Anda di halaman 1dari 13

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Jurnal Wawasan Yuridika (Sekolah Tinggi Hukum Bandung)

KEKERASAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF


HUKUM DAN SOSIOKULTURAL

Mia Amalia
Dosen Tetap Universitas Suryakancana Cianjur
E-mail : amalia.amalia84@gmail.com

Abstract

Every citizen of Indonesia deserves to obtain right to feel secured and free from violence
according to the philosophy of Pancasila and the 1945 Constitution; that any violence,
especially domestic violence is a kind of violence against human rights, and it is categorized as
a crime against dignity of humanity and a discrimination that should be abolished; most of the
victims of domestic violence are women, and they should obtain more serious attention and
protection from the government, or society in order to avoid threat and violence, torture, or
harrashment of dignity of humanity.

Keywords: violence; humanity; human rights

A. Pendahuluan perempuan, yang berakibat timbulnya


Pada era zaman modern sekarang ini kesengsaraan atau penderitaan secara
masih ada saja kasus-kasus kekerasan fisik, seksual, psikologis dan/atau
yang sebagian besar perempuan yang penelantaran rumah tangga; termasuk
menjadi korbannya bahkan terjadi hampir ancaman untuk melakukan perbuatan,
setiap hari di berbagai belahan dunia, baik pemaksaan atau perampasan
secara individual maupun secara kemerdekaan secara melawan hukum
1
terintegrasi. Di Indonesia sendiri Kasus dalam lingkup rumah tangga.
kekerasan menjadi salah satu masalah Negara Indonesia juga telah
yang krusial dan butuh upaya keras dalam mengeluarkan berbagai peraturan hukum
pembenahannya oleh semua pihak salah untuk melindungi korban dan mencegah
satu contoh kekerasan yang terjadi adalah terjadinya KDRT , seperti (1) Undang-
Kekerasan terhadap perempuan atau Undang Dasar 1945 Pasal 28 G; (2)
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Undang-undang No. 9 tahun 1999 tentang
Dalam UU No. 23 tahun 2004 sendiri Hak Asasi Manusia; (3) Undang-undang
terdapat Penghapusan Kekerasan Dalam No. 7 tahun 1984 tentang Pengesah-an
Rumah Tangga atau disingkat KDRT disitu Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
disebutkan, bahwa definisi kekerasan Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita; (4)
dalam rumah tangga adalah setiap Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
perbuatan terhadap seseorang terutama Perkawinan; (5) Kitab Undang-Undang

1
Harkristuti Harkrisnowo, Hukum Pidana Dan Kekerasan Terhadap Perempuan, KKCW-PKWJ, UI, Jakarta, 2000, hlm. 73.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011 399


Hukum Pidana; (6) Kitab Undang-Undang antar semua pihak, baik dari masyarakat
Hukum Acara Pidana; dan (7) Undang- sampai dengan aparat serta perundang-
undang No. 23 tahun 2004 tentang undangan yang berfungsi dengan baik
Penghapusan KDRT . sehingga masalah kekerasan di Indonesia
Membahas mengenai kekerasan seperti masalah kekerasan dapat diatasi
3
terutama korbanya terhadap perempuan dengan baik.
merupakan permasalahan yang sangat Kekerasan terhadap perempuan
luas, baik karena bentuknya (kekerasan masih terus berlangsung. Dewasa ini ia
fisik, non fisik atau verbal dan kekerasan semakin menjadi salah satu isu krusial
seksual) tempat kejadiannya (di dalam dalam masyarakat bukan hanya pada
rumah tangga dan di tempat umum), tingkat nasional, tetapi juga masyarakat
jenisnya (perkosaan, penganiayaan, global. Pada pertemuan di Beijing, China
pembunuhan atau kombinasi dari tahun 1995, perempuan sedunia berhasil
ketiganya), maupun pelakunya (orang- mengeluarkan Deklarasi Penghapusan
orang yang memiliki hubungan dekat atau Kekerasan Terhadap Perempuan secara
orang asing). Kekerasan terhadap lebih progresif. Kekerasan terhadap
perempuan merupakan tindak penistaan perempuan oleh masyarakat internasional
dan pengebirian harkat manusia, dapat telah dipandang sebagai bagian dari
terjadi di semua tingkat kehidupan, baik di pelanggaran terhadap hak-hak asasi
tingkat pendidikan, ekonomi, budaya, manusia. Karena itu harus dilakukan aksi-
agama, maupun suku bangsa. Hal ini aksi konkrit untuk penghapusannya.
karena pada dasarnya kekerasan terjadi Pada skala nasional realitas sosial
a k i b a t p a h a m d u n i a ya n g m a s i h Indonesia hari ini memperlihatkan bahwa
2
didominasi oleh laki-laki. kekerasan terhadap perempuan juga
Tindak kekerasan terhadap masih berlangsung di segala ruang;
perempuan merupakan suatu tindak domestik (rumah tangga) maupun publik,
pidana yang banyak mendapat perhatian di segala waktu dan dilakukan oleh banyak
dari para ahli ilmu sosial pada tahun-tahun orang dengan identitas sosio-kultural yang
terakhir ini. dari data yang terkumpul beragam, dari yang dianggap sebagai
belum diketahui secara pasti berapa “orang terhormat”, terpelajar dan dianggap
banyak wanita (istri) yang menjadi tindak “shaleh” sampai yang dianggap “orang
kekerasan mulai dari keengganan rendahan” dan “manusia pinggiran”. Pada
memberi nafkah kepada istri sampai sisi lain kekerasan terhadap perempuan
kepada kekerasan seksualitas. Maka dari d a l a m ke nya t a a n nya t i d a k h a nya
itu untuk mengatasi masalah kekerasan dilakukan secara individual melainkan
terhadap perempuan di lingkungan rumah juga oleh institusi sosial, ekonomi, politik
tangga, perlu adanya tindakan bersama dan budaya. Kita juga boleh jadi kehilangan

2
Adam Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm 26
3
Ibid, hlm. 37.
4
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual: Advokasi Atas Hak Asasi
Perempuan, Cet. I, PT Rafika Aditama, Bandung, Tanpa Tahun, hlm. 72.

400 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011


akal untuk dapat mengidentifikasi secara terhadap martabat manusia (karamah Al
pasti identitas orang yang diharapkan Insan) dan sejumlah nilai-nilai moral yang
dapat menjamin keamanan perempuan agung dan mulia. Sebagai sasaran misi dan
dari kemungkinan menjadi korban visi Islam, manusia menurut al-Qur'an
kekerasan. Orang-orang yang paling dekat adalah makhluk Tuhan yang paling
dan paling terpercaya dengan perempuan terhormat dibanding ciptaan-Nya yang
sekalipun seperti ayah, kakak, adik, paman, lain ; “Wa Laqad Karramna Bani Adam”. (al-
dalam sejumlah kasus terbukti juga terlibat Qur'an).
dalam aksi kekerasan. 4 Setiap warga negara berhak
Fakta-fakta kekerasan dalam rumah mendapatkan rasa aman dan bebas dari
tangga (domestik) yang ditemukan oleh segala bentuk kekerasan sesuai dengan
berbagai lembaga yang peduli terhadap falsafah Pancasila dan Undang-Undang
perempuan menunjukkan jumlah yang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
jauh lebih besar daripada yang lainnya. 1945; bahwa segala bentuk kekerasan,
Dalam waktu terakhir kekerasan terhadap terutama kekerasan dalam rumah tangga,
perempuan muncul dengan modus 'baru' merupakan pelanggaran hak asasi
yang disebut Trafficking atau perdagangan manusia dan kejahatan terhadap martabat
perempuan. Dalam Al-Qur'an menolak kemanusiaan serta bentuk diskriminasi
Kekerasan Terhadap Perempuan Islam, yang harus dihapus; bahwa korban
demikian juga agama-agama yang lain kekerasan dalam rumah tangga, yang
selalu menjadi sistem keyakinan teologis kebanyakan adalah perempuan, harus
yang terlalu suci untuk bisa dihubungkan mendapat perlindungan dari negara
dengan kekerasan terhadap siapapun. Hal dan/atau masyarakat agar terhindar dan
ini karena agama datang dari Tuhan Yang terbebas dari kekerasan atau ancaman
Maha Rahman dan Rahim, kasih dan kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan
sayang kepada hamba-hamba-Nya. yang merendahkan derajat dan martabat
Di dalam Islam sebagaimana kemanusiaan;
diungkapkan oleh kitab suci Al-Qur'an Dalam kenyataannya kasus kekerasan
sengaja dihadirkan Tuhan melalui utusan- dalam rumah tangga banyak terjadi,
Nya untuk membebaskan manusia dari sedangkan sistem hukum di Indonesia
ketertindasannya menuju kehidupan yang belum menjamin perlindungan terhadap
sejahtera ; “Yukhrijuhum Min Al Zhulumat korban kekerasan dalam rumah tangga;
Ila Al Nur”, dan menjadi rahmat bagi alam Kekerasan pada perempuan di Indonesia
semesta : “Wa Maa Arsalnaka Illa sendiri telah di antisipasi dengan Undang-
Rahmatan Li Al 'Alamin” (al-Qur'an). Visi Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
keagamaan ini diungkapkan pula dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
sejumlah istilah dan konsep yang berbeda- Faktor-Faktor Penyebabnya antara
beda. Beberapa di antaranya adalah lain :
keadilan, kejujuran, kebenaran, kebaikan 1. Karena ketimpangan historis
(Al Ihsan, Al Birr, Al Ma'ruf), kemaslahatan hubungan kekuasaan antara laki-
umum (kebaikan publik), penghormatan laki dan perempuan yang

