Anda di halaman 1dari 12

PERTEMUAN 3

ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK


DENGAN KONDISI RENTAN

Kebutuhan khusus
pada masalah
psikologis

By : FANNY JESICA, M.KEB


PEMBAHASAN
KEHAMILAN AKIBAT
PEMERKOSAAN

KDRT
KEHAMILAN AKIBAT
PEMERKOSAAN
Inilah salah satu alasan mengapa perempuan masuk dalam
kelompok rentan.

Kekerasan seksual sendiri diartikan sebagai tindak, ucapan


maupun perbuatan yang dilakukan seseorang untuk melakukan
kegiatan seksual tanpa adanya persetujuan.

Beberapa bentuk kekerasan seksual antata lain perkosaan,


perbudakan, pemaksaan perkawinan, pelecehan seksual, dan
lainnya.

Tak jarang pula akibat pemerkosaan ini derita perempuan


semakin bertambah dengan hadirnya janin yang tidak diinginkan

Keadaan ini cendrung membuat perempuan mengalami


tekanan psikologi yang berujung pada keinginan bunuh diri.
Faktor risiko terjadinya perkosaan pada wanita
 Berusia muda.
 Punya riwayat dianiaya saat kecil.
 Pernah menjadi korban kekerasan seks sebelumnya.
 Menggunakan NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif).
 Pekerja seks.
 Memiliki banyak pasangan seksual.

 Hidup di lingkungan masyarakat


yang sanksi terhadap pelaku
seksualnya rendah.
 Masyarakat yang menganut peran
gender tradisional.
 Tinggal di lingkungan dengan
norma sosial yang mendukung
kekerasan seksual, dan
 Masyarakat dengan ideologi
seksual sebagai hak laki-laki.
KEBUTUHAN KHUSUS KEHAMILAN
KORBAN PEMERKOSAAN

 Memberikan dukungan kepada remaja/


perempuan yang hamil akibat pemerkosaan
 Berusaha memberikan konseling untuk
penerimaan terhadap kehamilan.
 Memberikan terapi mengatasi trauma pada korban
pemerkosaan
 Namun apabila kejadian tersebut meninggalkan
trauma mendalam yang berujung upaya bunuh
diri, maka tindakan medis aborsi dapat menjadi
solusi dengan syarat kehamilan
Berdasarkan ketentuan Pasal 346 KUHP, dalam ketentuan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
“Setiap orang dilarang melakukan aborsi.”

Namun terdapat pengecualian untuk dua hal, yaitu sebagaimana yang diatur dalam


kentuan Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan yang menyatakan:
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau
kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.

Kententuan Pasal 75 ayat (3) UU Kesehatan yang menerangkan sebagai berikut:


 Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
KDRT

Pasal 1 UU PKDRT mendefinisikan KDRT sebagai,


... perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga (UU PKDRT) sejak 16 tahun lalu dan telah diimplementasikan dalam pencegahan dan
penanganan perempuan korban kekerasan.

Undang undang ini merupakan jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan
melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga
ANGKA KEJADIAN

Data dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pada tahun


2020, mencatat bahwa KDRT atau Ranah Personal masih menempati
pada urutan pertama dengan jumlah 75,4% dibandingkan dengan ranah
lainnya. Sedangkan bentuk kekerasan terhadap perempuan di ranah
personal yang tertinggi adalah kekerasan fisik berjumlah 4.783 kasus.
Dari 11.105 kasus yang ada, maka sebanyak 6.555 atau 59% adalah
kekerasan terhadap istri. Kekerasan terhadap anak perempuan juga
meningkat 13%, dan juga kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
Tujuan dari adanya UU PKDRT, sebagaimana disebut dalam Pasal 4,
meliputi:
1) mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
2) melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
3) menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga;
4) memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Sedangkan bentuk-bentuk Setiap orang yang mendengar, melihat, atau


mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah
kekerasan yang tertuang di UU
tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai
PKDRT adalah meliputi dengan batas kemampuannya untuk :
kekerasan fisik (Pasal 6),  mencegah berlangsungnya tindak pidana;
kekerasan psikis (Pasal 7),  memberikan perlindungan kepada korban;
kekerasan seksual (Pasal 8),  memberikan pertolongan darurat; dan
dan penelantaran rumah tangga  membantu proses pengajuan permohonan
(Pasal 9). penetapan perlindungan.
Dampak KDRT pada Perempuan dan Anak

- Perempuan yang mengalami penganiayaan dari pasangan hidup dapat mengarahkan


kemarahan dan frustrasi pada anak.
- Anak dapat cedera secara tidak sengaja ketika mencoba menghentikan kekerasan dan
melindungi ibunya.
- Anak akan sulit mengembangkan perasaan tenteram, ketenangan dan kasih sayang.
Hidupnya selalu diwarnai kebingungan, ketegangan, ketakutan, kemarahan, dan
ketidakjelasan tentang masa depan. Mereka tidak belajar bagaimana mencintai secara tulus,
serta menyelesaikan konflik dan perbedaan dengan cara yang sehat.
- Anak-anak yang biasa hidup dalam kekerasan akan belajar bahwa kekerasan adalah cara
penyelesaian masalah yang wajar, boleh, bahkan mungkin seharusnya dilakukan. Anak
lelaki dapat berkembang menjadi lelaki dewasa yang juga menganiaya istri dan anaknya,
dan anak perempuan dapat saja menjadi perempuan dewasa yang kembali terjebak sebagai
korban kekerasan. Anak perempuan dapat pula mengembangkan kebiasaan agresi dalam
menyelesaikan masalah.
Kebutuhan khusus pada kasus KDRT

Sesuai dengan Pasal 10, UU PKDRT, maka korban KDRT memiliki


hak sebagai korban, diantaranya:
 Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik
sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan
dari pengadilan;
 Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
 Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
 Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap
tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
 Pelayanan bimbingan rohani.

Anda mungkin juga menyukai