Anda di halaman 1dari 28

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Komunitas

Dosen : WS. Asyaratul Maulina,S.ST.,M.Kes

ADVOKASI, NEGOSIASI DAN MEMBANGUN


KEMITRAAN DI KOMUNITAS

OLEH
KELOMPOK 3
1. AYU AMANDA 5. IRMAWATI
2. KURNIA 6. A.RISMAYANTI
3. NUR AFDA RESKI 7. SRI WAHYUNI
4. SUSANTI 8. WINDI RAHAYU NINGSIH

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA


PRODI DIII KEBIDANAN
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya kepada Allah Azzawa jala, terucap dari lubuk hati


penulis yang menghamba. Sungguh, karena Dia-lah karya kecil ini selesai,
tumbuh dalam kesempurnaannya yang tidak sempurna.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad, SAW.
cintanya yang agung kepada Sang Pencipta dan kepada sesama makhluk adalah
inspirasi cinta sejati yang tak ada bandingnya dalam sejarah umat manusia. 
Ucapan terima kasih penulis kepada penasihat yang telah meluangkan
waktu, memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Advokasi, Negosiasi dan
Membangun Kemitraan di Komunitas ”
Makalah ini dikemas secara ringkas tetapi tidak mengurangi nilai-nilai
pengetahuan yang harus diketahui bersama.
Selanjutnya kami  penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi
motivasi bagi pembaca untuk selalu menjaga kesehatan pribadinya dan
lingkungannya bagi kehidupan saat ini dan kehidupan yang akan datang, dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat lebih bagi pembaca.

Bantaeng, 05 Oktober 2020

KELOMPOK 3

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Advokasi
1. Pengertian advokasi.............................................................................4
2. Tujuan advokasi...................................................................................4
3. Fungsi advokasi...................................................................................4
4. Persyaratan dalam advokasi................................................................5
5. Advokasi dalam pelayanan komunitas................................................5
6. Advokasi dalam pelayanan kebidanan................................................9
B. Negosiasi
1. Pengertian negosiasi............................................................................10
2. Tujuan negosiasi..................................................................................10
3. Manfaat negosiasi................................................................................11
4. Dampak negosiasi................................................................................11
5. Proses dalam negosiasi........................................................................11
6. Hal yang harus dilakukan saat bernegosiasi........................................12
7. Tahapan negosiasi...............................................................................12
C. Kemitraan
1. Pengertian kemitraan bidan................................................................13
2. Tujuan kemitraan bidan......................................................................13
3. Bentuk kemitraan bidan......................................................................14
4. Strategi dalam meningkatkan kemitraan bidan..................................16
5. Contoh kemitraan bidan......................................................................18

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................................24
B. Saran..........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebidanan komunitas adalah memberikan asuhan kebidanan pada
msayarakat baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang berfokus
pada pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB),
kesehatan reproduksi termasuk usia wanita adiyuswa secara paripurna. Hubungan-
hubungan individual dalam sebuah komunitas akan membangun dan mendukung
terbentuknya suatu sistem kepercayaan atau keyakinan baik tentang arti keluarga,
konsep sehat maupun sakit sehingga diperlukan bidan di masyarakat. Kebidanan
komunitas merupakan konsep dasar bidan melayani keluarga dan masyarakat yang
mencakup bidan sebagai penyedia layanan dan komunitas sebagai sasaran yang
dipengaruhi oleh IPTEK dan lingkungan. Komunitas digambarkan sebagai sebuah
lingkungan fisik di mana seseorang tinggal sebagai sebuah lingkungan beserta
aspek-aspek sosialnya. Masyarakat setempat yang bertempat tinggal di suatu
wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu di mana faktor utama
yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar diantara para anggotanya,
dibanding dengan penduduk di luar batas wilayah. Dengan demikian dapat
disimpilkan bahwa masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial
yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan


yang bertujuan untuk mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas.
Pelayanan kebidanan adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan
kewenangannya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di keluarga maupun
di masyarakat. Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan pada ibu dan anak
di komunitas diperlukan bidan komunitas yaitu bidan yang bekerja melayani ibu
dan anak di suatu wilayah tertentu.
Dalam pelayanan kebidanan tidak mungkin bidan bekerja sendirian tentu
saja bidan harus bekerja sama dengan membentuk minta yang telah dibuat oleh
penentu kebijakan. Dengan begitu kemitraan yang dijalani oleh bidan tidak
mudah. Banyak tantangan serta hambatannya. Apalagi dengan kondisi sosial
dimana masyarakat lebih mempercayakan pertolongan persalinan kepada dukun
bayi. Belum tentu dukun bayi tersebut bisa menolong persalinan dengan baik

1
dengan pengetahuan yang seperlunya saja. Oleh karena itu bidan harus belajar
cara menjalin kemitraan dengan masyarakat agar dapat menurunkan angka
kematian ibu.
B. Rumusan Masalah
1. Advokasi
a) Apa yang dimaksud advokasi?
b) Apa saja tujuan advokasi?
c) Apa saja fungsi dari advokasi ?
d) Apa saja yang menjadi persyaratan dalam advokasi?
e) Bagaimana bentuk advokasi dalam pelayanan komunitas?
f) Bagaimana advokasi dalam pelayanan kebidanan? 
2. Negosiasi
a) Apa yang dimaksud pengertian negosiasi?
b) Apa saja tujuan negosiasi?
c) Apa saja manfaat negosiasi?
d) Apa saja dampak negosiasi?
e) Bagaimana proses dalam negosiasi?
f) Apa aja hal yang harus dilakukan saat bernegosiasi?
g) Untuk menegetahui tahapan negosiasi
3. Kemitraan
a) Apa yang dimaksud dengan kemitraan bidan?
b) Apa saja tujuan kemitraan bidan ?
c) Bagaimana saja bentuk dari kemitraan bidan ?
d) Bagaimana strategi dalam meningkatkan kemitraan bidan ?
e) Bagaimana contoh dari kemitraan bidan ?
f) Apa saja persyaratan Kemitraan?
g) Apa saja landasan kemitraan ?
h) Apa saja prinsip-prinsip kemitraan?
i) Apa saja indikator-indikator keberhasilan kemitraan bidang kesehatan?