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011 401


mengakibatkan dominasi dan dan bukti-bukti akademis, karena
kriminasi terhadap perempuan. secara empirik hampir setiap hari
2. Peran gender yang dikonstruksi semua orang dapat menyaksikan
secara sosial dan budaya (laki-laki kasus-kasus ini dalam berbagai
sebagai seorang superior). Bentuk bentuknya lewat media massa baik
Kekerasan Pada Perempuan : cetak maupun elektronik.
Kekerasan fisik. Kekerasan fisik
adalah perbuatan yang Dari pembahasan mengenai
mengakibatkan rasa sakit, jatuh permasalahan kekerasan dalam rumah
sakit, atau luka berat. tangga ini mempunyai tujuan yaitu dapat
Kekerasan Psikologis. Kekerasan menghapus sedikit demi sedikit kekerasan
psikis adalah perbuatan yang yang penghapusannya sendiri bertujuan
mengakibatkan ketakutan, untuk :
hilangnya rasa percaya diri, 1. Mencegah segala bentuk kekerasan.
hilangnya kemampuan untuk 2. Melindungi korban kekerasan.
bertindak, rasa tidak berdaya, 3. Menindak pelaku kekerasan.
dan/atau penderitaan psikis berat 4. Memelihara keutuhan rumah
pada seseorang. tangga yang harmonis dan
Kekerasan Finansial adalah sejahtera.
menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal Dalam kasus kekerasan si korban
menurut hukum yang berlaku dapat mendapat Perlindungan yang
baginya atau karena persetujuan s e h a r u s nya d a r i p i h a k ke l u a r g a ,
atau perjanjian ia wajib kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
memberikan kehidupan, advokat, lembaga sosial, atau pihak Iainnya
perawatan, atau pemeliharaan baik sementara maupun berdasarkan
kepada orang tersebut. penetapan perintah perlindungan dari
Kekerasan Seksual meliputi: pengadilan.
- pemaksaan hubungan seksual Pendampingan oleh pekerja sosial dan
yang dilakukan terhadap orang bantuan hukum pada setiap tingkat proses
yang menetap dalam lingkup pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
rumah tangga tersebut; peraturan perundang-undangan.
- pemaksaan hubungan seksual Perundang-undangan dapat berfungsi
terhadap salah seorang dalam dengan baik sehingga masalah kekerasan
lingkup rumah tangganya dapat ditangani dengan baik dan adanya
dengan orang lain untuk tujuan kerjasama antara pihak masyarakat dan
komersial dan/atau tujuan aparat dalam menanggulangi masalah
tertentu. kekerasan.
Kekerasan terhadap perempuan Berikut faktor-faktor terjadinya
harus dihentikan karena sudah permasalahan Kekerasan adalah sebagai
tidak lagi memerlukan penelitian berikut:

402 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011


a. Budaya patriarki yang masih kuat d. Menghilangkan budaya patriarki
sehingga laki-laki dianggap paling laki-laki dianggap paling dominan,
dominan, baik di dalam keluarga baik di dalam keluarga maupun
maupun lingkungan sekitar. lingkungan sekitar sebab wanita
b. A d a n y a h i m p i t a n e k o n o m i juga berhak mendapat perlakuan
keluarga. yang sama yang mempunyai Hak
c. Adanya himpitan masalah kota Azasi Manusia.
besar yang mendorong stress.
d. Kondisi lingkungan dan pekerjaan
yang berat mendorong tingginya B. Pembahasan
temperamental orang. 1. Pengertian Kekerasan
e. Adanya pengaruh sosial budaya Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
dalam masyarakat yang “kekerasan” diartikan dengan perihal yang
menempatkan perempuan dan bersifat , berciri keras, perbuatan
anak berada dalam kondisi yang seseorang yang menyebabkan cedera atau
marginal, dan ketidak berdayaan. matinya orang lain, atau menyebabkan
kerusakan fisik. Dengan demikian,
Masalah Kekerasan akan memberikan kekerasan merupakan wujud perbuatan
dampak sebagai berikut: yang lebih bersifat fisik yang
a. Penderitaan fisik, seksual, ekonomi mengakibatkan luka, cacat, sakit atau
b. Penderitaan psikologis unsur yang perlu diperhatikan adalah
c. Pembedaan sosial kelompok berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak
maskulin dan feminin yang dilukai. Kata kekerasan sepadan
Upaya-upaya yang harus dilakukan dengan kata “violence” dalam bahasa
untuk menanggulangi masalah Kekerasan Inggris diartikan sebagai suatu serangan
adalah sebagai berikut : atau invasi terhadap fisik maupun
a. Memberikan perlindungan kepada integritas mental psikologis seseorang.
korban, memberikan pertolongan Sedangkan kata kekerasan dalam bahasa
darurat; dan membantu proses Indonesia umumnya dipahami hanya
pengajuan permohonan penetapan menyangkut serangan fisik belaka. Dengan
perlindungan demikian, bila pengertian violence sama
b. Laporkan kepada pihak berwajib dengan kekerasan, maka kekerasan di sini
apabila terjadi tindak kekerasan di merujuk pada kekerasan fisik maupun
5
lingkungan maka dari itu psikologis.
dibutuhkan partisipasi masyarakat.
c. M e m b e r i k a n t i n d a k p i d a n a Menurut para ahli kriminologi,
terhadap pelaku kekerasan “ ke ke ra s a n” ya n g m e n g a k i b a t k a n
Memberikan pelayanan bimbingan terjadinya kerusakan fisik adalah
kerohanian kepada masyarakat. kekerasan yang bertentangan dengan

