Anda di halaman 1dari 14

PENERAPAN PERATURAN DAERAH KALIMANTAN

BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015


Rita Amelia Putri1, Arif Wibowo2.
1,2 Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Pontianak

Jl. Letjend Suprapto No.19, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, 78112


e-mail: ritamlyaaa20@gmail.com
ABSTRAK

Kekerasan terhadap perempuan saat ini bukan hanya merupakan masalah


individu atau masalah nasional, tetapi sudah merupakan masalah global
bahkan transnasional. Perempuan merupakan kelompok yang wajib mendapatkan
jaminan atas hak-hak yang dimilikinya secara hak asasi. Di Provinsi Kalimantan
Barat, upaya perlindungan terhadap korban kekerasan pada perempuan tertuang
dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 3 tahun 2015 tentang
Penyelenggara n Perlindungan Perempuan dari Tindak Kekerasan. Adanya
peraturan daerah ini bertujuan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan,
memberikan pelayanan dan penanganan kepada korban, dan melakukan
pemberdaya n kepada perempuan korban kekerasan dan kelompok rentan.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan kekerasan yang dilakukan oleh
laki-laki yang bersifat keras kepada perempuan. Pada intinya kekerasan
terhadap perempuan pastinya akan berakibat pada fisik maupun psikologis
korban (perempuan) itu tersendiri.

Kata Kunci : Perempuan, Kekerasan, Perlindungan.


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerasan terhadap perempuan saat ini bukan hanya
merupakan masalah individu atau masalah nasional, tetapi sudah
merupakan masalah global bahkan transnasional. Hal ini karena
dalam kekerasan terhadap perempuan terkait dengan persoalan
hak asasi manusia yang pada hakekatnya adalah fitrah karena
manusia dilahirkan dan tanpanya manusia tidak dapat hidup
normal sebagai manusia. Hak asasi manusia tersebut meliputi hak
sipil dan politik, hak sosial, ekonomi, budaya, dan hak untuk
berkembang.
Kekerasan terhadap perempuan dapat diklasifikasikan
sebagai kekerasan terhadap perempuan, kekerasan seksual, dan
lain-lain. Perhatian internasional terhadap kajahatan kekerasan
terhadap perempuan ditanggapi oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa dalam kongresnya tahun 1994 tentang Penghapusan
Tindak Kekerasan terhadap perempuan. Pembukaan deklarasi
tersebut antara lain menyatakan bahwa tindak kekerasan
terhadap perempuan merupakan manifestasi dari ketidaksetaraan
historis dalam relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, yang
telah menimbulkan dominasi laki-laki dan diskriminasi terhadap
perempuan serta hambatan untuk maju. Selain itu, dikatakan pula
bahwa tindakan kekerasan terhadap perempuan merupakan salah
satu mekanisme sosial penting yang menempatkan perempuan
pada posisi sub ordinasi di hadapan laki-laki.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai masalah
global, sudah mencemaskan Indonesia sebagai negara yang
sedang berkembang, menyandang predikat buruk dalam masalah
pelanggaran HAM, yang salah satu diantaranya pelanggaran
HAM perempuan dan anak..1
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Kalimantan Barat untuk menangani masalah kekerasan
perempuan, yaitu upaya pencegahan kekerasan terhadap
perempuan dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah Daerah
yang dikoordinasikan oleh SKPD yang membidangi
Pemberdayaan Perempuan. Pemerintah Daerah Kalimantan Barat
juga menyediakan dan menyelenggarakan layanan atau
penanganan bagi korban dilakukan secara berjejaring. Hal sesuai
dengan tujuan yang telah dituangkan pada Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2015 Pasal 3, ialah mencegah kekerasan
terhadap perempuan, memberikan pelayanan dan penanganan
kepada korban, dan melakukan pemberdayaan kepada
perempuan korban kekerasan dan kelompok rentan. Berdasarkan
uraian diatas, tujuan artikel ini untuk menjelaskan lebih dalam
mengenai definisi kekerasan trerhadap perempuan dan
menganalisis upaya Peraturan Daerah Kalimantan Barat Nomor 3
Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan
dari Tindak Kekerasan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam
penulisan ini diajukan pertanyaan sebagai berikut: Pertama, apa
definisi kekerasan terhadap perempuan? Kedua, bagaimana
upaya Penerapan Peraturan Daerah Kalimantan Barat Nomor 3
Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan
dari Tindak Kekerasan?

