Anda di halaman 1dari 14

PERAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN

TERHADAP PEREMPUAN DARI TINDAK KEKERASAN DI ERA


GLOBALISASI

A. Reni Widyastuti*

Abstract
Protection towards woman from violence is our responsibility as individual, society,
law enforcer and government. Woman or a group of woman can file accusation to CEDAW
committee (Convention on the Elimination of all forms of discrimination Against Women),
concerning heavy infringement and systematic that in self or a woman group, done by person
or country of CEDAW signatory countries. Law gives protection towards woman from act
violence enforceable by: woman cognizance enhanced towards right and the duty; society
cognizance enhanced about the important effort overcomes violence towards woman; law
enforcer apparatus cognizance enhanced; aid enhanced and counseling toward victim;
construction programmed enhanced toward victim and executants; increase character mass
media; reconstruction of criminal justice system; and international coordination in crime
tackling agreement towards women.

Kata Kunci: perlindungan, perempuan, kekerasan.

A. Pendahuluan suatu hal yang menarik karena banyak


Masalah kekerasan terhadap perempuan diperbincangkan oleh kalangan praktisi,
saat ini tidak hanya merupakan masalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
individual atau masalah nasional, tetapi akademisi dan masyarakat luas. Hal itu
sudah merupakan masalah global. Dalam hal- dilatarbelakangi adanya tuntutan peran
hal tertentu bahkan dapat dikatakan sebagai perempuan yang semakin komplek se­
masalah transnasional. Banyak istilah yang iring dengan perkembangan jaman yang
digunakan seperti “violence against woman, cenderung lebih memperhatikan Hak-Hak
gender based violence, gender violence, Asasi Manusia (HAM) tanpa melihat atau
female-focused violence, domestic violence” membedakan jenis kelamin.
dan sebagainya. Kekerasan terhadap perempuan seba­
Kekerasan terhadap perempuan te­ gai masalah global, sudah mencemaskan
lah tumbuh sejalan dengan pertumbuhan setiap negara di dunia, tidak saja negara-
kebudayaan manusia. Masalah kekerasan negara yang sedang berkembang tetapi
terhadap perempuan dewasa ini, merupakan juga termasuk negara-negara maju yang

*
Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik St. Thomas Medan. (email: areniheru@yahoo.com)
1
Muladi, 1997, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Universitas Diponegoro, Semarang,
hlm. 31.
396 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408

dikatakan sangat menghargai dan peduli gender based violence. Konsep ini sejatinya
terhadap HAM seperti Amerika Serikat. mengacu pada posisi subordinasi perempuan
Indonesia sebagai negara yang sedang karena relasi keduanya mencerminkan
berkembang, menyandang predikat buruk powerless dan powerfull, dengan kata lain
dalam masalah pelanggaran HAM, yang terdapat ketimpangan kekuasaan antara
salah satu diantaranya pelanggaran HAM perempuan dan laki-laki.
perempuan. Pelanggaran HAM perempuan Dewasa ini berbagai peristiwa yang
tersebut dapat digolongkan sebagai tindak terjadi cukup kiranya untuk menggambarkan
kekerasan terhadap perempuan. bahwa diskriminasi terhadap perempuan
Dewasa ini kekerasan terhadap bukan hanya dijumpai dalam novel, dan
perempuan sangat mencemaskan banyak di negara seberang atau antah berantah,
kalangan terutama kalangan yang peduli tetapi juga terjadi di Indonesia. Keberadaan
terhadap perempuan. Walaupun sejak tahun perempuan yang seringkali digolongkan
1993 sudah ada Deklarasi Penghapusan sebagai second class citizens makin terpuruk
Kekerasan Terhadap Perempuan namun akhir-akhir ini dengan adanya berbagai
kekerasan terhadap perempuan tetap ada dan kekacauan yang menciptakan korban-
bahkan cenderung meningkat. Hal tersebut korban perempuan baru dalam jumlah yang
dapat diketahui dari pemberitaan di mass cukup banyak, baik secara fisik (misalnya
media baik media cetak maupun media perkosaan, perbuatan cabul), psikologis
elektronik. (misalnya pelecehan, teror) maupun
Keprihatinan terhadap korban kekerasan ekonomis (misalnya di PHK).
semakin mengemuka karena banyaknya Berkaitan dengan hal itu Harkristuti
kasus yang tidak dapat diselesaikan secara Harkrisnowo mengungkapkan, “fenomena
tuntas, sedangkan dampak terhadap korban yang memprihatinkan adalah bahwa
sangat mengenaskan dan membawa trauma tindak kekerasan terhadap perempuan
berkepanjangan. Tindak kekerasan dapat yang sudah diangkat sebagai isu global,
menimpa siapapun dan dimanapun juga. Bila cukup lama tidak mendapat perhatian di
ditelusuri secara seksama dalam kehidupan Indonesia. Menguak kuasa dari ketidak
sehari-hari, angka kekerasan yang ditujukan pedulian masyarakat terhadap masalah
kepada perempuan cenderung meningkat ini memerlukan pembahasan tersendiri,
dan membawa dampak yang sangat akan tetapi cukuplah bila dikatakan bahwa
serius seperti kekerasan seksual, tindak struktur sosial, persepsi masyarakat tentang
perkosaan, pelecehan seksual, perdagangan perempuan dan tindak kekerasan terhadap
perempuan dan kekerasan dalam rumah perempuan, serta nilai masyarakat yang
tangga. Kekerasan tersebut dipahami selalu ingin tampak harmonis dan karenanya
sebagai kekerasan yang berbasis gender atau sulit mengakui akan adanya masalah dalam