5
Hasan Shadily, Kamus Inggris­Indonesia, Cet. XII, Gramedia, Jakarta, 1983, hlm. 630.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011 403


hukum. Oleh karena itu, kekerasan Kekerasan (baik fisik maupun psikis)
merupakan kejahatan. Berdasarkan yang dilakukan oleh anggota keluarga
pengertian inilah sehingga kasus-kasus kepada anggota keluarga yang lain (yang
kekerasan terhadap perempuan dalam dapat dilakukan oleh suami kepada istri
rumah tangga dijaring dengan pasal-pasal dan anaknya, atau oleh ibu kepada
KUHP tentang kejahatan. Terlebih lagi jika anaknya, atau bahkan sebaliknya).
melihat definisi yang dikemukakan oleh Meskipun demikian, korban yang dominan
Sanford Kadish dalam Encyclopedia of adalah kekerasan terhadap istri dan anak
Criminal Justice, beliau mengatakan bahwa oleh sang suami.
kekerasan adalah semua jenis perilaku Kekerasan bisa menimpa siapa saja
yang tidak sah menurut kadang-kadang, termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak atau
baik berupa suatu tindakan nyata maupun pembantu rumah tangga. Namun secara
berupa kecaman yang mengakibatkan umum pengertian KDRT lebih dipersempit
6
pembinasaan atau kerusakan hak milik. artinya sebagai penganiayaan oleh suami
Meskipun demikian, kejahatan juga terhadap istri. Hal ini bisa dimengerti
tidak dapat dikatakan sebagai kejahatan karena kebanyakan korban KDRT adalah
bilamana ketentuan perundang-undangan istri. Sudah barang tentu pelakunya adalah
(hukum) tidak atau belum mengaturnya, suami “tercinta”. Meskipun demikian tidak
seperti kekerasan yang terkait dengan menutup kemungkinan “suami” dapat pula
hubungan seksual. Misalnya pemaksaan sebagai korban KDRT oleh istrinya.
hubungan seksual yang dilakukan suami Berdasarkan beberapa definisi di atas,
terhadap isterinya. Hal ini tidak bisa maka dapat disimpulkan bahwa segala
dikatakan sebagai kejahatan, sebab belum perbuatan tindakan kekerasan dalam
ada satu pasal pun yang mengatur rumah tangga merupakan perbuatan
mengenai pemaksaan hubungan seksual melanggar hak asasi manusia yang dapat
dilakukan oleh suami terhadap isterinya. dikenakan sanksi hukum pidana maupun
Sedangkan dalam Undang-Undang hukum perdata.
Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 1 disebutkan: Na mun demik ia n, perempua n-
“Kekerasan dalam rumah tangga perempuan sering tidak menyadari bahwa
adalah setiap perbuatan terhadap dirinya telah mengalami tindak kekerasan.
seseorang terutama perempuan, yang Sebab, walaupun mengalami kekerasan
berakibat timbulnya kesengsaraan atau oleh pasangannya dan menghendaki
penderitaan secara fisik, seksual, kekerasan tersebut dihentikan, tetapi
psikologis dan/atau penelantaran rumah bukanlah sesuatu hal yang mudah bagi
tangga termasuk ancaman untuk perempuan untuk memutus mata rantai
melakukan perbuatan pemaksaan atau kekerasan, karena secara sosial budaya,
p e ra m p a s a n ke m e rd e k a a n s e c a ra perempuan dikonstruksikan untuk
melawan hukum dan lingkup rumah menjadi istri yang baik, yang pandai
tangga”. menyenangkan suami dan menjaga

