Anda di halaman 1dari 29

Kebijakan Dalam Kebidanan

Dosen : Wintarsih, M.Kes


KELOMPOK 2
KELAS B

AZ-ZAHRA MARDIANA
ELVIRA NADILA
EVI NUR ZARIT
FARIYA PIPIN
FRISKA PUTRI DEWI
GINA PUTRI NOER
IMA RITA
INNE SALMA
LELA SANDRA
LIKA USWATUN
LULU YOLA
TOPIK BAHASAN :

Kelompok Termarginal pada Komunitas


dan
Akses pada Pelayanan Kebidanan
LATAR BELAKANG
Perkembangan Kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam
pengembangan Kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat Kesehatan
masyarakat yang optimal. Faktanya saat ini derajat Kesehatan masyarakat masih rendah
khususnya masyarakat miskin yang terpinggirkan. Salah satu penyebabnya adalah karena
mahalnya biaya Kesehatan sehingga akses ke pelayanan Kesehatan pada umumnya masih
rendah.
Dalam situasi dan kondisi saat ini kaum marjinal secara umum adalah masyarakat
yang terpinggirkan karena miskin, gelandangan, kaum buruh, anak jalanan dan lain-
lain. Masyarakat merjinal memiliki hambatan dalam berekspresi, bersuara, dan
mengajukan pendapat atas hal-hal yang dialami oleh mereka.
Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan di dalam pelayanan kesehatan
antara lain diakibatkan perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan
dan kedokteran, pola pembiayaan yang mahal dan berbasis pembayaran out of pocket
semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke pelayanan kesehatan.
Kelompok Marjinal
Marjinal berasal dari Bahasa Inggris Marginal
yang berarti jumlah atau efek yang sangat kecil.
Artinya, marjinal merupakan suatu kelompok
yang jumlahnya sangat kecil atau bisa juga
diartikan sebagai kelompok pra-sejahtera.

Dalam KBBI, kata “marjinal” diartikan sebagai yang “berhubungan dengan batas (tepi)”.
Sedangkan kata memarjinalkan dalam KBBI berarti meminggirkan, memojokkan. Dicontohkan,
misalnya, sistem pembagunan ekonomi yang mengacu semata – mata pada pertumbuhan
berakibat yang miskin makin miskin atau meminggirkanBisa disimpulkan bahwa kelompok dan
daerah marjinal adalah mereka yang karena sebab tertentu keadaan hidupnya di bawah marjin,
tidak bisa mendapatkan akses pelayanan publik yang memadai sesuai dengan Standar
Pelayanan Minimal (SPM).
Contoh kaum atau kelompok marjinal antara lain
pengemis, pemulung, buruh petani dan orang-orang
dengan penghasilan pas-pasan atau kekurangan. Dalam
situasi dan kondisi saat ini kaum marjinal secara umum
adalah masyarakat yang terpinggirkan karena miskin,
gelandangan, kaum buruh, anak jalanan dan lain-lain.

Masyarakat merjinal memiliki hambatan dalam


berekspresi, bersuara, dan mengajukan pendapat
atas hal-hal yang dialami oleh mereka. Kelompok
marjinal adalah warga desa yang selama ini
terpinggirkan dan tidak memiliki akses penentuan
kebijakan desa.
Kelompok Marjinal di
Masa Pandemi
Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI),
Diahhadi Setyonaluri, mengatakan bahwa sebelum Covid-19
kelompok marjinal sudah mengalami ketimpangan akses
pelayanan publik, kesempatan ekonomi maupun ketimpangan
sosial. Pada perempuan masih terdapat bias gender di ruang
publik, yakni di bidang ekonomi upah yang masih timpang
sehingga banyak perempuan yang memilih sektor informal untuk
mencari pendapatan. Masih terdapat ancaman kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) yang banyak dialami oleh perempuan.
Menurutnya, masa pandemic Covid 19 menyebabkan Triple
Burden. Menurut Plt Sekretaris Dinas Sosial Provinsi Jabar,
kelompok masyarakat miskin meningkat selama masa pandemic
Covid 19 dari yang sebelumnya 3,38 juta jiwa menjadi 3,92 juta
jiwa
Akses Pada Pelayanan Kebidanan

Bidan sebagai pemberi pelayanan harus memjamin pelayanan yang


profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan.
Landasan komitmen yang kuat dengan basis hukum dan moral yang baik
diperlukan untuk mencapai mutu pelayanan kebidanan yang baik.

Pelayanan kebidanan dilaksanakan oleh bidan mulai dari pelayanan


kesehatan tingkat primer, sekunder dan tertier. Untuk memberikan pelayanan
kebidanan yang berkualitas diperlukan tenaga bidan yang memiliki kemampuan
dalam aspek intensitas kognitif tidak hanya level tahu, komprehensif dan
aplikasi, tetapi perlu memiliki kemampuan analisis, sintesa dan evaluasi,
sehingga mampu berpikir kritis dalam suatu pengambilan keputusan yang tepat
serta mampu memahami perasaan klien yang ditangani.
Praktik Manajerial Asuhan Kebidanan di
Komunitas
1. Asuhan Antenatal 6 Asuhan tandar pelayanan kebidaan
Care
Pemeriksaan dan
Identifikasi ibu pemantauan
Manajemen asuhan antenatal di komunitas merupakan hamil antenatal
langkah – langkah alamiah sistematis yang dilakukan bidan,
dengan tujuan untuk mempersiapkan kehamilan dan persalinan
yang sehat berdasarkan standar yang berlaku. Dalam
manajemen asuhan antenatal di komunitas, bidan harus Pengelolaan
Palpasi
melakukan kerja sama dengan ibu, keluarga, dan masyarakat anemia dalam
Abdominal
mengenai persiapan rencana kelahiran, penolong persalinan, kehamilan
tempat bersalin, tabungan untuk persalinan, dan
mempersiapkan rencana apabila terjadi komplikasi .
Pengelolaan dini Persiapan
hipertensi dalam persalinan
kehamilan
Standar 14T:
- Timbang berat badan
- Ukur tekanan darah
- Ukur tinggi fundus uteri
- Pemberian tablet fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan
- Pemberian imunisasi TT
- Pemeriksaan Hb
- Pemeriksaan VDRL
- Perawatan payudara, senam payudara, pijat payudara
- Senam hamil
- Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
- Pemeriksaan protein urin atas indikasi
- Pemeriksaan reduksi urin
- Pemberian terapi kapsul yodium untuk daerah endemis -
gondok
- Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria
2. Asuhan Intranatal
Care

Standar pelayanan kebidanan, asuhan saat persalinan di


mana bidan menilai secara cepat bahwa persalinan sudah
mulai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang
memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien selama
proses persalinan berlangsung. Persalinan yang aman bidan
melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan sikap
sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan
tradisi setempat, pengeluaran plasenta dengan penegangan tali
pusat terkendali, bidan melakukan penegangan tali pusat
dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan
selaput ketuban secara lengkap dan penanganan kala II dengan
gawat janin melalui episiotomi, bidan mengenali secara tepat
tanda – tanda gawat janin pada kala II lama dan segara
melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar
persalinan dengan penjahitan perineum.
3. Asuhan Postnatal
Care

Tujuan pengelolaan PNC dalam pelayanan kebidanan komunitas, menjaga


kesehatan ibu dan bayinya, melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi
dini dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya, memberikan
pendidikan kesehatan dan memberikan pelayanan keluarga berencana.

Kunjungan Postnatal Care

6-8 jam postpartu 6 hari postpartum 2 minggu postpartum 6 minggu postpartum


Pemantauan 4 jam pertama
Asuhan postpartum yang postpartum yaitu tanda-tanda vital
Perawatan ibu postpartum
dan perdarahan

dilakukan bidan sebagai Bimbingan menyusui dini


Bimbingan pemantauan kontraksi
berikut : uterus kepada ibu dan keluarga
Pemberian dukungan psikologi
Memberikan pendidikan kesehatan tentang kebutuhan gizi ibu, KB, tanda bahaya masa nifas, hubungan seksual dan perawatan bayiBimbingan cara perawatan payudara dan
perineum
BBL/ neonatus meliputi umur 0-28 hari. Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus
sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.
4. Asuhan BBL &
Neonatus

BBL/ neonatus meliputi umur 0-28 hari. Pelayanan


kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan
sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan
yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali,
selama periode 0 sampai 28 hari setelah lahir, baik di
fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.
BBL/ neonatus meliputi umur 0-28 hari. Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus
sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.