2
Fathul Djannah, 2002, Kekerasan Terhadap Istri, LKIS, Yogyakarta, hlm. 1.
3
Wila Chandrawila Supriadi, 2001, Kumpulan Tulisan Perempuan dan Kekerasan dalam Perkawinan, CV
Mandar Maju, Bandung, hlm. 32.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 397

rumah tangga apapun resikonya, merupakan B. Pembahasan


tiga hal pokok yang mendasarinya.  1. Globalisasi Sebuah Maverick
Negara Republik Indonesia yang dengan Globalisasi, dalam istilah bahasa
penuh kesadaran telah banyak melakukan Inggris, adalah a maverick, sebuah barang
ratifikasi perjanjian internasional, di mana atau makhluk baru yang begitu percaya
salah satunya adalah Convention on the diri tampilannya sehingga berbagai
Elimination of All Forms of Discrimination macam kekurangan yang ada pada dirinya
Against Women/CEDAW (Penghapusan bersifat misterius tidak mudah dideteksi.
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Tidak heran, terhadap globalisasi orang
Perempuan) dengan Undang-Undang menerimanya sebagai sesuatu yang sudah
Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan semestinya, taken for granted, seolah seperti
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala bayi yang lahir, tanpa cacat dan tidak perlu
Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Hal dipertanyakan hakekatnya. Padahal, lain
ini dilakukan pemerintah sebagai wujud dari kolonialisasi atau hegemoni yang jelas
tanggung jawab negara sesuai dengan sisi negatifnya, globalisasi adalah sebuah
amanat Undang-undang Dasar 1945 yang istilah yang hadir menampilkan sisi negatif
menyatakan dengan tegas bahwa segala maupun positif secara bersama-sama. Untuk
warga negara bersamaan kedudukannya di dapat mengerti globalisasi dengan lebih
dalam hukum dan pemerintahan, oleh karena benar, marilah kita lihat lebih jauh.
itu segala bentuk diskriminasi terhadap “Globalisasi adalah sebuah konsep
perempuan wajib dihapuskan karena tidak dengan kata dasar “the globe” (Inggris)
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. atau “la monde” (Perancis), yang berarti
Akibat hukum dari telah diratifikasinya bumi, dunia ini. Maka “globalisasi”
Konvensi CEDAW oleh Indonesia, secara atau “globalisation” (Inggris) atau
moral negara dan seluruh bangsa Indonesia “mondialisation” (Perancis) secara
berkewajiban untuk melaksanakan se­ netral bahasawi dapat didefinisikan
luruh asas-asas yang tercantum dalam sebagai proses menjadikan semuanya
konvensi tersebut, kecuali apabila ada asas satu bumi, satu dunia. Selain dari
yang direservasi pada waktu dilakukan tatanan bahasa, globalisasi sebagai
penandatanganan perjanjian tersebut. Negara sebuah konsep juga dicetuskan oleh
berkewajiban membuat peraturan-peraturan berbagai tatanan lain yang saling
hukum yang diperlukan untuk dapat terkait, seperti ekonomi, ideologi,
mewujudkan ketentuan-ketentuan yang teknologi dan budaya. Maka globalisasi
terkandung dalam perjanjian internasional mempunyai berbagai pengertian, yaitu
tersebut.

4
Harkristuti Harkrisnowo, “Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Perspektif Sosio Yuridis”, Jurnal
Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2001, hlm. 157.
5
Francis Wahono Nitiprawira, “Anatomi Globalisasi dan Agenda Demokrasi”, Jurnal Iman, Ilmu, Budaya,
Volume 1, Nomor 3, September 2002, Yayasan Bhumiksara, Jakarta, hlm. 32.
6
Ibid.
398 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408

dalam pengertian ekonomi, ideologi, kewargaan dunia universal yang melampaui


teknologi dan budaya sebagaimana batasan negara kebangsaan.
yang disampaikan berikut ini. Sebagai Dengan lima macam pengertian
pengertian ekonomi, globalisasi berarti globalisasi tersebut, kita dapat mengadakan
proses internasionalisasi produksi, pilihan, globalisasi dengan definisi mana
mobilisasi yang semakin membengkak yang lebih kita sukai atau cocoki. Dan
dari modal dan masyarakat internasional, atas pilihan tersebut akan mengantarkan
penggandaan dan intensifikasi keter­ kita kepada tiga kemungkinan sikap dasar
gantungan ekonomi. Secara �������������
lebih kita menanggapi globalisasi yaitu: positif,
kongkrit itu berarti reorganisasi sarana- negatif, dan campuran keduanya. Sikap
sarana produksi, penetrasi lintas negara positif terhadap globalisasi, selain diambil
dari industri, perluasan pasar uang, oleh pelaku bisnis dan pemerintahan dunia
penjajahan barang-barang konsumsi maju, juga diterima secara lapang dada
sampai ke negara-negara Dunia Ketiga dan penuh harap oleh pengguna teknologi
dari Dunia Pertama, dan penggusuran komunikasi dan informasi serta pengikut
penduduk lintas negara secara besar- budaya modern, pluralisme agama, hak-
besaran. hak asasi, namun lupa memperhitungkan
Sedang sebagai pengertian ideologi, kerugian yang diciptakannya. Sikap negatif
globalisasi dirumuskan sebagai liberalisasi terhadap globalisasi ditunjukkan oleh
perdagangan dan investasi, deregulasi, orang-orang yang lebih mengerti globalisasi
privatisasi, adopsi sistem politik demokrasi sebagai proses ekonomi dan ideologi. Secara
�������
dan otonomi daerah. Sebagai pengertian ekonomi maupun ideologi, globalisasi
teknologi, globalisasi berarti penguasaan merupakan kolonialisasi ekonomi wajah
dunia melalui penguasaan teknologi terutama baru. Suara kompromi dipilih oleh mereka
teknologi komunikasi dan informasi, namun yang walaupun mengutuk globalisasi
juga teknologi penghancur lingkungan ekonomi dan ideologi, tetapi tetap melihat
serta bioteknologi pengancam manusia harapan cerah pada globalisasi teknologi dan
tanpa kemampuan kendali. Keduanya telah budaya. Akhirnya ketiga pemilih sepakat
meringkas hamparan dunia menjadi tombol untuk mengakui bahwa globalisasi ekonomi
keputusan dari balik meja atas keputusan dan ideologi bagaimanapun tidak hanya
produksi barang-barang konsumsi dan jasa- harus diwaspadai, namun harus diserang
jasa. Akhirnya sebagai pengertian budaya, dengan cara damai tetapi jitu.
globalisasi adalah proses harmonisasi ide-
ide dan norma-norma, seperti pluralitas 2.������������������������������
Kekerasan Terhadap Perempuan.
keberagaman, hak-hak asasi, namun juga Kekerasan terhadap perempuan me­
gaya hidup konsumerisme dan pornografi. rupakan konsep baru, yang diangkat pada
Proses demikian merupakan gerakan menuju Konferensi Dunia Wanita III di Nairobi,

7
Ibid., hlm 33-34.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 399

yang berhasil menggalang konsensus mengganggu kesehatan (female genital


internasional atas pentingnya mencegah mutilation) dan praktek-praktek tradisional
berbagai bentuk kekerasan terhadap lain yang merugikan wanita, kekerasan
perempuan dalam kehidupan sehari-hari di di luar hubungan perkawinan, kekerasan
seluruh masyarakat dan bantuan terhadap yang bersifat eksploitatif, pelecehan wanita
perempuan koban kekerasan. Oleh karena secara seksual (sexual harrasment) dan
kekerasan terhadap perempuan merupakan intimidasi di lingkungan kerja, dalam
konsep baru, maka mengenai definisi atau lembaga pendidikan, perdagangan wanita,
batasan kekerasan terhadap perempuan pemaksaan untuk melacur, dan kekerasan
belum ada definisi tunggal dan jelas dari yang dilakukan oleh penguasa, Definisi ini
para ahli atau pemerhati masalah-masalah secara tegas menunjuk akar kekerasan pada
perempuan. Walaupun demikian kiranya hubungan gender (gender- based roots).
perlu dikemukakan beberapa pendapat Dari sisi siklus kehidupan manusia
mengenai hal tersebut. kekerasan terhadap perempuan dapat diiden­
Pada tahun 1993, Sidang Umum PBB tifikasikan sebagai berikut:
mengadopsi deklarasi yang menentang a. Sebelum kelahiran, tipe kekerasannya
kekerasan terhadap wanita yang dirumuskan antara lain: aborsi atas dasar seleksi
pada tahun 1992 oleh Komisi Status Wanita kelamin (Cina, India, Korea), peng­
PBB. Pada Pasal 1 Deklarasi dinyatakan aniayaan pada saat hamil, pemak­saan
bahwa kekerasan terhadap wanita mencakup: kehamilan seperti perkosaan massal
setiap perbuatan kekerasan atas dasar pada saat perang.
perbedaan kelamin, yang mengakibatkan b. Pada saat bayi, tipe kekerasannya
atau dapat mengakibatkan kerugian atau antara lain: pembunuhan anak bayi
penderitaan terhadap wanita baik fisik, (perempuan), perlakuan salah baik
seksual atau psikis, termasuk ancaman emosional dan psikis, perbedaan
perbuatan tersebut, paksaan atau perampasan perlakuan dalam bidang makanan dan
kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik kesehatan terhadap anak perempuan.
yang terjadi dalam kehidupan yang bersifat c. Pada usia anak, tipe kekerasannya
publik maupun privat. antara lain: kawin anak, penyunatan,
Pasal 2 Deklarasi menyatakan bahwa perlakuan seksual baik oleh keluarga
definisi tersebut hendaknya dipahami untuk maupun orang lain, pelacuran anak.
meliputi, tetapi tidak terbatas pada kekerasan d. Pada usia remaja, tipe kekerasannya
fisik, seksual dan psikis yang terjadi di dalam antara lain: kekerasan pada saat
keluarga dan di dalam masyarakat, termasuk bercumbuan (date rape), perlakuan
penganiayaan, perlakuan seksual secara sex terpaksa karena tekanan ekonomi,
salah terhadap anak wanita, kekerasan yang pelecehan seksual di tempat kerja,
berkaitan dengan mas kawin (dowry-related perkosaan, pelacuran paksa, perda­
violence), perkosaan dalam perkawinan gangan wanita.
(marital rape), penyunatan wanita yang e. Masa reproduksi, tipe kekerasannya
400 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408