6
Mansour Fakih, Analisis Gender Dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 37.

404 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011


keutuhan rumah tangga. Dengan demikian, hal ini adalah suatu tindak kekerasan yaitu
perempuan/istri dituntut untuk memiliki kekerasan psikologis atau kekerasan
tanggung jawab yang lebih besar demi ekonomi.
keutuhan suatu rumah tangga, ketika
konflik muncul, maka pertama kali istri 2. Faktor Penyebab Kekerasan
akan menyerahkan diri sendiri, atau Kekerasan terhadap perempuan yang
mencari sebab-sebab konflik dalam terjadi pada masyarakat modern dewasa
dirinya. ini berupa kekerasan seksual yang dikenal
Walaupun instrospeksi suatu hal dengan pelecehan seksual, menurut
positif tapi dapat pula menjadi hambatan kriminolog, pada umumnya terjadi
ketika perempuan akan membuat disebabkan oleh beberapa faktor,
keputusan saat mengalami kekerasan. Di diantaranya adalah:
samping itu, bagi perempuan tidaklah 1. Pengaruh perkembangan budaya
mudah untuk hidup sebagai janda. Tidak yang semakin tidak menghargai
saja stigma negatif yang melekat pada etika berpakaian yang menutup
janda, tapi juga ketergantungan pada aurat, yang dapat merangsang
suami menjadi faktor penting. Perempuan pihak lain untuk berbuat tidak
yang telah berkondisi untuk tergantung senonoh dan jahat.
secara ekonomi dan emosional pada suami, 2. Gaya hidup dan pergaulan di antara
akan merasa sangat sulit ketika harus laki-laki dan perempuan yang
mengambil keputusan dan faktor lainnya semakin bebas, tidak atau kurang
adalah faktor perasaan. Banyak yang bisa lagi membedakan antara yang
menyatakan karena cinta, maka mereka seharusnya boleh dikerjakan
harus bisa menanggung sisi buruk dari dengan yang dilarang dalam
orang yang dicintainya. hubungannya dengan kaidah
Di samping itu, bentuk-bentuk akhlak mengenai hubungan laki-
kekerasan yang terjadi dalam rumah laki dengan perempuan sehingga
tangga seperti pemukulan terhadap istri sering terjadi seduktif rape.
oleh suami adalah hal yang sangat sulit 3. Rendahnya pengamalan dan
diungkap karena persoalannya dianggap penghayatan terhadap norma-
sebagai urusan pribadi. Hal ini juga norma keagamaan yang terjadi di
disebabkan adanya legitimasi keagamaan tengah masyarakat. Nilai-nilai
yang membenarkan bagi suami untuk keagamaan yang semakin terkikis
“memukul” istrinya dengan istilah “istri di masyarakat atau pola relasi
durhaka”. Sehingga secara luas di kalangan horisontal yang cenderung semakin
umat Islam lahir keyakinan bahwa suami meniadakan peran agama adalah
behak memukul istrinya dan terkadang sangat potensial untuk mendorong
juga seorang suami tidak merasa seseorang berbuat jahat dan
melakukan tindak kekerasan bila ia merugikan orang lain.
membentak, main serong, atau ia tidak 4. Tingkat kontrol masyarakat (social
memberi uang belanja, sedang istri merasa control) yang rendah, artinya

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011 405


berbagai perilaku diduga sebagai selanjutnya adalah penggunaan kekerasan
penyimpangan, melanggar hukum sebagai jalan keluar suatu topik; otoritas
dan norma keagamaan kurang dan kontrol laki-laki dalam pengambilan
mendapatkan respon dan keputusan; dan hambatan-hambatan bagi
pengawasan dari unsur-unsur perempuan untuk meninggalkan setting
masyarakat. keluarga.
5. Putusan hakim yang cenderung Faktor-faktor tersebut sering tertutupi
tidak adil, misalnya putusan yang oleh mitos-mitos, misalnya dominasi laki-
cukup ringan dijatuhkan pada laki terhadap perempuan memang suatu
pelaku. Hal ini dimungkinkan dapat hal yang sudah semestinya, karena itu
mendorong anggota masyarakat merupakan bagian dari 'kejantanan' itu
lainnya untuk berbuat keji dan sendiri. Dengan melakukan tindakan
jahat. Artinya mereka yang hendak kekerasan, maka hal itu bisa mengurangi
berbuat jahat tidak merasa takut stress. Sementara itu, perempuan
lagi dengan sanksi hukum yang menghadapi hal tersebut dengan rasa
akan diterimanya. rendah diri dan keinginan untuk
6. Ketidakmampuan pelaku untuk didominasi serta adanya mitos bahwa
mengendalikan emosi dan nafsu kekerasan adalah suatu hal yang tidak
seksualnya. Nafsu seksualnya terelakkan dalam hubungan perempuan
d i b i a r k a n m e n g e m b a ra d a n laki-laki. Namun para pengadvokasi anti
menuntutnya untuk dicarikan kekerasan terhadap perempuan
kompensasi pemuasnya. m e n g a m a t i b a h wa ke ke ra s a n i t u
7. Keinginan pelaku untuk melakukan merupakan fungsi dari norma-norma
(melampiaskan) balas dendam sosial yang telah terkonstruksi yang
terhadap sikap, ucapan dan menempatkan laki-laki pada posisi yang
perilaku korban yang dianggap dominan dan perempuan pada posisi
menyakiti dan merugikan sehingga tersubordinasi.
menimbulkan Anga Rape. Di samping asumsi-asumsi yang hidup
Di samping itu, kekerasan terhadap dalam masyarakat mengenai pembagian
perempuan merupakan masalah universal peran perempuan dan laki-laki,
yang melewati batas-batas negara dan merupakan salah satu faktor yang turut
budaya. Studi yang dilakukan di 90 m e l e g i t i m a s i ke ke ra s a n te r h a d a p
ko m u n i t a s ya n g b e ra d a d i d u n i a perempuan adalah penafsiran-penafsiran
menunjukkan pola tertentu dalam insiden terhadap pemahaman agama yang keliru,
kekerasan terhadap perempuan. Menurut seperti pemahaman bahwa isteri boleh
studi tersebut terdapat empat faktor untuk didera apabila tidak menurut dan
terjadinya kekerasan.7 sebagainya.
Pertama: ketimpangan ekonomi Masalah komunikasi juga sangatlah
a n t a ra p e re m p u a n d a n l a k i - l a k i ; sentral dalam turut menyumbang

