PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan hidup sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha
Kuasa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan
dalam segala aspek dan sesuai dengan kehidupan wawasan Nusantara. Dalam
rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan
umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk
mencapai kebahagian hidup berdasarkan Pancasila. Oleh Sebab itu, perlu
dilaksanakan pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup, berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh
dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa
depan. Untuk itu dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan
hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.1
Penegakan hukum lingkungan menurut Hamzah dikatakan bahwa
penegakan hukum lingkungan menurut Nottie Handhaving Milieurecht (1981)
ialah pengawasan dan penerapan atau ancaman, penggunaan instrument
administratif, kepidanaan atau keperdataan dicapailah penataan ketentuan
hukum dan peraturan yang berlaku umum dan individual. Pengawasan
(controle) berarti pengawasan pemerintah untuk ditaatinya pemberian
peraturan yang sejajar dengan penyidikan hukum pidana.2
Lingkungan hidup yang terganggu keseimbangannya perlu
dikembalikan fungsinya sebagai kehidupan dan memberi manfaat bagi
kesejahteraan masyarakat dan keadilan antar generasi dengan cara
meningkatkan pembinaan dan penegakan hukum.
1
A`an Efendi,SH, MH , Penyelesaian Sengketa Lingkungan ,CV. Mandar Maju,2012
Bandung, hlm. 35
2
R.M. Gatot P. Soemartono. Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996,
hlm. 31
1
Selama tahun 1984-1997 saja misalnya laju kerusakan hutan sudah
mencapai 16,57 juta hektar pertahun. Ini berarti bahwa setiap tahun ada sekitar
2.586.500 hektar hutan yang rusak. Selain itu kebakaran dan pembakaran
hutan selang 1997-1998 telah menghabiskan kurang lebih 10 juta hektar
hutan. Belum lagi soal kasus kehutanan (illegal logging), penambangan emas
tanpa izin, pencemaran industri oleh perusahaan, perusakan hutan
bakau,pencemaran limbah rumah tangga, pertambangan liar dan masih banyak
lagi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa maksud hukum lingkungan?
2. Bagaimana sarana penegakan hukum lingkungan ?
3. Apa saja kendala dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hukum lingkungan
2. Untuk mengetahui bagaimana sarana penegakan hukum lingkungan
3. Untuk mengetahui apa saja kendala dalam penegakan hukum lingkungan
di Indonesia
3
Modul Pengetahuan dan Hukum Lingkungan PTIK,2007. Hlm. 19
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
Undang-Undang Dasar 1945,Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)
3
Pasal 84 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 85 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 86 ayat (1),
(2) dan (3), Pasal 87 ayat (1), (2), (3) dan (4), yang pengaturannya secara
konkrit akan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan perundang undangan.
Hukum Perdata Lingkungan merupakan hukum antar perorangan yang
merupakan hak dan kewajiban orang satu terhadap yang lain, maupun kepada
Negara, khususnya dalam peran sertanya bagi pelestarian kemampuan
lingkungan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur didalam BAB X tentang Hak,
Kewajiban dan Larangan Pasal 65 Ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6), Pasal 66,
Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69 ayat (1) dan (2), dan BAB XI tentang Peran
Masyarakat Pasal 70 ayat (1), (2) dan (3).
Hukum Pidana Lingkungan menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
dilarang dalam kaitannya dengan Lingkungan Hidup, siapa sajakah yang dapat
dipidana dan menetapkan sanksi-sanksi tentang pelanggaranya. Didalam UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
diatur dalam BAB XV tentang Ketentuan Pidana yaitu Pasal 97, Pasal 98 ayat
(1), (2) dan (3), Pasal 99 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 100 ayat (1) dan (2), Pasal
100 ayat (1) dan (2), Pasal 101, Pasal 102, Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105,
Pasal 106, Pasal 107, Pasal 108, Pasal 109, Pasal 110, Pasal 111 ayat (1) dan
(2), Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116 ayat (1) dan (2),
Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120 ayat (1) dan (2).5
Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap
Perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang kegiatan, diwajibkan
melakukan hal-hal berikut ini.
a. Perusahaan wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup ( Pasal 22 ayat (1),dan (2), Pasal 23 ayat (1) dan (2), Pasal 24, Pasal
25, Pasal 26 ayat (1), (2), (3) dan (4), Pasal 27, Pasal 28 (1), (2), (3) dan
(4), Pasal 29 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 30 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 31,
Pasal 32 (1), (2) dan (3) dan pasal 33 UU No. 32 Tahun 2009 tentang
5
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , hlm.
