksud dapat berupa pemeriksaan kesehatan dan laporan
tertulis (visum atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang
d. Bantuan Hukum
Apabila korban tidak memperoleh bantuan hukum yang layak dapat berakibat pada
e. Pemberian Informasi
a. Pengertian Victimology
Viktimologi, berasal dari bahasa latin “victima” yang berarti korban dan
mempelajari tentang korban, penyebab timbulnya korban dan akibat-akibat yang arus
diterima korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyatan sosial27.
Sebelumnya pada tahun 1941 von Hentig menulis artikel "Catatan Interaksi
Narapidana dan Korban", kemudian pada tahun 1948 menerbitkan buku "Penangkap"
penjahat dan korban ini." Dalam bukunya, von Hentig menegaskan bahwa korban
memeriksa korban kejahatan atau dapat dianggap sebagai "kriminal atau korban
khusus". Pada tahap kedua, viktimologi juga mempelajari korban kecelakaan atau bisa
disebut dengan “general victimology”. Pada tahap ketiga, korban belajar untuk
merenungkan masalah korban yang timbul dari penyalahgunaan kekuasaan dan hak
ilmiah tentang viktimisasi dalam kaitannya dengan hubungan dan interaksi korban
dengan kejahatan dan sistem peradilan. Dari berbagai pengertian diatas dapat
27
A. P. (ARIO) WIGUNO, “Kajian Viktimologi Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak
Pidana Kesusilaan,” Legal Opinion 1, no. 1 (2013): 149884, accessed January 21, 2023,
https://www.neliti.com/id/publications/149884/.
28
Ibid..
29
Penanggung Jawab, J Tjiptabudy, and Sh M Hum, “VIKTIMISASI DALAM PROSES
PERADILAN PIDANA (STUDI KASUS PERKOSAAN),” SASI 21, no. 2 (December 20, 2015): 10–
16, accessed January 21, 2023, https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/view/182.
23
kejahatan dari sisi korban atau ilmu yang mempelajari peranan korban terhadap
kekuasaan daripada korban kecelakaan dan bencana alam. Tidak seperti Separovic
J.E. Sahetapy, suatu bidang antropologi yang diartikan sebagai antropologi atau
kekorbanan, dimana permasalahan korban tidak selalu berkaitan dengan unsur pidana,
dalam hal ini korban yang dikaji adalah korban kejahatan, korban bencana alam,
penderitaan psikologis, fisik, sosial dan ekonomi, untuk diri sendiri atau orang lain.
perbuatan tersebut di masyarakat. Salah satu akibat dari kekosongan norma hukum
adalah catcalling. Berbeda dengan dua pendapat diatas menurut Maya Indah,
tidak menjadi korban kejahatan. Mengambil beberapa pandangan di atas sebagai titik
30
M. Mustofa, “Viktimologi Posmodern,” Indonesian Journal of Criminology 13, no. 2
(2017): 229092, viktimologi Post modern.
24
tolak, maka tujuan ilmu viktimologi adalah mempelajari korban kejahatan guna
Dan juga belum ada penelitian yang secara spesifik mengungkap perbuatan catcalling
ini sebagai seuatu perbuatan pidana, bahkan ada yang berpendapat perbuatan ini
melanggar kesusilaan serta mengakibatkan dampak yang besar bagi korban. Pelaku
dari perbuatan catcalling (pelecehan seksual verbal) disebut sebagai catcaller yang
harus dipidana karena telah melanggar hak asasi seseorang serta perbuatannya tidak
pidana). Oleh karena itu, seiring pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum
pidana merupakan bagian pula dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement
policy).
undang (hukum) pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari usaha
perlindungan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu, wajar pulalah apabila
kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan
31
Ibid.
25
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
sosiologis yaitu penelitian hukum yang mempeoleh datanya dari data primer atau data
yang di peroleh langsung dari masyarakat32. Alasan peneliti memilih penelitian yuridis
empiris karena data-data bersumber langsung dari korban Pelecehan Seksual Secara
2. Pendekatan Masalah
berikut:
berlaku yang akan di teliti oleh penulis. Penelitian ini mengkaji peraturan perundang-
undangan terkait setelah itu mengaitkan dengan dinamika sosial yang terdapat di
masyarakat.
32
“Dualisme Penelitian Hukum : Normatif & Empiris / Mukti Fajar, Yulianto Achmad |
OPAC Perpustakaan Nasional RI.,” accessed January 21, 2023,
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=717229.