7
Niken Savitri, Perspektif Gender Dalam Peradilan, Beberapa Kasus, Convention Watch-PKWJ UI, Jakarta, 2006, hlm. 83.

406 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011


terjadinya kekerasan di dalam rumah dan perempuan. Pembagian peran sosial
tangga. Kesulitan dalam hubungan terhadap perempuan dan laki-laki
berkomunikasi antara suami dengan istri, menyebabkan ketidakadilan yang salah
atau tidak mengerti apa yang diinginkan satu bentuknya adalah kekerasan terhadap
suami atau isteri berpuncak pada perempuan.
terjadinya kekerasan sebagai solusi yang Secara historis, akar terjadinya
efektif terhadap masyarakat. kekerasan terhadap perempuan yang
Ditinjau dari psikologi komunikasi, sangat panjang, kekerasan itu bermula dari
bentuk-bentuk komunikasi dengan m u n c u l nya j e n d e r ya n g d iya k i n i
kekerasan (terutama kekerasan fisik) masyarakat, yaitu adanya pembagian
merupakan suatu cara pemberian sugesti peran antara laki-laki dan perempuan yang
yang ampuh dan efisien. Itulah sebabnya dikonstruksi secara sosial dan kultural
pemukulan dan bentuk-bentuk kekerasan o l e h m a sya ra ka t , ya n g ke m u d i a n
fisik yang lainnya sering dipergunakan melahirkan keyakinan adanya sifat
oleh suami dalam mengakhiri konflik feminitas (perempuan itu lemah, lembut,
dengan isteri. Didukung oleh power secara emosional).
sosial, suami adalah pihak yang dapat Berdasarkan keterangan di atas dapat
dengan leluasa menggunakan cara ini disimpulkan bahwa sebab terjadinya
dalam mengkomunikasikan sesuatu tindak kekerasan dalam rumah tangga,
kepada isterinya. Demikian pula halnya yaitu adat istiadat yang lebih
dengan anak laki-laki yang meniru pada mengunggulkan kaum laki-laki, sehingga
kekerasan ayah dalam memperlakukan perempuan harus tunduk kepada laki-laki,
ibunya, kelak ia berpotensi untuk menjadi karena ia (suami) dipandang sebagai
pelaku kekerasan juga kepada isterinya pemilik kekuasaan. Suami adalah pencari
karena secara kultural hal ini nafkah dan pemenuh kebutuhan, sehingga
“diperbolehkan” bagi laki-laki. merasa lebih berhak atas istri dan anaknya,
Mitos-mitos seputar kekerasan yang namun pada dasarnya adalah kurangnya
selama ini berkembang di masyarakat keimanan dan kesadaran akan kedamaian
bahwa kekerasan hanya terjadi pada dan cinta kasih.
kelompok tidak berpendidikan dan Sebagai perempuan muslim diyakini
berpenghasilan rendah. Kenyataannya, sepenuhnya bahwa Islam adalah agama
dari data-data yang terkumpul, justru ideal dan sangat sempurna. Ajarannya
menunjukkan banyaknya kasus kekerasan mencakup semua tuntunan luhur bagi
kerap juga terjadi di kelompok kehidupan manusia di muka bumi dalam
berpendidikan ke atas. Bahkan terdapat semua bidang. Secara normatif Al Quran
laporan bahwa perempuan karier banyak melukiskan figur ideal seorang perempuan
mengalami kekerasan. sebagai pribadi yang memiliki
Indikasi ini menunjukkan bahwa kemandirian dalam berbagai bidang
kekerasan terhadap perempuan bukan saja kehidupan, terutama kemandirian dalam
disebabkan oleh situasi, tapi lebih pada bidan politik (al-istiqlal al-siyasah), seperti
ketidaksetaraan kekuasaan antara laki-laki figur Ratu Bulqis. Bahkan, Al Quran

