Anda di halaman 1dari 16

HAND OUT

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Pada Perempuan & Anak Dengan Kondisi
Rentan
Jumlah SKS : 2 SKS
Pertemuan Ke :
Nama Dosen Pengampu
1. dr. Rizal Agus Tiansyah, Sp.A
2. Cucu Nurmala, S.ST.,M.Keb

KEBUTUHAN KHUSUS PADA PERMASALAHAN SOSIAL

A. Kehamilan Dalam Penjara


Kehamilan merupakan pengalaman yang sangat bermakna bagi perempuan,
keluarga dan Masyarakat. Perilaku ibu selama masa kehamilannya akan
mempengaruhi kehamilannya, perilaku ibu dalam mencari penolong persalinan akan
mempengaruhi kesehata ibu dan janin yang dilahirkan. Bidan harus
mempertahankan kesehatan ibu dan janin serta mencegah komplikasi pada saat
kehamilan dan persalinan sebagai satu kesatuan yang utuh.
Hak-hak wanita hamil
a. Memperoleh pendidikan dan informasi
b. Mendapat jaminan dari pemerintah untuk mendapatkan yang benar dari suatu
kehamilan tanpa resiko yang berarti. (jaminan kesehatan)
c. Memperoleh gizi yang cukup
d. Wanita bekerja berhak untuk tidak dikeluarkan dari pekerjaannya
e. Berhak untuk tidak mendapatkan perlakuan diskriminasi dan hukuman, seperti
dukucuilkan oleh Masyarakat akibat mengalami gangguan kehamilan.
f. Berhak ikut dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kesehatan dirinya
dan bayinya.
Dasar- dasar hukum perlindungan :
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 pasal 14 tentang Kesehatan
menyatakan : “Kesehatan istri meliputi masa pra kehamilan, kehamilan, pasca
persalinan dan masa di luar kehamilan di luar hubungan suami-istri (pemerkosaan,
remaja hamil di luar nikah). Maksud dari UU ini adalah Keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
social dan ekonomis.
Dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal
41 ayat (2) menyatakan :”setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut,
wanita hamil dan anak-anak berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Adapun dalam penjelasannya disebutkan yang dimaksud dengan kemudahan
dan perlakukan khusus adalah pemberian fasilitas jasa, atau penyediaan fasilitas
dan sarana demi kelancaran, keamanan, kesehatan dan keselamatan. Ketentuan
ini sangat jelas memberikan hak khusus bagi perempuan hamil untuk
mendapatkan pelayanan jasa dari pemerintah berupa keamanan dan
keselamatannnya.