63-82
4
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ). Analisis mengenai
dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaran usaha dan atau kegiatan ( Pasal 1 angka 11 UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup ). Hal-hal yang dianalisis meliputi:
1) Iklim dan Kualitas Udara.
2) Fisiologi dan Geologi.
3) Hidrologi dan kualitas air.
4) Ruang, lahan dan tanah.
5) Flora dan Fauna.
6) Sosial ( Demografi, Ekonomi, Sosial Budaya ) dan Kesehatan
Masyarakat.
b. Setiap usaha dan / atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib
Amdal, wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup yang disebut UKL-UPL ( Pasal 34 ayat (1)
dan (2), Pasal 35 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ).
c. Perusahaan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: Menghasilkan,
Mengangkut, Mengedarkan, Menyimpan, Menggunakan dan atau
Membuang BAB VII tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
serta Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ( Pasal 58 ayat (1) dan (2),
Pasal 59 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) dan (7) UU No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ).
Disamping kewajiban itu, perusahaan juga dilarang:
a. Melanggar Baku Mutu dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan
Hidup ( Pasal 20 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Pasal 21 ayat (1),
(2), (3) dan (4) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ).
5
Adapun Peraturan-Peraturan yang berkaitan dengan Hukum
Lingkungan Indonesia antara lain adalah sebagai berikut:
1. UU No. 4 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
2. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
3. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
4. UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
5. UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
6. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
7. PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.
8. PP No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau
Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan
dan atau Lahan.
9. PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
10. Dan masih banyak lagi peraturan yang berkaitan dengan Hukum
Lingkungan.
6
ada warga yang ternganggu kesehatannya akibat pencemaran dan atau
perusakan lingkungan hidup maka Kepala Daerah atau pihak yang
berkepentigan dapat mengajukan usul pencabutan izin usaha kepada pejabat
yang berwenang.6
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 76 ayat ( 2 ) Sanksi administratif terdiri atas :
a. Teguran tertulis.
b. Paksaan Pemerintah.
c. Pembekuan izin lingkungan.
d. Pencabutan izin lingkungan.
Disamping pengawasan administratif, kepada pengusaha hendaknya
ditanamkan konsep pencegahan pencemaran menguntungkan ( Polition
Provention Pays ). Konsep ini yaitu menekankan kepada upaya pencegahan
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dalam proses produksi dengan
penerapkan teknologi lebih bersih sehingga tercapai peningkatan efisiensi dan
efektifitas produksi yang kemudian meningkatkan keuntungan perusahaan
disamping ikut menjaga lingkungan hidup.7
2. Sarana Perdata
Sarana perdata merupakan tindakan hukum yang kedua yang diberikan
terhadap perusahaan yang melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan.
Terhadap penyelesaian sengketa lingkungan hidup untuk menggugat ganti
kerugian dan atau biaya pemulihan lingkungan hidup, terdapat dua jalur (
Pasal 84 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ) yaitu :
a. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan.
b. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan menurut
Pasal 85 dan Pasal 86 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
6
Ali Azar,2007.Upaya penegakan hukum terhadap Kerusakan lingkungan Hidup, hlm. 46
7
Op,cit. Hlm. 47
7
Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa penyelesaian sengketa
lingkungan hidup diluar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan / mengenai
tindakan tertentu guna menjamin tidak terjadinya atau terulangnya dampak
negative terhadap lingkungan hidup. Hal ini dilakukan secara sukarela oleh
pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang dirugikan dan yang
mengakibatkan kerugian, instansi pemerintah yang terkait serta dapat pula
melibatkan pihak yang mempunyai kepedulian terhadap pengelolaan
lingkungan hidup. Penyelesaian melalui cara ini dilakukan dengan cara
mediasi lingkungan, akibat hukum mediasi lingkungan yang oleh para pihak
biasanya dituangkan dalam bentuk persetujuan mediasi tertulis yang dianggap
berkekuatan hukum sebagai kontrak yang tunduk pada ketentuan BW.8
3. Sarana Pidana
Sarana pidana merupakan aspek tindakan hukum yang terakhir. Sanksi
pidana diberikan terhadap perusahaan yang melakukan pencemaran dan
perusakan lingkungan, mempunyai fungsi untuk mendidik perusahaan
sehubungan dengan perbuatan yang dilakukan, terutama ditujukan terhadap
perlindungan kepentingan umum yang dijaga oleh ketentuan hukum yang
dilanggar tersebut. Selain itu fungsinya juga untuk mencegah atau
menghalangi pelaku pontensial agar tidak melakukan perilaku yang tidak
bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup.
Untuk bisa menjatuhkan pidana untuk kasus lingkungan pada
perusahaan maka juga berlaku peraturan-peraturan seperti kasus pidana
lainnya yaitu asas legalitas maksudnya harus berdasarkan hukum yang ada
pada saat perbuatan itu dilakukan dan harus terbukti kesalahannya.
Ancaman pidana sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup adalah
pidana penjara dan denda. Selain itu ada pidana tambahan atau tindakan tata
tertib terhadap badan usaha Pasal 119 UU No.32 Tahun 2009 berupa :
1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.
8
Rina Suliastini,2009.Perbandingan UU No 23/1997 dengan UU No 32 /2009
8
2. Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan / atau kegiatan.
3. Perbaikan akibat tindak pidana.
4. Pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak.
5. Penempatan Perusahaan dibawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.9
9
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup, Pasal
119
9
menjadi faktor kendala yang sangat dominan dalam upaya untuk menciptakan
kesamaan presepsi penanganan perkara lingkungan.
3. Fasilitas dan Sarana
Fasilitas dan sarana adalah alat untuk mencapai tujuan penegakan hukum
lingkungan. Ketiadaan atau keterbatasan fasilitas dan sarana penunjang
(termasuk dana), akan sangat mempengaruhi keberhasilan penegakan hukum
lingkungan. Bahwa kenyataan menunjukan dalam penanganan kasus-kasus
lingkungan akan melibatkan berbagai perangkat berteknologi canggih
(peralatan laboratorium), yang untuk kepentingan operasionalisasinya
memerlukan tenaga ahli dan biaya cukup mahal.
4. Perizinan
Perizinan mememang menjadi salah satu masalah yang lebih banyak
memberi peluang bagi berkembangnya masalah lingkungan ketimbang
membatasinya. Sebab Pasal 36 UU No. 32 Tahun 2009 masih bisa dilewati
begitu saja oleh pengusaha, apalagi jika izin yang dimaksud adalah izin yang
diberikan oleh Departemen Perindustrian, setelah sebuah perusahaan siap
berproduksi.
5. Sistem AMDAL
Dalam prakteknya, AMDAL lebih mengarah pada penonjolan
pemenuhan ketentuan administratif daripada subtantifnya. Artinya pesatnya
permintaan akan AMDAL merupakan mata rantai kewajiban dalam urusan
perizinan dalam suatu usaha atau dipandang sebagai performa untuk
mendapatkan akad kredit atau izin investasi.
6. Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Lingkungan
Kepatutan dan ketaatan kepada ketentuan hukum (lingkungan),
merupakan indikator kesadaran hukum masyarakat. Peranserta masyarakat,
menurut undang-undang pengelolaan lingkungan hidup merupakan komponen
utama, disamping keberadaan penegak hukum, untuk tercapainya tujuan
hukum melalui sarana penegakan hukum, dengan cara melakukan penegakan
hukum lingkungan hidup.