26
dan dokumen normatif, buku teks dan sumber resmi yang berkaitan dengan
penelitian33.
a. Data Primer
Data Primer adalah sumber pertama dimana sebuah data dihasilkan. Data
primer diambil dari sumber data pertama di lapangan. Data ini tidak tersedia dalam
bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file. Data ini harus dicari melalui
narasumber atau dalam istilah teknisnya responden34. Adapun yang menjadi data
primer adalah korban pelecehan seksual secara verbal/catcalling yang berjumlah dua
b. Data Skunder
penelitian berwujud laporan, buku harian dan seterusnya yang berhubungan dengan
c. Data Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum
primer dan sekunder dengan memberikan wawasan dan pemahaman terhadap bahan
33
“Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif / Jonathan Sarwono | OPAC Perpustakaan
Nasional RI.,” accessed January 21, 2023, https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=707703.
34
Ibid..
27
hukum lainnya. Bahan hukum yang digunakan penulis adalah Kamus Besar Bahasa
dalam penelitian hukum ini, pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara :
b. Observasi
Metode observasi ini dilakukan dengan cara mengamati setiap ruang, tempat
atau setiap kegiatan yang dilakukan dan kemudian peneliti melakukan pencatatan,
atau menggambar dari setiap tingkah laku pelaku yang akan diteliti tersebut. Bahkan
jika memungkinkan, dapat pula dibuatkan kronologi dari setiap kegiatan untuk
c. Wawancara
baku, sehingga bersifat ilmiah. Dalam penelitian ini, informan yang akan
35
“Metodologi Penelitian Kualitatif / M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur ; Editor, Rina
Tyas Sari | OPAC Perpustakaan Nasional RI.,” accessed January 21, 2023,
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=853632.
28
yang berjumlah dua dan gambaran wawancara dengan responden yaitu seputar
verbal/catcalling.
d. Studi Kepustakaan
yang berlaku serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang
diteliti.
yang berbasis teori untuk secara efektif memahami baik sifat positif maupun normatif
dari fakta atau gejala yang menjadi dasar pengolahan data hasil studi lapangan yang
G. Sistematika Penelitian
beberapa bab dan setiap bab terdiri dari sub bab yang masing-masing memuat sistem
pembahasan yang berbeda namun tetap dalam satu kesatuan tak terpisah.
Bab I: Bab ini sebagai pengantar dan pendahuluan yang menjelaskan penulis
mengangkat permaslahan mengenai pelecehan seksual verbal (catcalling), dan bab ini
penelitian, kerangka teori, metode penelitian, serta yang terakhir adalah sistematika
penulisan.
Bab II: Dalam bab ini berisi tentang Tinjauan Umum bagaimana bentuk-
Bab III: Memuat uraian mengenai metode penelitian yang meliputi jenis
penelitian, subyek dan obyek penelitian, sumber data, metode pengumpulan data dan
Bab IV: Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan
pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah dan saran-saran yang dimaksudkan
BAB II
HASIL PENELITIAN
informan, baik di dalam ataupun diluar kampus namun tetap dilakukan terhadap
a. Subjek NS
NS adalah seorang perempuan berusia 22, berasal dari krian. Merupakan anak
memiliki postur tubuh yang ideal dengan kulit putih, serta paras wajah yang menarik.
Dalam kasus ini, peneliti melihat bahwa kasus yang di alami cukup parah
dimana bukan hanya sebatas catcalling melainkan sudah kea rah pelecehan fisik dari
pelakunya yang tidak lain adalah teman kelasnya sendiri. Meskipun bukan merupakan
Tindakan pelecehan yang besar, tetapi hal tersebut tetap memiliki dampak terhadap
psikis korban.
b. Subjek RM
dan berkulit putih karena itu RM kerap mendapatkan perilaku pelecehan seksual
saat berkuliah dan membuat RM merasakan rendah diri yang menyebabkan ia merasa
tidak nyaman saat berhadapan di banyak orang dengan kondisi postur tubuhnya.
Pada korban satu ini peneliti melihat dampak yang cukup parah diakibatkan
oleh perilaku catcalling di tengah masyarakat. Banyak kasus dimana korban banyak
menyebutkan dampak jangka pendek yang dialami sesaat setelah kejadian. Korban
c. Subyek SP
berasal dari kota Gresik. SP mengaku pernah mengalami catcalling yang dilakukan
oleh teman temannya sendiri, ia bahkan sering mendapat Tindakan catcalling dan
bukan tanpa alas an, hal itu dapat terjadi karena dia memang berada dilingkungan
yang didominasi oleh laki-laki yakni fakultas Teknik. SP pernah mengalami tindakan
teman temannya. Tindakan yang dilakukan seperti siulan atau panggilan panggilan
yang kurang menyenangkan saat berada di area kampus. SP mengatakan bahwa orang
yang sama akan melakukan tindakan catcalling ketika berada dalam kelompok.
