Anda di halaman 1dari 7

KESETARAAN GENDER DAN KEKERASAN

TERHADAP PEREMPUAN DALAM KAJIAN


FEMINISME

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Disusun oleh:

Bennartho Denys Rapoho

17/414228/FI/04387

FAKULTAS FILSAFAT

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2018
I. PENGANTAR

Kasus kekerasan yang sering terjadi di Indonesia telah banyak


menimbulkan korban terutama kaum perempuan. Situasi tersebut tentunya
menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan, khususnya kaum Feminis.
Sebagai Feminis, mereka menganggap bahwa berbagai kasus Kekerasan
terhadap perempuan yang sering terjadi dewasa ini sangat tidak wajar. Hal
tersebut karena pada zaman milenial ini hak mengenai kesetaraan gender
telah gencar dilakukan di berbagai belahan dunia.
Stereotipe terhadap perempuan seperti lebih mudah dijelaskan
dengan berdasarkan pada wacana yang menempatkan perempuan pada
posisi yang negatif dan takberdaya. Masyarakat manapun, termasuk
Indonesia, masih memegang stereotip bahwa laki-laki berada di wilayah
kiri yaitu aktif, beradab, rasional, cerdas. Sedangkan perempuan di
wilayah kanan yaitu, pasif, dekat dengan alam, emosional, kurang cerdas
(Hartanto, 2007: 78).
Kasus kekerasan terhadap perempuan yang meningkat beberapa
tahun terakhir menjadi dasar penulis dalam penyusunan makalah berjudul
“Kesetaraan Gender Dan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Kajian
Feminisme”.
Penulis telah berusaha secara maksimal dalam menyusun makalah
ini. Kesempurnaan hanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan
kesalahan hanya berasal dari manusia. Seperti halnya makalah ini, penulis
menyadari beberapa kekurangan di dalamnya. Penulis berharap saran dan
kritik dari pembaca guna memperbaiki kesalahan yang ada untuk
pembuatan makalah ilmiah berikutnya.

2
II. KAJIAN FEMINISME TERHADAP KASUS KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA

A. Pengertian Feminisme
Feminisme adalah sebuah upaya keadilan gender yang menuntut
kita untuk membuat aturan yang adil, akan tetapi keadilan gender tidak
menuntut kita untuk memberikan hadiah bagi pemenang dan yang
kalah antara kaum laki-laki dan perempuan (Kholil, 2016: 1). Dari
pengertian etimologis, Feminisme adalah paham tentang wanita. Akan
tetapi, Feminisme juga mengandung unsur gerakan. Dikatakan gerakan
karena tujuan feminisme dimaksudkan agar pengalaman, identitas, cara
berpikir dan bertidaknya perempuan bisa dilihat sama seperti laki-laki
(Kholil, 2016: 2).
Secara umum, Feminisme berarti suatu gerakan atau kesadaran
yang berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan mengalami
diskriminasi dan berusaha untuk menghentikan diskriminasi tersebut
(Septilina, 2013: 8).
Feminisme hadir diantara munculnya ketidakadilan yang terjadi,
khususnya kepada kaum wanita. Paham ini merupakan suatu
keharusan zaman yang semakin berkembang terutama pemikiran dan
budaya sosial.
Feminis pertama telah mengatakan adanya praktik pembodohan
terhadap perempuan yang disebabkan oleh tradisi masyarakat yang
menjadikan perempuan sebagai makhluk yang tersubordinasi (Kholil,
2016: 3). Beberapa agama dan budaya bahkan telah mengatur sistem
strata sosial tersebut berdasarkan kodratnya. Akan tetapi seiring
berkembangnya zaman, muncullah beberapa pemikiran yang
mengkritisi hal tersebut. Pemikiran tersebut menjelaskan bahwa kodrat
manusia adalah sama. Hal tersebut dilandasi dengan adanya Hak Asasi
Manusia.

3
4

B. Kekerasan Terhadap Perempuan


Kekerasan merupakan sebuah terminologi yang sarat dengan arti
dan makna “derita”, baik dikaji dari perspektif psikologik maupun
hukum, bahwa di dalamnya terkandung perilaku manusia
(seseorang/kelompok orang) yang dapat menimbulkan penderitaan
bagi orang lain (Pasalbessy, 2010: 9). Dalam Feminisme, tindak
kekerasan sudah mendapatkan kecaman yang sangat serius. Apalagi
jika korbannya adalah kaum wanita. Hal ini sangat bertentangan
dengan konsep dasar Feminisme yang menjunjung sikap-sikap
perempuan yaitu, kasih sayang, lemah lembut, dan peduli.
Pada tahun 1993, Sidang Umum PBB mengadopsi deklarasi yang
menentang kekerasan terhadap perempuan―yang telah dirumuskan
tahun 1992 oleh Komisi Status Perempuan PBB―di mana dalam pasal
1 disebutkan bahwa, “kekerasan terhadap perempuan mencakup setiap
perbuatan kekerasan atas dasar perbedaan kelamin, yang
mengakibatkan kerugian atau penderitaan terhadap perempuan baik
fisik, seksual maupun psikis, termasuk ancaman perbuatan tersebut,
paksaan dan perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik
yang terjadi dalam kehidupan yang bersifat publik maupun privat”
(Pasalbessy, 2010: 9).
Bahkan secara jelas pengertian kekerasan ini kemudian dapat
dilihat di dalam Konvensi Tentang Penyiksaan dan Perilaku Kejam,
Tak berperikemanusiaan dan merendahkan, yang diratifikasi pada
bulan Nopember 1998, disebutkan bahwa, “... Torture ... means any
act by which severe pain or suffering whether physical or mental, is
intentionally inflicted on a person ...”. Demikian juga di dalam laporan
Wolrd Conference (1995) di Beijing, pada butir 113 dirumuskan
bahwa kekerasan terhadap perempuan sebagai “Setiap tindakan
berdasarkan gender yang menyebabkan atau dapat menyebabkan
kerugian atau penderitaan fisik, seksual atau psikologis terhadap
perempuan, termasuk ancaman untuk melakukan tindakan tersebut,
5