2
C. Tujuan

Beberapa tujuan dibuatnya makalah ini adalah :


1. Advokasi
a) Untuk mengetahui pengertian advokasi.
b) Untuk mengetahui tujuan advokasi.
c) Untuk mengetahui fungsi advokasi
d) Untuk mengetahui yang menjadi persyaratan dalam advokasi
e) Untuk mengetahui bentuk advokasi dalam pelayanan komunitas
f) Untuk mengetahui advokasi dalam pelayanan kebidanan 
2. Negosiasi
a) Untuk mengetahui pengertian negosiasi
b) Untuk mengetahui tujuan negosiasi
c) Untuk mengetahui manfaat negosiasi
d) Untuk mengetahui dampak negosiasi
e) Untuk mengetahui proses dalam negosiasi
f) Untuk mengetahui hal yang harus dilakukan saat bernegosiasi
g) Untuk menegetahui tahapan negosiasi
3. Kemitraan
a) Untuk mengetahui pengertian kemitraan bidan.
b) Untuk mengetahui tujuan kemitraan bidan.
c) Untuk mengetahui bentuk kemitraan bidan.
d) Untuk mengetahui strategi dalam meningkatkan kemitraan bidan.
e) Untuk mengetahui contoh kemitraan bidan.
f) Untuk mengetahui persyaratan Kemitraan
g) Untuk mengetahui landasan kemitraan
h) Untuk mengetahui prinsip-prinsip kemitraan
i) Untuk mengetahui indikator-indikator keberhasilan kemitraan bidang
kesehatan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. ADVOKASI
1. Pengertian
Advoksai secara harfiah berarti pembelaan,sokongan atau bantuan
terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan.Istilah advokasi mula-
mula digunakan di bidang hukum atau pengadilan.
Menurut Johns Hopkins (1990) advokasi adalah usaha untuk
mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk
komunikasi persuasif.
Istilah advocacy/advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan dalam
program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984
sebagai salah satu strategi global Pendidikan atau Promosi Kesehatan.
Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang
dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program  atau
kegiatan yang dilaksanakan.Oleh karena itu yang menjadi sasaran advokasi
adalah para pemimpin atau pengambil kebijakan( policy makers) atau
pembuat keputusan(decision makers) baik di institusi pemerintah maupun
swasta. 
Advocacy adalah kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat
dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu kebijakan
( Policy makers ) dalam bidang kesehatan maupun sektor lain diluar
kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat.
2. Tujuan Advokasi
Mendapat dukungan,baik dalam bentuk kebijakan lisan atau tertulis
,dalam bentuk Surat Keputusan, Surat edaran,himbauan,pembentukan
kelembagaan, ketersediaan dana,sarana,tenaga.
Mendorong para pengambil keputusan untuk suatu perubahan dalam
kebijakan, program atau peraturan.
Mendorong para pengambil keputusan untuk aktif mendukung
kegiatan/tindakan dalam pemecahan masalahdan mencoba untuk
mendapatkan dukungan dari pihak lain/mitra.
3. Fungsi Advokasi
Advokasi berfungsi untuk mempromosikan suatu perubahan dalam
kebijakan program atau peraturan dan mendapatkan dukungan dari pihak-
pihak lain.

4
4. Persyaratan untuk Advokasi
a. Dipercaya (Credible), dimana program yang ditwarkan harus dapat
meyakinkan para penentu kebijakan atau pembuat keputusan , oleh karena
itu harus didukung akurasi data dan masalah.
b. Layak (Feasible), program yang ditawarkan harus mampu dilaksanakan
secara tejhnik prolitik maupun sosial.
c. Memenuhi Kebutuhan Masyarakat (Relevant)
d. Penting dan mendesak (Urgent), program yang ditawarkan harus
mempunyai prioritas tinggi
5. Advokasi pelayanan kebidanan komunitas
Advokasi terhadap kebidanan merupakan sebuah upaya yang dilakukan
orang-orang di bidang kebidanan, utamanya promosi kesehatan, sebagai
bentuk pengawalan terhadap kesehatan. Advokasi ini lebih menyentuh pada
level pembuat kebijakan, bagaimana orang-orang yang bergerak di bidang
kesehatan bisa memengaruhi para pembuat kebijakan untuk lebih tahu dan
memerhatikan kesehatan. Advokasi dapat dilakukan dengan memengaruhi
para pembuat kebijakan untuk membuat peraturan-peraturan yang bisa
berpihak pada kesehatan dan peraturan tersebut dapat menciptakan
lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku sehat dapat terwujud di
masyarakat (Kapalawi, 2007).
Advokasi bergerak secara top-down (dari atas ke bawah). Melalui
advokasi, promosi kesehatan masuk ke wilayah politik. Agar pembuat
kebijakan mengeluarkan peraturan yang menguntungkan kesehatan
(kebidanan). Advokasi adalah suatu cara yang digunakan guna mencapai
suatu tujuan yang merupakan suatu usaha sistematis dan terorganisir untuk
mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan
public secara bertahap maju. Misalnya kita memberikan promosi kesehatan
dengan sokongan dari kebijakan public dari kepala desa sehingga maksud dan
tujuan dari informasi kesehatan bias tersampaikan dengan kemudahan kepada
masyarakat atau promosi kesehatan yang kita sampaikan dapat menyokong
atau pembelaan terhadap kaum lemah (miskin)
Kunci Pendekatan Advokasi :
1. Melibatkan para pemimpin/ pengambil keputusan
Contoh dan keteladanan dari tokoh/pemimpin
masyarakat.Partisipasi itu harus didukung oleh adanya kesadaran dan
pemahaman tentang bidang yang diberdayakan, disertai kemauan dari
kelompok sasaran yang akan menempuh proses pemberdayaan. Dengan
begitu, kegiatan promosi kesehatan akan berlangsung dengan sukses.
Agar masyarakat mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
kesehatannya. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu bentuk upaya

5
melibatkan peran serta dari masyarakat ketika kita melakukan promosi
kesehatan. Sebagai contoh yaitu pemanfaatan kader yang telah dilatih atau
anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan dalam memberikan
promosi kesehatan.
2. Menjalin kemitraan
Kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu
tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan
tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan
kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat,dan saling
berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.Dari
definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni:
a. Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
b. Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati bersama )
c. Saling menanggung resiko dan keuntungan
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh
WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di
Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan
upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat. Hubungan kerjasama
tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari dengan
kesetaraan.
3. Memobilisasi kelompok peduli
4. Menciptakan lingkungan yang mendukung
Masyarakat kita kompleks dan saling berhubungan. Kesehatan tidak
dapat dipisahkan dari tujuan-tujuan lain. Kaitan yang tak terpisahkan
antara manusia dan lingkungannya menjadikan basis untuk sebuah
pendekatan sosio-ekologis bagi kesehatan. Prinsip panduan keseluruhan
bagi dunia, bangsa, kawasan, dan komunitas yang serupa, adalah
kebutuhan untuk memberi semangat pemeliharaan yang timbal-balik —
untuk memelihara satu sama lain, komunitas, dan lingkungan alam kita.
Konservasi sumber daya alam di seluruh dunia harus ditekankan sebagai
tanggung jawab global. Perubahan pola hidup, pekerjaan, dan waktu
luang memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan. Pekerjaan dan
waktu luang harus menjadi sumber kesehatan untuk manusia. Cara
masyarakat mengatur kerja harus dapat membantu menciptakan
masyarakat yang sehat. Promosi kesehatan menciptakan kondisi hidup
dan kondisi kerja yang aman, yang menstimulasi, memuaskan, dan
menyenangkan. Penjajakan sistematis dampak kesehatan dari lingkungan
yang berubah pesat.—terutama di daerah teknologi, daerah kerja,
produksi energi dan urbanisasi–- sangat esensial dan harus diikuti dengan
kegiatan untuk memastikan keuntungan yang positif bagi kesehatan