d. Subyek HI
HI adalah seorang perempuan berusia 23 tahun yang berasal dari kota Gresik
jurusan management. Secara fisik HI memiliki postur tubuh yang ideal, dengan kulit
putih dan memiliki wajah yang menarik. Dengan latar belakang non muslim yang
B. Hasil penelitian
Pada tahap ini peneliti akan memaparkan hasil penelitian yang dilakukan
informan, maka didapatkan hasil penelitihan yang di butuhkan sesuai dengan tujuan
informan, baik di dalam ataupun diluar kampus namun tetap dilakukan terhadap
yakni NS, RM, SP, HI mereka pernah mengalami tindakan catcalling di area kampus
UBHARA seperti ren yang mengalami tindakan pelecehan seksual verbal (catcalling)
“Biasanya sih sering di siulin sama kaya di panggil hey cewek, mau di
temenin gk, kamu siapa namanya, sini abang anter pulang, banyak lagi kak. Udah
dulu ketika masih berstatus masiswa baru dan kegiatan kuliah masih tatap muka,
berpikir untuk berhenti kuliah saat itu karena rasa takut dan terganggu.
“ saya pernah bercerita kepada teman saya terkait mengapa saya kerap
mendapat perlakuan tersebut. dia juga bingung karena saya juga sudah mengenakan
Elaine (2018) yang mengatakan bahwa catcalling menimbulkan rasa takut pada para
korban yang membuat mereka merasa bahwa mereka harus waspada saat berada
diluar dan sekitarnya. Mengatakan bahwa catcalling membuat korban merasa takut
Kisah rumit juga dimiliki oleh RM. Ia sempat merasa rendah diri karena
“dulu aku sempat malu kak kalau ketemu orang. Karena takut orang-orang
“mereka kaya neriakin aku dari jauh “ndut yang baju..” gitu-gitu kak atau
pernah juga aku denger “putih banget, tapi sayangnya gendut”. Aku sempet kaya
Pada korban yang kali ini peneliti melihat dampak yang cukup parah
kasus dimana korban akan mengalami Kesehatan mental, kasus ini mendukung
pernyataan puspitasari yang menyebut dampak jangka pendek yang dialami sesaat
setelah kejadian. Korban biasanya merasa marah, jengkel, terhina dan merasa malu.
didominasi oleh laki-laki. SP yang merupakan mahasiswa fakultas Teknik ini merasa
tidak nyaman di area kampus karna kerap diteriakin dari kejahuan oleh laki-laki yang
“seperti ketika saya berjalan di koridor, banyak tuh anak laki-laki berkumpul
nah itu manggil manggil kayak “adek sini atau di siul in kak” atau kayak ngeliatin kita
Pada korban ketiga ini dia hanya merasa terganggu atas tindakan tersebut yang
membuatnya tidak nyaman saat berjalan di area kampus atau di sekitar banyak orang.
37
Rossa Mustica (Mahasiswa UBHARA), Wawancara, 13 Maret 2023.
38
Setya Putri (Mahasiswa UBHARA), Wawancara, 27 Februari 2023.
35
Korban terakhir, yakni HI, dengan latar belakang seorang non muslim kerap
“ Tapi ya kak, sebenarnya disini agak aneh kalo di kota saya agak aneh, kami
disana gak pakai jilbab ya gak ada yang goda Cuma itu alasannya39”.
Melihat fenomena ini peneliti melihat pengaruh lain yakni perilaku dan
bahwa sebuah kelompok budaya bekerja keras membantu anak yang sedang tumbuh
untuk mengadopsi berbagai perilaku dan keyakinan yang di pegang teguh oleh
kelompok itu.
