A. Reni Widyastuti*
Abstract
Protection towards woman from violence is our responsibility as individual, society,
law enforcer and government. Woman or a group of woman can file accusation to CEDAW
committee (Convention on the Elimination of all forms of discrimination Against Women),
concerning heavy infringement and systematic that in self or a woman group, done by person
or country of CEDAW signatory countries. Law gives protection towards woman from act
violence enforceable by: woman cognizance enhanced towards right and the duty; society
cognizance enhanced about the important effort overcomes violence towards woman; law
enforcer apparatus cognizance enhanced; aid enhanced and counseling toward victim;
construction programmed enhanced toward victim and executants; increase character mass
media; reconstruction of criminal justice system; and international coordination in crime
tackling agreement towards women.
*
Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik St. Thomas Medan. (email: areniheru@yahoo.com)
1
Muladi, 1997, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Universitas Diponegoro, Semarang,
hlm. 31.
396 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408
dikatakan sangat menghargai dan peduli gender based violence. Konsep ini sejatinya
terhadap HAM seperti Amerika Serikat. mengacu pada posisi subordinasi perempuan
Indonesia sebagai negara yang sedang karena relasi keduanya mencerminkan
berkembang, menyandang predikat buruk powerless dan powerfull, dengan kata lain
dalam masalah pelanggaran HAM, yang terdapat ketimpangan kekuasaan antara
salah satu diantaranya pelanggaran HAM perempuan dan laki-laki.
perempuan. Pelanggaran HAM perempuan Dewasa ini berbagai peristiwa yang
tersebut dapat digolongkan sebagai tindak terjadi cukup kiranya untuk menggambarkan
kekerasan terhadap perempuan. bahwa diskriminasi terhadap perempuan
Dewasa ini kekerasan terhadap bukan hanya dijumpai dalam novel, dan
perempuan sangat mencemaskan banyak di negara seberang atau antah berantah,
kalangan terutama kalangan yang peduli tetapi juga terjadi di Indonesia. Keberadaan
terhadap perempuan. Walaupun sejak tahun perempuan yang seringkali digolongkan
1993 sudah ada Deklarasi Penghapusan sebagai second class citizens makin terpuruk
Kekerasan Terhadap Perempuan namun akhir-akhir ini dengan adanya berbagai
kekerasan terhadap perempuan tetap ada dan kekacauan yang menciptakan korban-
bahkan cenderung meningkat. Hal tersebut korban perempuan baru dalam jumlah yang
dapat diketahui dari pemberitaan di mass cukup banyak, baik secara fisik (misalnya
media baik media cetak maupun media perkosaan, perbuatan cabul), psikologis
elektronik. (misalnya pelecehan, teror) maupun
Keprihatinan terhadap korban kekerasan ekonomis (misalnya di PHK).
semakin mengemuka karena banyaknya Berkaitan dengan hal itu Harkristuti
kasus yang tidak dapat diselesaikan secara Harkrisnowo mengungkapkan, “fenomena
tuntas, sedangkan dampak terhadap korban yang memprihatinkan adalah bahwa
sangat mengenaskan dan membawa trauma tindak kekerasan terhadap perempuan
berkepanjangan. Tindak kekerasan dapat yang sudah diangkat sebagai isu global,
menimpa siapapun dan dimanapun juga. Bila cukup lama tidak mendapat perhatian di
ditelusuri secara seksama dalam kehidupan Indonesia. Menguak kuasa dari ketidak
sehari-hari, angka kekerasan yang ditujukan pedulian masyarakat terhadap masalah
kepada perempuan cenderung meningkat ini memerlukan pembahasan tersendiri,
dan membawa dampak yang sangat akan tetapi cukuplah bila dikatakan bahwa
serius seperti kekerasan seksual, tindak struktur sosial, persepsi masyarakat tentang
perkosaan, pelecehan seksual, perdagangan perempuan dan tindak kekerasan terhadap
perempuan dan kekerasan dalam rumah perempuan, serta nilai masyarakat yang
tangga. Kekerasan tersebut dipahami selalu ingin tampak harmonis dan karenanya
sebagai kekerasan yang berbasis gender atau sulit mengakui akan adanya masalah dalam
2
Fathul Djannah, 2002, Kekerasan Terhadap Istri, LKIS, Yogyakarta, hlm. 1.