6
masyarakat. Perlindungan alam dan lingkungan yang dibangun serta
konservasi dari sumber daya alam harus ditujukan untuk promosi
kesehatan apa saja. Lingkungan yang Mendukung adalah lingkungan
dimana kita akan menjadikan contoh yang baik tentang kesehatan
lingkungan ketika kita akan melakukan promosi kesehatan. Contoh
adanya sekolah sehat yang mempunyai lingkungan yang sehat.
5. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community actions)
Promosi kesehatan bekerja melalui kegiatan komunitas yang
konkret dan efisien dalam mengatur prioritas, membuat keputusan,
merencanakan strategi dan melaksanakannya untuk mencapai kesehatan
yang lebih baik. Inti dari proses ini adalah memberdayakan komunitas –-
kepemilikan mereka dan kontrol akan usaha dan nasib mereka.
Pengembangan komunitas menekankan pengadaan sumber daya manusia
dan material dalam komunitas untuk mengembangkan kemandirian dan
dukungan sosial, dan untuk mengembangkan sistem yang fleksibel untuk
memerkuat partisipasi publik dalam masalah kesehatan. Hal ini
memerlukan akses yang penuh serta terus menerus akan informasi,
memelajari kesempatan untuk kesehatan, sebagaimana penggalangan
dukungan. Gerakan Masyarakat merupakan suatu partisifasi masyarakat
yang menunjang kesehatan. Contoh gerakan Jum’at bersih.
Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
Promosi kesehatan mendukung pengembangan personal dan sosial
melalui penyediaan informasi, pendidikan kesehatan, dan pengembangan
keterampilan hidup. Dengan demikian, hal ini meningkatkan pilihan yang
tersedia bagi masyarakat untuk melatih dalam mengontrol kesehatan dan
lingkungan mereka, dan untuk membuat pilihan yang kondusif bagi
kesehatan. Memungkinkan masyarakat untuk belajar melalui kehidupan
dalam menyiapkan diri mereka untuk semua tingkatannya dan untuk
menangani penyakit dan kecelakaan sangatlah penting. Hal ini harus
difasilitasi dalam sekolah, rumah, tempat kerja, dan semua lingkungan
komunitas. Keterampilan Individu adalah kemapuan petugas dalam
menyampaikan informasi kesehatan dan kemampuan dalam
mencontohkan (mendemostrrasikan). Contoh sederhana ketika petugas
memberikan promosii kesehatan tentang pembuatan larutan gula garam,
maka petugas harus mampu membuatnya dan bias mencontohkannya
6. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
Tanggung jawab untuk promosi kesehatan pada pelayanan
kesehatan dibagi di antara individu, kelompok komunitas, profesional
kesehatan, institusi pelayanan kesehatan, dan pemerintah. Mereka harus
bekerja sama melalui suatu sistem perawatan kesehatan yang

7
berkontribusi untuk pencapaian kesehatan. Peran sektor kesehatan harus
bergerak meningkat pada arah promosi kesehatan, di samping tanggung
jawabnya dalam menyediakan pelayanan klinis dan pengobatan.
Pelayanan kesehatan harus memegang mandat yang meluas yang
merupakan hal sensitif dan ia juga harus menghormati kebutuhan kultural.
Mandat ini harus mendukung kebutuhan individu dan komunitas untuk
kehidupan yang lebih sehat, dan membuka saluran antara sektor kesehatan
dan komponen sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan fisik yang lebih
luas. Reorientasi pelayanan kesehatan juga memerlukan perhatian yang
kuat untuk penelitian kesehatan sebagaimana perubahan pada pelatihan
dan pendidikan profesional. Hal ini harus membawa kepada perubahan
sikap dan pengorganisasian pelayanan kesehatan dengan memfokuskan
ulang kepada kebutuhan total dari individu sebagai manusia seutuhnya.
Contoh adalah pemanfaatan sarana kesehatan terdekat sebagai wadah
informasi dan komunikasi tentang kesehatan.
7. Bergerak ke masa depan (moving into the future)
Kesehatan diciptakan dan dijalani oleh manusia di antara
pengaturan dari kehidupan mereka sehari-hari di mana mereka belajar,
bekerja, bermain, dan mencintai. Kesehatan diciptakan dengan
memelihara satu sama lain dengan kemampuan untuk membuat keputusan
dan membuat kontrol terhadap kondisi kehidupan seseorang, dan dengan
memastikan bahwa masyarakat yag didiami seseorang menciptakan
kondisi yang memungkinkan pencapaian kesehatan oleh semua
anggotanya.
Merawat, kebersamaan, dan ekologi adalah isu-isu yang penting
dalam mengembangkan strategi untuk promosi kesehatan. Untuk itu,
semua yang terlibat harus menjadikan setiap fase perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan promosi kesehatan serta kesetaraan
antara pria dan wanita sebagai acuan utama.
8. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)
Pemberdayaan masyarakat di dalam kegiatan-kegiatan kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan lebih kepada untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan. Jadi
sifatnya bottom-up (dari bawah ke atas). Partisipasi masyarakat adalah
kegiatan pelibatan masyarakat dalam suatu program. Diharapkan dengan
tingginya partisipasi dari masyarakat maka suatu program kesehatan dapat
lebih tepat sasaran dan memiliki daya ungkit yang lebih besar bagi
perubahan perilaku karena dapat menimbulkan suatu nilai di dalam
masyarakat bahwa kegiatan-kegiatan kesehatan tersebut itu dari kita dan
untuk kita. Dengan pemberdayaan masyarakat, diharapkan masyarakat