NS RM SP HI
verbal
Gesture √ √ √ √
Melirik √ √ √ √
Bersiul √ √ √ √
Memanggil √ √ √ √
Menyentuh
C. Pembahasan Penelitian
panggilan, dan komentar yang bersifat sexual, terkadang dibarengi pula dengan
39
Hani Irawati (Mahasiswa UBHARA), Wawancara, 13 Maret 2023
36
penampilan seorang wanita. Pelaku terbiasa untuk melakukan catcalling dengan cara
spontan (secara langsung) dan menganggapnya sebagai hal yang biasa untuk
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dari perempuan yang menjadi
korban40. Catcalling sendiri terdiri dari banyak tindakan, seperti bersiul, melirik,
memanggil dengan suara keras atau nada-nada yang mengarah pada aspek sensual
lainnya. Peneliti membuat rekap data ke dalam Tabel 1.1 tujuannya agar mudah
dapat dilihat bahwa tindakan catcalling yang paling kerap dilakukan ialah melirik,
Informan korban
Tindakan
NS RM SP HI
Mengetahui tentang
√ √ √ √
Catcalling
Catcalling
Hasil analisa dari kedua sudut pandang ini menghasilkan pembahasan yang
Ubhara adalah benar adanya dan dilakukan secara sadar oleh pelaku. Dan menurut
salah satu korban pada salah satu kasus catcalling berhasil membuka celah/jalan
untuk terjadinya pelecehan lebih jauh seperti pada korban NS dengan Pelaku. Metode
tengah masyarakat terhadap fenomena catcalling sebenarnya telah ada, dilihat dari
dapat dilihat pada Tabel 1.2 Namun, catcalling cenderung diabaikan karena
pewajaran yang timbul ditengah masyarakat, seperti yang telah penulis temukan dari
Sementara itu dari sudut pandang pelaku, mereka yang mayoritas memahami
patriarki yang sudah lama ada, dan meninggalkan stereotip gender antara pria dan
wanita, dimana dominansinya dimiliki oleh pria. Selain itu latar belakang terjadinya
tindakan catcalling adalah keisengan dan rasa bosan yang dimiliki oleh pelaku, dan
bahkan dari pernyataan seorang informan mengatakan bahwa catcalling juga sebagai
a. Ekspresi Verbal
seksual secara lisan atau verbal merupakan siulan, komentar, atau bahkan pujian yang
informan korban, pada bentuk ekspresi verbal, penulis mendapati bahwa memuji
adalah bentukcatcalling yang paling banyak terjadi dan dialami oleh setiap informan.
Ini dikarenakan pujian dapat menjadi alibi bagi para pelakucatcalling dalam
38
melakukan aksinya, hal ini sesuai dengan penelititan Coleen O’Leary yang berjudul
ini merasa bahwa pengalaman dan persepsi mereka mengenai catcalling diabaikan
oleh laki-laki dan masyarakat karenacatcalling masih dianggap sebagai suatu pujian41.
pujian sekaligus ejekan di ruang publik sebagai salah satu dati ekspresi verbal
catcalling, dapat dilihat bahwa pujian atau komentar dihadapan umum seperti yang
b. Ekspresi Non-verbal
menggunakanbhasa tubuh, baik itu kontak mata, gestur dan yang lainnya
sebagaimana yang disebutkan oleh Chhun dalam Angeline ekspresi non-verbal juga
termasuk lirikan atau gestur fisik yang bertindak untuk memberikan penilaian
paling mudah dan minim resiko bagi pelaku sebab bisa diberikan alibi apabila
tindakan nya ketahuan. Oleh sebab itu ekspresi non-verbal ini kerap disepelekan,
sehingga praktiknya masih sangat banyak terjadi dibuktikan dari hampir setiap
41
O’leary, “Catcalling as a ‘Double Edged Sword’: Midwestern Women, Their Experiences,
and the Implications of Men’s Catcalling Behaviors.”
42
Natazha Rifka Ramadhani Putri, “Perspektif Hukum Pidana Terhadap Perilaku Pelecehan
Secara Verbal (Catcalling) Di Indonesia.” (2021): 1–94.
39
BAB III
karenanya tiap anggota masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan yang
lain. Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu masing-
beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi ketegangan dan
konflik maka tampil hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang
legal protection, tetapi istilah legal protection di dalam Black’s Law Dictionary itu
sendiri tidak ditemukan. Akan tetapi, dalam Black’s Law Dictionary ada pengertian
perlindungan hukum dalam skala yang lebih sempit dengan istilah protection order.
Protection order is order issued by court in domestic violence or abuse case to, yang
artinya bahwa perintah perlindungan adalah perintah yang diberikan oleh pengadilan
Menurut Arif Gosita Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan
rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan
diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang
43
Ramadani Saputra Halawa, “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Perlindungan Hukum
Terhadap Korban Pelecehan Seksual Secara Verbal.”
44
Ibid.
40
Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban menyatakan Korban adalah orang yang
(Catcalling)
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa korban ialah pihak
yang paling dirugikan dalam suatu kejahatan karena menderita secara fisik, psikologi
terhadap hak asasi manusia. Hak-hak korban kejahatan yang harus dipenuhi untuk
mewujudkan suatu kepastian hukum menurut Arif Gosita korban sebagai berikut :
45
Arief Gosita. 1993. Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan. Akademika
Presindo. Jakarta. Hal 41
46
I Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban
41
Indonesia sejak dahulu, dan sudah dianggap hal biasa namun faktanya perilaku ini
catcalling memiliki pengaruh buruk pada penurunan tingkat atau harga diri. Wanita
dapat merasa tidak percaya diri lagi, dapat merasa dirinya tidak terlalu bernilai dimata
orang lain dan kemungkinan memikirkan hal tersebut secara berlebih atau
depresi, karena rasa kurang percaya diri dapat membatasi ruang untuk berekspresi48.
antara satu individu dengan individu lainnya. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh
korban adalah :
47
Arief Gosita. 1993. Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan. Akademika
Presindo. Jakarta. Hal 53
48
Alhakim, “ANALISIS HUKUM CATCALLING DAN PEMENUHAN ASAS
BHINNEKA TUNGGAL IKA TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATAM DALAM
MENCEGAH PELECEHAN SEKSUAL VERBAL.”
42
pada bentuk kasusnya. Dampak psikis terbagi menjadi dua yakni dampak jangka
pendek dan dampak jangka panjang. Dampak yang terjadi pada jangka pendek,
misalnya dialami sesaat atau beberapa hari setelah kejadian. Korban biasanya
marah, jengkel, terhina, dan merasa malu. Hal ini di antaranya ditandai dengan
gejala sulit tidur (insomnia) dan berkurangnya selera makan (lost of appetite).
c. Dampak Pada Pemenuhan Hak Asasi Manusia Perempuan dan Relasi Sosial
Tindak pelecehan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik, mengakibatkan
perempuan menderita. Dampak yang dialami korban sering diperparah oleh reaksi
dalam kondisi yang serba menyulitkan bagi mereka untuk mampu menjalankan
peranan sosialnya, yang dapat berakibat lebih lanjut pada eksistensinya dalam
biaya besar untuk itu, setidaknya untuk biaya operasional selama proses
perlindungan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi Korban) sesuai dengan yang
diatur dalam Pasal 8 angka (1), LPSK membantu pemberian hak-hak dan bantuan
hukum yang harus diterima oleh korban. Korban yang merupakan perempuan juga
43
Terhadap Perempuan49. Hal ini termuat dalam Standart Operation Procedure Sistem
pelecehan seksual secara verbal jika dikaitkan dengan teori perlindungan hukum,
maka korban sebagai pihak yang dirugikan dalam hal terjadinya suatu kejahatan,
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dapat membantu korban dalam hal
pelecehan secara verbal yang dimana tindakan tersebut tidak sopan dan lebih
disuarakan oleh pelaku yang bersifat “cabul” dapat dikategorikan sebagai pelecehan
seksual. Bagi pelaku seringkali tindakannya tersebut hanya dianggap sebagai candaan.
49
Wiwik Liyani, “Street Harassment: Catcalling Sebagai Salah Satu Bentuk Pelecehan
Seksual Terhadap Perempuan Di Yogyakarta.”
50
Ramadani Saputra Halawa, “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Perlindungan Hukum
Terhadap Korban Pelecehan Seksual Secara Verbal.”
51
Alhakim, “ANALISIS HUKUM CATCALLING DAN PEMENUHAN ASAS
BHINNEKA TUNGGAL IKA TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATAM DALAM
MENCEGAH PELECEHAN SEKSUAL VERBAL.”
44
Akan tetapi kalau memposisikan diri sebagai korban atau sasaran catcalling, tentu
dalam pelecehan seksual. Perbuatan pidana merupakan suatu proses perbuatan yang
dilarang karena melanggar aturan hukum dan memiliki ancaman sanksi terhadap
orang yang melanggar aturan tersebut, larangan ditunjukan kepada perbuatannya dan
immoral yang diancam dengan pidana, moralitas mencakup pengertian tentang baik,
ditimbulkan dari perbuatan immoral. Sama seperti perbuatan catcalling, perilaku ini
menimbulkan kerugian psiksi dan mental bagi korban53. Persepsi mengenai nilai
bersifat relatif dan cenderung berbedabeda, dalam satu kolektif yang sama bisa
berbeda dalam satu kategori masalah yang melibatkan pelaku dan korban. Bagi pelaku
catcalling perbuatan tersebut merupakan bentuk candaan, tetapi belum tentu bagi
korban catcalling, yang beranggapan bahwa catcalling merupakan hal yang harus
52
Didik Purwadi, Amiruddin, and Rina Khairani Pancaningrum, Hukum Pidana (Hukum
Pidana), Jurnal Ketha Semaya, vol. 10, 2022.
53
Asas Asas hukum Pidana, no. 1 (1959): 104–116.
45
korban.
kasus yang terjadi. Perilaku catcalling merupakan suatu perbuatan pidana karena telah
memenuhi unsur -unsur suatu tindak pidana. Unsur - unsur tindak pidana menurut
Prof. Simons adalah adanya suatu perbuatan manusia, diancam dengan pidana,
melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, dan oleh orang yang mampu
melontarkan komentar berbau porno atau perilaku yang dapat memberikan rasa risih
2. Diancam pidana
3. Melawan Hukum
mengurangi hak asasi manusia lain, yaitu hak untuk memperoleh rasa aman;
kesengajaan atau kealpaan dan tidak adanya alasan penghapus kesalahan yang berupa
alasan pemaaf54.
Seorang dikatakan mampu bertanggung jawab apabila tidak ada alasan pembenar
dan alasan pemaaf atas perbuatan yang dilakukannya. Sejauh perkembangan hukum
hukum serta penanganan yang tegas dalam penyelesaian perkaranya. Jika dilihat dari
perspektif hukum pidana bahwa pelecehan seksual verbal (catcalling) belum memiliki
Korban dapat juga menjadi salah satu dasar hukum dari perbuatan catcalling 55. Pasal 1
angka 2 menyatakan secara garis besar korban adalah seseorang yang mengalami
penderitaan baik fisik, mental dan/atau kerugiaan ekonomi akibat suatu tindak pidana.
54
Purwadi, Amiruddin, and Pancaningrum, Hukum Pidana (Hukum Pidana), vol. 10.
55
Ibid.hal.14
47
Korban catcalling adalah seseorang yang mengalami kerugian secara mental dan
psikisnya karena perbuatan catcalling menyebabkan rasa malu, jijik, terganggu dan
penindasan terhadap hak asasi manusia, disebabkan oleh adanya perbuatan atau
kelalaian yang dianggap suatu tindak pidana dalam hukum pidana dan disebabkan
gabungan, Seperti yang diatur dalam Pasal 281 Ayat (2) Pasal 289, Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, Pasal 9, dan Pasal 35 ,Undang-Undang No 12 tahun 2022 dan
281 Ayat (2) “Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ
Agar dapat dihukum menurut Pasal ini, R Soesilo mengatakan bahwa orang itu
harus :
itu harus sengaja dilakukan di tempat yang dapat dilihat atau didatangi orang
Sahat Maruli T. Situmaeng, Buku Ajar Kriminologi, Rajawali Buana Pusaka, 2021.
56
Kesusilaan.”
48
atau
b. sengaja merusak kesopanan di muka orang lain (seorang sudah cukup) yang hadir
di situ tidak dengan kemauannya sendiri, maksudnya tidak perlu di muka umum,
di muka seorang lain sudah cukup, asal orang ini tidak menghendaki perbuatan
itu.
perbuatan yang merusak kesopanan, kesusilaan dan merupakan perbuatan yang tidak
menyenangkan.
Pengertian tersebut berarti bahwa segala perbuatan apabila itu telah dianggap
Sementara itu, istilah pelecehan seksual mengacu pada gangguan di jalan (sexual
harassment) yang dapat diartikan sebagai unwelcome attention atau perbuatan yang
dalam street harassment atau sexual harassment yang berarti bahwa perbuatan
kesopanan di tempat umum serta tindakan pelecehan seksual secara verbal (catcalling)
termasuk kategori pelecehan seksual nonfisik yang terjadi kepada seseorang tanpa
“ Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan
paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak
Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban, secara hukum dapat dan berhak
untuk memilih jenis perlindungan apa yang akan diberikan kepada korban,
dibebaskan dari segala tekanan untuk memberikan keterangan, terlindungi dari segala
penggantian biaya ganti rugi perihal transportasi, diberikan nasihat hukum dan juga
perbuatan catcalling itu sendiri, dan belum adanya pengesahan dan diterapkannya
RUU PKS yang memperluas dan dapat menjadi perlindungan terhadap korban
catcalling. Berbeda dengan negara lain, Di beberapa negara, tindakan catcalling sudah
termasuk perbuatan yang melanggar hukum. Para pelakunya dapat dijatuhi hukuman,
mulai denda yang cukup tinggi hingga ancaman kurungan. Contohnya baru-baru ini
58
Natazha Rifka Ramadhani Putri, “Perspektif Hukum Pidana Terhadap Perilaku Pelecehan
Secara Verbal (Catcalling) Di Indonesia.” (2021): 1–94.
50
Manila baru saja membuat peraturan yang mengecam perilaku catcalling, peraturan
menghukum semua bentuk pelecehan seksual di ruang publik, seperti catcalling, wolf-
whistling, kerlingan, tindakan meraba dan masih banyak lagi, Sanksi yang dijatuhkan
mulai hukuman kurungan penjara selama satu sampai 15 hari, dan atau denda mulai
200 Peso sampai 1.000 Peso, atau keduanya. Selain catcalling, tindakan yang
mata, memaksa untuk memberikan nama dan data pribadi sekalipun sudah ditolak,
dalam pelecehan seksual. Perbuatan pidana merupakan suatu proses perbuatan yang
dilarang karena melanggar aturan hukum dan memiliki ancaman sanksi terhadap
orang yang melanggar aturan tersebut, larangan ditunjukan kepada perbuatannya dan
korban tindak pidana lainnya. Korban dari tindakan catcalling di Indonesia yang
(penal policy) dapat diartikan sebagai usaha yang rasional untuk menanggulangi
mempunyai pengertian yang sama dengan istilah kebijakan hukum pidana (criminal
law policy) dan politik hukum pidana (strafrechtspolitiek). Oleh karena itu,
penggunaan ketiga istilah tersebut dalam bidang pemikiran mengandung arti yang
sama62.
immoral yang diancam dengan pidana, moralitas mencakup pengertian tentang baik,
buruknya perbuatan manusia. Namun tidak semua kejahatan bersumber dari perbuatan
kerugian psiksi dan mental bagi korban. Persepsi mengenai nilai bersifat relatif dan
cenderung berbedabeda, dalam satu kolektif yang sama bisa berbeda dalam satu
Dilihat dari syarat-syarat kriminalisasi yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
perbuatan catcalling perlu aturan untuk mendapat kepastian hukum. Adapun syarat-
62
Danang Enggartyasto and Irwan Hafid, “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Upaya Pemberantasan
Terorisme Siber Di Indonesia,” Jurnal Lex Renaissance 7, no. 1 (2022): 84–99.
52
1. Perbuatan itu tidak disukai atau dibenci oleh masyarakat, karena merugikan, atau
perbuatan yang tidak disukai dan mengganggu kenyamanan orang yang telah
menjadi objek dari suatu perbuatan tersebut. Akibat dari perbuatan tersebut
menimbulkan suatu akibat dan kerugian bagi korban. Seperti perbuatan catcalling
akibat dari catcalling yang berlebihan ini berdampak pada terganggunya psikologi
dan mental korban serta hak asasi manusia seperti tertera dalam Pasal 30 Undang-
yang dipikul oleh korban, pelaku harus seimbang dengan situasi tertib hukum
yang akan dicapai sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Biaya mengkriminalisasi
sebagai sanksi berupa denda harus sesuai dengan beban yang dipikul Negara.
3. Hal tersebut apakah akan makin menambah beban aparat penegak hukum yang
tidak seimbang, atau nyata-nyata tidak dapat diemban oleh kemampuan yang
beban bagai aparat penegak hukum, akan tetapi jika hal ini tidak diatur dan tidak
adanya kepastian hukum maka akan menambah beban bagi masyarakat yang
terkena catcalling63.
63
Kartika and Najemi, “Kebijakan Hukum Perbuatan Pelecehan Seksual (Catcalling) Dalam
Perspektif Hukum Pidana.”
53
sehingga bahaya bagi keseluruhan masyarakat. Perbuatan catcalling ada dan tidak
korban, penelitian dari berbagai lembaga pun telah membuktikan sekitar 99%
khusus di masa yang akan datang untuk mencapai kepastian hukum dalam menangani
kasus tersebut. Untuk mencapai suatu kebijakan hukum pidana, perlu adanya
perumusan moral, nilai asas serta teori yang berhubungan dengan kebijakan hukum
dalam masyarakat.
atau perilaku yang semula bukan merupakan tindak pidana menjadi suatu tindak
saranahukum pidana (penal) sehingga termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana
(penal policy)64.
Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik
hukum maupun dari politik kriminal. Menurut Sudarto, Politik Hukum adalah
64
Ramadani Saputra Halawa, “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Perlindungan Hukum
Terhadap Korban Pelecehan Seksual Secara Verbal.”
54
mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk apa yang dicita-
citakan66.
pidana juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat (social
welfare). Oleh karena itu,dapat dikatakan kebijakan atau politik hukum pidana
merupakan bagian integral dari kebijakan politik sosial (social policy). Kebijakan
sosial (social policy) dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk
policy” dan “social defence policy”. Dalam arti luas, kebijakan hukum pidana dapat
Kebijakan hukum pidana atau kebijakan penal merupakan suatu upaya dalam
pengertian:
65
Marwin, “Penanggulangan Cyber Crime Melalui Penal Policy,” Jurnal Hukum Ekonomi Syariah 5,
no. 1 (2013): 31–40.
66
Ibid.
67
Enggartyasto and Hafid, “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Upaya Pemberantasan
Terorisme Siber Di Indonesia.”
55
2. Kebijakan penal ditinjau dari politik hukum pidana adanya suatu tujuan yang ingin
Sifat melawan hukum dan kesalahan,di dalam hukum pidana atau KUHP
dan kesalahan (schuld) merupakan unsur dari tindak pidana (strafbaarfeit) 69 di dalam
RUU PKS terdapat suatu pasal mengatur perbuatan catcalling yang merupakan bentuk
dari kekerasan seksual dalam ruang lingkup publik terdapat pada Pasal 11 Ayat (1)
setiap orang dilarang melakukan kekerasan seksual. Pelecehan seksual yang dimaksud
pada Pasal 11 Ayat (1) huruf a yang dijelaskan pada Pasal 12 Ayat (1) RUU PKS,
kategori pelecehan sesksual adalah kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk
fisik, non-fisik, berhubungan dengan tubuh, hasrat yang mengandung unsur seksual,
68
Situmaeng, Buku Ajar Kriminologi.
69
Putri, “Perspektif Hukum Pidana Terhadap Perilaku Pelecehan Secara Verbal (Catcalling)
Di Indonesia.”
70
Ibid.hlm.5
56
undangan secara khusus yang jelas dan tegas mengenai perbuatan catcalling itu
sendiri, dan belum adanya pengesahan dan diterapkannya RUU PKS yang
Para pelakunya dapat dijatuhi hukuman, mulai denda yang cukup tinggi
hingga ancaman kurungan. Contohnya baru-baru ini Manila baru saja membuat
tindakan meraba dan masih banyak lagi, Sanksi yang dijatuhkan mulai hukuman
kurungan penjara selama satu sampai 15 hari, dan atau denda mulai 200 Peso sampai
1.000 Peso, atau keduanya. Selain catcalling, tindakan yang termasuk ke dalam
peraturan tersebut adalah bersiul untuk memanggil, memainkan mata, memaksa untuk
Menurut teori moralitas, dasar dari suatu kriminalitas adalah perbuatan immoral
yang diancam dengan pidana. Namun tidak semua kejahatan bersumber dari
korban dari segi psikis dan mental. Catcalling yang termasuk kejahatan kesusilaan,
71
Ika Ardina, Manila Resmi Melarang Catcalling, di akses manila-resmi-melarang-catcalling,
pada tanggal 18 Oktober 2020, pukul 21.00. https://beritagar.id/artikel/gayahidup/
57
terjadi. Hal ini timbul karena adanya suatu penafsiran yang berbeda antara satu
dengan lain. Faktanya adalah norma-norma yang hidup dimasyarakat sering kali
bergeser dari segi pemahamannya bahkan ada yang berpandangan dari aspek
tertentu. Menurut Bassiouni, tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pidana pada
mempunyai kepentingan sosial serta adanya kepentingan sosial tersebut terdapat nilai-
Bassiouni yaitu:
2. Adanya bentuk perlindungan bagi warga masyarakat dari kejahatan yang ada,
kerugian, serta menjadi masalah sosial maupun bahaya-bahaya yang tidak bisa
dibiarkan lagi;
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
informan yakni : NS, RM, SP, HI dapat disimpulkan bahwa fenomena catcalling
peneliti temukan pada Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik dan hasil penelitian
Perlindungan saksi dan korban, Pasal 281 Ayat (2),Pasal 289 KUHP, Pasal 9,
di Masa yang akan datang adalah Sanksi pidana yang dijatuhkan diusahakan
merupakan ultimum remedium dan ada upaya awal, upaya tersebut adalah upaya
preventif dengan penyantunan dan pendidikan sosial dan moral, Serta memperluas
hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang merugikan salah satu
pihak karena dilecehkan atau direndahkan melalui interaksi yang meliputi objek
4. Terjadinya tindakan catcalling adalah keisengan dan rasa bosan yang dimiliki oleh
B. SARAN
kepada pihak - pihak yang sekiranya ingin melanjutkan penelitian ini agar dapat
memberikan perkembangan yang lebih baik agar dapat berperan sebagai referensi dan
dengan adanya penelitian ini peneliti berharap kepada para pembaca mengambil sisi
positif dari makalah ini. Sebab fenomena catcalling ini sudah seharusnya dihentikan,
karena kebiasaan tersebut hanya merugikan anak bangsa ke depannya, yang harus
merasakan perasaan rendah diri setelah mengalami perbuatan catcalling oleh orang-
ketentuan pidana dari beberapa aturan atau Pasal terkait catcalling dalam
di masyarakat.
60
patriarki di Indonesia.