Prinsip asuhan bayi dan balita dalam pelayanan kebidanan komunitas :


- Bidan memiliki data bayi dan balita di wilayah kerjanya
- Memastikan bahwa semua bayi mendapatkan ASI eksklusif
- Bidan memiliki data bayi yang di imunisasi dan bayi yang belum di imunisasi
- Bersama masyarakat memberikan motivasi pada keluarga untuk melakukan imunisasi
bayinya
- Mendorong keluarga yang memiliki bayi dan balita untuk memanfaatkan posyandu dan
fasilitas kesehatan yang ada di wilayahnya
- Memberikan asuhan yang esensial pada bayi dan balita sesuai standar
- Melibatkan keluarga dalam stimulasi dan pemantauan tumbuh kembang bayi dan balita
- Memberi penyuluhan ke masyarakat tentang pola asuh anak yang tidak membedakan
antara anak laki-laki dan perempuan serta tidak melakukan kekerasan baik fisik maupun
psikis
- Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang deteksi dini penyakit yang sering
menjangkit pada bayi dan balita, gizi seimbang
- Memfasilitasi keluarga untuk pemenuhan hal-hak anak seperti akte kelahiran
4. Pelayanan
Kesehatan Pada
Bayi& Balita

Deteksi dini tumbuh kembang bayi, balita dan anak


prasekolah adalah kegiatan pemeriksaan untuk menemukan
secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada
bayi, balita dan anak prasekolah. Dengan ini ditemukan
secara dini penyimpangan/ masalah tumbuh kembang bayi,
balita dan anak prasekolah, maka intervensi akan lebih
mudah dilakukan sehingga tenaga kesehatan juga
mempunyai waktu dalam membuat rencana tindakan/
intervensi yang tepat, terutama ketika harus melibatkan ibu/
keluarga. Bila penyimpangan terlambat diketahui, maka
intervensinya akan sulit dan hal ini akan berpengaruh pada
tumbuh kembang bayi, balita dan anak prasekolah tersebut.
Pelaksanaan dan alat deteksi dini penyimpangan pertumbuhan

Tingkat Pelayanan Pelaksana Alat yang Digunakan


Keluarga, masyarakat Orang tua KMS
Kader kesehatan Timbangan dacin
Petugas paud
BKB
TPA
Guru TK

Puskesmas Dokter Tabel BB/TB


Bidan Grafik LK
Perawat Timbangan
Ahli Gizi Alat ukur tinggi badan
Petugas lainnya Pita pengukur lingkar kepala
Pelaksana dan alat deteksi dini penyimpangan perkembangan anak

Tingkat Pelayanan Pelaksana Alat yang Digunakan

Keluarga, masyarakat Orang tua, kader kesehatan, petugas Buku KIA


paud, BKB, TPA, dan Guru TK KPSP
TDL
TDD

Puskesmas Dokter KPSP


Bidan TDL
Perawat TDD
Pelayanan Kontrasepsi dan Rujukan

Tujuan sistem rujukan di sini adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan pelayanan
metode kontrasepsi secara terpadu. Perhatian khusus terutama ditujukan untuk menunjang upaya penurunan
angka kejadian efek samping, komplikasi dan kegagalan penggunaan kontrasepsi.
Rujukan medis dapat berlangsung internal antara petugas di satu puskesmas, antara puskesmas pembantu dan
puskesmas, antara masyarakat dan puskesmas, antara satu puskesmas dan puskesmas lain, antara puskesmas dan
rumah sakit, laboratorium dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Rangkaian jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam sistem rujukan tersebut berjenjang dari yang paling sederhana di tingkat keluarga sampai satuan
fasilitas pelayanan kesehatan nasional dengan dasar pemikiran rujukan ditujukan secara timbal balik kesatuan
fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, dan rasional serta tanpa dibatasi oleh wilah administrasi.
Rujukan bukan berarti melepaskan tanggung jawab dengan
menyerahkan klien kepada fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,
akan tetapi karena kondisi klien yang mengharuskan pemberian
pelayanan yang lebih kompeten dan bermutu melalui upaya rujukan.
Untuk itu dalam melaksanakan rujukan harus telah pula diberikan
konseling tentang kondisi klien yang menyebabkan perlu dirujuk,
•Sistem Rujukan

Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan obstetri adalah suatu pelimpahan


tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara
vertikal maupun horizontal..
Rujukan vertikal adalah rujukan dan komunikasi antara satu unit ke unit yang telah
lengkap. Misalnya dari rumah sakit tipe C ke rumah sakit tipe B yang lebih spesialistik
fasilitas dan personalianya.
Rujukan horizontal adalah konsultasi dan komunikasi antar-unit yang ada dalam satu
rumah sakit, misalnya antara bagian kebidanan dan bagian ilmu kesehatan anak.
Adapun tujuan rujukan mendapat perawatan dan pertolongan yang sebaik-baiknya,
menjalin kerja sama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium dari unit
yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap fasilitasnya, serta menjalin pelimpahan
pengetahuan dan keterlampilan (transfer of knowledge and skill) melalui pendidikan dan
pelatihan antara pusat dan daerah.
•Strategi Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak Bagi Kelompok Marjinal

Masih tingginya AKI di Indonesia menunjukkan status kesehatan ibu dan anak yang
kurang baik dan di sisi lain menunjukkan modal manusia yang rendah untuk
mempersiapkan SDM yang berkualitas.
Salah satu permasalahan AKI berhubungan dengan aksesibiltas terhadap pelayanan
kesehatan yang belum secara menyeluruh dan adil dapat dinikmati oleh berbagai pihak,
meskipun pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan
tersebut seperti Askeskin, Jamkesmas, Jamkesda dan Jampersal maupun program jaminan
kesehatan lain. Menurut penelitian P2K-LIPI, menunjukkan bahwa masih banyak penduduk
miskin di perkotaan terkendala dalam mengakses layanan kesehatan ibu dan anak yang
relative rendah.
1) Rendahnya pemanfaatan layanan kesehatan dasar (Puskesmas dan Jejaringnya)

Hasil penelitian P2K-LIPI menunjukkan bahwa masih rendahnya cakupan pemeriksaan


kehamilan di tingkat puskesmas. Beberapa factor yang kemungkinan membuat rendah dan
menurunnya angka cakupan pemeriksaan ibu hamil di puskesmas antara lain pada ibu-ibu
pedagang di pasar ketika ditanyakan pengalaman mereka sewaktu hamil ternyata tidak semua
ibu rajin untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan .
Selain itu penyebab lainnya adalah sistem pendeteksian dan pencatatan di puskesmas yang
kurang terkoordinasi, pihak puskesmas hanya mencatat pasien-pasien yang datang ke
puskesmas saja sementara ada pasien yang memanfaatkan puskesmas di luar wilayah
sehingga tidak terdeteksi. Pelayanan puskesmas pun masih terbatas hanya di dalam gedung
saja serta kurang mampunya petugas puskesmas untuk mengakses langsung masyarakat
miskin
a. Beban biaya kesehatan pada pemerintah

Program pemerintah berupa pembebasan biaya kesehatan bagi seluruh penduduk di suatu wilayah bukan
merupakan suatu kebijakan yang efektif karena hal tersebut dapat membebani negara.
Hasil penelitian P2K-LIPI menyebutkan bahwa terjadi peningkatan anggaran yang harus disediakan oleh
pemerintah kota untuk membiayai seluruh penduduknya. Hasil sebuah studi program kesehatan ditujukan
bagi masyarakat miskin yang tidak mampu untuk membiayai pelayanan kesehatan dasar dan kelas tiga, namun
pada kenyataannya terdapat penduduk berasal dari golongan mampu yang menggunakan program tersebut.