8
dapat berperan aktif atau berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Sebagai
unsur dasar dalam pemberdayaan, partisipasi masyarakat harus
ditumbuhkan. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan pada
dasarnya tidak berbeda dengan pemberdayaan masyarakat dalam bidang-
bidang lainnya. Partisipasi dapat terwujud dengan syarat :
a. Adanya saling percaya antaranggota masyarakat
b. Adanya ajakan dan kesempatan untuk berperan aktif
c. Adanya manfaat yang dapat dan segera dapat dirasakan oleh
masyarakat
6. Advokasi dalam pelayanan kebidanan 
Advokasi terhadap kebidanan merupakan sebuah upaya yang dilakukan
orang-orang di bidang kebidanan, utamanya promosi kesehatan, sebagai
bentuk pengawalan terhadap kesehatan. Advokasi ini lebih menyentuh pada
level pembuat kebijakan, bagaimana orang-orang yang bergerak di bidang
kesehatan bisa memengaruhi para pembuat kebijakan untuk lebih tahu dan
memerhatikan kesehatan. Advokasi dapat dilakukan dengan memengaruhi
para pembuat kebijakan untuk membuat peraturan-peraturan yang bisa
berpihak pada kesehatan dan peraturan tersebut dapat menciptakan lingkungan
yang dapat mempengaruhi perilaku sehat dapat terwujud di masyarakat.
Advokasi bergerak secara top-down (dari atas ke bawah). Melalui advokasi,
promosi kesehatan masuk ke wilayah politik. Agar pembuat kebijakan
mengeluarkan peraturan yang menguntungkan kesehatan (kebidanan). 
Advokasi adalah suatu cara yang digunakan guna mencapai suatu tujuan
yang merupakan suatu usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi
dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan public secara
bertahap maju. Misalnya kita memberikan promosi kesehatan dengan
sokongan dari kebijakan public dari kepala desa sehingga maksud dan tujuan
dari informasi kesehatan bias tersampaikan dengan kemudahan kepada
masyarakat atau promosi kesehatan yang kita sampaikan dapat menyokong
atau pembelaan terhadap kaum lemah (miskin) 
Ada beberapa peran bidan sebagai Advokator yaitu : 
1. Advokasi dan strategi pemberdayaan wanita dalam mempromosikan hak-
haknya yang diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal
(kesetaraan dalam memperoleh pelayanan kebidanan) 
2. Advokasi bagi wanita agar bersalin dengan aman. Contoh: Jika ada ibu
bersalin yang lahir di dukun dan menggunakan peralatan yang tidak steril,
maka bidan melakukan advokasi kepada pemerintah setempat agar
pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun menggunakan
peralatan yang steril salah satu caranya adalah melakukan pembinaan

9
terhadap dukun bayi dan pemerintah memberikan sangsi jika ditemukan
dukun bayi di lapangan menggunakan alat-alat yang tidak steril. 
3. Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan. Bidan sebagai
advocator mempunyai tugas antara lain: 
4. Mempromosikan dan melindungi kepentingan orang-orang dalam
pelayanan kebidanan, yang mungkin rentan dan tidak mampu melindungi
kepentingan mereka sendiri. 
5. Membantu masyarakat untuk mengakses kesehatan yang relevan dan
informasi kesehatyan dan membertikan dukungan sosial. 
6. Melakukan kegiatan advokasi kepada para pengambil keputusan berbagai
program dan sektor yang terkait dengan kesehatan. 
7. Melakukan upaya agar para pengambil keputusan tersebut meyakini atau
mempercayai bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu di dukung
melalui kebijakan atau keputusan politik dalam bentuk peraturan,
Undang-Undang, instruksi yang menguntungkan kesehatan public dengan
sasaran yaitu pejabat legislatif dan eksekutif. Para pemimpin pengusaha,
organisasi politik dan organisasi masyarakat baik tingkat pusat, propinsi,
kabupaten, keccamatan desa kelurahan. 

B. NEGOSIASI
1. Pengertian Negosiasi
Kata negosiasi ini berasal dari bahasa Inggris yakni “to negotiate” dan
“to be negotiating” yang artinya membicarakan, merundingkan, atau juga
menawar.
Kata negotiate juga memiliki turunan arti lain yakni “negotiation” yang
artinya untuk dapat menjelaskan kegiatan membicarakan atau merundingkan
sesuatu dengan pihak lain untuk bisa mencapai kesepakatan.
Negosiasi merupakan sebuah bentuk interaksi sosial yang bertujuan
untuk dapat mencapai kesepakatan bersama, sehingga keduanya saling
sepakat dan diuntungkan.
Negosiasi ini dilakukan apabila ada dua pihak yang awalnya juga
memiliki perbedaan pendapat, sehingga harus mencari sebuah kesepakatan
bersama. Kata Negosiasi ini sebenarnya itu sama juga maknanya dengan
Tawar Menawar.
Negosiasi merupakan suatu bentuk interaksi sosial antara beberapa
pihak yang bertujuan untuk dapat mencapai kesepakatan bersama yang dapat
dianggap menguntungkan pihak-pihak yang bernegosiasi.
2. Tujuan Negosiasi
a. Untuk dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.
b. Untuk dapat menyelesaikan masalah dan menemukan solusi dari masalah
yang tengah dihadapi para pihak-pihak yang bernegosiasi.

10
c. Untuk bisa mencapai suatu kondisi yang saling menguntungkan bagi
pihak-pihak yang akan bernegosiasi dimana semuanya mendapatkan
manfaat (win-win solution).
3. Manfaat Negosiasi
a. Menciptakan suatu jalinan kerjasama antara satu pihak dengan pihak
lainnya untuk dapat mencapai tujuan masing-masing.
b. Adanya saling pengertian diantara masing-masing pihak yang akan
bernegosiasi mengenai kesepakatan yang akan diambil dan dampaknya
bagi semua pihak.
c. Negosiasi akan bermanfaat bagi terciptanya suatu kesepakatan bersama
yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang akan bernegosiasi.
d. Terciptanya suatu interaksi yang positif antara pihak-pihak yang akan
bernegosiasi sehingga jalinan kerjasama akan menghasilkan suatu
dampak yang lebih luas bagi banyak orang.
4. Dampak Negosiasi
Dampak Positif Negosiasi
a. Para pihaklah yang akan memegang palu hakimnya sendiri.
b. Sifatnya rahasia.
c. Hukum acara atau juga formalitas persidangan tidak ada.
Dampak Negatif Negosiasi
a. Manakala sebuah kedudukan para pihak tidak seimbang, dimana salah satu
pihak kuat sedangkan bagi pihak yang lain lemah. Dalam keadaan ini,
pihak yang sangat kuat berada dalam posisi untuk dapat menekan pihak
lainnya. Satu pihak yang terlalu keras dengan sebuah pendiriannya dapat
mengakibatkan suatu proses negosiasi ini menjadi tidak produktif. Hal
tersebut juga sering terjadi manakala dua pihak bernegosiasi untuk dapat
menyelesaikan sengketa.
b. Proses dalam negosiasi lambat dan memakan waktu yang lama. Hal ini
juga dikarenakan permasalahan antar negara yang timbul, khususnya
dalam suatu masalah yang berkaitan dengan ekonomi Internasional.
Selain itu, jarang sekali adanya berbagai persyaratan penetapan batas
waktu bagi para pihak untuk dapat menyelesaikan sengketanya melalui
negosiasi.
5. Proses Dalam Negosiasi
a. Pihak-pihak yang mempunyai suatu program atau pihak pertama
melakukan penyampaian dengan memakai kalimat yang santun, jelas,
dan terinci.
b. Pihak dari mitra bicara untuk menyanggah mitra bicara dengan tetap
menghargai maksud pihak pertama.

11
c. Pemilik suatu kegiatan (program) mengemukakan argumentasi dengan
memakai kalimat yang santun dan meyakinkan pada mitra bicara dengan
disertai alasan yang logis.
d. Terjadi suatu pembahasan dan kesepakatan untuk terlaksananya program
negosiasi.
6. Hal yang Harus Dilakukan Saat Bernegosiasi
a. Mengajak untuk dapat membuat kesepakatan.
b. Memberikan suatu alasan kenapa harus ada kesepakatan.
c. Membandingkan beberapa pilihan.
d. Memperjelas dan dapat menguji perbandingan yang dikemukakan.
e. Mengevaluasi suatu kekuatan dan komitmen bersama.
f. Menetapkan dan juga menegaskan kembali tujuan negosiasi.
7. Tahapan Negosiasi
a. Tahap Persiapan (Preparation Stage)
Sebelum bernegosiasi, perlu untuk dapat menentukan lokasi dan
waktu pertemuan dan siapa yang harus menghadiri pertemuan negosiasi.
Tahap ini juga memastikan bahwa semua fakta terkait dengan situasi
yang sudah diketahui dan untuk mengklarifikasi posisi partai untuk dapat
bernegosiasi.
b. Tahap Diskusi (Discussion Stage)
Pada tahap ini, setiap individu atau anggota dari masing-masing
pihak akan mengajukan sebuah kasus untuk suatu masalah mereka.
Keterampilan yang sudah dibutuhkan pada tahap ini ialah akan
mengajukan pertanyaan, mendengarkan dan mengklarifikasi.
c. Tahap Klarifikasi Tujuan (Clarifying Goals Stage)
Tujuan, kepentingan, dan perspektif dari kedua pihak yang berselisih
yang telah dibahas bersama perlu diklarifikasi sehingga dimungkinkan
untuk dapat membangun landasan bersama.
Klarifikasi ialah salah satu bagian penting dari proses negosiasi
sehingga tidak ada kesalahpahaman yang akan menyebabkan suatu
masalah dan hambatan untuk dapat mencapai hasil yang menguntungkan
kedua belah pihak.
d. Bernegosiasi Bertuju pada Hasil yang Memenangkan (Negotiate
Towards a Win-Win Outcome)
Tahap ini berfokus pada apa yang disebut juga sebagai hasil
“menang-menang” atau “win-win” di mana kedua belah pihak akan
merasa telah memperoleh sesuatu yang positif melalui suatu proses
negosiasi dan kedua belah pihak juga akan merasa bahwa sudut pandang
mereka telah dipertimbangkan.

12
Saran untuk sebuah strategi alternatif dan kompromi perlu
dipertimbangkan pada saat ini. Kompromi ini merupakan suatu alternatif
yang positif yang seringkali dapat mencapai suatu manfaat lebih besar bagi
semua pihak dibandingkan dengan berpegang pada posisi semula.
e. Perjanjian (Agreement)
Kesepakatan dapat dicapai setelah pemahaman mengenai sudut
pandang dan kepentingan kedua belah pihak yang telah dipertimbangkan.
f. Melaksanakan Tindakan dari Hasil Perjanjian
Dari perjanjian yang akan disepakati, tindakan harus diambil untuk
dapat mengimplementasikan keputusan perjanjian.

C. MEMBANGUN KEMITRAAN DALAM KOMUNITAS


1. Pengertian Kemitraan
Kemitraan dalam masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) adalah
kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok peduli KIA
atau organisasi-organisasi kemasyarakatan, media massa dan swasta, dunia
usaha untuk berperan aktif dalam upaya peningkatan KIA di masyarakat.
Kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas
atau tujuan tertentu (Robert Davies).
Kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama antara bidan dengan dukun
dimana setiap kali ada pasien yang hendak bersalin, dukun akan memanggil
bidan. Pada saat pertolongan persalinan tersebut ada pembagian antara bidan
dengan dukun.
Untuk membangun sebuah kemitraan seperti yang telah dijelaskan
diatas, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan.
2. Saling mempercayai dan saling menghormati.
3. Tujuan yang jelas dan terukur.
4. Kesediaan untuk berkorban baik waktu, tenaga, maupun sumber daya
yang lain.
Disamping itu perlu juga diterapkan prinsip-prinsip kemitraan yaitu :
1. Persamaan atau equality.
2. Keterbukaan atau transparancy.
3. Saling menguntungkan atau mutual benefit.

2. Tujuan Kemitraan Bidan

Kemitraan bidan dan dukun bayi memiliki tujuan akhir untuk


menurunkan angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Bidan dan dukun bayi

13
yang selama ini seolah berada pada posisi berseberangan disatukan. Mereka
akhirnya menjadi mitra satu sama lain. Tujuan kemitraan bidan dibagi
menjadi dua yaitu :

a. Tujuan umum
Menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan pola kemitraan bidan
dengan dukun bayi.
b. Tujuan khusus
1) Mengetahui cakupan kasus rujukan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
dan bayi oleh dukun bayi ke bidan dan sarana pelayanan kesehatan
yang lain.
2) Mengetahui kondisi dana bergulir yang telah dialokasikan kedukun
peserta kemitraan.
3) Mengetahui masalah yang dihadapi dalam kegiatan kemitraan dan
menyusun rencana tindak lanjut sebagai upaya pemecahan masalah.

3. Bentuk Kemitraan Bidan

Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap dukun bayi atau peraji


menjadi tantangan tenaga kesehatan. Sebabnya, tidak mungkin melarang
seorang dukun bayi “berpraktik” menolong persalinan. Karena itu, jalan
keluar yang mungkin adalah merangkul dukun bayi dalam suatu kemitraan
bersama bidan desa.
Kemitraan adalah suatu bentuk kerja sama antara bidan dengan dukun
dimana setiap kali ada pasien yang hendak bersalin, dukun akan memanggil
bidan. Pada saat pertolongan persalinan tersebut ada pembagian antara bidan
dengan dukunnya. Sebenarnya, selain pada saat persalinan ada juga
pembagian peran yang dilakukan pada saat kehamilan dan masa nifas, tetapi
memang yang lebih banyak diutarakan adalah kerjasama pada saat persalinan.
Peran bidan lebih ditekankan kepada persalinan dan masa nifas. Pada
saat persalinan sudah semestinya peran bidan porsinya lebih besar
dibandingkan dengan peran dukun. Selain menolong persalinan, bidan pun
dapat memberikan pertolongan kepada pasien yang membutuhkannya atau
dapat dengan segera merujuk ke rumah sakit jika ada persalinan yang gawat
atau sulit. Peran dukun hanya sebatas membantu bidan seperti mengelus-elus
tubuh pasien, memberikan minum bila pasien membutuhkan dan yang
terutama adalah pemberian kekuatan batin kepada pasien. Kehadiran dukun
bayi sangatlah penting karena pasien beranggapan bahwa bila saat melahirkan
ditunggui oleh dukun, maka persalinan akan berjalan lancar.