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011 407


menghimbau perempuan agar berani mampu menjelaskan secara singkat dan
menyampaikan kebenaran (QS al-Taubah, jelas mengenai konsep gender dan
9:71), sekalipun harus menentang mengapa konsep tersebut penting guna
pendapat publik (QS al-Tahrim, 66:12) dan memahami ketidakadilan sosial. Dengan
berani melakukan gerakan "oposisi" kata lain timbulnya ketidakjelasan itu
terhadap pemerintah yang tiranik. disebabkan oleh kurangnya penjelasan
Pe re m p u a n h a r u s m a n d i r i d a l a m tentang kaitan antara konsep gender
menentukan pilihan pribadi (al­istiqlalal­ dengan masalah ketidakadilan lain yang
syakhshi) yang diyakini kebenarannya ditimbulkannya.
sekalipun berbeda dengan pandangan Untuk memahami konsep gender
suami (QS a;-Tahrim, 66 : 11). Ringkasnya, harus dibedakan kata gender dengan kata
dalam jaminan Al Quran, perempuan dapat seks (jenis kelamin). Pengertian jenis
dengan leluasa memasuki semua sektor kelamin merupakan pensifatan atau
kehidupan di masyarakat: politik, pembagian dua jenis kelamin manusia
ekonomi, dan sektor publik lainnya tanpa yang ditentukan secara biologis yang
pembatasan sedikitpun. melekat pada jenis kelamin tertentu.
Selanjutnya dengan adanya Misalnya, bahwa manusia dengan jenis
permasalahan antara laki-laki dan kelamin laki-laki adalah manusia yang
perempuan adalah permasalahan gender. memiliki seperti daftar berikut : memiliki
Sejak beberapa tahun terakhir kata gender penis, memiliki jakala, dan memproduksi
telah memasuki perbendaharaan di setiap sperma. Sedangkan perempuan memiliki
diskusi dan tulisan sekitar perubahan alat reproduksi seperti rahim, leher rahim,
sosial dan pembangunan di Dunia Ketiga. vagina, alat untuk menyusui dan
Demikian juga di Indonesia, hampir semua memproduksi sel telur. Alat-alat tersebut
uraian tentang program pengembangan secara biologis melekat pada manusia jenis
masyarakat maupun pembangunan di kelamin perempuan dan laki-laki
kalangan organisasi non pemerintah selamanya. Artinya secara biologis alat-alat
diperbincangkan masalah gender. Apakah tersebut tidak bisa dipertukarkan antara
sesungguhnya yang dimaksud dengan laki-laki dan perempuan. Secara permanen
gender itu ? Dari pengamatan, masih tidak berubah dan merupakan ketentuan
terjadi ketidakjelasan, kesalahpahaman biologis atau sering dikatakan sebagai
tentang apa yang dimaksud dengan konsep ketentuan Tuhan atau kodrat.
gender dan kaitannya dengan usaha Sedangkan konsep lainnya adalah
emansipasi kaum perempuan. Setidak- konsep gender, yakni sifat-sifat yang
t i d a k nya a d a b e b e ra p a p e nye b a b melekat pada kaum laki-laki maupun
terjadinya ketidakjelasan tersebut. perempuan yang dikonstruksi secara
Kata gender dalam bahasa Indonesia sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa
dipinjam dari bahasa Inggris. Kalau dilihat perempuan itu dikenal lemah lembut,
dalam kamus, tidak jelas dibedakan cantik, emosional dan keibuan. Sementara
pengertian antara kata seks dan gender. itu, laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan
Sementara itu belum ada uraian yang dan perkasa. Ciri-ciri sifat itu sendiri

