Anda di halaman 1dari 6

KENALI DAN CEGAH KEKERASAN SEKSUAL

Nabila Khalisha Paramita


Fakultas Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
e-mail: nabilakparamita@gmail.com

Abstract
Acts of sexual violence experienced by women in Indonesia still show that number high. This figure is
only a handful of the many cases of sexual violence because in reality there are still many women victims
of sexual violence who do not report to the police or institutions services such as the National
Commission on Violence against Women the dominant factors in the occurrence of sexual violence
against women are patriarchal culture, male rights, and permissiveness. The main reason why women
victims of sexual violence are not report the bad stigma that the public will be victims of sexual violence.
Keyword : Sexual Victim, Women as Victim, perpetrators of violence

1. PENDAHULUAN
Kekerasan yang terjadi pada seorang perempuan dikarenakan sistem tata nilai yang
mendudukan perempuan sebagai makhluk yang lemah dan lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Masih banyak masyarakat yang memandang perempuan sebagai kaum yang marginal, dikuasai,
dieksploitasi dan diperbudak oleh kaum laki-laki. Kekerasan pada dasarnya merupakan sebuah
realita yang ada dalam masyarakat saat ini, yang menyatakan kekerasan terhadap perempuan
masih terbilang cukup banyak dan sering kali terjadi kapan pun dan dimana pun.
Salah satu bentuk kekerasan yang umum terjadi di masyarakat khususnya kalangan
remaja ialah dating violence/kekerasan dalam pacaran yang terjadi ketika seseorang secara
sengaja menyakiti dan membuat takut pasangannya. (Women Health). Selain itu, menurut Mars
dan Valdez 2007 menjelaskan bahwa kekerasan dalam pacaran sebagai kekerasan dalam bentuk
fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan dalam menjalin hubungan pacaran. Kasus kekerasan
seksual di Indonesia menurut data tahunan 2017 Komnas Perempuan. Komnas Perempuan
mendokumentasikan kasus kekerasan pada perempuan yang terjadi pada tahun 2016. Hasilnya,
terdapat 259.150 jumlah kekerasan pada terhadap perempuan. Sebanyak 245.548 kasus diperoleh
dari 358 Pengadilan Agama dan 13.602 kasus yang ditangani oleh 233 lembaga mitra pengadaan
layanan yang tersebar di 34 Provinsi. Dalam ranah personal pelaku kekerasan seksual tertinggi
adalah pacar dengan 2,017 kasus. Tidak hanya ranah personal, kekerasan di ranah komunitas juga
banyak terjadi dengan 3.092 kasus yang terbagi dalam pemerkosaan dan pencabulan. 1
Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap perempuan yang menjadi korban
tindak kekerasan/pelecehan seksual dapat diberikan melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2004
tentang PKDRT dan KUHP yang menyangkut ’perkosaan’ Pasal 285 KUHP yang merupakan
tindak kekerasan seksual yang sangat mengerikan dan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak
asasi yang paling kejam terhadap perempuan, juga oleh UU No. 13 Tahun 2006 khususnya dalam
Pasal 5, Pasal 8, dan Pasal 9 yang merupakan hak dari seorang perempuan yang menjadi korban.
Pelecehan seksual pada dasarnya Merupakan kenyataan yang ada dalam masyarakat dewasa ini 2

1
Imron, Ali. 2013. Konstruksi Media Terhadap Stereotipe Gender: Analisis Framing Terhadap Kasus Pemerkosaan
Di Media Cetak. Jurnal Studi Perempuan Vol. 9 No.1 (Juni). Melalui, [7/12/17]
bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan banyak dan seringkali terjadi di mana-mana,
demikian juga dengan kekerasan/pelecehan seksual terlebih perkosaan.