II.PEMBAHASAN
A. DEFINISI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

1
Fathul Djannah, “Kekerasan terhadap Istri”, Yogyakarta: LKIS, (2002), h. 1.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kekerasan
didefinisikan sebagai perihal yang (bersifat, berciri) keras.

Deklarasi PBB tentang penghapusan kekerasan terhadap


perempuan (1993) mendefinisikan kekerasan terhadap
perempuan sebagai setiap tindakan kekerasan berbasis gender
yang berakibat, atau kemungkinan berakibat pada penderitaan
fisik, seksual atau psikologis perempuan, termasuk ancaman
tindakan semacam itu, pemaksaan atau perampasan kebebasan
sewenang-wenang baik yang terjadi didepan umum maupun
dalam kehidupan pribadi.1

Carwoto mendefinisikan bahwa kekerasan terhadap


perempuan ialah kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki
terhadap perempuan atau juga dikenal dengan kekerasan dalam
rumah tangga. 2 Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi
tanpa membedakan latar belakang ekonomi, pendidikan,
pekerjaan, etnis, usia, lama perkawinan, atau bentuk fisik
korban.1

Dalam disebutkan bahwa


kekerasan terhadap perempuan yaitu setiap tindakan kekerasan
berdasarkan jender yang menyebabkan atau dapat
menyebabkan kerugian atau penderitaan fisik, seksual atau
psikologis terhadap perempuan, termasuk ancaman untuk
melaksanakan tindakan tersebut dalam kehidupan masyarakat
dan pribadi.3

Diatur dalam peraturan perundang-undangan Kitab Undang-


Undang Hukum Pidana (KUHP), Deklarasi Penghapusan
Kekerasan Terhadap Perempuan, Undang-Undang No. 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(PKDRT). Di dalam KUHP, pengertian kekerasan diatur dalam

2
Carwoto, “Mengungkap dan Mengeliminiasi Kekerasan terhadap Isteri dalam Penggugat,
Yogyakarta: Harmoni, Rifka Anisa. (2000), h. 85
3
Tri Wahyu Widiastuti, “Perlindungan Bagi Wanita Terhadap Tindak Kekerasan”, volume VII,
Jurnal Wacana Hukum, (2008), h. 32
Pasal 89 KUHP yang menyatakan “membuat orang pingsan atau
tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan”.
Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, pada
Pasal 1 mengenai apa yang di maksud dengan “kekerasan
terhadap perempuan” yaitu setiap tindakan berdasarkan
perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual
atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik
yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi.

Kekerasan yang terjadi di masyarakat umum mencakup


pemerkosaan, pelecehan seksual, intimidasi ditempat kerja, dan
lain-lain. Konteks kekerasan terhadap perempuan yang telah
dijelaskan sebelumnya lebih menekankan pada kekerasan baik
terhadap perempuan dewasa maupun anak perempuan.
Meskipun kekerasan terhadap anak perempuan lebih banyak
terjadi, tetapi kekerasan terhadap anak laki-laki juga dapat
melahirkan dampak psikologis dalam perkembangannya yang
mungkin berdampak pada perilaku yang buruk atau bahkan
melakukan tindak kekerasan ketika dewasa.1

Salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan adalah


pelecehan seksual. Dalam hal ini tidak ada perundangan yang
khusus mengatur mengenai pelecehan seksual. Namun dalam
KUHP terdapat ketentuan mengenai “perbuatan cabul”, yang
artinya yaitu perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan)
atau perbuatan keji yang terjadi di lingkungan nafsu birahi. Pasal-
pasal tersebut antara lain Pasal 281 dan Pasal 294 KUHP. Pasal
281 KUHP berbunyi:

1. Barangsiapa dengan sengaja merusak kesopanan di muka


umum.
2. Barangsiapa dengan sengaja merusak kesopanan di muka
orang lain yang kehadirannya di sana tidak dengan
kemauannya sendiri.

Selanjutnya pada Pasal 294 KUHP, secara lengkap berbunyi:

1. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya


yang belum dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak
peliharaannya atau dengan seorang yang belum dewasa yang
dipercayakan kepadanya untuk ditanggung, dididikatau dijaga
atau dengan bujang atau dengan orang sebawahnya yang
belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun;
2. Dengan hukuman yang serupa dihukum :
1) Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan
orang yang dibawah perintahnya atau dengan orang yang
dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga;
2) Pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor (opzichter) atau
bujang dalam panjara, rumah tempat melakukan pekerjaan
untuk negeri (landswerkinrichting), rumah pendidikan,
rumah piatu, rumah sakit jiwa atau balai derma, yang
melakukan pencabulan dengan orang yang di tempatkan di
situ.