14
Keberhasilan dari kegiatan kemitraan bidan dan dukun adalah dengan
ditandai adanya kesepakatan antara bidan dan dukun dimana dukun akan
selalu merujuk setiap ibu hamil dan bersalin yang datang, serta akan
membantu bidan merawat ibu dan bayi setelah bersalin. Sementara bidan
sepakat untuk memberikan sebagian penghasilan dari menolong persalinan
yang dirujuk oleh dukun yang merujuk dengan besaran yang bervariasi.
Usaha-usaha peningkatan pelayanan kesehatan seperti yang tercermin dalam
program dukun terlatih bukan bertujuan untuk menghilangkan peranan yang
dimainkan oleh sistem perawatan kesehatan yang lama dan menggantinya
dengan sistem perawatan kesehatan yang baru, tetapi agar kemitraan bidan
dengan dukun dapat berjalan dengan baik. Pendidikan yang diberikan dalam
program dukun latih itu justru terwujud sebagai pengakuan untuk
menyelenggarakan (enforcement) pelayanan kesehatan kepada lembaga
dukun bayi, khususnya penyelenggaraan proses pertolongan persalinan bagi
masyarakat yang tinggal di daerah-daerah dimana fasilitas pelayanan
kesehatan baru sangat terbatas.
Pendidikan/kursus dukun bayi juga dimaksud untuk pemberian
pengetahuan dengan harapan dapat menurunkan resiko persalinan seperti
tanda-tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas. Harapannya agar dapat
meningkatkan harapan hidup bayi dan ibunya. Namun perlu diperhatikan,
pengetahuan dan alih teknologi membutuhkan waktu yang sebelum
pengetahuan dan teknologi tersebut benar-benar jadi milik masyarakat yang
bersangkutan. Sebagaimana yang dikemukan oleh Michael Winkelman, ada
tiga faktor penghalang dalam pelaksanaan atau penetapan program yang
sudah ditentukan yang disebut The Three Delays yaitu :
1. Rintangan budaya (Cultural Barrier)
Setiap kelompok masyarakat memiliki budaya yang berbeda. Ada
sebagian yang memilih untuk melahirkan dengan dukun karena menurut
kebudayaannya itu lebih dipandang berpengaruh dibandingkan
keberadaan bidan di dalam masyarakat tersebut.

2. Rintangan sosial (Sosial Barrier)


Rintangan sosial ini berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat.

3. Rintangtan psikologis (Phychological Barrier)


Masyarakat lebih percaya dan nyaman dengan dukun karena pendekatan
yang dipakai dukun adalah menjalin interaksi. Dibandingkan dengan
bidan, dukun lebih peka terhadap ibu hamil, karena dukun yang mencari
ibu hamil akan tetapi kalau bidan, ibu hamil yang mengunjunginya jadi
secara psikologis ibu hamil lebih nyaman dengan dukun.

15
Bentuk-bentuk program kemitraan yang dapat di lakukan pada
wanita. Untuk peningkatan keselamatan ibu diantaranya sebagai berikut :
a. Kemitraan dengan ibu.
Partisipasif ini melibatkan kaum ibu mengenali dan menentukan
prioritas masalah kesehatan ibu, menyusun rencana pemecahan
masalah bersama pemerintah setempat dan melaksanakannya.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan adalah pendidikan dan
pelatihan kaum wanita dan pria tentang persalinan yang aman
dirumah serta keluarga berencana, mengembangkan persiapan
rujukan kerumah sakit dan mengembangkan materi informasi
tentang kesehatan reproduksi.
b. Kemitraan dengan masyarakat dan dukun bayi
Di jaman modern ini, masih ada masyarakat yang
mempercayakan pertolongan persalinannya dengan dukun bayi. Oleh
karena itu, pelatihan petugas dalam upaya keselamatan ibu tidaklah
lengkap tanpa penyuluhan dan motivasi terhadap keluarga,
masyarakat dan dukun bayi.
c. Kemitraan dengan bidan.
Perlu dilakukan dengan organisasi kebidanan (IBI) dalam
mendukung pelayanan kesehatan reproduksi. Melalui asosiasi ini
diharapkan para bidan mengikuti program pelatihan kesehatan
reproduksi yang mencakup penanganan kegawatan obstetri,
pencegahan infeksi dan keluarga berencana. Perhatian utama
organisasi ini adalah memaksimalkan kebijakan dan dukungan teknis
yang lestari dalam menjaga kualitas pelayanan kesehatan ibu.

d. Kemitraan dengan penentu kebijakan.


Kemitraan antara lembaga pembangunan, penyandang dana, dan
pemerintah diperlukan dalam keberhasilan kegiatan keselamatan ibu.
Kemitraan ini telah dilaksanakan dibeberapa daerah menunjukan
kemitraan antara penyandang dana, pelayanan kesehatan pemerintah
dan tokoh masyarakat.

4. Strategi Meningkatkan Kemitraan Bidan

Kita sebagai mahasiswi kebidanan mempelajari kemitraan agar bidan


dapat bekerjasama dengan orang lain khususnya dukun agar dapat
menurunkan angka kematian ibu. Beberapa strategi yang dilakukan adalah
upaya dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu :
a. Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan, melalui :

16
1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan antara lain berupa
penyediaan tenaga bidan di desa, kesinambungan keberadaan bidan
desa, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan pada
polindes/pustu dan puskesmas, kemitraan bidan dan dukun bayi,
serta berbagai pelatihan bagi petugas.
2) Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai
standar, antara lain bidan desa di polindes, puskesmas PONED
(Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar), Rumah Sakit
PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Kualitas) 24 jam.
3) Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan
penanganan komplikasi keguguran, antara lain dalam bentuk KIE
(Komunikasi Informasi dan Edukasi) untuk mencegah terjadinya 4
terlalu, pelayanan KB berkualitas pasca persalinan dan pasca
keguguran, pelayanan asuhan pasca keguguran dan meningkatkan
partisipasi aktif pria.
4) Pemantapan kerjasama lintas program dan sektor, antara lain dengan
jalan menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi (IDI,
POGI, IDAI, IBI, PPNI), Perinasia, PMI, LSM dan berbagai swasta.
5) Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga, dan masyarakat, antara
lain dalam bentuk meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya,
pencegahan terlambat 1 dan 2, serta menyediakan buku KIA,
kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi persalinan dan
kegawatdaruratan (dana, transportasi, donor darah), jaga selama
hamil, cegah 4 terlalu, penyediaan adan pemanfaatan layanan
kesehatan ibu dan bayi, partisipasi dalam menjaga mutu pelayanan.
b. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program, melalui
peningkatan kemampuan pengelola agar mampu melaksanakan,
merencanakan, dan mengevaluasi kegiatan sesuai kondisi daerah.
c. Sosialisasi dan advokasi hasil informasi cakupan program dan data
informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai substansi untuk

17
sosialisasi dan advokasi. Kepada para penentu kebijakan agar lebih
berpihak kepada kepentingan ibu dan anak.
Melalui berbagai upaya antara peningkatan pelayanan kesehatan,
peningkatan kemampuan petugas serta melalui dukungan dan kemitraan
berbagai pihak akan sangat menentukan upaya penurunan Angka Kematian
Ibu (AKI).