10
Kesadaran hukum lingkungan suatu masyarakat berawal-mula pada citra
masyarakat terhadap lingkungan hidupnya. Bila citra lingkungan seseorang
negatif, dalam arti tidak memahami dan menghayati betapa pentingnya
kelestarian lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup dan kehidupan, maka
cenderung bersikap masa bodoh terhadap lingkungan. Masih terbatasnya
kesadaran hukum masyarakat terhadap lingkungan disebabkan keawaman
masyarakat terhadap aspek lingkungan dan tidak mengetahui akibat yang akan
timbul bila melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan.10
Citra masyarakat terhadap lingkungan dan kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan dapat dibina dan ditingkatkan melalui usaha-usaha
seperti penyuluhan, bimbingan, teladan dan keterlibatan masyarakat dalam
penanggulangan masalah lingkungan. Untuk itu, peningkatan kegiatan
penegakan hukum yang berdimensi edukatif-persuasif dan preventif perlu
ditingkatkan dan digalakan lagi.11
10
Danusaputro, Munadjat. Hukum Lingkungan, Buku I Umum, Binacipta, Bandung.
1981,hlm.72
11
Ali Azar,2007.Upaya penegakan hukum terhadap Kerusakan lingkungan Hidup. Hlm.
52
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum lingkungan adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang
tingkah laku orang tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadap
lingkungan, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan
suatu sanksi oleh pihak yang berwenang.
Sarana penegakan hukum yang diberikan terhadap perusahaan yang
melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan terdiri dari aspek
administrasi, aspek perdata, aspek pidana.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pasal 76 ayat (2) Sanksi administratif terdiri atas :
Teguran tertulis., Paksaan Pemerintah, Pembekuan izin lingkungan,
Pencabutan izin lingkungan. Terhadap penyelesaian sengketa lingkungan
hidup untuk menggugat ganti kerugian dan atau biaya pemulihan lingkungan
hidup, terdapat dua jalur (Pasal 84) yaitu : Penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan, Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui
pengadilan. Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh atas nama
badan usaha atau perusahaan maka tuntutan pidana dan sanksi pidana
dijatuhkan kepada badan usaha atau orang yang memberi perintah untuk
melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai
pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut (Pasal 116 ayat (1) dan (2)).
Ancaman pidana sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal adalah pidana
penjara dan denda. Selain itu ada pidana tambahan atau tindakan tata tertib
terhadap badan usaha Pasal 119 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Faktor kendala dan hambatan dalam penegakan hukum terdiri dari
beberapa faktor yaitu : Sarana Hukum, Aparat Penegak Hukum, Fasilitas dan
Sarana, Perizinan, Sistem AMDAL, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap
Lingkungan.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN
Dosen :
MHD. ANSORI, S.H.,M.H.
Disusun Oleh :
TEGUH PITRIANDI
NPM : 1500874201002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BATANGHARI JAMBI
2017/ 2018
14
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt, atas anugerah yang diberikan
kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum
Lingkungan yang diberi judul Penegakan Hukum Lingkungan
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini adalah jauh dari
kesempurnaan, laksana setitik air di samudera yang luas, ini tidak lain karena
kekurang mampuan dari penulis dalam menganalisa data yang ada dan
keterbatasan bacaan atas literatur-literatur hukum, namun demikian ini merupakan
usaha yang sungguh-sungguh dari penulis. Oleh karena itu untuk kesempurnaan
tulisan ini, saran dan kritik konstruktif senantiasa penulis harapkan.
Akhir kata panulis mengucapkan terima kasih pada para Dosen atas ilmu
pengetahuan yang telah diberikan, semoga menjadi amal jariyah di sisi Allah
SWT. Amin !
Jambi, 02 November 2017
Teguh Pitriandi
Penulis
i
15
DAFTAR ISI
ii 16