Dalam KUHP yang sekarang berlaku masalah pelecehan


seksual tidak dikenal atau tidak diatur, tetapi bukan berarti pasal-
pasal dalam KUHP tidak bisa diterapkan terutama pasal tentang
kejahatan kesusilaan yaitu melalui doktrin
, pembatasan dalam penetapan suatu tindak pidana
dikemukakan oleh Herbert L. Packer bahwa
oleh
karenannya pernyataan pencelaan dapat dihubungkan dengan

4
Herbert L. Packer, “ ,
(1968), h. 362.
moral, dalam hal ini Barda Nawawi Arief, mengajukan pendapat
Alf Ross bahwa pencelaan (moral) pada hakekatnya merupakan
suatu bentuk reaksi yang berhubungan dengan tingkah laku
yang mempunyai fungsi mempengaruhi tingkah laku atau
mempunyai fungsi pencegahan.1

Jadi dari definisi-definisi di atas, kekerasan terhadap


perempuan merupakan kekerasan yang bersifat keras yang
dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan dan pada intinya
kekerasan terhadap perempuan pastinya akan berakibat pada
fisik maupun psikologis korban itu tersendiri. Adapun beberapa
aspek yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap
perempuan yang sering terjadi pada kalangan masyarakat saat
ini ialah adanya dugaan perselingkuhan, selain itu faktor lainnya
bisa saja disebabkan oleh ekonomi yang kurang stabil
(kemiskinan) dan faktor dari pernikahan dini. Untuk itu
pemerintah perlu adanya upaya perlindungan perempuan dari
tindak kekerasan.

B. UPAYA PERATURAN DAERAH KALIMANTAN BARAT NOMOR 3


TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARA N PERLINDUNGAN
PEREMPUAN DARI TINDAK KEKERASAN

Perlindungan perempuan adalah segala upaya yang ditujukan


untuk melindungi perempuan dan memberikan rasa aman dalam
pemenuhan hak- haknya dengan memberikan perhatian yang
konsisten dan sistematis untuk mencapai kesetaraan .5

Pasal 4 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 03


Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan
dari Tindak Kekerasan yang berbunyi:

5
Lihat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Ruang lingkup Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan
korban kekerasan meliputi :

a. Pencegahan;
b. Pelayanan/penanganan; dan
c. Pemberdayaan.

Dikemukakan oleh Nasry, pencegahan ialah mengambil


suatu tindakan yang diambil terlebih dahulu sebelum kejadian,
dengan didasarkan pada data atau keterangan yang bersumber
dari hasil analisis epidemiologi atau hasil pengamatan atau
1
penelitian epidemiologi. Menurut Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan
dari Tindak Kekerasan, upaya pencegahan yang dilakukan
ialah dengan membentuk jejaring kerja, melakukan koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi pencegahan kekerasan berdasarkan
pola kemitraan, membentuk sistem pencegahan kekerasan,
melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perlindungan perempuan korban kekerasan
dan memberikan pendidikan bagi perempuan korban
kekerasan melalui media Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE).

Selain pencegahan, yang kedua ialah pelayanan atau


penanganan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
penanganan memiliki satu arti yaitu penanganan dan berasal
dari kata dasar tangan. Penanganan juga dapat berarti proses,
cara, perbuatan menangani sesuatu yang sedang dialami.
Menurut Moenir dalam bukunya Manajemen Pelayanan Umum
Di Indonesia, pelayanan merupakan suatu proses pemenuhan
kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. 6 Jadi

6Moenir, “Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia”, Jakarta: Bumi Aksara, (2005), h. 35.
dapat diartikan bahwa penanganan ialah menyatakan sebuah
tindakan yang dilakukan dalam melakukan sesuatu, sedangkan
pelayanan ialah proses dari menyediakan sebuah usaha untuk
memenuhi kebutuhan seseorang melalui aktivitas yang
dilakukan.