3
Wila Chandrawila Supriadi, 2001, Kumpulan Tulisan Perempuan dan Kekerasan dalam Perkawinan, CV
Mandar Maju, Bandung, hlm. 32.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 397
4
Harkristuti Harkrisnowo, “Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Perspektif Sosio Yuridis”, Jurnal
Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2001, hlm. 157.
5
Francis Wahono Nitiprawira, “Anatomi Globalisasi dan Agenda Demokrasi”, Jurnal Iman, Ilmu, Budaya,
Volume 1, Nomor 3, September 2002, Yayasan Bhumiksara, Jakarta, hlm. 32.
6
Ibid.
398 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408
7
Ibid., hlm 33-34.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 399
8
Muladi, Op. cit., hal. 34-35.
9
Kristi Poerwandari,2006, Kekerasan terhadap Perempuan: Tinjauan Psikologis, dalam Tapi Omas Ihromi
dkk., Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Alumni, Bandung, hlm. 277.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 401
10
Anthony Giddens, 2001, Runway World, Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita, Gramedia,
Jakarta, hlm. 54.
11
Muhammad Thoha, 2002, Globalisasi: Antara Harapan dan Kecemasan, dalam buku Globalisasi Krisis Eko-
nomi dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan, Pustaka Quantum, Jakarta, hlm. 7.
12
Muladi, “Harmonisasi dan Sinkronisasi Perundang-undangan tentang Pemberantasan Korupsi”, Makalah dis-
ampaikan pada Lokakarya Pembentukan Pengadilan Korupsi, diselenggarakan oleh Kelompok Kerja AI KHN
dari Undip di BPHN Jakarta pada tanggal 30 Juli 2002, hlm. 1
13
Ibid.
402 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408
14
Muladi, 1997, Op. cit., hlm. 65.
15
Muladi, “Pengadilan Pidana bagi Pelanggar HAM Berat di Era Demokratisasi”, Jurnal Demokrasi dan HAM,
diterbitkan oleh The Habibie Centre, 2000, hlm. 39.
16
Ian Brownlie,1990, Principles of Public International Law, Fourth Ed. Clarendon Press, Oxford, hlm. 35.
19
Mochtar Kusumaatmadja, 1982, Pengantar Hukum Internasional, Buku I: Bagian Umum, Bina Cipta, Band-
ung, hlm. 7.
18
Muladi, “Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia di Masa Mendatang”, Pidato Pengukuhan Guru Besar
Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1990, hlm. 4.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 403
19
Kartini Sekartadji, “Harmonisasi Hukum Internasional dalam Hukum Nasional pada Era Global”, Makalah
pada Diskusi Panel Renungan Hari Proklamasi RI ke 42 Fak. Hukum Undip, 15 Agustus 1997, hlm. 8.
404 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408
20
Muladi, 1997, Op. cit., hlm. 37.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 405
tahun 2000 diterbitkan Instruksi Presiden budaya kekerasan akan berkembang. Ketiga,
No. 9 tahun 2000 tentang Pengarus utamaan dalam masyarakat yang bergolak karena
Gender dan pada tanggal 22 September 2004 perang, kekerasan merupakan bagian senjata
disahkan Undang-undang Nomor 23 tahun yang digunakan untuk perang.
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Namun demikian dari segi pandangan
Rumah Tangga. hukum pidana, kriminologis dan viktimologis,
Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa, pendekatan yang berorientasi pada hubungan
akar masalah terjadinya kekerasan terhadap pelaku dan korban harus dilakukan. Dalam
perempuan adalah budaya dominasi laki- kerangka ini identifikasi tentang korban
laki. Dalam struktur dominasi ini kekerasan kekerasan dapat dikategorikan sebagai
seringkali digunakan laki-laki untuk berikut:
memenangkan perbedaan pendapat, untuk a. Korban serta merta karena nasib.
menyatakan rasa tidak puas, untuk mencegah b. Korban yang turut memprovokasi.
perbuatan mendatang dan kadangkala untuk c. Korban yang turut mendorong tanpa
mendemonstrasikan dominasi semata- harus memprovokasi.
mata. Segala bentuk kekerasan seringkali d. Korban yang secara fisik lemah, seperti
merupakan refleksi dari sistem patriarkhat. anak, perempuan, orang cacat.