Hal ini bisa dijadikan dasar pertimbangan untuk penundaan pelaksanaan pidana
penjara bagi wanita hamil. Karena wanita hamil harus mendapat jaminan keamanan,
memperoleh gizi yang cukup, serta perlakukan diskriminasi dan penghukuman,
Wanita hamil yang menjalani masa penjara di lembaga permasyarakatan kurang
mendapat perhatian khusus karena selama menjalani masa hukumannya wanita
hamil tidak mendapatkan perlakuan yang khusus dari lembaga permasyarakatan.
Wanita hamil diperlakukan sama dengan narapidana lainnya, padahal wanita hamil
membutuhkan kekhususan karena selain kebutuhan gizinya yang harus dipenuhi,
kebutuhan gizi untuk janinnya juga harus dipenuhi.
1. Pemidanaan Wanita Hamil Menurut Hukum Positif
Dalam hukum pidana Indonesia wanita hamil tetap di hukum atas tindak
pidana yang dilakukannya. Selama di pidana dalam lembaga pemasyarakatan
wanita hamil dan anak yang dikandungnya kebutuhannya dipenuhi oleh Negara.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1999 bahwa narapidana
hamil diberikan makanan sesuai dengan petunjuk dokter yang merawatnya.
Setelah anaknya berumur 2 (dua) tahun anak tersebut diserahkan kepada
keluarga atau pihak lain yang sesuai dengan persetujuan ibunya.
2. Penerapan Sanksi Bagi Narapidana Wanita Hamil Di Indonesia
Penggolongan narapidana di lembaga pemasyarakatan adalah individualisasi
narapidana yang bertujuan untuk membina narapidana sesuai dengan
karateristik narapidana sehingga tujuan pembinaan dapat tercapai. Berdasarkan
penggolongan pidana, narapidana wanita hamil berada di lembaga
pemasyarakatan wanita. Selama pembinaan di lembaga pemasyarakatanwanita
bagi wanita yang hamil selama masa pidananya tetap akan ditempatkan di
lembaga pemasyarakatan wanita sampai anak yang kandungnya dilahirkan dan
berusia 2 (dua) tahun.
Hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah no 32 tahun 1999 tentang Syarat
dan Tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan pasal 20 yang
menyatakan bahwa :
a. Narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil atau menyusui,
berhak mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter.
b. Makanan tambahan juga diberikan kepada narapidana yang melakukan jenis
pekerjaan tertentu.
c. Anak dari narapidana wanita yang dibawa ke dalam lembaga
pemasyarakatan atau pun yang lahir di lembaga pemasyarakatan dapat diberi
makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai anak berumur 2
(dua) tahun
d. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) telah mencapai umur
(2) dua tahun, harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga, atau
pihak lain atas persetujuan ibunya dan dibuat dalam satu berita acara.
e. Untuk kepentingan kesehatan anak, kepala lembaga pemasyarakatan dapat
menentukan makanan tambahan selain sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) berdasarkan pertimbangan dokter.
Kesimpulan : Jadi anak yang dilahirkan narapidana wanita hamil selama di
lembaga pemasyarakatan tidak membuat narapidana wanita hamil tersebut
ditunda penahannya. Pelaksanaan pidana tetap dilaksanakan, anak
narapidana hamil dirawat dan dibesarkan di dalam lembaga pemasyarakatan
sampai umur 2 (dua ) tahun, setelah mencapai umur 2 (dua) tahun
pengasuhannya diberikan kepada pihak keluarga.
3. Pandangan Hukum Islam Terhadap Pemidanaan Wanita Hamil
Pelaksanaan hukuman terhadap narapidana hamil pernah terjadi di zaman
Rasullullah Saw, dimana ada seorang perempuan hamil yang mendatangi
Rasullulah SAW, dan mengaku telah berbuat zina dan meminta Rasullulah
SAW untuk menghukumnya, Rasullullah malah menyuruhnya pulang
kerumahnya dan datang kembali kepada beliau saat melahirkan. Setelah
perempuan itu melahirkan ia datang kembali kepada rasullulah SWA, lalu
rasullulah SAW menyuruhnya pulang kembali lagi saat anaknya telah disapih.
Saat anak perempuan tersebut sudah disapih perempuan tersebut datang
kembali kepada rasullulah SAW, baru Rasullulah menghukumnya.
Islam menjamin keselamatan janin secara menyeluruh. Islam sangat
menghargai hak hidup setiap mahluk. Karenanya setiap yang bernyawa pasti
akan mendapatkan perlindungan dan penghargaan atas hak-hak yang
dimulikinya. Janin yang ada dalam kandungan narapidana wanita hamil juga
memiliki hak untuk hidup dan mendapatkan keselamatan. Janin yang dalam
kandungan narapidana wanita hamil dianggap tidak bersalah.
Sehingga dalam pelaksanaannya hukum islam pelaksanaan hukuman bagi
wanita hamil pelaksanaannya ditangguhkan sampai janin yang dikandungnya
lahir. Janin yang ada di dalam kandungan narapidana hamil tidak bisa dihukum
karena asas praduga tidak bersalah, dimana janin tersebut tidak bisa dihukum
sampai ada keputusan yang mampu membuktikan bahwa janin tersebut ikut
bersalah. Sedangkan kondisi alami atau kodrat dari janin itu sendiri adalah suci.
Jadi secara hukum islam pelaksanaan hukuman bagi wantia hamil eksekusi
ditunda hingga wanita hamil tersebut melahirkan anak yang dikandungnya serta
telah selesai masa menyusuinya atau menyapihnya.

B. Single Parent
1. Pengertian
Pendidikan dalam keluarga memang memiliki nilai strategis dalam
pembentukan kepribadian remaja. Sejak kecil remaja sudah memperoleh
pendidikan dari kedua orangtuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup
sehari-hari dalam keluarga (Syaiful, 2004 : 25). Itu artinya, kedua orangtua
memiliki peran dan tugas serta bertanggung jawab masing-masing dalam
mendidik remaja. Diperkuat oleh M. Shochib (2010 : 18) yang mengatakan
bahwa “keutuhan orangtua (ayah dan ibu) dalam sebuah keluarga sangat
dibutuhkan dalam membantu remaja untuk memiliki dan mengembangkan
dasar-dasar disiplin diri.”
Pengertian single parent secara umum adalah orang tua tunggal. Single
parent mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka sendiri tanpa bantuan
pasangan, baik itu pihak suami maupun pihak istri. Single parent memiliki
kewajiban yang sangat besar dalam mengatur keluarganya. Keluarga single
parent memiliki permasalahan-permasalahan paling rumit dibandingkan
keluarga yang memiliki ayah atau ibu. Single parent dapat terjadi akibat
kematian ataupun perceraian.
Menurut Hurlock (1980 : 359-360) single parent adalah seseorang yang
mengalami kehilangan pasangan disebabkan karena, perceraian dan ditinggal
mati oleh pasangan. Sager, dkk (dalam Budi, 2011 : 12) menambahkan bahwa
single parent adalah orangtua yang secara sendirian membesarkan remaja-
remajanya tanpa kehadiran, dukungan atau tanggungjawab dari pasangannya.
Newman, dkk (dalam Veronika, 2007 : 15) menyebutkan keluarga single
parent adalah keluarga yang di dalam struktur keluarganya hanya terdapat satu
orangtua saja baik ayah atau ibu yang disebabkan oleh kematian, perceraian,
perkawinan tidak jelas dan pengadopsian remaja. Sementara itu, Haffman
(dalam Veronika, 2007 : 15) juga mengartikan single parent sebagai orangtua
yang merangkap ayah sekaligus ibu dalam membesarkan dan mendidik
remajanya serta mengatur kehidupan keluarga karena perubahan struktur
keluarga.
2. Keluarga Broken Home
Broken home merupakan suatu istilah yang biasa digunakan untuk
menggambarkan keadaan keluarga yang bercerai-berai akibat dari orangtua yang
sudah tidak lagi memperdulikan situasi, kondisi dan juga keadaan keluarganya.
Orangtua yang tidak memberikan perhatianny terhadap anak-anak dalam
berbagai persoalan yang dihadapinya. Tak sedikit dari orangtua tersebut yang
memutuskan untuk bercerai karena memilih pekerjaan daripada keluarga.
Keadaan broken home seperti ini membuktikan bahwa anggota keluarga tidak
melaksanakan kewajibannya dan fungsinya sebagai anggota keluarga secara
optimal. Broken home diartikan sebagai pecahnya suatu unit keluarga,
terputusnya, retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota
keluarga gagal menjalankan kewajiban peran mereka dengan baik
(Lailahanoum, 2005).
3. Kondisi Kehidupan Single Parent
Masyarakat akan memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang single
parent. Sedangkan masalah internal single parent berasal dari lingkungan
keluarga dan anak- anaknya. Single parent harus dapat memberikan pengertian,
lebih sabar, dan tegar dalam menghadapi masalah dalam keluarganya.
Single parent biasanya lebih merasa tertekan daripada orang tua utuh dalam
kekompetenan sebagai orangtua. Kekompeten orangtua ini nantinya dapat
berpengaruh pada bagaimana orangtua mengasuh anaknya. Menjadi ibu idaman
tidak datang dengan sendirinya, semua itu dibentuk dari suatu proses
pendewasaan dan perbaikan karakter, Papalia (Rahma 2015: 426). Kemandirian
dalam jiwa ibu single parent sangat dibutuhkan untuk menjalankan peran ganda
di sektor domestik, yaitu bertugas dalam urusan rumah tangga seperti memasak,
mencuci piring dan pakaian, membersihkan rumah, menyiapkan makanan untuk
keluarga, merawat, membesarkan dan mendidik anak-anaknya dan di sektor
publik yaitu bertugas secara ekonomi agar kebutuhan tetap terpenuhi yaitu
dengan mencari nafkah bagi keluarganya dan secara sosial yaitu bersosialisasi
dengan masyarakat. Keseimbangan peran domestik dan publik perlu dicapai
dengan usaha ekstra melalui proses kesabaran, ilmu, dan konsistensi untuk
menjalankannya.
4. Single Parent Mother
Single Parent Mother yaitu ibu sebagai seorang orangtua tunggal harus
menggantikan peran ayah sebagai kepala keluarga, pengambil keputusan,
pencari nafkah disamping perannya sebagai mengurus rumah tangga,
membesarkan, membimbing dan memenuhi kebutuhan psikis remaja.
Menurut Rahayu (dalam Penelitian Strategi Adaptasi Menjadi Single Mother
2013), Strategi adaptasi ekonomi dalam keluarga single mother nampak
bagaimana mereka menyelaraskan antara jumlah pendapatan dengan kebutuhan
setiap harinya. Single mother ditunut untuk untuk mampu menjalankan
perannya sendiri tanpa pasangan hidup dengan cara bekerja di sektor publik dan
menjadi pencari nafkah utama bagi anak dengan orang tuanya karena dengan hal
inilah mereka dapat bertahan hidup bersama keluarga dan anak-anaknya.
Kemandirian dalam jiwa ibu single parent sangat dibutuhkan untuk
menjalankan peran ganda di sektor domestik, yaitu bertugas dalam urusan
rumah tangga seperti memasak, mencuci piring dan pakaian, membersihkan
rumah, menyiapkan makanan untuk keluarga, merawat, membesarkan dan
mendidik anak-anaknya dan di sektor publik yaitu bertugas secara ekonomi agar
kebutuhan tetap terpenuhi yaitu dengan mencari nafkah bagi keluarganya dan
secara sosial yaitu bersosialisasi dengan masyarakat. Keseimbangan peran
domestik dan publik perlu dicapai dengan usaha ekstra melalui proses
kesabaran, ilmu, dan konsistensi untuk menjalankannya.
Perannya sebagai ibu, yaitu menjalankan kodratnya sebagai perempuan,
meliputi mengasuh dan membesarkan anaknya, serta hal-hal yang ada dalam
rumah. Walaupun dalam kondisi bekerja, tetap harus memonitor apa yang
terjadi di dalam rumah. Mempersiapkan kemandirian untuk mental si anak juga
sangat perlu. Kasih sayang adalah kunci segala-galanya. Memberi pengertian
kepada anak pelan-pelan dengan menyesuaikan usianya. Tidak bisa dihindari,
anak akan mengalami dampak psikologis yang akan mempengaruhi terhadap
perilakunya di rumah, sekolah, dan masyarakat. Menumbuhkan kepercayaan
dirinya dan meningkatkan rasa nyaman merupakan tugas utama. Anak
merupakan skala prioritas, karena tanpa itu semua karir dan peran yang dijalani
akan sia-sia.
5. Pengaruh /Dampak Negatif dari kehidupan Single Parent (Broken Home) Akibat
Perceraian bagi anak
Dampak negatif dari broken home yang benar-benar sudah tidak bisa
dihindari lagi yaitu memiliki pengaruh negatis bagi remaja baik dalam
pertumbuhannya maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya
karena pada masa remaja merupakan masa-masa krisis identitas yang membuat
remaja harus dalam perlakuan dan keadaan yang baik untuk menemukan
identitasnya (Somantri, 2012). Keadaan keluarga yang kacau dapat membuat
anak melakukan banyak hal negatif, memberikan contoh yang kurang baik
sebagai acuan hidup seorang anak. Keadaan seperti itu juga membuat anak
merasa tertekan disegi mental yang amat berat. Keluarga merupakan pondasi
utama didalam hidup seseorang, seorang anak juga akan merasa malu pada
lingkungan sekitar sehingga membuat ia menjauh dan mengucilkan diri dari
teman-teman dan lingkungan karena khawatir akan mendapat respon yang tidak
baik dan juga dapat mengganggu konsentrasinya dalam belajar. Broken home
memiliki banyak efek negatif terhadap hidup seseorang, diantaranya adalah
(Somantri, 2012):
a. Masalah akademik, anak akan menjadi malas belajar dan kehilangan
semangat dalam mengejar prestasi.
b. Masalah tingkah laku, anak akan menjadi pemberontak, berbicara dan
berperilaku kasar, tidak peduli dengan lingkungan dan mulai melakukan
kebiasaan buruk dan juga pergaulan yang salah.
c. Masalah seks, karena ia merasa kurang mendapatkan kasih sayang dan
melampiaskan terhadap hawa nafsu atau seks bebas.
d. Masalah agama, kehilangan sosok yang bisa membimbing dan
mengarahkan ke jalan yang benar membuat anak merasa sesuatu yang
berkaitan dengan agama hanya kemunafikan saja.

C. Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT)


Orientasi seksual yang lazim ada dalam masyarakat adalah heteroseksual,
sedangkan homoseksual oleh masyarakat dianggap sebagai penyimpangan orientasi
seksual. Orientasi seksual disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor
lingkungan, kognitif, dan biologis. Pada sebagian besar individu, orientasi seksual
terbentuk sejak masa kecil. Hasil penelitian-penelitian sebelumnya menganggap
bahwa ada kombinasi antara faktor biologis dan lingkungan sebagai penyebab
orientasi seksual homoseksual (Money dalam Feldmen, 1990, hal.360).
Homoseksual atau penyuka sesama jenis sudah tidak asing lagi di masyarakat
modern ini dan bahkan fenomena ini sekarang sudah tampak nyata dan kasat mata
bermunculan di masyarakat. Contohnya isu terkini adalah mengenai LGBT atau
GLBT yang merupakan akronim dari "lesbian, gay, biseksual, dan transgender".
Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas
gay" karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan
diatas. Tentu saja sebagian orang masih belum paham serta bertanya-tanya apa yang
dimaksud tentang LGBT.
Akronim diatas dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman
"budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender". Kadang-kadang istilah
LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya
homoseksual, biseksual, atau transgender. Istilah LGBT sangat banyak digunakan
untuk penunjukkan diri.
Orientasi seksual yang lazim ada dalam masyarakat adalah heteroseksual,
sedangkan homoseksual oleh masyarakat dianggap sebagai penyimpangan orientasi
seksual. Orientasi seksual disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor
lingkungan, kognitif, dan biologis. Pada sebagian besar individu, orientasi seksual
terbentuk sejak masa kecil. Hasil penelitian-penelitian sebelumnya menganggap
bahwa ada kombinasi antara faktor biologis dan lingkungan sebagai penyebab
orientasi seksual homoseksual (Money dalam Feldmen, 1990, hal.360).
1. LGBT Dalam Pandangan Masyarakat
Fenomena gay dalam pandangan masyarakat secara umum ditanggapi secara
beragam. Secara garis besar pandangan tersebut terbagi ke dalam empat
kelompok (Novetri dalam Okdinata, 2009: 4), yaitu :
a. kelompok pertama (normative) yang berpandangan bahwa gay adalah
kehidupan yang tidak sesuai dengan norma agama, sosial dan merupakan
perilaku yang tidak normal
b. kelompok kedua (inclusive) yang menerima keberadaan kaum gay dengan
konsekuensi kaum tersebut tidak mengganggu kehidupan masyarakat di
sekitarnya.
c. kelompok tiga (legal oriented people) yang menyatakan bahwa pilihan
kehidupan sebagai gay adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang
hakiki.
d. kelompok empat (conservative people) yang berpandangan bahwa
kehidupan gay adalah sumber penularan berbagai penyakit khususnya
penyakit kelamin.
2. LGBT Menurut Pandangan Islam
Pada umumnya, kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender
(LGBT) melibatkan dua kelompok di mana golongan lesbian, gay dan biseksual
adalah berkaitan dengan orientasi seks secara songsang dan dikaitkan dengan
aktivitas negatif dalam kehidupan mereka.
Walau bagaimanapun, perlakuan dan tingkah laku kedua-dua kelompok ini
adalah meruntuhkan akhlak serta bercanggah dengan norma masyarakat dan
salah dari sudut pandangan Islam. Dalam al-Quran ada menyatakan dengan jelas
bahwa hubungan sejenis ini dilarang sama sekali.
Firman Allah S.W.T. dalam alQuran yang bermaksud, ”Sesungguhnya
kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan
kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas” (al Quran.
Al-A‘raf: 81).
3. Kajian Jurnal
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Latief Idham, dkk tahun dengan
judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERILAKU SEKSUAL LELAKI SEKS DENGAN LELAKI (LSL) PADA
REMAJA DI KABUPATEN INDRAMAYU “

Coclucion/ Kesimpulan : Melalui penelitian ini, terungkap faktor internal


dan eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual lelaki seks dengan lelaki
pada remaja di Kabupaten Indramayu, terjadi karena:
a. sejak kecil telah memiliki perasaan suka terhadap sesama jenis.
b. diasuh dalam lingkungan feminis.
c. kurangnya kedekatan dengan ayah
d. kurangnya bimbingan religi.
e. migrasi desa kota
f. pergaulan kota
g. peran internet khusunya media social.
Rekomendasi dari hasil penelitian, kepada orang tua agar lebih
memperhatikan lingkungan bermain dari sejak kecil, berilah mainan/ permainan
yg sesuai, jalin komunikasi yg baik antara anak dengan ayah, perkuat landasan
rerigi, awasi dan batasi pergaulan sesama jenis, bijaksana menggunakan
internet.

4. Dampak Yang Mungkin Terjadi Dari Prilaku LGBT Terutama Bagi Kelompok
Rentan.
Berdasarkan kelompok berisiko, penularan kasus AIDS di Indonesia paling
banyak terjadi pada kelompok heteroseksual (61,5%), diikuti pengguna narkoba
injeksi (IDU) sebesar 15,2%, dan homoseksual (2,4%) (Kemenkes RI, 2014).
Meskipun kelompok risiko homoseksual hanya sebesar 2,4%, namun pada
tahun-tahun mendatang, Kementrian Kesehatan memprediksi kelompok tersebut
akan menempati proporsi tertinggi tertular HIV “Walaupun epidemi HIV di
Indonesia biasanya dihubungkan dengan pengguna jarum suntik (Penasun) dan
pekerja seks perempuan (WPS), ternyata situasi epidemi HIV dan AIDS telah
berubah. Pada tahun tahun mendatang, jumlah terbesar infeksi HIV baru akan
terjadi diantara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), diikuti
oleh perempuan pada populasi umum” (Kemenkes RI, 2013).

D. Ibu Pengganti (Surrogate Mother)


1. Pengertian
Adalah suatu pengaturan atau perjanjian yang mencakup persetujuan
seorang wanita untuk menjalani kehamilan bagi orang lain, yang akan menjadi
orang tua sang anak setelah kelahirannya.
Patrick C, Steptoe dan Robert G. Edwards, adalah dua ilmuan asal
inggris yang mendalangi keberhasilan penemuan metode bayi tabung tersebut.
Sejak keberhasilannya yang pertama di tahun 1978, metode bayi tabung terus
dikembangkan dengan berbagai variasi. Salah satu variasi dari metode bayi
tabung adalah dengan menggunakan bantuan Rahim perempuan lain atau sering
disebut “Ibu Pengganti”.Istilah ibu pengganti mulai muncul pada tahun 1980.
Ditahun 1981, diperkirakan 100 anak dilahirkan melalui metode ini, ditahun
1986 tercatat sekitar 500 perempuan mengaku pernah menjadi ibu pengganti.
Sedikit berbeda dari bayi tabung. Hasil pembuahan pada “ibu pengganti” tak
ditanamkan pada Rahim dari mana sel telur berasal, melainkan ditanamkan
pada Rahim perempuan lainsebagai ibu pengganti. Biasanya metode “ibu
pengganti” dibarengi dengan suatu perjanjian yang menyatakan, bahwa
perempuan yang menjadi ibu pengganti bersedia mengandung, melahirkan dan
menyerahkan kembali bayi yang dilahirkannya dengan atau tanpa imbalan
tertentu.
Metode “ibu pengganti “ sering digunakan oleh perempuan rentan /kondisi
Rahim yang rentan apabila harus hamil dan melahirkan, perempuan yang tak
memilki Rahim namun memiliki sel telur, hingga perempuan yang karena
alasan estetika tak mau untuk mengandung dan melahirkan.

2. Mengenal “Ibu Pengganti”


Dalam rangka mewujudkan hak reproduksi sebagai HAM yang bersifat
universal, seharusnya pengaturan layanan reproduksi berbantu juga
mengakomodasi kepentingan perempuan dengan gangguan kesehatan
reproduksi yang memungkinkan besar menimbulkan masalah ketika ia hamil
dan melahirkan. Oleh itu sebenarnya “ibu pengganti” dapat menjadi solusinya.
Namun, penerapan “ibu pengganti” akan menimbulkan polemic, karena
kekosongan aturan hukum tentangnya dan karenaya diperkirakan akan
menimbulkan perdebatan etis dan hukum.
Penerapan metode “ibu pengganti” selain terkait dengan hak perempuan atas
tubuhnya dan hak bereproduksi, juga terkait dengan ketimpangan kelas social,
potensi eksploitasi, status anak, dan redefinisi keibu-an. Di india “ibu
pengganti” dijadikan ajang untuk memperoleh keuntungan ekonomis. Rahim
dikomersilkan, kemanusiaan ditukar dengan uang, karena ada kesenjangan
ekonomi. Akibatnya perempuan yang menjadi “ibu pengganti” berada pada
posisi yang rentan untuk dieksploitasi. Kondisi ini patut menjadi pertimbangan
dalam pengaturan normatif terhadap praktek “ibu pengganti” agar tetap bias
memberikan dan menjaga nilai kemanusiaan. Suatu pengaturan atau kebijakan
normatif harus mampu mewujudkan nilai kemanusiaan, akan tetapi tak boleh
mengorbankan nilai kemanusiaan yang lainnya.
3. Aturan Indonesia Terkait “Ibu Pengganti”
Indonesia telah mengakomodasi aturan mengenai layanan reproduksi
berbantu dalam berbagai produk hukum. Mulai dari Undang-undang.
Pearaturan Pemerintah, hingga Peraturan Menteri Kesehatan. Aturan tersebut
diberikan sejak tahun 1992 dan telah mengalami satu kali perubahan hingga
sekarang. Memang, aturan yang ada belum mengakomodasi “ibu pengganti”,
aturan tersebut hanya mengakui bayi tabung yang hasil pembuahannya
ditanamkan pada Rahim dari mana ovum berasal.
4. “Ibu Pengganti Dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam, rahim wanita mempunyai kehormatan yang tinggi
dan bukan barang hinaan yang boleh disewa atau diperjual belikan, karena
rahim adalah anggota manusia yang mempunyai hubungan yang kuat dengan
naluri dan perasaan semasa hamil berbeda dengan tangan dan kaki yang
digunakan untuk bekerja dan seumpama yang tidak melibatkan perasaan. Lebih-
lebih lagi ia termasuk dalam lingkungan yang diharamkan karena manusia tidak
berhak menyewakan rahimnya yang akan melibatkan penentuan nasab. Selain
itu, wasilah mendapat anak adalah hak Allah SWT dan menyewa rahim
termasuk pada bagian farji sedangkan hukum asal dari farji adalah haram.
Di samping itu rahim adalah organ tubuh manusia, dan organ tubuh manusia
itu dilarang untuk disewa dan perjual belikan, karena organ tubuh bukanlah
komoditi yang boleh diperjual belikan. Jadi, menyewakan organ tubuh termasuk
rahim adalah haram menurut syar’iat, karena di samping akan memicu
timbulnya problem sosial, juga akan menimbulkan eksploitasi terhadap orang-
orang miskin untuk menjual organ tubuhnya demi mendapatkan sejumlah uang
untuk memenuhi kebutuhannya.
Sewa rahim merupakan kebutuhan saja, karena jika tidak dilakukan tidak
akan menimbulkan bahaya. Sebaliknya, jika dilakukan akan menimbulkan
banyak persoalan kemanusian yang muncul seperti, kerancuan status anak baik
dalam hal nasab, kewalian dan kewarisan, dan beban psikologis pihak suami,
istri dan wanita yang di sewa. Karena sewa rahim akan menimbulkan masalah
baru yang lebih rumit, maka sewa rahim dihukumnya haram.

Dari ayat tersebut dapat difahami bahwa adanya keturunan harus dari ikatan
suami istri yang sah, yaitu antara laki-laki yang mempunyai sperma dan
perempuan yang mempunyai sel telur hingga keduanya diperbolehkan untuk
melakukan perkawinan. Dan keturunan dan anak-anaknya harus dari ikatan
suami istri. Maka tidak diperbolehkan mengandungkan janin kepada wanita lain.
Setelah terjadinya sewa rahim terhadap wanita lain tentunya ada dampak nya
dari pelaksanaan sewa rahim tersebut, maka dampak dari sewa rahim yang telah
dilakukan oleh para wanita yang rela menyewakan rahimnya kepada wanita lain
yang niatnya ingin membantu seseorang untuk mendapatkan anak karena wanita
tersebut tidak mamapu untuk hamil. Adapun dampak atau pengaruh dari sewa
rahim, yaitu:
a. Memaksa wanita untuk mendermakan rahimnya.
b. Dari segi kesehatan , maka wanita yang sering menyewakan rahimnya akan
mengalami gangguan kesehatan reproduksi dimasa yang akan datang
c. Membunuh rasa keibuan, setelah mengandung dengan susah payah.
d. Perselisihan dalam menetapkan nasab.
e. Perselisihan ketika ibu pengganti menolak menyerahkan bayi kepada
pemilik ovum.
f. Permasalahan ketika ibu pengganti merupakan ibu atau saudara pemilik
ovum.
g. Ketimpangan dalam perkawinan si anak selanjutnya jika ibu pengganti
menyewakan rahimnya lebih dari sekali.

E. Pekerja Seks Komersil (PSK)


1. Definisi
Pekerja Seks Komersial (PSK) bagian dari kegiatan seks di luar nikah yang
ditandai oleh kepuasan seks dari bermacam-macam orang yang melibatkan
beberapa pria, dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai sumber pendapatan.
Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah suatu pekerjaan dimana seseorang
perempuan menggunakan atau mengeksploitasi tubuhnya untuk mendapatkan
uang, dan terdapat juga orang yang memilih menjadi pekerja seks komersial
karena faktor ekonomi yang memiliki kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
dirinya dan keluarganya untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Ningsih,
2013).
Para PSK berasal dari latar belakang keluarga yang bermacam-macam. Ada
yang masih lajang, janda, sudah punya suami dan ada juga yang sudah memiliki
anak. PSK yang memiliki anak, kebanyakan memilih profesi tersebut karena
kebutuhan ekonomi. Mereka biasanya tinggal bersama anak-anak mereka dan
membesarkannya seorang diri atau sebagai orang tua tunggal.
2. Motif Seseorang memilih menjadi PSK
Banyak studi yang telah dilakukan oleh para ahli untuk mendapatkan
jawaban mengenai faktor yang mempengaruhi perempuan menjadi pelacur.
Weisberg (Koentjoro, 2004:53-55) menemukan adanya tiga motif utama yang
menyebabkan perempuan memasuki dunia pelacuran, yaitu :
a. Motif psikoanalisis menekankan aspek neurosis pelacuran, seperti bertindak
sebagaimana konflik Oedipus dan kebutuhan untuk menentang standar orang
tua dan sosial.
b. Motif ekonomi secara sadar menjadi faktor yang memotivasi. Motif ekonomi
ini yang dimaksud adalah uang.
c. Motivasi situasional, termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan orang
tua, penyalahgunaan fisik, merendahkan dan buruknya hubungan dengan
orang tua. Weisberg juga meletakkan pengalaman di awal kehidupan, seperti
pengalaman seksual diri dan peristiwa traumatic sebagai bagian dari motivasi
situasional. Dalam banyak kasus ditemukan bahwa perempuan menjadi
pelacur karena telah kehilangan keperawanan sebelum menikah atau hamil di
luar nikah.
Menurut Greenwald (Koentjoro, 2004:53) mengemukakan bahwa”faktor
yang melatarbelakangi seseorang untuk menjadi pelacur adalah faktor
kepribadian.” Ketidakbahagiaan akibat pola hidup, pemenuhan kebutuhan
untuk membuktikan tubuh yang menarik melalui kontak seksual dengan
bermacam-macam pria, dan sejarah perkembangan cenderung mempengaruhi
perempuan menjadi pelacur.
Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh : Sri Wahyuni
Adiningtiyas & Meiga Rizki Loviana tahun 2018 mengemukaan bahwa
beberapa factor penyebab seseorang menjadi PSK adalah :
a. Materialisme yaitu aspirasi untuk mengumpulkan kekayaan yang hidupnya
berorientasi materi akan menjadikan banyaknya jumlah uang yang bisa
dikumpulkan dan kepemilikan materi yang dapat mereka miliki sebagai tolak
ukur keberhasilan hidup.
b. Modeling adalah salah satu cara sosialisasi pelacuran yang mudah dilakukan
dan efektif. Terdapat banyak pelacur yang telah berhasil mengumpulkan
kekayaan di komunitas yang menghasilkan pelacur sehinggan masyarakat
dapat dengan mudah menemukan model. Masyarakat menjadikan model ini
sebagai orang yang ingin ditiru keberhasilannya.
c. Gaya hidup agar mendapat pengakuan dari orang – orang dengan ditandai
memiliki barang-barang mewah.
d. Dukungan Orang Tua
e. Lingkungan
f. Trauma
DAFTAR PUSTAKA

1. Adiningtiyas Wahyuni, Loviana. GAYA HIDUP PEKERJA SEKS


KOMERSIAL (PSK). Division of Counseling and Guidance, University, of
Riau Kepulauan, Batam. Jurnal KOPASTA, 5 (2),2018:103-110.
2. Widyawati. Sudarsana. PERILAKU SOSIAL PEKERJA SEKS
KOMERSIAL DI KOTA SURAKARTA. Program Studi Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Journal of
Development and Social Change, Vol. 2, No. 2, Oktober 2019. p-ISSN
2614-5766.
3. Nikmah Fatchun. KONSEP DIRI ANAK PEKERJA SEKS KOMERSIAL
YANG TINGGAL DITENGAH MASYARAKAT. Jurusan Psikologi,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta. Jurnal Penelitian dan
Pengukuran Psikologi. Vol. 1, No.1, Oktober 2012.
4. Layliyah Zahrotul. PERJUANGAN HIDUP SINGLE PARENT. Jurnal
Sosiologi Islam, Vol. 3, No.1, April 2013. ISSN: 2089-0192.
5. Primayuni,Succy. KONDISI KEHIDUPAN WANITA SINGLE PARENT.
Universitas Negeri Padang. Journal of School Counseling (2019), 3(4), 17-
23, ISSN (Print): 2548-3234| ISSN (Electronic): 2548-3226. DOI:
https://doi.org/10.23916/08425011.
6. Md Akhir Noremy, Abdullah Fadzilah, Mohammad. FAKTOR
PENGARUHI MAHASISWA TERLIBAT DALAM LGBT DI INSTITUSI
PENGAJIAN TINGGI AWAM DI LEMBAH KLANG. PERDANA
International Journal Of Academic Recearch.Volume 06, nomor 2.
Malaysia 2019.
7. Aprilla Akhir. AKU ADALAH GAY (MOTF YANG
MELATARBELAKANGI PILIHAN SEBAGAI GAY). Fakultas Ilmu
Pendidikan.
8. Prasetyo, Dhuwi. AKU LEBIH TERTARIK SESAMA LELAKI. Program
Studi Bimbingan Dan Konseling, Universitas Negeri Yogyakarta.
9. Latief Idham, Fitriani Dian, Dartiwen. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKSUAL LELAKI SEKS
DENGAN LELAKI (LSL) PADA REMAJA DI KABUPATEN
INDRAMAYU. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Indramayu.2018.
10. Nurhasanah,Siti. PIDANA PENJARA BAGI WANITA HAMIL DALAM
PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM. Skripsi ,
Fakultas syariah dan Hukum. UIN Jakarta:2018.

Anda mungkin juga menyukai