Bentuk pelayanan atau penanganan terhadap korban tindak


kekerasan pada perempuan pada Peraturan Daerah
Kalimantan Barat Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dari Tindak
Kekerasan meliputi penanganan pengaduan, pelayanan
rehabilitasi Kesehatan atau medis, pelayanan rehabilitasi
sosial, pelayanan penegakan dan bantuan hukum, serta
pelayanan pemulangan dan reintegrasi sosial.

Selanjutnya pemberdayaan dalam upaya perlindungan


perempuan, Menurut Eddy Papilaya yang dikutip oleh Zubaedi,
bahwa Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun
kemampuan masyarakat, dengan mendorong, memptivasi,
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan
berupaya untuk mengembangkan potensi itu menjadi tindakan
nyata.1 Dikatakan oleh Zubaedi, bahwa Ginandjar
Kartasasmitha menyatakan bahwa pemberdayaan adalah
suatu upaya untuk membangun daya itu, dengan cara
mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya. 7 Dari kedua pendapat yang telah
dipaparkan dapat dikatakan bahwa pemberdayaan merupakan
suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok
melalui berbagai kegiatan

7 Ginandjar Kartasasmitha, “Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan


Pemerataan”, Jakarta: PT Pusaka Cisendo, (1996), h. 145.
pemberian ketrampilan, pengembangan pengetahuan,
penguatan kemampuan dan potensi yang mendukung agar
dapat terciptanya kemandirian, dan keberdayaan pada
masyarakat dari segi ekonomi, sosial, budaya, ataupun
pendidikan untuk membantu memecahkan berbagai masalah-
masalah yang dihadapi.

Adapun bentuk pemberdayaan terhadap korban tindak


kekerasan pada perempuan pada Peraturan Daerah
Kalimantan Barat Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dari Tindak
Kekerasan ialah dengan membentuk komunitas perempuan
korban kekerasan, pelatihan kerja, usaha ekonomi produktif
dan kelompok usaha Bersama, dan bantuan permodalan.

III. KESIMPULAN
Kekerasan terhadap perempuan merupakan kekerasan yang
dilakukan oleh laki-laki yang bersifat keras kepada perempuan. Pada
intinya kekerasan terhadap perempuan pastinya akan berakibat
pada fisik maupun psikologis korban (perempuan) itu tersendiri.
Adapun upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kalimantan
Barat terhadap korban kekerasan yang terjadi pada perempuan itu
tertuang dalam Pasal 4 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat
Nomor 03 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perlindungan
Perempuan dari Tindak Kekerasan ada tiga, yaitu pencegahan yang
dilakukan salah satunya dengan cara membentuk sistem
pencegahan kekerasan, pelayanan atau penanganan dengan cara
penanganan pengaduan dan pelayanan rehabilitasi kesehatan
ataupun medis, dan pemberdayaan yang dilakukan dengan cara
dengan membentuk komunitas perempuan korban kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arief, Barda Nawawi, 1986, Penetapan Pidana Penjara dalam Perundang-


undangan dalam rangka Usaha Penanggulangan Kejahatan, Bandung:
Disertasi, Unpad.

Carwoto, 2000, Mengungkap dan Mengeliminasi Kekerasan Terhadap Isteri,


Yogyakarta: Harmoni, Rifka Anisa.
Djannah, Fathul, 2002, Kekerasan terhadap Istri, Yogyakarta: LKIS.

Herbert L.Packer, 1968, , Stanford :


University PressStanford.

Moenir, 2005, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: Bumi


Aksara.

Nasry, Nur Noor, 2006, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta:


Rineka Cipta.

Said, Ali dkk., 2017, Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Di
Indonesia. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan
Perlindungan Anak.

Kartasasmitha, Ginandjar, 1996, Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan


Pertumbuhan dan Pemerataan, Jakarta: PT Pusaka Cisendo.

Zubaedi, 2007, Wacana Pembangun Alternatif: Ragam Prespektif


Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: Ar Ruzz Media.

Jurnal, Makalah, Artikel

Raharja, Endang, “Kekerasan Perempuan dan Anak”, (2005): h.1, diakses 25


Januari 2013. http://www. terangdunia.com
Wahyu, Tri Widiastuti, “Perlindungan Bagi Wanita Terhadap Tindak Kekerasan”
, Jurnal Wacana Hukum, Vol. VII, h. 32, 2008.

Peraturan Perundang- Undangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan


Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Peraturan Daerah Kalimantan Barat Nomor 03 Tahun 2015 Tentang


Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan Dari Tindak Kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai