Anda di halaman 1dari 8

PROBLEMATIKA DAN PENANGANAN KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA


(Studi Kasus di Daerah Surakarta dan Sekitarnya)

Th. Kussunaryatun

Abstract
Recently, the violence case in household is increasing. The number of cases caught is not as many
as the one actually occurs, because the case is still considered as the household affair that does not
deserve to be known by public. Patriarchy culture becomes one of obstacles for the victim, most of them
are women, to report violence they experience to the police due to a great number of law do not help the
women remaining, and the law apparatus not sensitive to the gender in handling violence case in house-
hold. The treatment conducted so far is providing counseling, guiding, consultation and law aid, mediation
or combination of them. Prevailing Undang-undang Number 23 Year 2004 about Violence Abolition in
Household is expected to present the increase of law protection for the women and the children as the
victims of violence in household. It is recommended the establishment of Women Crisis Center to solve
violence cases in household.

Key Words: Violences, Domestic Violence

A. Pendahuluan sesungguhnya terjadi. Oleh karena itu


Pada tanggal 22 September 2004, telah dibutuhkan perangkat hukum yang memadai
disahkan berlakunya Undang-undang Nomor untuk mencegah dan menghapus tindak
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan tersebut. Selama ini belum ada
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), perlindungan hukum yang secara khusus
yang terdiri atas 10 Bab dan 56 Pasal. Undang- mengatur tentang tindak kekerasan dalam
undang tersebut diharapkan dapat memberikan rumah tangga, meskipun sebelum berlakunya
perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
tangga, khususnya perempuan, yang paling PKDRT, secara umum sudah ada beberapa
banyak menjadi korban kekerasan dalam peraturan perundang-undangan yang
rumah tangga. Negara dan masyarakat wajib memberikan perlindungan hukum bagi
memberikan perlindungan agar setiap anggota perempuan dan anak, di antaranya Undang-
dalam rumah tangga terhindar dari ancaman undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang
kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan
merendahkan derajat dan martabat manusia. Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita
Segala bentuk kekerasan harus dicegah dan (Convention on the Elimination of All Forms of
dihapuskan, karena merupakan pelanggaran Discrimination Against Women), Undang-
hak asasi manusia. undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Di dalam masyarakat, kenyataannya Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 1
kekera-san dalam rumah tangga semakin Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-
banyak terjadi. Jumlah kasus KDRT seperti undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
“fenomena gunung es”, artinya jumlah kasus Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 1
yang terungkap hanya merupakan bagian kecil Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang
yang tidak sesuai dengan jumlah kasus yang Hukum Pidana dengan Perubahannya dan

Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006 Problematika dan Penanganan Kekerasan ... 57
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang berarti bahwa perjuangan perempuan sudah
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. selesai, karena sebetulnya perjuangan
Pada tahun 2002 sudah ada Surat perempuan masih panjang. Masih perlu
Kesepakatan Bersama (SKB) tiga Menteri dan dicermati, diikuti dan diawasi, sejauh mana
Kapolri, yaitu Menteri Negara Pemberdayaan komitmen pemerintah dalam menjalankan
Perempuan (No. 14 / Men.PP / Bep.V / X / kewajibannya untuk melaksanakan undang-
2002), Menteri Sosial (No. 75 / HUK / 2002), undang tersebut. Perlu diperhatikan problema
Menteri Kesehatan (No. 1329 / MENKES / apa saja yang timbul dan bagaimana
SKB / X / 2002), tentang “Pelayanan Terpadu penanganan yang tepat untuk mencegah dan
Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan membebaskan anggota rumah tangga,
Anak”, sebagai langkah awal untuk khususnya perempuan dari tindak kekerasan
mengadakan pelayanan terpadu pada korban yang terjadi. Makalah ini mencoba
kekerasan terhadap perempuan. mengungkapkan kasus-kasus kekerasan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 dalam rumah tangga yang terjadi di daerah
tentang PKDRT, memberikan perlindungan Surakarta dan sekitarnya.
secara khusus bagi korban kekerasan yang
terjadi dalam lingkup rumah tangga, dan B. Pengertian kekerasan dalam rumah
dilaksanakan berdasarkan asas penghormatan tangga
hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan Pada Sidang Umum ke 85 tanggal 20
gender, non diskriminasi dan perlindungan Desember 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa
korban, serta mempunyai tujuan untuk (PBB) mengesahkan “Deklarasi Anti Kekerasan
mencegah segala bentuk kekerasan dalam Terhadap Perempuan”, yang menegaskan
rumah tangga, melindungi korban dan bahwa kekerasan terhadap perempuan
menindak pelaku kekerasan dalam rumah merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
tangga serta memelihara keutuhan rumah Pasal 1 Deklarasi tersebut memberikan
tangga yang harmonis dan sejahtera. pengertian tentang kekerasan terhadap
Disahkannya Undang-undang tersebut perempuan, yaitu : “Setiap tindakan
merupakan titik awal keberhasilan perjuangan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang
perempuan dalam memperoleh perlindungan berakibat atau mungkin berakibat
terhadap kekerasan yang sering terjadi dalam kesengsaraan atau penderitaan perempuan
lingkup rumah tangga, yang sebelumnya secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk
dianggap sebagai urusan pribadi suami-isteri, ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
merupakan ‘aib keluarga’, tabu untuk diketahui perampasan kemerdekaan secara sewenang-
dan dikemukakan kepada masyarakat. wenang, baik yang terjadi di depan umum atau
Ketidakberdayaan perempuan yang di dalam kehidupan pribadi “. Deklarasi
disebabkan adanya keinginan untuk mem- Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan
pertahankan posisi diri sebagai perempuan yang telah diadopsi pada sidang majelis umum
baik-baik dari keluarga yang terhormat, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada
mengakibatkan perempuan harus bersikap pasif tahun 1993, memberikan kewajiban moral
dan mau menerima perlakuan apapun yang kepada Negara Republik Indonesia sebagai
diperolehnya demi mempertahankan ‘citra anggota PBB untuk menerima deklarasi
perempuan baik-baik atau keluarga harmonis’ tersebut (Achie Sudiarti dan Kunthi
(Aroma Elmina Martha, 2003: 9). Hal-hal Tridewiyanti, 2000).
demikian ini yang menyebabkan adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga tentang PKDRT, memberikan pengertian
tidak terungkap dan tidak dapat diatasi. tentang kekerasan dalam rumah tangga, yaitu:
Dengan disahkannya Undang-undang “Setiap perbuatan terhadap seseorang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, tidak terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

58 Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006 Problematika dan Penanganan Kekerasan ...
seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran itu korban juga berhak memperoleh pelayanan
rumah tangga, termasuk ancaman untuk kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis,
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau penanganan secara khusus berkaitan dengan
perampasan kemerdekaan secara melawan kerahasiaan korban, pendampingan oleh
hukum dalam lingkup rumah tangga” (Pasal l pekerja sosial dan bantuan hukum, pada setiap
ayat (1). Kekerasan fisik adalah perbuatan tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit ketentuan peraturan perundang-undangan dan
atau luka berat (Pasal 6). Kekerasan psikis pelayanan bimbingan rohani (Pasal 10). Korban
adalah perbuatan yang mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga juga berhak
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, untuk mendapatkan pelayanan demi pemu-
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa lihan dari tenaga kesehatan, pekerja sosial,
tidak berdaya, dan/ atau penderitaan psikis relawan pendamping, dan/ atau pembimbing
berat pada seseorang (Pasal 7). Kekerasan rohani (Pasal 39). Pemerintah mempunyai
seksual adalah setiap perbuatan yang berupa kewajiban dan tanggungjawab dalam upaya
pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga
hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/ (Pasal 12). Sedangkan masyarakat berke-
atau tidak disukai, pemaksaan hubungan wajiban melakukan upaya-upaya sesuai batas
seksual dengan orang lain untuk tujuan kemampuannya untuk mencegah berlangsung-
komersial dan/ atau tujuan tertentu (Pasal 8). nya tindak pidana, memberikan perlindungan
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang kepada korban, memberikan pertolongan
yang menelantarkan orang dalam lingkup darurat dan membantu proses pengajuan
rumah tangganya, padahal menurut hukum permohonan penetapan perlindungan.
yang berlaku baginya atau karena persetujuan Korban kekerasan dalam rumah tangga,
atau perjanjian, ia wajib memberikan selain memperoleh perlindungan secara fisik
kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan dan psikis dari pemerintah dan masyarakat,
kepada orang-orang tersebut, dan setiap or- korban juga memperoleh perlindungan hukum,
ang yang mengakibatkan ketergantungan dengan pemberian sanksi pidana bagi pelaku
ekonomi dengan cara membatasi dan/ atau kekerasan dalam rumah tangga, yang diatur
melarang untuk bekerja yang layak di dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 53, dengan
atau di luar rumah sehingga korban berada di ancaman sanksi pidana yang berlainan,
bawah kendali orang tersebut (pasal 9). tergantung perbuatan yang dilakukan, dengan
Pihak-pihak yang termasuk dalam lingkup ancaman sanksi paling berat yaitu pidana
rumah tangga adalah suami, isteri, anak penjara selama 20 (dua puluh) tahun atau
(termasuk anak angkat dan anak tiri), mertua, denda Rp. 500.000.000,— (Lima ratus juta ru-
menantu, ipar dan besan, serta orang yang piah), dan paling ringan 4 (empat) bulan penjara
bekerja membantu rumah tangga dan menetap atau denda Rp.5.000.000,— (Lima juta rupiah).
dalam rumah tangga tersebut (pekerja rumah
tangga). C. Peran aparat penegak hukum pada
tindak kekerasan dalam rumah tangga
B. Perlindungan terhadap Kekerasan Peran aparat penegak hukum, yaitu
dalam Rumah Tangga kepolisian, advokat dan pengadilan, dalam
Korban kekerasan dalam rumah tangga memberikan perlindungan dan pelayanan
berhak mendapatkan perlindungan dari pihak kepada korban kekerasan dalam rumah tangga,
keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, diatur secara khusus oleh Undang-undang
advokat, lembaga sosial atau pihak lain baik Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, sebagai
sementara maupun berdasarkan penetapan berikut:
perintah perlindungan dari pengadilan. Selain

Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006 Problematika dan Penanganan Kekerasan ... 59
1. Kepolisian perlindungan, dengan sanksi apabila surat
Diatur Pasal l6 sampai dengan 20, tersebut dilanggar, maka pengadilan dapat
26, 27, 35 dan 36. menahan pelaku sampai 30 (tiga puluh)
Pada waktu kepolisian menerima hari lamanya.
laporan kekerasan dalam rumah tangga, Aparat penegak hukum yaitu
harus segera dijelaskan kepada korban kepolisian, advokat dan pengadilan, dalam
bahwa mereka mendapatkan pelayanan memberikan perlindungan terhadap korban
dan pendampingan. Kepolisian memper- kekerasan dapat bekerjasama dengan
kenalkan identitas mereka dan segera tenaga kesehatan, pekerja sosial,
wajib melakukan penyelidikan serta wajib relawan, pendamping dan pembimbing
melindungi korban. Selanjutnya kepolisian rohani (Pasal 21 sampai dengan 24).
akan meminta surat penetapan perintah
perlindungan dari pengadilan. Kepolisian
dapat melakukan penangkapan dan D. Problematika Dan Penanganan
penahanan terhadap pelaku. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
2. Advokat Menurut Komnas Perempuan yang
Diatur pasal 25. menghimpun data nasional tentang kekerasan
Di dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan, menunjukkan bahwa
dan pelayanan, advokat wajib memberikan pada tahun 2004, terdapat 14.020 (empat belas
konsultasi hukum mengenai hak-hak ribu dua puluh) kasus kekerasan terhadap
korban dan proses peradilan. perempuan, diantaranya 2470 (dua ribu empat
Mendampingi korban pada penyidikan dan ratus tujuh puluh) termasuk kasus KDRT
pemeriksaan di dalam sidang, serta (Saparinah Sadli, 2005 : 2). Data tentang
melakukan koordinasi dengan sesama kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi
penegak hukum, relawan pendamping, di daerah Surakarta dan sekitarnya, diperoleh
dan pekerja sosial agar proses peradilan berdasarkan pada hasil observasi dan
berjalan sebagaimana mestinya. wawancara dengan beberapa Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai
3. Pengadilan
komitmen dalam memberikan perlindungan
Diatur Pasal 28 sampai dengan 34,
kepada perempuan dan anak, di antaranya
37 dan 38.
Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan
Pengadilan harus mengeluarkan
dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM),
surat penetapan perintah perlindungan
Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Polresta
bagi korban dan anggota keluarga lain
Surakarta, dan hasil penelitian yang berkaitan
yang diajukan oleh kepolisian. Pengadilan
dengan perlindungan perempuan dan anak.
dapat mempertimbangkan permohonan
Data dari SPEK-HAM tentang jumlah
korban atau kuasanya untuk menetapkan
korban kekerasan terhadap perempuan di
kondisi khusus berupa pembatasan gerak
daerah eks Karesidenan Surakarta, tahun
pelaku, larangan memasuki tempat
2001.
tinggal bersama, larangan membuntuti,
Yang Hasil
mengawasi atau mengintimidasi korban.
Tahun didampingi Monitoring
Korban dapat melaporkan kepada polisi
SPEK-HAM Media
jika terjadi pelanggaran perintah 2001 25 63
perlindungan, kemudian menyusun 2002 22 105
laporan bersama kepada pengadilan, yang 2003 39 61
wajib memanggil pelaku untuk 2004 29 38
mengadakan penyelidikan dan meminta Total 114 261
pelaku membuat pernyataan tertulis yang Sumber : Data Base Litbang SPEK-HAM Surakarta
isinya kesanggupan mematuhi perintah

60 Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006 Problematika dan Penanganan Kekerasan ...
Khusus mengenai kekerasan dalam Diantara kasus-kasus yang terdata
rumah tangga yang terjadi sejak bulan Sep- diantaranya kasus Pejabat Pemkot Surakarta
tember 2004 sampai dengan bulan Maret 2005, yang didakwa melakukan pelecehan seksual
berjumlah 23 (dua puluh tiga) kasus. Lokasi terhadap pembantu rumah tangganya, yang
kejadian yaitu : wilayah Solo : 11 (sebelas) saat ini masih dalam proses pemeriksaan di
kasus, Sukoharjo : 6 (enam) kasus, Pengadilan Negeri Surakarta. Perlu mendapat
Karanganyar : 4 (empat) kasus, Boyolali : 1 perhatian adanya kasus penganiayaan seorang
(satu) kasus dan Sragen : 1 (satu) kasus. Dari suami yang membakar istrinya sehingga
sejumlah 23 kasus, 20 kasus pelakunya adalah menjadi cacat seumur hidup. Pengadilan
suami, lainnya masing-masing satu kasus, Negeri Klaten pada tanggal 8 Maret 2005
menjatuhkan putusan pidana 9 (sembilan)
dilakukan oleh mantan suami, kakek dan ayah
tahun penjara kepada suami, padahal tuntutan
kandung korban.
jaksa 3 (tiga) tahun penjara potong tahanan.
Jenis-jenis kekerasan dalam rumah
Jarang sekali hakim memutus hukuman tiga
tangga terdiri atas:
kali lebih besar dari tuntutan jaksa. Saat ini
1. Kekerasan fisik berupa: pemukulan, perkara masih dalam proses banding.
penamparan, penusukan dengan benda, Data yang diperoleh dari Ruang Pelayanan
dan jenis-jenis penganiayaan fisik lainnya. Khusus (RPK) Polresta Surakarta, diantaranya
2. Kekerasan psikologis berupa : bahwa RPK Polresta Surakarta sudah berdiri
penghinaan, ancaman, perselingkuhan, sejak tahun 2000. Saat ini dikelola oleh 4
caci maki, ejekan, larangan untuk (empat) Polwan, dengan Kanit Inspektur Polisi
beraktivitas di luar (misalnya bekerja, I Hajah Dwi Retnowati, S.H. RPK memberikan
berorganisasi). pelayanan kepada perempuan dan anak yang
3. Kekerasan seksual berupa : pemaksaan menjadi korban tidak pidana. Mereka dapat
berhubungan atau berhubungan dengan langsung melaporkan masalahnya kepada
menggunakan cara-cara yang tidak wajar/ RPK Polresta, atau dapat melaporkan ke
lazim dalam berhubungan seksual, Polsek di wilayah mana peristiwa terjadi. Saat
menyakiti alat kelamin. ini di setiap Polsek ada seorang Polwan yang
4. Kekerasan ekonomi berupa tidak secara khusus menangani korban tindakan
dinafkahi, melarikan atau menggunakan pidana bagi perempuan dan anak. Pada tahun
2004 terdapat 18 (delapan belas) perkara yang
harta korban.
masuk, terdiri :
Bentuk kasus kekerasan terhadap
- Perkosaan : 10 perkara
perempuan di eks Karisidenan Surakarta yang
- KDRT : 3 perkara
didampingi SPEK-HAM 2004
- Penipuan/penggelapan : 2 perkara
Wilayah
Bentuk kasus
SKA SRG BYL KLT SKH WNG KRA
Total - Penganiayaan berat : 1 perkara
Fisik: - Penganiayaan ringan : 1 perkara
1. Penganiayaan 4 1 1 6 - Dicabut : 1 perkara
Psikologis
1. Dikatai kotor 2 1 3
2. Dicerai tanpa alasan 1 1 Pada tahun 2005, ada 6 perkara yang
3. Ingkar Janji 1 1 2 3 6 masuk, 3 (tiga) diantaranya kasus KDRT.
4. Didiamkan 1 1 Penyelesaian perkara diantaranya :
5. Diselingkuhi 1 1
- Pengiriman berkas perkara kepada
Ekonomi
1. Tidak dinafkahi 6 1 5 1 13 Penuntut Umum.
Seksual - Dalam proses pemeriksaan di pengadilan.
1. Perkosaan 5 1 1 1 2 1 11 - Dilimpahkan ke Polres lain (Karanganyar,
2. Pelecehan Seksual 1 1
Sukoharjo).
TOTAL 20 3 2 3 11 4 43
Selama ini kendala yang dihadapi RPK
Sumber : Data Base Litbang SPEK-HAM Surakarta
yaitu mengenai masalah saksi. Seringkali

Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006 Problematika dan Penanganan Kekerasan ... 61
untuk meneruskan kepada proses hukum tidak Dari berbagai data kasus kekerasan dalam
ada saksi sama sekali, atau menghilangnya rumah tangga yang terjadi di daerah Surakarta
saksi korban dengan alasan yang tidak jelas. dan sekitarnya, terdapat beberapa problematika
Di dalam penyelesaian kasus KDRT, RPK di antaranya :
memberikan kesempatan kepada pelapor, 1. Kasus kekerasan dalam rumah tangga
apakah perkara tersebut akan di proses sampai tidak banyak yang terungkap ke
ke pengadilan jika memungkinkan, atau tidak permukaan, karena kasus tersebut masih
diteruskan ke proses pengadilan apabila pelaku dianggap merupakan kasus domestik,
tidak akan mengulangi perbuatannya, dengan urusan pribadi suami istri, yang tidak
membuat surat pernyataan di atas materai. pantas diketahui masyarakat. Kekerasan
Pertimbangan korban untuk tidak meneruskan dalam rumah tangga sedapat mungkin
ke pengadilan yaitu dengan berbagai disimpan rapat, agar saudara atau orang
pertimbangan, diantaranya masih ingin luar tidak mengetahui dan tidak ikut
membina rumah tangga dengan pelaku atau campur. Daerah Surakarta dan sekitarnya
mengingat dampaknya bagi anak-anak. RPK merupakan salah satu pusat budaya,
berusaha melindungi perempuan dan anak dengan adanya dua keraton yaitu
sebagai korban tindak pidana sesuai ketentuan Kasunanan dan Mangkunegaran yang
hukum yang berlaku, dengan memberitahukan masih menyisakan sistem kekuasaan
hak-hak korban dan menyelesaikan perkara yang berbau feodalisme. Istri begitu pasrah
yang dihadapinya dengan sebaik-baiknya tanpa ketika diperlakukan seenaknya oleh
merugikan korban. suami. Untuk mempertahan-kan predikat
Kekerasan dalam rumah tangga juga sebagai istri yang baik, istri harus selalu
sering diderita oleh anak-anak, baik kekerasan siap melayani suami secara fisik dan
fisik maupun psikis. Kekerasan yang diderita psikis. Istri harus setia kepada suaminya,
oleh anak-anak tersebut dapat menyebabkan meskipun suami sering tidak setia kepada
anak melarikan diri dari rumah. Secara istri. Suatu hal yang biasa jika seseorang
psikologis anak menjadi merasa tidak tenang, suami selingkuh, tetapi untuk istri,
tidak merasa aman, tidak merasa terlindungi perbuatan tersebut merupakan perbuatan
di rumahnya sendiri. Akibatnya anak merasa terkutuk. Budaya patriarkhi
tidak betah di rumah, lebih suka hidup di luar mengakibatkan bahwa laki-laki merasa
bersama teman-temannya, bertemu dan lebih superior dari perempuan sehingga
bergaul dengan orang-orang yang tidak laki-laki dibenarkan untuk menguasai
bertanggungjawab, yang dapat mempengaruhi perempuan. Stigma negatif diberikan
anak tersebut untuk selanjutnya terjerumus ke kepada istri yang berani melawan suami.
dunia pelacuran. Isteri harus selalu menjaga keharmonisan
Dari hasil penelitian berjudul “ANAK YANG rumah tangga dengan selalu mengalah
DILACURKAN DI SURAKARTA DAN pada suami untuk menjaga dampak buruk
INDRAMAYU”, yang diadakan oleh tim peneliti kepada anak-anak.
dengan koordinator Retno Setyowati (PPK- Dihubungkan dengan faktor-faktor
UNS), kerjasama dengan UNICEF Indonesia, yang mempengaruhi pelaksanaan hukum,
pada bulan Agustus 2003 sampai dengan Juni menurut Lawrence friedman, hukum dilihat
2004, terungkap bahwa salah satu faktor sebagai suatu sistem hukum yang utuh,
penyebab yang mendorong seorang anak jatuh yang terdiri dari 3 komponen, yaitu:
ke dunia pelacuran, yaitu selain masalah a. Komponen substansi hukum, yang
ekonomi, masalah pendidikan anak, juga terdiri dari hasil aktual yang diberikan
adanya faktor kondisi rumah tangga orang tua oleh sistem hukum, misalnya norma-
tidak harmonis, sering terjadi ketegangan- norma peraturan dan sebagainya.
ketegangan, sehingga akibatnya anak sering b. Komponen struktur hukum, yaitu
mengalami kekerasan sebagai tumpuan kelembagaan yang diciptakan oleh
kemarahan orang tua. sistim hukum dengan berbagai

62 Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006 Problematika dan Penanganan Kekerasan ...
macam fungsinya dalam rangka kepekaan jender untuk melindungi korban
mendukung bekerjanya hukum. kekerasan dalam rumah tangga.
c. Komponen kultur atau budaya 4. Peraturan perundang-undangan yang tidak
hukum, yaitu nilai-nilai yang memihak pada perempuan. Misalnya
merupakan kaidah yang mengikat Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
sistim serta menentukan sistim tentang Perkawinan yang menempatkan
hukum itu di tengah kultur bangsa perempuan tidak sederajat dengan laki-
secara keseluruhan. laki (suami adalah kepala rumah tangga,
(Satjipto Raharjo, 1986). istri adalah ibu rumah tangga). KUHP dan
KUHAP tidak berpihak pada perempuan
Budaya hukum merupakan korban kekerasan. Istilah kekerasan tidak
keseluruhan sikap masyarakat yang akan dikenal dalam KUHP, yang dikenal adalah
menentukan bagaimana seharusnya penganiayaan fisik, padahal kekerasan
hukum berlaku. psikis dapat menimbulkan penderitaan
2. Krisis ekonomi memiliki kontribusi yang tidak kalah beratnya.
terhadap peningkatan kekerasan ekonomi 5. Masih belum tersosialisasi dengan baik
suami kepada isteri, karena pendapatan berlakunya Undang-undang Nomor 23
yang semakin sulit untuk memenuhi Tahun 2004 tentang PKDRT, lengkap
kebutuhan rumah tangga. dengan Ruang Pelayanan Khusus (RPK).
3. Aparat penegak hukum (polisi, jaksa, Penanganan kasus yang diberikan yaitu
hakim) masih banyak yang bersikap bias konseling, konsultasi hukum, mediasi, litigasi
gender. Korban kekerasan memiliki (bantuan hukum) atau penggabungan dari
keraguan, kekhawatiran dan ketakutan berbagai alternatif penanganan tersebut.
untuk melaporkan kejadian yang dialami. Hasil penanganan yang diberikan di antaranya:
Mereka takut pada proses hukum yang 1. Pelaku membuat surat pernyataan untuk mem-
akan dihadapi, karena ketidaktahuan berikan nafkah kepada korban (isteri).
korban pada prosedur yang seharusnya 2. Memberikan penguatan psikologis kepada
ditempuh. Kesadaran dan kepekaan korban.
jender para penegak hukum masih kurang, 3. Memberikan penguatan hak-hak korban.
sehingga kadang-kadang korban justru 4. Pada kasus incest antara kakek dan
menjadi obyek. Kekerasan terhadap istri cucunya, akhirnya pelaku divonis 3,5 (tiga
dianggap sebagai urusan pribadi, karena setengah) tahun penjara.
nantinya akan selesai dengan sendirinya. 5. Pelaku korban bercerai. Suami membe-
Idealnya kasus-kasus kekerasan dalam rikan tunjangan hak anak kepada korban.
rumah tangga ditangani oleh polisi wanita. 6. Adanya kesepakatan kembali antara
Namun demikian saat ini jumlah Polwan korban dengan pelaku.
masih sangat terbatas. Kasus-kasus Dari penanganan yang telah diberikan oleh
perkosaan kadang-kadang diarahkan pada divisi pendampingan SPEK-HAM, sebagian
perbuatan-perbuatan “suka sama suka”, besar kasus kekerasan dalam rumah tangga
atau justru korban yang dipersalahkan yang diajukan, dapat berhasil diselesaikan
karena berpakaian atau bersikap dengan baik. Namun ada beberapa diantaranya
“memancing” perhatian laki-laki. belum berhasil dengan tuntas. Problema yang
Polisi sebagai aparat penegak hukum terjadi diantaranya disebabkan:
dan Undang-undang, seharusnya 1. Kasus terhenti dan tidak terpantau, karena
merupakan pilar-pilar yang menopang pelaku bertempat tinggal di luar kota.
konstruksi hukum demi penegakan 2. Kasus berhenti di kepolisian, karena
keadilan bagi perempuan korban pelaku terbukti mengalami gangguan jiwa
kekerasan (Yohana E. Prawitosari, (gila).
Kompas 16 Februari 2004). Seluruh aparat
3. Masih dalam proses perceraian di
penegak hukum harus mempunyai
Pengadilan.

Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006 Problematika dan Penanganan Kekerasan ... 63
Pada tanggal 24 Juni 2004 telah didirikan 1. Peningkatan pendidikan bagi perempuan
lembaga “Pelayanan Terpadu Bagi perempuan sehingga mereka menyadari hak-hak dan
dan Anak Kota Surakarta” (PTPAS), yang terdiri kewajibannya sebagai warga negara dan
atas berbagai organisasi diantaranya LSM, warga masyarakat.
Kepolisian, Dinas-dinas, Rumah Sakit, 2. Peningkatan kepekaan jender bagi aparat
GOWS, PKK dan lain-lain. Misi PTPAS yaitu penegak hukum.
memberikan perlindungan dan penguatan bagi 3. Sosialisasi peraturan perundang-
perempuan dan anak korban kekerasan undangan yang memberikan perlindungan
berbasis gender. Memberikan pelayanan yang kepada perempuan dan anak khususnya
optimal, terpadu berupa pelayanan medis, sosialisasi Undang-undang Nomor 23
konseling, hukum, dan rehabilitasi. Melakukan Tahun 2004 tentang PKDRT lengkap
upaya pencegahan tindak kekerasan berbasis dengan peran dan fungsi Ruang Pelayanan
gender ke masyarakat. Khusus (RPK).
Selain itu juga telah terbentuk “Komisi In- 4. Memberikan advokasi dan pendampingan
dependent Perlindungan Perempuan dan Anak bagi korban.
Surakarta” (KIPPAS), yang bergerak dalam 5. Memberikan advokasi kebijakan pemerin-
advokasi kebijakan pemerintah di dalam tah di dalam menyusun peraturan-pera-
menyusun peraturan yang melindungi turan yang melindungi perempuan dan anak.
perempuan dan anak. 6. Peningkatan kesempatan kerja dan
lapangan kerja bagi perempuan, sehingga
E. Penutup secara ekonomi tidak tergantung
Dengan berlakunya Undang-undang No 23 sepenuhnya kepada suami/laki-laki.
TAhun 2004 tentang PKDRT diharapkan
7. Pembentukan Women Crisis Centre
adanya peningkatan perlindungan hukum bagi
(WCC) untuk menangani dan
perempuan dan anak yang menjadi korban
menyelesaikan kasus-kasus kekerasan
kekerasan dalam rumah tangga. Perlu
dalam rumah tangga.
mendapat perhatian dalam hal :

F. DAFTAR PUSTAKA

Achie Sudiarti Luhulima. 2000. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan
Alternatif Pemecahannya. Universitas Indonesia : Kelompok Kerja Convention Watch dan Pusat Kajian
Wanita dan Jender.
Achie Sudiarti Luhulima dan Kunthi Tri Dewiyanti. 2000. Pola Tingkah Laku Sosial Budaya dan Kekerasan
Terhadap Perempuan. Yogyakarta : PT. Alumni.
Aroma Elmina Martha. 2003. Kejahatan Kekerasan Terhadap Perempuan : Mengkaji Putusan Hakim
Pengadilan Negeri Yogyakarta, Makalah pada Temu Karya “Hukum Berperspektif Gender”. Universitas
Indonesia : Convention Watch.
Yohana E. Prawitosari. 2004. “Polisi Protagonis, Rekonstruksi Hukum, dan Undang-undang KDRT”. Kompas,
Senin 16 Februari 2004.
Retno Setyowati, dkk. 2003. Penelitian Partisipatori “Anak yang Dilacurkan di Surakarta dan Indramayu”.
Jakarta : Unicef.
Saparinah Sadli. 2005. “Kekerasan Terhadap Perempuan”. Makalah Pada Lokakarya Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Menggunakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
PKDRT. Tanggal 19-21 April 2005. Fakultas Hukum UNS.
Satjipto Raharjo. 1986. Hukum dan Masyarakat. Bandung: PT. Angkasa.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

64 Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006 Problematika dan Penanganan Kekerasan ...

Anda mungkin juga menyukai