408 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011


merupakan sifat-sifat yang dapat tersosialisasikan secara evolusionar dan
diperdekatkan. Artinya ada laki-laki yang perlahan-lahan mempengaruhi biologis
emosional, lemah lembut, keibuan, masing-masing jenis kelamin. Misalnya,
sementara juga ada perempuan yang karena konstruksi sosial gender, kaum laki-
rasional, kuat dan perkasa. Perubahan ciri laki harus bersifat kuat dan agresif maka
sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke kaum laki-laki kemudian terlatih dan
waktu dan dari tempat satu ke tempat yang tersosialisasi serta termotivasi untuk
lain. Misalnya saja jaman dahulu di suatu menjadi atau menuju ke sifat gender yang
suku tertentu perempuan lebih kuat dari ditentukan oleh suatu masyarakat, yakni
laki-laki, tetapi di tempat yang lain atau secara fisik lebih kuat dan lebih besar.
bisa juga di jaman yang lain laki-laki lebih Sebaliknya, karena kaum perempuan
kuat daripada perempuan. Juga perubahan harus lemah lembut, maka sejak bayi
itu bisa terjadi dari satu kelas masyarakat proses sosialisasi tersebut tidak saja
ke kelas masyarakat yang lain. Di suku berpengaruh terhadap perkembangan
tertentu, perempuan kelas bawah di emosi dan visi serta ideologi kaum
pedesaan lebih kuat dibandingkan kaum perempuan, tetapi juga mempengaruhi
l a k i - l a k i . S e m u a h a l ya n g d a p a t p e r ke m b a n ga n f i s i k d a n b i o l o g i s
dipertukarkan antara sifat perempuan dan selanjutnya. Karena proses sosialisasi dan
laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke rekonstruksi berlangsung secara mapan
waktu serta berbeda di berbagai tempat, dan lama, akhirnya menjadi sulit
maupun yang berbeda diantara kelas-kelas dibedakan apakah sifat-sifat gender itu
masyarakat itulah yang dikenal dengan dikonstruksi oleh masyarakat atau kodrat
konsep gender. biologis yang ditentukan Tuhan. Namun,
Sejarah perbedaan gender (gender dengan menggunakan pedoman bahwa
differences) antara manusia jenis laki-laki setiap sifat biasanya melekat pada jenis
dan perempuan terjadi melalui proses kelamin tertentu dan sepanjang sifat-sifat
yang sangat panjang. Oleh karena itu tersebut bisa dipertukarkan, maka sifat-
terbentuknya perbedaan-perbedaan sifat tersebut adalah hasil konstruksi
gender dikarenakan oleh banyak hal, masyrakat dan sama sekali bukanlah
diantaranya dibentuk, disosialisasikan, kodrat.
diperkuat, bahkan dikonstruksi secara
sosial atau kultural, melalui ajaran C. Penutup
keagamaan maupun negara. Melalui proses Dari Kasus-kasus kekerasan
panjang, sosialisasi tersebut akhirnya perempuan yang banyak terjadi terutama
dianggap menjadi ketentuan Tuhan di Indonesia menjadi masalah yang krusial
seolah-olah bersifat biologis dan tidak bisa yang harus segera dibenahi sebab
diubah lagi, sehingga perbedaan- kekerasan sendiri merupakan tindakan
perbedaan gender dianggap dan dipahami m e ru p a ka n t i n d a k p e n i s t a a n d a n
sebagai kodrat laki-laki dan perempuan. pengebirian harkat manusia dan dapat
S e b a l i k nya , m e l a l u i d i a l e t i k a , terjadi di semua tingkat kehidupan, baik di
konstruksi sosial gender yang tingkat pendidikan, ekonomi, budaya,

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011 409


agama, maupun suku bangsa. Hal ini terjadi Asasi Perempuan, Cet. I, PT Rafika
karena faktor faktor seperti adanya budaya Aditama, Bandung, .
patriarki yang masih kuat sehingga laki-
laki dianggap paling dominan, baik di Adam Chazawi, Tindak Pidana Mengenai
dalam keluarga maupun lingkungan Kesopanan, Raja Grafindo Persada,
sekitar, himpitan ekonomi keluarga, Jakarta, 2006.
himpitan masalah kota besar yang
mendorong stress serta Kondisi Elli N. Nasbianto, “Kekerasan dalam Rumah
lingkungan dan pekerjaan yang berat Tangga; Sebuah Kejahatan yang
mendorong tingginya temperamental Tersembunyi”, dalam Syafik Hasyim,
orang. Menakar Harga Perempuan, Cet. I,
Adapun dampak negatif yang terjadi Mizan, Bandung, 1999.
dari tindak kekerasan dalam rumah tangga
seperti dapat mengakibatkan kerugian Hasan Shadily, Kamus Inggris­Indonesia,
kompleks yang terus berlangsung di Cet. XII, Gramedia, Jakarta, 1983.
Indonesia bahkan dunia. Mulai
penderitaan fisik, seksual, ekonomi dan Harkristuti Harkrisnowo, Hukum Pidana
atau psikologis sampai pada pembedaan Dan Kekerasan Terhadap Perempuan,
sosial kelompok maskulin dan feminine. KKCW-PKWJ, UI, Jakarta, 2000.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah
kekerasan di lingkungan dan di Indonesia, P.A.F. Lamintang, Dasar­Dasar Hukum
perlu adanya tindakan bersama antar Pidana Indonesia, Sinar Baru,
semua pihak, dari masyarakat sampai Bandung, 1990.
dengan aparat salah satunya dengan
adanya sosialisasi yang diharapkan Mansour Fakih, Analisis Gender Dan
mampu mencegah segala bentuk Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar,
kekerasan, melindungi korban, menindak Yogyakarta, 1999.
pelaku kekerasan sesuai dengan hukum
dan perundang-undangan. M. Thalib, 40 Tanggung Jawab Suami
terhadap Istri, Cet. I, Irsyad Baitus
Salam, Bandung, 1995.

Niken Savitri, Perspektif Gender Dalam


Pe ra d i l a n , B eb e ra p a Ka s u s ,
Convention Watch-PKWJ UI, Jakarta,
2006.

DAFTAR PUSTAKA Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita


Selekta Kriminologi, Cet. I, PT. Eresco,
bdul Wahid dan Muhammad Irfan,
Perlindungan Terhadap Korban Bandung, 1992.
Kekerasan Seksual : Advokasi Atas Hak

410 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.
VII, Balai Pustaka, Jakarta, 1996.

Republik Indonesia, Undang­Undang


Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 25 No. 02 September 2011 411

Anda mungkin juga menyukai