5. Contoh Kemitraan Bidan

Masyarakat suku sasak atau lombok masih kental dengan kebudayaan


dan kepercayaan dukun daripada percaya dengan bidan karena banyak faktor
yang mempengaruhi terutama biaya, bidan bisa mengajak dukun tersebut
bekerja sama dengan memberikan penkes pada saat persalinan itu harus di
bidan karena itu sangat penting untuk menekan angka kematian ibu dan anak.
Bidan juga memberikan inisiatif tentang pembayaran dengan membagi hasil
yang rata misal biaya tersebut 60 ribu bidan akan membagi 25 ribu persalinan
dengan kasus rujukan dukun tetap akan mendampingi pasien hingga ke
fasilitas rujukan contohnya dalam menolong persalinan bidan dan dukun bisa
membagi tugas dengan dukun berperan sebagai pendamping bidan dan
memberikan dukungan kepada pasien dengan cara sendiri, dan sebagai bidan
tidak harus menghilangkan kebudayaan suku tersebut dan membiarkan ritual
yang ada didaerah untuk menghargai tradisi masyarakat sasak, selama praktik
tersebut tidak mengganggu persalinan secara medis, karena dukun dan bidan
mempunyai atau memiliki perannya masing-masing dalam sistem kesehatan
mereka.
Menyadari peran dukun di masyarakat dan gagal mendorong regulasi
KIA sebagai alat paksa menekan angka persalinan dukun, Pemerintah mulai
melirik model kemitraan. Maka pada 2011, Dinas Kesehatan mengundang
bidan ke kantor desa untuk menghadiri sosialisasi kemitraan bidan dan dukun.
Menurut Omiyati, mereka mendapat dana untuk kemitraan dukun dan bidan
dari APBD II. Sayangnya program tidak dapat berlanjut karena alasan
keterbatasan anggaran di SKPD. “Tiga tahun belakangan ini kita ngepres
bangetlah, kita tidak berani mimpi semua program bisa dilakukan dengan
baik. Kita apa adanya saja sekarang”, kata Omiyati.
6. Persyaratan Kemitraan
a. Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan:
Dalam membangun kemitraan, masing-maasing anggota atau mitra
harus merasa mempunyai perhatian dan kepentingan bersama. Tanpa
adanya perhatan dan kepentingan yang sama terhadap suatu masalah,
niscaya kemitraan dapat terjadi. Agar terjadi kemitraan dibidang

18
kesehatan, maka sektor kesehatan harus mampu menimbulkan perhatian
terhadap masalah kesehatan bagi sektor lain ini dapat terwujud dngan
upaya-upaya informasi dan advokasi kepada sektor-sektor lain secara
intensif.
b. Saling mempercayai dan saling menghormati.
Kepercayaan merupakan modal dasar bagi setiap relasi atau
hubungan antarmanusia. Apabila seseorang tidak mempercayai orang
lain, sudah pasti tidak akan terjadi hubungan yang baik diantara mereka.
Demekian pula kemitraan akan terjadi apabila diantara mitra tersebut
terjadi saling mempercayai dan saling menghormati. Oleh sebab itu,
dalam membangun kemitraan dibidang kseehatan, sektor kesehatan
hendaknya mengembang-kan kepercayaan bagi para anggota atau mitra
tersebut.
c. Harus saling menyadari pentingnya arti kemitraan.
Menumbuhkan kesadaran pentingnya arti kemitraan bagi para mitra
dibidang kesehatan dapat dilakukan baik mealui informasi informasi
maupun advokasi kepada para mitra atau calon mitra.
d. Harus saling kesepakatan visi, misi, tujuan, dan nilai yang sama.
Dalam membangun kemitraan di bidang kesehatan, maka masing-
masing anggota, atau mitra harus mempunyai visi, misi, tujuan, dan nilai-
nilai yang sama tentang kesehatan. Dengan adanya visi dan misi yang
sama maka akan memudahkan timbulnya komitmen bersama untk
menangggulangi suatu masa-lah bersama.
e. Harus berpijak pada landasan yang sama.
Prinsip lain yang perlu dibangun dalam kemitraan bidang kesehatan
adalah bahwa kesehatan merupakan aspek yang paling utama dalam
kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sektor kesehatan harus mampu
meyakinkan kepada sektor yang lain atau mitra akan ungkapan yang
mengatakan health is not everything, but without health everything is
nothing. Hal ini berarti, sektor kesehatan harus mampu meyakinkan mitra
yang lain bahwa meskipun kesehatan bukan segala-galanya, namun tanpa
kesehatan semuanya tidak ada artinya. Apabila semua mitra telah
mempunyai pemahaman seperti ini, maka kemitraan di bidang kesehatan
sudah berada dalam landasan yang sama.
f. Kesedian untuk berkorban.
Dalam membangun kemitraan untuk mencapai tujuan bersam sudah
pasti memerlukan sumberdaya baik tenaga, dan, dan saran. Sumber daya
ini dapat berasal dari masing-masing mitra, tetapi juga dapat diupayakan
bersama. Dengan demikian jelas bahwa untuk mencapai tujuan bersama,
diperlukan pengorbanan dari masing-masing anggota atau mitra.
Pengorbanan ini dapat dalam bentuk tenaga, pikiran, dana atau biaya,

19
materi, ataupun sekurang-kurangnya waktu. Pengoranan ini harus
dipahami dan di maklumi oleh semua anggota yang terjalin dalam
kemitraan tersebut.

7. Landasan kemitraan
Dalam membangun kemitraan dengan mitra-mitra atau calon-calon mitra
kesehatan perlu dilandasi dengan “tujuh (7) saling” , yakni:
a. Saling memahami kedudukan, tugas, dan fungsi masing-masing
(struktur)
Kemitraan sebagai suatu organisasi jejaring kerja sudah barang tentu
masing-masing anggota mempunyai peran dan fungsi yang berbeda. Hal
tersebut harus dipahami oleh semua anggota, agar jangan sampai timbul
kesan anggota yang satu di bawah yang lain, atau anggota yang satu di
perintah oleh anggota yang lain dan sebagainya.
b. Saling memahami kemampuan masing-masing anggota (capacity)
Perlu disadari bahwa kemampuan masing-masing anggota/mitra itu
berbeda, meskipun dalam kesetaraan oleh sebab itu, apabila dalam
rangka kemitraan tersebut diperlukan kontribusi dari masing-masing
anggota, maka kontribusi tersebut akan menimbulkan perbedaan
kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini wajar karena prinsip kemitraan
adalah “mengambil bagian” dalam setiap upaya mencapai tujuan
bersama, sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota.
c. Saling menghubungi (linkage)
Terhenti atau tidak berjalannya suatu organisasi apapun sering
terjadi karena tersumbatnya saluran komunikasi diantara anggota
organisasi tersebut. Demikian pula dalam kemitraan, diprlukan
kemunikasi yang efektif diantara anggota atau mitr tersebut. Salah satu
saluran komunikasi atau terjadinya “saling menghubungi” diantara mitra
adalah dengan adanya pertemuan atau rapat rutin kemitraan.
d. Saling mendekati (proximity)
Dalam kekeluargaan atau pertemanan (friendship) kedekatan antar
anggota keluarga atau antar teman adalah mutlak diperlkan. Dalam
kedekatan suatu dengan yang lainnya, akan terjadi saling memahami,
atau saling mengenal satu dengan yang lain, baik kelemahan, maupun
kekuatan anggota masing-masing. Demikian pula dalam kemitraan, maka
kedekatan diantara anggota atau mitra adalah salah satu persyaratan
untuk memahami masing-masing anggota. Oleh sebab itu, masing-
masing anggota harus berupaya saling mendekati.
e. Saling terbuka dan bersedia membantu (openes)