pemaksaan atau perampasan kemerdekaan, baik yang terjadi dalam


kehidupan masyarakat atau pribadi” (Pasalbessy, 2010: 9).
Dengan alasan apapun, Kekerasan terhadap perempuan sangat
tidak dibenarkan. Dalam Hak Asasi Manusia sudah jelas bahwa
perempuan juga memiliki posisi yang setara dengan manusia yang lain.
Dengan kata lain, diskriminasi yang berujung pada kekerasan
merupakan suatu tindak pidana. Pentingnya pemahaman penegak
hukum khususnya mengenai pengalaman perempuan secara kongkret
dalam hal berhadapan dengan hukum. Peningkatan pemahaman akan
membawa kepada adanya perubahan budaya penegak hukum dalam
menerapkan hukum dan memberikan pertimbangannya. Dengan
adanya budaya yang lebih setara antara perempuan dan laki-laki maka
diharapkan keadilan oleh kaum perempuan akan lebih cepat tercapai
(Marhumah, 2008: 301).

C. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan


Suatu tindak kekerasan tidak hanya berakhir pada hukum yang
berlaku. Dalam hal ini, sebagai korban kekerasan pastinya
mendapatkan dampak secara langsung maupun tidak dari kejadian
tersebut, seperti halnya trauma atau luka fisik.
Sering juga muncul persepsi bahwa seorang perempuan yang
menjadi korban akan berpikir bahwa ia mempunyai andil terhadap
suatu kejahatan, walaupun sebenarnya tidak demikian. Contohnya
pemerkosaan, seorang perempuan korban pemerkosaan cenderung
untuk menyimpan dukanya―psikis dan fisik―karena mungkin ia
menganggap bahwa kedatangannya ke lembaga penegak hukum hanya
akan menimbulkan viktimisasi ganda pada dirinya (Pasalbessy, 2010:
11).
III. SIMPULAN

Feminisme bertujuan untuk menyetarakan hak antara laki-laki dan


wanita sehingga tidak terjadi diskriminasi. Dalam upaya tersebut masih
terdapat beberapa kasus kekerasan―terhadap perempuan―yang
membuktikan bahwa kesetaraan hak tersebut belum tercapai.
Kekerasan terhadap perempuan dapat berdampak buruk bagi korban,
baik secara psikis maupun fisik. Perlu adanya perlakuan hukum secara
khusus terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan. Hal tersebut
dilandasi dengan penjelasan kodrat perempuan dalam pandangan
Feminisme yang memiliki perasaan dan perilaku khusus seperti , kasih
sayang, lemah lembut, dan peduli.
Penekanan pertama terdapat pada sistem hukum yang berlaku
mengenai kasus kekerasan terhadap perempuan. Diperlukan perlakuan
hukum secara khusus terhadap korban―wanita―dalam suatu kasus
kekerasan. Penekanan kedua yaitu peningkatan kesadaran terhadap
kesetaraan hak―antara laki-laki dan perempuan―oleh masyarakat umum
sehingga dapat menghindari adanya diskriminasi atau tindakan kekerasan
terhadap perempuan khususnya.

6
DAFTAR PUSTAKA

Hartanto, Deddi Duto, 2007, Representasi Stereotype Perempuan Dalam Iklan


Layanan Masyarakat “Sahabat Peduli Anti Kekerasan Dalam Rumah
Tangga”, Universitas Kristen Petra Surabaya, Surabaya, hal. 78
Kholil, Muhammad, 2016, Feminisme dan Tinjauan Kritsis Terhadap Konsep
Gender Dalam Study Islam, FAI-UIM Pamekasan, Madura, hal. 1-3
Marhumah, Ema, 2008, HAM Perempuan (Kritik Teori Hukum Feminis Terhadap
KUHP, Refika Aditama, Bandung, hal. 301
Pasalbessy, Jhon D, 2010, Dampak Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan
Anak Serta Solusinya, Universitas Pattimura, Ambon, hal. 9-11
Septilina, Priza Adhe, 2013, Citra Tokoh Utama Perempuan dan Ketidakadilan
Gender Dalam Roman Leyla Karya Feridun Zaimoglu: Analisis Kritik
Sastra Feminis, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, hal. 8

Anda mungkin juga menyukai