antara lain: kekerasan oleh pasangan Kristi Poerwandari menyatakan ke­


intim, marital rape, pembunuhan atau kerasan terhadap perempuan sangat luas
kekerasan karena mahar, pembunuhan cakupannya, dapat berlangsung dalam
oleh pasangan, perlakuan salah lingkup personal (misal: kekerasan dalam
psikis, pelecehan seksual di tempat rumah tangga, perkosaan oleh orang tak
kerja, perkosaan, kekerasan terhadap dikenal, gang rape). Kekerasan terhadap
permpuan cacat. perempuan juga dapat berdimensi fisik,
f. Usia tua, tipe kekerasannya antara lain: psikologis maupun seksual, yang tidak
kekerasan terhadap janda, kekerasan jarang terjadi secara tumpang tindih pada
terhadap orangtua. saat bersamaan.
Pengertian kekerasan terhadap Pelbagai LSM wanita mengembangkan
perempuan di samping seperti telah definisi tersebut secara lebih luas, yang
dikemukakan di atas, juga diatur dalam mencakup jalan masuk yang kurang dalam
peraturan perundang-undangan seperti bidang sumber daya sosial ekonomi seperti
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana lapangan kerja, sebagai bentuk-bentuk
(KUHP), Deklarasi Penghapusan Kekerasan kekerasan. ����������������������������������
Hal ini berkaitan dengan pelbagai
Terhadap Perempuan, Undang-Undang bentuk generasi HAM (sipil, politik, sosial
No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan ekonomi dan budaya serta hak untuk
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). berkembang).
Di dalam KUHP, pengertian kekerasan diatur
dalam Pasal 89 KUHP yang menyatakan 3. Politik Hukum dalam Membangun
bahwa ”membuat orang pingsan atau tidak Sistem Hukum di Era Global
berdaya disamakan dengan menggunakan Anthony Gidden mengatakan bah­
kekerasan”. wa dengan makin majunya ilmu dan
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. teknologinya, dunia saat ini telah lepas
23 Tahun 2004, menyatakan: kekerasan kendali, sehingga perkembangan dunia
dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan saat ini jauh dari perkiraan semula,
terhadap seseorang terutama perempuan bukannya menjadi makin stabil, tertib dan
yang berakibat timbulnya kesengsaraan dapat diprediksikan, sebagaimana yang
atau penderitaan secara fisik, seksual, diramalkan oleh kaum optimisme Barat abad
psikologis dan/atau penelantaran rumah pertengahan, tetapi dunia justru semakin
tangga termasuk ancaman untuk melakukan di luar kendali. Salah satu kata kunci yang
perbuatan, pemaksaan atau perampasan menyebabkan kondisi demikian adalah
kemerdekaan secara melawan hukum dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam lingkup rumah tangga. yang mendorong terjadinya globalisasi. Pada

8
Muladi, Op. cit., hal. 34-35.
9
Kristi Poerwandari,2006, Kekerasan terhadap Perempuan: Tinjauan Psikologis, dalam Tapi Omas Ihromi
dkk., Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Alumni, Bandung, hlm. 277.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 401

gilirannya gelombang tsunami globalisasi untuk mengimplementasikan berbagai


tersebut telah memunculkan berbagai risiko per­janjian internasional yang telah dira­
dan ketidak pastian baru yang melampaui tifikasinya (prinsip pacta sunt servanda),
kemampuan antisipasi kita. Perubahan maka sudah menjadi kewajiban pemerintah
dahsyat ini telah merombak tradisi bahkan untuk segera melakukan harmonisasi dan
agama yang selama ini menjadi dasar sinkronisasi antara hukum nasionalnya
pijakan banyak orang. Tidak berhenti disitu dengan standar internasional yang berlaku.
saja, proses tersebut mentransformasikan Upaya harmonisasi dan sinkronisasi antara
nilai-nilai baru dalam keluarga dan juga hukum nasional dengan hukum internasional
negara. Dengan demikian globalisasi juga ini harus dilakukan dengan tetap berusaha
mempengaruhi kehidupan sehari-hari dengan untuk mengakomodasikan kecenderungan
kadar yang sama pengaruhnya terhadap internasional (international trend) di samping
berbagai peristiwa di tingkat dunia baik di memperhatikan aspirasi domestik.12
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya Menurut Muladi, harmonisasi atau
bahkan hukum.10 penyesuaian perundang-undangan (harmo-
Globalisasi dengan ciri khusus yaitu nization of law) lebih menekankan pada ke-
interaksi, integrasi dan interdependensi, beradaan indikator-indikator dan karakteris-
pada akhirnya mempengaruhi perubahan tik yang sama dalam per­undang-undangan.
dunia di segala bidang. Perubahan dunia Sedangkan sinkro­nisasi atau penyelarasan
beserta paradigmanya sebagai dampak dari perundang-undangan (syncronization of
globalisasi menunjukkan sebuah proses law) lebih mementingkan bahwa suatu pe-
multidimensi yang menuju pada sebuah rundang-undangan tidak boleh bertentangan
tatanan dunia tanpa batas sekat antar negara. satu sama lain dengan perundang-undangan
Sistem sosial demikian telah menimbulkan yang sederajat (sinkronisasi sederajat/hori­
akses informasi tanpa akhir. Dengan kondisi sontal) dan tidak boleh bertentangan den-
tatanan seperti itu akan banyak memberi gan peraturan perundang-undangan yang
dampak baik negatif maupun positif pada lebih tinggi (sinkronisasi vertikal). Upaya
perubahan sosial budaya suatu masyarakat harmonisasi dan sinkronisasi antara hukum
di sudut manapun juga, termasuk negara nasional dengan hukum internasional ini ha-
Indonesia sebagai bagian dari komunitas rus dilakukan dengan tetap berusaha untuk
masyarakat global.11 mengakomodasikan kecenderungan inter-
Sebagai bagian dari masyarakat nasional (international trends) di samping
internasional, selain memiliki kewajiban memperhatikan aspirasi domestik.13

10
Anthony Giddens, 2001, Runway World, Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita, Gramedia,
Jakarta, hlm. 54.
11
Muhammad Thoha, 2002, Globalisasi: Antara Harapan dan Kecemasan, dalam buku Globalisasi Krisis Eko-
nomi dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan, Pustaka Quantum, Jakarta, hlm. 7.
12
Muladi, “Harmonisasi dan Sinkronisasi Perundang-undangan tentang Pemberantasan Korupsi”, Makalah dis-
ampaikan pada Lokakarya Pembentukan Pengadilan Korupsi, diselenggarakan oleh Kelompok Kerja AI KHN
dari Undip di BPHN Jakarta pada tanggal 30 Juli 2002, hlm. 1
13
Ibid.
402 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408

Dalam kaitannya dengan kondisi nasional. Menurut teori Coordination kedua


Indonesia, maka harus dipahami bahwa sistem hukum tersebut tidak akan mengalami
pembangunan hukum di Indonesia harus pertentangan satu sama lain karena keduanya
akomodatif terhadap ketentuan-ketentuan bekerja dalam ruang yang berbeda.16 Dalam
hukum internasional yang lebih bersifat kerangka pikir coordination, pengertian
universal. Menurut Muladi sebagai bangsa hukum internasional didasarkan pada
yang merupakan bagian dari masyarakat adanya masyarakat internasional yang
global, untuk membentuk suatu hukum terdiri atas sejumlah negara yang merdeka
nasional yang modern di era globalisasi dan berdaulat. Hukum internasional
ini, maka di samping harus mengandung merupakan suatu tertib koordinasi antara
local characteristic seperti ideologi bangsa, masyarakat internasional yang sederajat.
kondisi-kondisi manusia, alam dan tradisi Anggota masyarakat internasional tunduk
bangsa, maka juga harus mengandung pada hukum internasional sebagai suatu
kecenderungan-kecenderungan internasional tertib hukum yang mereka terima sebagai
(international trends) yang diakui oleh perangkat kaidah dan asas yang mengikat
masyarakat dunia yang beradab.14 hubungan di antara mereka.17
Hal ini berarti bahwa tanpa Dengan demikian maka desakan
mengabaikan unsur-unsur partikularistik global yang ada sekarang ini memang harus
yang dominan, berbagai kecenderungan disikapi, dikoordinasikan dan diintegrasikan
global harus dilihat sebagai bagian dari dalam hukum nasional Indonesia. Menurut
kecenderungan nasional. Jadi dengan Muladi, adopsi terhadap hal-hal positif
tetap bertumpu pada kultur nasional yang yang terjadi di lingkungan internasional ini
menjunjung tinggi ideologi bangsa dengan tidak dilakukan dengan serta merta, namun
tetap memperhatikan kecenderungan harus diadaptasikan kepada nilai-nilai yang
internasional, bangsa Indonesia harus tetap bersumber pada ideologi bangsa, yaitu
berusaha untuk mampu beradaptasi dengan Pancasila.18
perkembangan global.15 Dalam konteks mengakomodasikan
Persoalan menerima atau menolak aturan-aturan internasional, maka dapat
desakan global melalui berbagai instrumen dikemukakan tiga pilihan bagi pembuat
hukum internasional ini sebenarnya kebijakan hukum di Indonesia, yaitu:
merupakan persoalan hubungan antara 1. Model pertama, adalah menolak
hukum internasional dengan hukum sama sekali adanya aturan hukum

14
Muladi, 1997, Op. cit., hlm. 65.
15
Muladi, “Pengadilan Pidana bagi Pelanggar HAM Berat di Era Demokratisasi”, Jurnal Demokrasi dan HAM,
diterbitkan oleh The Habibie Centre, 2000, hlm. 39.
16
Ian Brownlie,1990, Principles of Public International Law, Fourth Ed. Clarendon Press, Oxford, hlm. 35.
19
Mochtar Kusumaatmadja, 1982, Pengantar Hukum Internasional, Buku I: Bagian Umum, Bina Cipta, Band-
ung, hlm. 7.
18
Muladi, “Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia di Masa Mendatang”, Pidato Pengukuhan Guru Besar
Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1990, hlm. 4.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 403

tersebut dan menutup diri dari terbawa arus globalisasi, tapi


pengaruh internasional. Jika juga dapat memilah secara sadar
alternatif ini yang dipilih berarti kaidah-kaidah asing, nasional
kita mengingkari adanya era maupun transnasional yang dapat
kesejagatan dan merasa puas serta dimasukan ke dalam sistem
cukup kuat hidup menyendiri tanpa hukum nasional Indonesia tanpa
berhubungan dengan negara lain. kehilangan identitas dan jatidiri
Dalam era globalisasi sekarang bangsa.
ini, pilihan pertama rasanya tidak 3. Model ketiga, adalah sama sekali
mungkin dilakukan. melarutkan diri ke dalam arus
2. Model kedua, adalah model global dalam arti semua instrumen
harmonisasi nilai-nilai internasi­ internasional diterima begitu saja
onal ke dalam nilai-nilai hukum tanpa memperhatikan kepentingan
nasional. Sebelum dilakukan nasional.19
langkah harmonisasi antara Dari uraian di atas maka dalam
hukum nasional dengan hukum menentukan kebijakan berkaitan dengan
internasional, perlu dikaji terlebih pembentukan peraturan perundang-undang­
dulu sejauh mana nilai- nilai dalam an di era globalisasi ini, pemerintah harus
hukum internasional tersebut dapat mampu melakukan kompromi berupa
diterima dengan menggunakan harmonisasi dan sinkronisasi hukum, baik
Pancasila sebagai filter. Ini berarti antara kepentingan nasional dengan tuntutan
bahwa hukum nasional Indonesia global maupun antara kepentingan negara
harus diletak­kan pada lima nilai dengan tuntutan masyarakat.
dasar. Sepanjang nilai-nilai global
tidak bertentangan atau memiliki 4. Strategi Perlindungan terhadap Pe­
nilai persamaan dengan lima nilai rem­puan di Era Global
dasar itu, maka adopsi nilai global Kekerasan terhadap perempuan
dapat dilakukan. Hal ini berarti disebut sebagai masalah global karena
bahwa nilai-nilai internasional yang terkait di sini issue global tentang HAM
telah dijabarkan dalam instrumen yang per definisi diartikan sebagai hak-hak
internasional (konvensi, deklarasi, yang melekat secara alamiah sejak manusia
resolusi, dsb) harus disinkronkan dilahirkan dan tanpa itu manusia tidak dapat
dengan aturan hukum nasional, hidup sebagai manusia secara wajar. Hak-
����
baik secara kelembagaan, hukum hak tersebut meliputi hak-hak sipil dan
positif maupun kultur. Berpegang politik, hak-hak sosial, ekonomi dan budaya
pada model kedua ini maka serta hak untuk berkembang.
hukum Indonesia tidak sekedar

19
Kartini Sekartadji, “Harmonisasi Hukum Internasional dalam Hukum Nasional pada Era Global”, Makalah
pada Diskusi Panel Renungan Hari Proklamasi RI ke 42 Fak. Hukum Undip, 15 Agustus 1997, hlm. 8.
404 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408

Kaitan dengan HAM nampak dari menghapus kekerasan dan memberikan


pelbagai pernyataan antara lain bahwa perlindungan dan pelayanan bantuan bagi
kekerasan terhadap perempuan merupakan perempuan korban kekerasan.
rintangan terhadap pembangunan, karena Pada tanggal 20 Desember 1993
dengan demikian akan mengurangi Majelis Umum PBB menerima Deklarasi
kepercayaan diri dari perempuan, meng­ Penghapusan Kekerasan Terhadap Perem­
hambat kemampuan perempuan untuk puan, deklarasi tersebut memuat suatu
berpartisipasi penuh dalam kegiatan so­ definisi internasional tentang kekerasan
sial, mengganggu kesehatan perempuan, terhadap perempuan. Pada
�����������������������
tanggal 6 Oktober
mengurangi otonomi perempuan baik dalam 1999 Majelis Umum PBB mengadopsi
bidang ekonomi, politik, sosial, budaya Optional Protokol/Konvensi CEDAW.
dan fisik. Dengan demikian kemampuan Protokol tersebut merupakan upaya strategis
perempuan untuk memanfaatkan kehidupan­ untuk memberdayakan perempuan dalam
nya baik fisik, ekonomi, politik dan kultural menghapuskan diskriminasi terhadap dirinya
menjadi terganggu. Dalam pelbagai dan menegakkan hak-hak asasinya.
pertemuan internasional bahkan dikatakan Protokol ini memungkinkan perem­
hal ini ada hubungannya dengan Indeks puan atau sekelompok perempuan me­
Perkembangan Manusia20. nyampaikan pengaduan kepada komite
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) CEDAW, setelah melalui upaya nasional,
terus menerus mendesak kepada semua negara tentang pelanggaran berat dan sistematis
anggota PBB untuk melakukan berbagai yang terjadi pada dirinya atau sekelompok
langkah tindak, termasuk pembuatan, peng­ perempuan, baik yang dilakukan oleh orang
hapusan dan penyempurnaan perundang- atau negara yang menjadi peserta Konvensi
undangan untuk menghapus diskriminasi CEDAW. Protokol ini memungkinkan dua
dan kekerasan terhadap perempuan. prosedur, yaitu (1)prosedur komunikasi, dan
Menjelang diselenggarakannya Konferensi (2) prosedur penyelidikan yang mengizinkan
Dunia HAM di Wina tahun 1993, Komite Komite CEDAW melakukan penyelidikan
Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita, atas pelanggaran berat dan sistematis dari
dikenal juga sebagai Komite CEDAW, pada Konvensi di negara peserta CEDAW.
sidang ke-11, menghasilkan Rekomendasi Pada tingkat nasional telah dilakukan
Umum No. 19 tentang Kekerasan terhadap dengan pengesahan Konvensi mengenai
Perempuan pada tahun 1992. Secara tegas Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
dinyatakan bahwa kekerasan adalah suatu terhadap Wanita dengan Undang-undang
bentuk diskriminasi terhadap perempuan, No. 7 tahun 1984, diundangkannya Undang-
dan memberikan rekomendasi agar dilakukan undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak
langkah-langkah tindak yang tepat untuk Asasi Manusia, dalam bulan Desember