Pengikutsertaan penduduk dalam pembiayaan kesehatan dapat membantu pemerintah untuk mengalihkan
biaya yang selama ini digunakan untuk pembiayaan kesehatan pada kegiatan pembangunan di bidang lainnya.
Di masyarakat terdapat beberapa kelompok atau perkumpulan yang biasanya menarik iuran dari anggotanya
dimana digunakan untuk memberikan bantuan biaya pengobatan pada anggota kelompoknya yang lain apabila
menderita sakit.
Sebagian rumah tangga miskin tidak dapat terdata ke dalam BPJS karena tidak memiliki identitas
kependudukan di kota tersebut. Fenomena ini juga disebabkan karena masih banyaknya warga
yang tergolong berada ditengah-tengah yaitu untuk dikatakan mampu mereka tidak termasuk tapi
untuk dikatakan miskin juga tidak tepat, tapi mereka sangat butuh bantuan keringanan dalam
pembiayaan kesehatan. Namun mereka luput dalam pendataan kemiskinan karena apabila
berdasarkan indikator kemiskinan yang 14 indikator, mereka luput dalam pendataan karena factor
kepemilikan kendaraan bermotor. Padahal kepemilikan kendaraan bermotor tersebutpun ‘sangat
dipaksakan untuk kebutuhan berusaha. Ada juga kasus warga yang tidak terdata sebagai warga
miskin karena berdasarkan rumah/tempat tinggal termasuk layak huni, padahal warga tersebut
hanya penunggu rumah saja. Sehingga dalam pendataan perlu melibatkan warga setempat/local
yang memahami kondisi wilayah. Selain itu, permasalahan yang dapat membuat warga masyarakat
tidak antusias dengan skema BPJS ini adalah belum semua orang paham dengan skema BPJS
Kesehatan. Sosialisasi tentang BPJS Kesehatan pada dasarnya sudah dilaksanakan namun
kendalanya adalah tidak semua sosialisasi bisa dilaksanakan karena tidak terjadwal.
Urbanisasi yang antara lain memunculkan adanya kelompok marjinal perkotaan
tidak hanya menyebabkan yang bersangkutan tidak bisa memperoleh akses
terhadap layanan dasar sebagai akibat stateless dan kemiskinan, tetapi juga
menambah beban terhadap lingkungan pemukiman mereka yang memang sudah
terbatas dengan sarana dan prasarana layanan dasar. Kondisi demikian akan
menyulitkan upaya dalam memutus matarantai kemiskinan dan kejadian sakit
karena selalu terjerat dengan kondisi kesehatan yang rentan terhadap penularan
penyakit.
Ada 4 domain pokok yang perlu dibenahi dalam kaitannya dengan peningkatan
akses kelompok tersebut terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, yaitu:
(a) perbaikan sistem layanan kesehatan dasar dan rujukan
(b) penataan lingkungan permukiman
(c) peningkatan ekonomi keluarga untuk mendapatkan atau menopang layanan
kesehatan rujukan/lanjutan dan gizi yang baik
(d) identitas kependudukan.
Kesimpulan

Bisa disimpulkan sementara, dengan demikian, bahwa kelompok dan daerah marjinal adalah mereka yang
karena sebab tertentu keadaan hidupnya di bawah marjin, tidak bisa mendapatkan akses pelayanan publik
yang memadai sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Sementara itu, menurut TKS-CDS Kota Surakarta, mendefinisikan kelompok marjinal sebagai mereka
yang datang dari sektor informal, yang sering tidak mempunyai akses ke kekuasaan, dan yang memiliki
pengaruh kecil dalam pembangunan.
Bidan merupakan suatu profesi kesehatan yang bekerja untuk pelayanan masyarakat dan berfokus pada
kesehatan reproduksi perempuan, keluarga berencana, kesehatan bayi dan anak balita serta pelayanan
kesehatan masyarakat.
Untuk memberikan pelayanan kebidanan yang berkualitas diperlukan tenaga bidan yang memiliki
kemampuan dalam aspek intensitas kognitif tidak hanya level tahu, komprehensif dan aplikasi, tetapi perlu
memiliki kemampuan analisis, sintesa dan evaluasi, sehingga mampu berpikir kritis dalam suatu
pengambilan keputusan yang tepat serta mampu memahami perasaan klien yang ditangani.
Saran

Penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di


atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan
susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para
pembaca.

Anda mungkin juga menyukai