Kekerasan terhadap perempuan e. Korban yang lemah secara sosial,
seringkali tidak dianggap masalah besar misalnya kelompok imigran, minoritas.
karena beberapa alasan. Alasan pertama f. Korban politis.
adalah, ketiadaan statistik yang akurat. g. Korban latent, yaitu mereka yang
Alasan kedua menganggap bahwa kekerasan mempunyai karakter perilaku yang
tersebut adalah masalah tempat tidur yang selalu menjadikannya korban.21
sangat pribadi dan berkaitan dengan kesucian Dari uraian di atas tampak bahwa
rumah. Alasan ketiga, berkaitan dengan permasalahan kekerasan terhadap perempuan
budaya dan keempat karena ketakutan merupakan masalah interdisipliner, baik
terhadap suami. Seringkali faktor-faktor politis, sosial. Budaya, ekonomis maupun
tersebut terpadu satu sama lain. aspek-aspek sosial lain. Atas dasar kajian-
Kekerasan terhadap perempuan se kajian lintas kultural misalnya saja dapat
ringkali berkaitan pula dengan instabilitas diprediksi bahwa kekerasan akan banyak
di rumah dan di masyarakat. Hal ini nampak terjadi dimana ada kesenjangan ekonomis
dari tiga kategori sebagai berikut: Pertama, antara laki-laki dan perempuan, penyelesaian
kondisi kemiskinan akan mengakibatkan konflik dengan kekerasan, dominasi laki-laki
dilakukannya kekerasan untuk penyaluran dan ekonomi keluarga serta pengambilan
frustasi dan agresi kepada mereka yang lemah keputusan yang berbasis pada laki-laki.
yaitu perempuan dan anak-anak. Kedua, ������� Sebaliknya dalam kondisi-kondisi dimana
dalam masyarakat yang penuh instabilitas, perempuan mempunyai kekuasaan di luar
21
Ibid., hlm. 37.
406 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408
22
Ibid., hlm. 38.
Widyastuti, Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan 407
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku B. Makalah
Brownlie, Ian, 1990, Principles of Public Muladi, “Harmonisasi dan Sinkronisasi
International Law, Fourth Ed. Perundang-undangan tentang
Clarendon Press, Oxford. Pemberantasan Korupsi”, Makalah
Chandrawila Supriadi, Wila, 2001, Kumpulan disampaikan pada Lokakarya
Tulisan Perempuan dan Kekerasan Pembentukan Pengadilan Korupsi,
Dalam Perkawinan, CV Mandar Maju, diselenggarakan oleh Kelompok Kerja
Bandung. AI KHN dari Undip di BPHN Jakarta
Djannah, Fathul dkk., 2002, Kekerasan pada tanggal 30 Juli 2002.
Terhadap Istri, LKIS, Yogyakarta. Sekartadji, Kartini, “Harmonisasi Hukum
Giddens, Anthony, 2001, Runway World, Internasional dalam Hukum Nasional
Bagaimana Globalisasi Merombak pada Era Global”, Makalah pada Diskusi
Kehidupan Kita, Gramedia, Jakarta. Panel Renungan Hari Proklamasi RI
Kusumaatmadja, Mochtar, 1982, Pengantar ke 42 Fakultas Hukum Universitas
Hukum Internasional, Buku I: Bagian Diponegoro, 15 Agustus 1997.
Umum, Bina Cipta, Bandung.
Muladi,1997, Hak Asasi Manusia, Politik C. Artikel Jurnal
Dan Sistem Peradilan Pidana, Harkrisnowo, Harkristuti, “Tindak Kekerasan
Universitas Diponegoro, Semarang. Terhadap Perempuan Dalam Perspektif
Poerwandari, Kristi, 2006, “Kekerasan Sosio Yuridis”, Jurnal Hukum, Fakultas
terhadap Perempuan: Tinjauan Hukum Universitas Islam Indonesia,
Psikologis”, Tapi Omas Ihromi dkk., Yogyakarta, 2001
Penghapusan Diskriminasi Terhadap Muladi , “Pengadilan Pidana bagi Pelanggar
Wanita, Alumni, Bandung. HAM Berat di Era Demokratisasi”,
Thoha, Muhammad, 2002, Globalisasi: Jurnal Demokrasi dan HAM, diterbitkan
Antara Harapan dan Kecemasan, oleh The Habibie Centre, 2000.
dalam buku Globalisasi Krisis Ekonomi Nitiprawira, Francis Wahono, “Anatomi
dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan, Globalisasi dan Agenda Demokrasi”,
Pustaka Quantum, Jakarta. Jurnal Iman, Ilmu, Budaya, Volume1,
408 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 203 - 408