20
Muladi, 1997, Op. cit., hlm. 37.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 405

tahun 2000 diterbitkan Instruksi Presiden budaya kekerasan akan berkembang. Ketiga,
No. 9 tahun 2000 tentang Pengarus utamaan dalam masyarakat yang bergolak karena
Gender dan pada tanggal 22 September 2004 perang, kekerasan merupakan bagian senjata
disahkan Undang-undang Nomor 23 tahun yang digunakan untuk perang.
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Namun demikian dari segi pandangan
Rumah Tangga. hukum pidana, kriminologis dan viktimologis,
Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa, pendekatan yang berorientasi pada hubungan
akar masalah terjadinya kekerasan terhadap pelaku dan korban harus dilakukan. Dalam
perempuan adalah budaya dominasi laki- kerangka ini identifikasi tentang korban
laki. Dalam struktur dominasi ini kekerasan kekerasan dapat dikategorikan sebagai
seringkali digunakan laki-laki untuk berikut:
memenangkan perbedaan pendapat, untuk a. Korban serta merta karena nasib.
menyatakan rasa tidak puas, untuk mencegah b. Korban yang turut memprovokasi.
perbuatan mendatang dan kadangkala untuk c. Korban yang turut mendorong tanpa
mendemonstrasikan dominasi semata- harus memprovokasi.
mata. Segala bentuk kekerasan seringkali d. Korban yang secara fisik lemah, seperti
merupakan refleksi dari sistem patriarkhat. anak, perempuan, orang cacat.
Kekerasan terhadap perempuan e. Korban yang lemah secara sosial,
seringkali tidak dianggap masalah besar misalnya kelompok imigran, minoritas.
karena beberapa alasan. Alasan pertama f. Korban politis.
adalah, ketiadaan statistik yang akurat. g. Korban latent, yaitu mereka yang
Alasan kedua menganggap bahwa kekerasan mempunyai karakter perilaku yang
tersebut adalah masalah tempat tidur yang selalu menjadikannya korban.21
sangat pribadi dan berkaitan dengan kesucian Dari uraian di atas tampak bahwa
rumah. Alasan ketiga, berkaitan dengan permasalahan kekerasan terhadap perempuan
budaya dan keempat karena ketakutan merupakan masalah interdisipliner, baik
terhadap suami. Seringkali faktor-faktor politis, sosial. Budaya, ekonomis maupun
tersebut terpadu satu sama lain. aspek-aspek sosial lain. Atas dasar kajian-
Kekerasan terhadap perempuan se­ kajian lintas kultural misalnya saja dapat
ringkali berkaitan pula dengan instabilitas diprediksi bahwa kekerasan akan banyak
di rumah dan di masyarakat. Hal ini nampak terjadi dimana ada kesenjangan ekonomis
dari tiga kategori sebagai berikut: Pertama, antara laki-laki dan perempuan, penyelesaian
kondisi kemiskinan akan mengakibatkan konflik dengan kekerasan, dominasi laki-laki
dilakukannya kekerasan untuk penyaluran dan ekonomi keluarga serta pengambilan
frustasi dan agresi kepada mereka yang lemah keputusan yang berbasis pada laki-laki.
yaitu perempuan dan anak-anak. Kedua, ������� Sebaliknya dalam kondisi-kondisi dimana
dalam masyarakat yang penuh instabilitas, perempuan mempunyai kekuasaan di luar

21
Ibid., hlm. 37.
406 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408

rumah, intervensi masyarakat secara aktif g. Meningkatkan peranan mass media.


dan berkembangnya perlindungan sosial, h. Perbaikan sistem peradilan pidana,
keluarga dan kawan terhadap kekerasan, dimulai dari pembaharuan hukum
prediksi terjadinya kekerasan sangat rendah. yang kondusif terhadap terjadinya
Dari tukar pengalaman pelbagai negara kekerasan.
tentang strategi penanggulangan kekerasan i. Pembaharuan sistem pelayanan
terhadap perempuan, pada dasarnya hal ini kesehatan yang kondusif untuk
mencakup hal-hal sebagai berikut: penanggulangan kekerasan terhadap
a. Peningkatan kesadaran perempuan perempuan.
terhadap hak dan kewajibannya di j. Secara terpadu meningkatkan program
dalam hukum melalui latihan dan pembinaan korban dan pelaku.22
penyuluhan. Pendidikan sebagai sarana
pemberdayaan wanita dilakukan dalam C. Penutup
tema yang universal. Perlindungan terhadap perempuan dari
b. Peningkatan kesadaran masyarakat kekerasan adalah merupakan tanggung jawab
betapa pentingnya usaha untuk meng­ kita bersama, sebagai individu, masyarakat,
atasi terjadinya kekerasan terhadap penegak hukum dan bahkan pemerintah.
perempuan, baik dalam konteks Dan pada tingkat nasional telah dilakukan
individual, sosial maupun institusional. dengan pengesahan Konvensi mengenai
c. Mengingat masalah kekerasan terhadap Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
perempuan sudah merupakan issue terhadap Wanita (Konvensi CEDAW)
global, maka perlu koordinasi antar dengan UU No. 7 tahun 1984; diundang
negara untuk melakukan kerjasama kannya UU No. 39 tahun 1999 tentang
penanggulangan. HAM; diterbitkannya Instruksi Presiden
d. Meningkatkan kesadaran para pene­ No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
gak hukum, agar bertindak cepat Gender; dan disahkannya UU No. 23 tahun
dalam mengatasi kekerasan terhadap 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
perempuan, dalam satu spirit bahwa Rumah Tangga. Perempuan atau sekelompok
masalahnya telah bergeser menjadi perempuan dapat menyampaikan pengaduan
masalah global. kepada komite CEDAW, setelah melalui
e. Peningkatan bantuan dan konseling upaya nasional, tentang pelanggaran berat
terhadap korban kekerasan terhadap dan sistematis yang terjadi pada dirinya atau
perempuan. sekelompok perempuan, baik yang dilakukan
f. Peningkatan kesadaran masyarakat oleh orang atau negara yang menjadi peserta
secara nasional dengan kampanye yang Konvensi CEDAW.
sistematis didukung jaringan yang Peranan hukum dalam memberikan
mantab. perlindungan terhadap perempuan dari

