Anda di halaman 1dari 3

Contoh Kasus dan Pembahasan

A. Kasus 1

Habis bakar terbitlah sawit

PALANGKARAYA - Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Dr Hasril Siregar


mengungkapkan, secara teknis budidaya kelapa sawit, lahan yang baru saja terbakar tidak baik
untuk ditanami. Sehingga dia menyangsikan ada pihak yang sudah melakukan penanaman benih
sawit di lahan yang baru saja terbakar, seperti yang ramai diberitakan di kawasan konservasi
orangutan (arboretum) Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Menurutnya, penanaman bibit
kelapa sawit pada lahan yang tidak terbakar saja harus memenuhi syarat cukup air. Syarat
itupun, menurut Hasril, belum cukup. Sebab penanaman bibit sawit di lahan yang cukup hujan
juga harus mengikuti teknis pemancangan, pelubangan terbuka sekitar 1 minggu dan diberi
pupuk dasar jenis phosfat.  Kecurigaan Hasril Siregar pun terbukti sebagai penjelasan atas
pemberitaan mengenai penanaman sawit di lahan yang baru terbakar beberapa waktu yang lalu.
Ternyata lahan yang ditanami sawit oleh masyarakat di Jalan Tjilik Riwut KM 26 tersebut telah
dibakar pada April lalu, atau sudah sekitar lima bulan yang lalu. Sementara lahan yang baru
terbakar tersebut berada di Jalan Tjilik Riwut KM 27.

Pria asli suku Dayak ini menegaskan, bahwa lahan yang dibakarnya bukanlah milik
perusahaan. Lahan yang dibakar tersebut adalah bagian dari kearifan lokal masyarakat Dayak
yang sudah dilakukan turun temurun.

Pembahasan:
Menurut kami kasus pembakaran hutan lalu ditanami dengan bibit kelapa sawit jelas – jelas
melanggar aturan, baik aturan adat setempat dan aturan hukum. Seperti yang kita ketahui bahwa
lahan yang di bakar tersebut erat kaitannya dengan kearifat local masyarakat Dayak, dan dari
keraifan local di bali kasus pembakaran hutan tersebut melanggar Tri Hita Karana yaitu
Palemahan. Palemahan adalah hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan,
melihat kasus diatas sudah jelas bahwa tidak ada hubungan yang harmonis anara manusia dengan
lingkungan, malah justru sebaliknya manusia merusak alam yang nantinya akan menyebabkan
ketidakseimbangan ekosistem.

B. Kasus 2
Pencemaran Limbah diteluk Jakarta

Pencemaran laut menurut PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan
atau Perusakan Laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan
atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku
mutu dan atau fungsinya. Komponen-komponen yang menyebabkan pencemaran laut seperti
partikel kimia, limbah industri, limbah pertambangan, limbah pertanian dan perumahan,
kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) di dalam laut yang berpotensi memberi
efek berbahaya. Teluk Jakarta salah satu kawasan dengan pencemaran laut terparah. Warna air
laut di teluk ini semakin menghitam dan sampah yang rapat mengambang di permukaan air.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyebutkan pencemaran itu berasal dari limbah
domestik dan industri yang dibawa 13 sungai bermuara di sana. Pencemaran juga terjadi di
Taman Nasional Pulau Seribu.
LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bahkan menyebutkan telah menemukan
gumpalan minyak di 78 pulau sejak 2003. Menurut sumber bahwa pencemaran Teluk Jakarta
bukan hanya berasal dari darat, karena memang ada banyak sekali sungai yang bermuara ke
teluk ini. Saat ini diprediksi terdapat 14 ribu kubik sampah dari limbah rumah tangga dan
limbah industri, yang mencemari teluk seluas 2,8 kilometer persegi itu. Seluruh limbah tersebut
mengalir melalui 13 anak sungai yang bermuara di teluk tersebut. Jika hal tersebut tidak segera
ditangani, dikhawatirkan akan mengancam kelestarian hutan bakau dan terumbu karang.
Bahkan jumlah produksi ikan dan budi daya laut lainnya pun menurun drastis hingga 38 persen
dari biasanya. Sumber lain yang dikutip dari Republika mengatakan bahwa Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), menyatakan 80 persen lingkungan di perairan Teluk
Jakarta tercemar berat karena limbah industri dan rumah tangga yang di buang ke sungai.
Selain itu, pencemaran berat terutama di kawasan laut dekat muara sungai ini berasal dari
limbah industri yang berlebihan, ekploitasi minyak dan gas bumi di lautan. pencemaran dari
partikel kimia, limbah industri, limbah pertanian dan perumahan merusak lingkungan dan
ekosistem laut dan sungai dan kesejahteraan masyarakat di kawasan pesisir karena populasi
ikan yang semakin berkurang.

Pembahasan :
Hampir 80% air di teluk Jakarta telah mengalami pencemaran. Hal tersebut tentunya akan
berakibat pada kerusakan pada sumber daya hayati di dalamnya, seperti warna air yang
berubah kecoklatan, ikan-ikan mati, dan banyaknya makhluk hidup yang mati akibat limbah
tersebut. Selain berdampak pada lingkungan, pencemaran juga memberikan dampak pada
masyarakat sekitarnya. Apabila masyarakat setempat mengkonsumsi ikan maupun
menggunakan air yang telah tercemar tersebut maka akan berdampak pada kesehatan. Hal
tersebut tentu sudah menjadi perhatian serta tanggung jawab kita semua. Oleh karena itu,
hendaknya kita sebagai manusia sudah sepantasnya dan selayaknya menjaga lingkungan kita.
Tindakan yang dapat kita lakukan diantaranya tidak membuang sampah ke sungai yang dapat
menyebabkan pencemaran yang berdampak pada kerusakan sumber daya hayati. selain
masyarakat, peran pemerintah juga sangat berpengaruh. Salah satunya adalah dengan
menindaklanjuti segala kegiatan yang dapat berakibat terjadinya pencemaran tersebut dengan
memberikan efek jera kepada perusahaan maupun masyarakat yang melakukan tindakan yang
berakibat meruguikan serta merusak lingkungan. Kasus diatas berkaitan dengan Tri Hita
karana yaitu Palemahan, masyarakat bukannya menjaga lingkungan tapi malah merusaknya
dengan melakukan hal – hal yang merugikan.

Anda mungkin juga menyukai