2. TINJAUAN PUSTAKA
 Kekerasan Seksual
Kamus besar Bahasa Indonesia, kata kekerasan diartikan sebagai: a) perihal yang
bersifat, berciri keras, b) perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan
kerusakan fisik atau barang, c) paksaan (KBBI, 2005: 550). Sedangkan dalam
pengertiannya, kekerasan didefinisikan sebagai wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik
yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau penderitaan pada orang lain, dimana salah
satu unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan atau tidak
adanya persetujuan pihak lain yang dilukai (Wahid, dkk, 2001: 54). Dalam pengertian
psikologi, kekerasan merupakan perbuatan yang dapat menimbulkan luka fisik, pingsan
maupun kematian (Sukanto, 1980: 34). Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan,
penulis meringkas serta menyimpulkan bahwa kekerasan merupakan sebuah tindakan
nyata (actual) atau intimidasi (semi-actual) yang dilakukan oleh pelaku kepada
korbannya, yang berakibat pada korban menderita secara fisik, materi, mental maupun
psikis. Setelah mengetahui pengertian kekerasan, tak luput pula pembahasan pengertian
seksual untuk dibahas di sini. Secara sederhana, seksual berasal dari kata seks yang
artinya adalah perbedaan biologis perempuan dan laki-laki yang sering disebut dengan
jenis kelamin (Abdurouf, 2003: 25).
Dengan demikian, kekerasan seksual mempunyai makna yaitu sebuah tindakan
nyata (actual) atau intimidasi (semi-actual) yang berhubungan dengan keintiman atau
hubungan seksualitas yang dilakukan oleh pelaku kepada korbannya dengan cara
memaksa, yang berakibat korban menderita secara fisik, materi, mental maupun psikis.
Pengertian kekerasan seksual juga dapat diartikan sebagai sebuah tindakan atau
intimidasi yang berhubungan dengan keintiman atau hubungan seksualitas yang
dilakukan oleh pelaku terhadap korbannya dengan cara memaksa, yang berakibat korban
menderita secara fisik, materi, mental maupun psikis. Kejahatan kesusilaan secara umum
merupakan perbuatan yang melanggar kesusilaan yang sengaja merusak kesopanan
dimuka umum atau dengan kata lain tidak atas kemauan si korban melalui ancaman
kekerasan (Soedarsono, 1997: 180).
Menurut Yulaelawati (2015: 111) kekerasan seksual merupakan segala bentuk
sentuhan yang tidak senonoh dan tindakan sosial. Adanya kekerasan seksual yang terjadi,
berarti telah terjadinya kasus serius ditengah masyarakat. Pendapat lain yang
dikemukakan Suyanto (2010) bahwa kekerasan seksual adalah segala tindakan yang
muncul dalam bentuk paksaan atau mengancam untuk melakukan hubungan seksual
(sexual intercouse),
melakukan penyiksaan atau bertindak sadis serta meninggalkan seseorang,
termasuk mereka yang masih berusia anak-anak, setelah melakukan hubungan
seksualitas. Dalam perjalanannya, kasus-kasus kekerasan sering terjadi atau sangat rentan
korbannya adalah anak-anak atau perempuan. Hal ini dikarenakan terdapat asumsi
patriarkis bahwa baik anak maupun perempuan mempunyai kelemahan (daya) tersendiri.
Hal itu senada dengan pendapatnya Jane R. Chapman (dalam Luhulima, 2000: 78) yang
mengatakan bahwa kekerasan seksual marak terjadi pada anak dan perempuan yang
2
Nasri, Deni & Koentjoro. 2015. Pelatihan Asertivitas Normatif Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Wanita.
ISSN; 2301- 8267 Vol. 3 No.1 (Januri). E-Journal online.Melalui,[10/12/17]
secara universal disetiap wilayah termasuk juga Indonesia. Anak merupakan sasaran
empuk dari korban kekerasan seksual, sebab selain karena anak hanya memiliki sedikit
kekuatan untuk melawan, anak biasanya tidak dapat mengerti tentang apa yang telah
menimpa dirinya (Chomaria, 2014: 86).
Konteks kekerasan seksual pada anak merupakan suatu bentuk kekerasan seksual
dimana anak sebagai objek kekerasan atau dapat diartikan sebagai korban kekerasan
seksual. Kekerasan Seksual terhadap anak dengan istilah child sexual abuse didefinisikan
sebagai suatu tindakan perbuatan pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual maupun
aktivitas seksual lainnya, yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak-anak, dengan
kekerasan maupun tidak, yang dapat terjadi diberbagai tempat tanpa memandang budaya,
ras, dan sastra masyarakat. Korbannya bisa anak laki-laki maupun anak perempuan, akan
tetapi anak perempuan lebih sering menjadi target kekerasan seksual daripada anak
lakilaki.
Studi WHO juga menemukan bahwa 150 juta anak-anak perempuan menjadi
korban dibandingkan 73 juta anak laki-laki (Hairi, 2015: 7). Sedangkan Baker dan
Dunken (dalam Sarlito, 2007: 177) menggunakan definisi yang lebih luas, tetapi dengan
umur yang terbatas sekitar (usia 14-16 tahun). Menurut Baker dan Dunken kekerasan
seksual pada anak merupakan suatu bentuk kekerasan yang dimana seorang anak
dilibatkan dalam kegiatan yang bertujuan untuk mengakibatkan gairah seksual pada pihak
yang mengajak.3
 Bentuk Kekerasan Seksual
Ada 15 jenis kekerasan seksual yang ditemukan Komnas Perempuan dari hasil
pemantauannya selama 15 tahun (1998– 2013), yaitu:4
o Perkosaan;
o Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan;
o Pelecehan Seksual;
o Eksploitasi Seksual;
o Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual;
o Prostitusi Paksa;
o Perbudakan Seksual;
o Pemaksaan perkawinan, termasukcerai gantung;
o Pemaksaan Kehamilan;
o Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi;
o Pemaksaan Aborsi;
o Penyiksaan Seksual;
o Penghukuman tidak manusiawi danbernuansa seksual;
o Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi
perempuan;
o Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan
agama.
 Perlindungan Hukum bagi kekerasan Seksual

3
Raharjo, ST .(2015). Pekerjaan Sosial Generalis, Pengantar Bekerja Bersama Organisasi dan Komunitas. Bandung:
Unpad Press.
4
Sihite, Romany. 2003. Kekerasan Negara Terhadap Perempuan. Jurnal Kriminolog Indonesia Vol. 3 No. 1 : 33-42
(Juli). E-Journal on-line Melalui, [6 /12/17]
Undang-undang diatas hendaknya menjadi acuan bagi para pebegak hukum untuk bisa
memperlakukan setiap orang (khususnya perempuan korban kekerasan seksual) dengan
baik tanpa adanya diskriminasi jender sehingga tercipta adanya keseimbangan dalam
hukum dan masyarkat.
Dasar pertimbangan lain yang berkaitan dengan perlindungan terhadap korban
juga tertuang dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
yaitu Pasal 2 Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan kebebasan dasar manusia sebagia hak yang secara kodrati melekat pada dan
tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi
peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta
keadilan. Pasal 3 (1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia
yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup berrnasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan. (2) Setiap orang berhak atas
pegakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat
kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. (3) Setiap orang berhak atas
perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi. Pasal
5 (1) Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh
perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di
depan hukum. (2) Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari
pengadilan yang objektif dan tidak berpihak. (3) Setiap orang yang termasuk kelompk
masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan
dengan kekhususannya. Pasal 7 (1) Setiap orang berhak untuk menggunakan semua
upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi
manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak
asasi manusia yang telah diterima negara Republik Indonesia. (2) Ketentuan hukum
internsional yang telah diterima negara Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi
manusia menjadi hukum nasional. Pasal 8 Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi manusia terutama menjaditanggung jawab Pemerintah. Pasal 17
Setiap orang. tanpa diskiriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan.
pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun
administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur
dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar. Sekalipun hak asasi manusia
merupakan hak dasar yang secara kodrat melekat pada diri manusia sejak lahir sehingga
eksistensinya harus senantiasa dilindungi, dihormati dan dihargai oleh siapapun,
dalam prakteknya tidak mudah untuk ditegakkan karena masih banyak dijumpai
bentuk-bentuk diskriminasi (khususnya pada perempuan), seperti korban kekerasan
seksual pada waktu melapor justru dianggap sebagai factor penyebab kekerasan seksual
yang dialaminya karena ia dianggap berpakaian terlalu minim. Hal ini merupakan
gambaran bahwa belum semua penegak hokum sadar akan hak asasi setiap orang untuk
mendapatkan perlindungan yang sama di dalam hukum.5
 Dampak pelecehan seksual

5
Arif Gosita, Relevansi Viktimologi Dengan Pelayanan Terhadap Para Korban Perkosaan, (Jakarta, IND.HILL- CO,
1987) hal 13-14.
Korban tidak saja mengalami penderita secara fisik tetapi juga penderitaan secara psikis.
Adapun penderitaan yang derita korban sebagai dampak dari kekerasan seksual
(perkosaan) dapat dibedakan menjadi :6
Dampak secara fisik Antara lain: sakit asma, menderita migrant, sulit tidur, sakit
ketika berhubungan seksual, kesulitan buang air besar, luka pada dagu, infeksi
pada alat kelamin, inveksi pada panggul, dan lain-lain.
Dampak secara mental Antara lain: sangat takut sendirian, takut pada orang lain,
nervous, ragu-ragu (kadang paranoia), sering terkejut, sangat khawatir, sangat
hati-hati dengan orang asing, sulit mempercayai seseorang, tidak percaya lagi
pada pria, takut pada pria, takut akan seks, merasa bahwa orang lain tidak
menyukainya, dingin (secara emosional), sulit berhadapan dengan publik dan
teman-temannya, membenci apa saja, menarik diri/mengisolasi diri, mimpi-
mimpi buruk, dan lain-lain.
Dampak dalam kehidupan pribadi dan social Antara lain: ditinggalkan teman
dekat, merasa dikhianati, hubungan dengan suami memburuk, tidak menyukai
seks, sulit jatuh cinta, sulit membina hubungan dengan pria, takut bicara dengan
pria, mengindari setiap pria, dan lain-lain
3. Metode Penelitan
Ada pun jenis penelitan yang digunakan adalah memberikan sosalisasi kepada ibu-ibu Pkk di
desa Pomahan Dusun Gesing, Ponorogo terkait dengan kenali dan cegah kekerasan seksual
4. Pembahasan
Hasil yang telah di capai dari penyeluhuan terkait dengan kenali dan cegah kekerasan seksual
adalah sebelumnya melakukan survey ke warga desa pomahan,gesing, ponorogo kami berupaya
memeberikan wawasan kepada ibu ibu pkk mengenai kenali dan cegah kekerasan seksual
Di samping itu kami membuat kegiatan bersama ibu ibu pkk dengan cara bermain game yang
dimana game tersebut bertujuan untuk menunjukan bagian tubuhmana yang sering terjadi pelecehan
seksual
Dari penelitian ini yang sudah dilakukan maka rata-rata warga desa pomahan gesing ponorogo
adalah TKI yang bekerja di luar negeri dan rawan sekali terjadi kekerasan seksual di tempat kerjanya
5. Kesimpulan
Dari penelitian ini maka dapat di simpulkan bahwa kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja
apalagi di negeri orang yang dimana seperti banyak nya kabar banyak warga Indonesia yang
bekerja disana mendapatkan kekerasan seksual
6. Refensi

 Imron, Ali. 2013. Konstruksi Media Terhadap Stereotipe Gender: Analisis Framing
Terhadap Kasus Pemerkosaan Di Media Cetak. Jurnal Studi Perempuan Vol. 9 No.1
(Juni). Melalui, [7/12/17]
 Nasri, Deni & Koentjoro. 2015. Pelatihan Asertivitas Normatif Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah Pada Wanita. ISSN; 2301- 8267 Vol. 3 No.1 (Januri). E-Journal
online.Melalui,[10/12/17]

6
Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Viktimologi, (Jakarta, Djambatan, 2004 Made Darma
Weda, Kriminologi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996) hal 135-144
 Raharjo, ST .(2015). Pekerjaan Sosial Generalis, Pengantar Bekerja Bersama Organisasi
dan Komunitas. Bandung: Unpad Press.
 Sihite, Romany. 2003. Kekerasan Negara Terhadap Perempuan. Jurnal Kriminolog
Indonesia Vol. 3 No. 1 : 33-42 (Juli). E-Journal on-line Melalui, [6 /12/17]
 Arif Gosita, Relevansi Viktimologi Dengan Pelayanan Terhadap Para Korban Perkosaan,
(Jakarta, IND.HILL- CO, 1987) hal 13-14.
 Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Viktimologi, (Jakarta,
Djambatan, 2004 Made Darma Weda, Kriminologi, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
1996) hal 135-144

Anda mungkin juga menyukai