22
Ibid., hlm. 38.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 407

tindak kekerasan dapat dilaksanakan aparat penegak hukum untuk bertindak


dengan cara: peningkatan kesadaran pe­ cepat; peningkatan bantuan dan konseling
rempuan terhadap hak dan kewajibannya; terhadap korban; meningkatkan peranan
peningkatan kesadaran masyarakat tentang mass media; perbaikan sistem peradilan
pentingnya usaha mengatasi kekerasan pidana; pembaharuan sistem pelayanan
terhadap perempuan; perlu koordinasi kesehatan untuk korban; serta secara terpadu
antar negara dalam melakukan kerjasama meningkatkan program pembinaan terhadap
penanggulangan; meningkatkan kesadaran korban dan pelaku.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku B. Makalah
Brownlie, Ian, 1990, Principles of Public Muladi, “Harmonisasi dan Sinkronisasi
International Law, Fourth Ed. Perundang-undangan tentang
Clarendon Press, Oxford. Pemberantasan Korupsi”, Makalah
Chandrawila Supriadi, Wila, 2001, Kumpulan disampaikan pada Lokakarya
Tulisan Perempuan dan Kekerasan Pembentukan Pengadilan Korupsi,
Dalam Perkawinan, CV Mandar Maju, diselenggarakan oleh Kelompok Kerja
Bandung. AI KHN dari Undip di BPHN Jakarta
Djannah, Fathul dkk., 2002, Kekerasan pada tanggal 30 Juli 2002.
Terhadap Istri, LKIS, Yogyakarta. Sekartadji, Kartini, “Harmonisasi Hukum
Giddens, Anthony, 2001, Runway World, Internasional dalam Hukum Nasional
Bagaimana Globalisasi Merombak pada Era Global”, Makalah pada Diskusi
Kehidupan Kita, Gramedia, Jakarta. Panel Renungan Hari Proklamasi RI
Kusumaatmadja, Mochtar, 1982, Pengantar ke 42 Fakultas Hukum Universitas
Hukum Internasional, Buku I: Bagian Diponegoro, 15 Agustus 1997.
Umum, Bina Cipta, Bandung.
Muladi,1997, Hak Asasi Manusia, Politik C. Artikel Jurnal
Dan Sistem Peradilan Pidana, Harkrisnowo, Harkristuti, “Tindak Kekerasan
Universitas Diponegoro, Semarang. Terhadap Perempuan Dalam Perspektif
Poerwandari, Kristi, 2006, “Kekerasan Sosio Yuridis”, Jurnal Hukum, Fakultas
terhadap Perempuan: Tinjauan Hukum Universitas Islam Indonesia,
Psikologis”, Tapi Omas Ihromi dkk., Yogyakarta, 2001
Penghapusan Diskriminasi Terhadap Muladi , “Pengadilan Pidana bagi Pelanggar
Wanita, Alumni, Bandung. HAM Berat di Era Demokratisasi”,
Thoha, Muhammad, 2002, Globalisasi: Jurnal Demokrasi dan HAM, diterbitkan
Antara Harapan dan Kecemasan, oleh The Habibie Centre, 2000.
dalam buku Globalisasi Krisis Ekonomi Nitiprawira, Francis Wahono, “Anatomi
dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan, Globalisasi dan Agenda Demokrasi”,
Pustaka Quantum, Jakarta. Jurnal Iman, Ilmu, Budaya, Volume1,
408 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408

Nomor 3, September 2002, Yayasan E. Dokumen Lainnya


Bhumiksara, Jakarta, 2002 Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap
Perempuan, (Diadopsi oleh Majelis
D. Peraturan Perundang-undangan Umum PBB pada tanggal 20 Desember
UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan 1993, GA Res 48/ 104) terjemahan oleh
Konvensi Mengenai Penghapusan Forum Komunikasi Ormas/LSM untuk
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dengan kerjasama Ford
Wanita (Convention on the Elimination Foundation, Jakarta, 1994.
of All Forms of Discrimination Againt Muladi, “Proyeksi Hukum Pidana Materiil
Women). Indonesia di Masa Mendatang”, Pidato
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Pengukuhan Guru Besar Hukum Pidana
Manusia (HAM). pada Fakultas Hukum Universitas
UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Diponegoro, Semarang, 1990.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Anda mungkin juga menyukai