20
Seperti telah disebutkan diatas, bahwa dalam kemitraan selalu ada
peranan dan fungsi masing-masing anggota/mitra. Dalam rangka
mencapai tujuan atau program bersama, sudah barang tentu peran dan
fungsi masing-masing anggota terkait dan diketahui satu sama lain. Oleh
sebab itu akan selalu terjadi mekanisme saling terbuka dan membantu
untuk terwujudnya tujuan atau cita-cita bersama.
f. Saling mendorong dan saling mendukung (synergy)
Seperti halnya dalam organisasi, sering terjadi anggota yang kurang
bersemangat, tetapi sebaliknya ada yang sangat aktif dan bersemangat.
Demikian pula dalam kemitraan apapun, sifat masing-masing anggota
seperti itu juga muncul. Apabila terjadi gejala seperti ini, maka setiap
anggota atau mitra harus saling mendorong dan saling mendukung, bagi
yang memerlukan dukungan dan bagi yang memerlukan dorongan demi
tercapai tujuan bersama.
g. Saling menghargai (reward)
Persahabatan yang sejati adalah apabila terjadi saling harga-
menghargai diantara mereka. Dalam suatu kemitraan hal ini juga harus
terjadi. Seberapa kecil apapun peran dan kontribusi anggota suatu
kemitraan perlu dihargai oleh anggota/mitra yang lain. Oleh sebab itu,
peran anggota atau mitra suatu kemitraan harus saling menghargai.
8. Prinsip-prinsip kemitraan
Kemitraan adalah salah satu bentuk kerjasama yang kongkrit dan solid.
Oleh sebab itu, dalam membangun sebuah kemitraan ada 3 prinsip kunci yang
perlu dipahami oleh masing-masing anggota atau mitra tersebut, yakni:
a. Kesetaraan (equity)
individu, organisasi/institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan
harus merasa “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan yang
lain. Bagaimana besarnya suatu institusi/organisasi, dan bagaimana
kecilnya institusi/orgaisasi, apabila sudah bersedia untuk menjalin
kemitraan harus merasa setara atau sama tingkatnya. Oleh sebab itu,
didalam forum kemitraan asas demokrasi harus dijunjung, tidak boleh
satu anggota memaksakan kehendak kepada yang lain karena merasa
lebih tinggi, dan tidak ada dominasi terhadap yang lain. Dalam
mengambil keputusan dalam rangka mencapai tujuan bersama, masing-
masing anggota/mitra mempunyai hak dan suara yang sama.
b. Keterbukaan (transparency)
Keterbukaan dalam arti : apa yang menjaadi kekuatan atau lebih dan
apa yang menjadi kekurangan/kelemahan masing-masing anggota harus
diketahui anggota yang lain. Dengan saling keterbukaan ini, akan
menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu anggota (mitra).
Hal ini bukan berarti untuk menentukan besarnya kontribusi masing-

21
masing mitra, tetapi untuk lebih memahami kekuatan dan kelemahan
masing-masing mitra. Seandainya ada mitra yang akan berkontribusi
yang lebih besar atau kecil dalam rangka mencapai tujuan bersama, akan
saling memahaminya.
c. Saling menguntungkan (mutual benefit)
Menguntungkan disini bukan selalu diartikan dalam materi/uang,
tetap lebih kepada non materi. Ibarat mengangkat beban 50kg, diangkat
secara bersama-sama 4 orang jelas lebih ringan apabila dibandinkan
apabila diangkat seorang.
9. Indikator-indikator keberhasilan kemitraan bidang kesehatan
a. Input
Input sebuah kemitraan adalah semua sumber daya yang dimiliki
oleh masing-masing unsur yang terjalin dalam kemitraan, terutama
sumber daya manusia, dan sumber daya yang lain seperti : dana, sistem
informasi, teknologi, dan sebagainya. Disamping itu, jumlh atau
banyaknya “mitra” yang terlibat dalam jaringan kemitraan juga
merupakan input.
b. Proses
Proses dalam kemitraan pada hakikatnya adalah kegiatan-kegiatan
untuk membangun kemitraan tersebu. Kegiatan-kegiatan untuk
membangun kemitraan antara lain melalui: pertemuan-pertemuan,
seminar, lokakarya, pelatihan-pelatihan, semiloka, dan sebagianya.
c. Output
Adalah terbentuknya jaringan kerja atau networking, aliansi, forum,
dan sebagainya yang terdiri dari berbagai unsur seperti telah di sebutkan
di atas, dan tersusunya program dan pelaksanaanya berupa kegiatan
bersama dalam rangka pemecahan masalah kesehtan. Di samping itu juga
tersusunnya uraian tugas dan fungsi untuk masing-masing anggota
(mitra) juga merupakan output kemitraan tersebut.
d. Outcome
Adalah dampak dari pada kemitraan terhadap peninggkatan
kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, outcome kemitraan dapat diihat
dari indikator-indikator derajat kesehatan masyarakat, yang sebenarnya
erupakan akumulasi dampak dari upaya-upaya lain di samping kemitraan.
Dengan demikan outcome kemitraan adalah menurunnya angka atau
indkator kesehatan (negatif) , misalnya menurunnya angka kesakitan dan
atau angka kematian. Atau meningkatnya indikator kesehatan (positif) ,
misalnya: meningkatnya status gizi anak balita, meningkatnya
kepemilikan jamban keluarga, meningkatnya persentase penduduk yang
terakses air bersih, dan sebagainya.

22
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang


dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program  atau
kegiatan yang dilaksanakan.Oleh karena itu yang menjadi sasaran advokasi adalah
para pemimpin atau pengambil kebijakan( policy makers) atau pembuat
keputusan(decision makers) baik di institusi pemerintah maupun swasta. 
Di dalam konsep kemitraan bidan memiliki pengertian tentang pengertian
kemitraan merupakan suatu kerjasama formal, serta memiliki tujuan yang sama
yaitu untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan pola kemitraan
bidan dengan dukun bayi. Disamping itu juga memiliki pendekatan peningkatan
keselamatan ibu melalui bentuk-bentuk kemitraan yang telah dibuat untuk
menccapi tujuan yang sama.

B. Saran
Semoga makalah tentang kemitraan bidan ini dapat membantu mahasiswa
kebidanan sebagai bahan referensi yang menjadi acuan pembelajaran.

24
DAFTAR PUSTAKA
Yulaikhah, Lily S. Si.T. 2008. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta : EGC
Yulifah, Rita. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika
Syafrudin, SKM, M. Kes, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC
Syaifudin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
www.slideshare.net>pjj_kemenkes

Anda mungkin juga menyukai