Anda di halaman 1dari 10

45

MANAJEMEN EKOREGION MELALUI PEMBERDAYAAN DAN


PEMELIHARAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM RANGKA
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
(Suatu Tinjauan Tentang Green Economic)


IAN NURPATRIA SURYAWAN

STIE TRISAKTI
ian_nurpatria@yahoo.com


Abstrak
Menurut Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH) Ekoregion didefinisikan sebagai wilayah geografis yang
memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia
dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Semua
kegiatan ekonomi yang mengandalkan sumber daya alam harus berbasis ekoregion
dimana setiap kegiatan eksplorasi sumber daya alam harus melalui tahapan AMDAL,
karena banyak korporasi yang menyalahgunakan arti dari Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan konsep hak menguasai negara dan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang dalam operasionalisasinya diwujudkan
dalam berbagai undang-undang seperti: UUPA, UU Kehutanan, UU Pertambangan, dan
lain-lain, dengan mengatas-namakan tanah negara, hutan negara dan sebagainya
secara langsung atau tidak langsung telah mengurangi hak masyarakat adat/lokal untuk
mengambil manfaat dari sumber daya alam yang bersangkutan.

Kata Kunci: Green Economic, Manajemen, Ekosistem, Bioregion, Ekoregion, AMDAL.

PENDAHULUAN
Green Economic merupakan bagian
dari kegiatan ekonomi kemasyarakatan yang
mengandalkan sumber daya alam tetapi tanpa
merusak sumber daya alam tersebut. Kegiatan
perekonomian tersebut dapat berupa kegiatan
pertambangan, penggunaan tanah kawasan
hutan dan lain-lain. Menurut Biro Lingkungan
dan Teknologi DPE (1998, 7) berbagai kegiatan
yang mengeksploitasi sumberdaya alam banyak
menimbulkan kerusakan serta pencemaran
lingkungan yang mana pencemaran tersebut
selanjutnya akan menimbulkan dampak turunan
yang akhirnya dapat menimbulkan persepsi
negatif masyarakat. Untuk menyikapi hal ini,
sebenarnya Pemerintah Indonesia telah menaruh
perhatian secara khusus terhadap masalah
pencemaran lingkungan yang ditandai dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan
Hidup yang telah disempurnakan dengan Un-
dang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan telah di-
sempurnakan lagi dengan Undang-Undang No.
32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Penge-
lolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Terdapat
strategi pengelolaan lingkungan hidup yang
merupakan upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksa-
naan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan
pengendalian lingkungan hidup.
Media Bisnis Maret

46
Lingkungan hidup sendiri memiliki arti
kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup, temasuk manusia
dan perilakunya yang mempengaruhi kelang-
sungan peri kehidupan dan kesejahteraan ma-
nusia serta makhluk hidup lain.
Menurut Semendawai (2005) terdapat
banyak pemberitaan di berbagai media massa
yang mengulas tentang korporasi yang melaku-
kan kejahatan sekarang ini bukanlah hal yang
langka. Menurut Kepala Divisi HUKAMAS Perum
Perhutani (2010, 145) banyak bentuk kejahatan
yang dilakukan oleh korporasi termasuk peru-
sakan lingkungan hidup dimana bentuk kejahatan
yang dilakukan oleh korporasi ini ternyata tidak
hanya terjadi pada masa-masa sekarang saja,
tetapi sudah berlangsung sejak lama, seperti
banyaknya gangguan yang dihadapi oleh Perum
Perhutani dalam mengelola kawasan hutan,
mulai dari pencurian sampai dengan penjarahan
hutan dan banyaknya gugatan dari masyarakat.
Bethan (1998, 28) menyatakan tentang teori
pertanggungjawaban pidana korporasi yang
dilahirkan dalam rangka menghentikan atau
menghukum korporasi yang melakukan tindak
pidana, seperti teori identification doctrine,
aggregation doctrine yang lahir jauh pada awal
abad ke-20, maka dari itu untuk menghilangkan
pencemaran, maka pemerintah pusat melalui
pemerintah daerah setempat mengharuskan
setiap korporasi yang melakukan penambangan
harus membuat dokumen tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
mana wajib dilakukan secara penuh, artinya
setiap tahap yang ada dalam AMDAL harus
disusun secara cermat sesuai dengan situasi
dan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Hal
tersebut didukung oleh Departemen Pertam-
bangan dan Energi (1995, 236) yang menyata-
kan bahwa masalah lingkungan yang dapat
timbul akibat usaha eksplorasi sumber daya
alam seperti pertambangan memang beraneka
ragam sifat dan bentuknya, seperti: Usaha
pertambangan dalam waktu yang relatif singkat
dapat mengubah bentuk topografi dan keadaan
muka tanah (landimpact) sehingga akan dapat
mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi
daerah sekitarnya: (1) Usaha pertambangan
dapat menimbulkan berbagai macam gangguan
antara lain; pencemaran akibat debu dan asap
yang mengotori udara dan air, limbah air, tailing
serta buangan tambang yang mengandung zat-
zat beracun. Gangguan juga berupa suara
bising dari berbagai alat berat, suara ledakan
eksplosive (bahan peledak) dan gangguan lain-
nya; (2) Pertambangan yang dilakukan tanpa
mengindahkan keselamatan kerja dan kondisi
geologi lapangan, dapat menimbulkan tanah
longsor, ledakan tambang, keruntuhan tambang
dan gempa.
Banyak korporasi yang menyalahguna-
kan arti dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945 yang berkaitan dengan konsep
hak menguasai negara dan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat, yang dalam
operasionalisasinya diwujudkan dalam berbagai
undang-undang seperti: UUPA, UU Kehutanan,
UU Pertambangan, dan lain-lain, dengan meng-
atasnamakan tanah negara, hutan negara dan
sebagainya secara langsung atau tidak langsung
telah mengurangi hak masyarakat adat/lokal
untuk mengambil manfaat dari sumber daya
alam yang bersangkutan.Green economic belum
dianggap perlu oleh para korporasi.
Menurut Siswanto (2005, 31) upaya
pelestarian terhadap masalah lingkungan hidup
sangat kompleks dan pemecahan masalahnya
memerlukan perhatian yang bersifat kompere-
hensif dan menjadi tanggungjawab pemerintah
yang didukung pertisipasi masyarakat sehingga
pengelolaan lingkungan hidup harus berdasar-
kan pada dasar hukum yang jelas dan menye-
luruh sehingga diperoleh suatu kepastian hukum.

PEMBAHASAN
Bethan (2008, 26-27) menegaskan as-
pek fundamental yang melandasi prinsip hukum
pelestarian fungsi lingkungan hidup seperti yang
telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH),
yaitu AMDAL yang memiliki kekuatan untuk
membantu mengidentifikasi, menganalisis dan
2012 Ian Nurpatria Suryawan


47
memberi solusi dalam pencegahan pencemaran
lingkungan hidup. Munn (dalam Soemartono,
1996) memiliki pernyataan bahwa AMDAL
merupakan alat untuk memperkirakan, menilai,
dan mengkomunikasikan dampak lingkungan
dari suatu proyek. Sementara Hardjasoemantri
(2009, 252) berpendapat bahwa AMDAL adalah
suatu studi tentang dampak yang telah direnca-
nakan dari kegiatan yang dilakukan terhadap
lingkungan hidup yang dibutuhkan bagi peng-
ambilan keputusan. Zaidun (2008, 27) mema-
parkan perspektif AMDAL terkait dengan strategi
perencanaan pembangunan yang menyatakan
posisi AMDAL merupakan suatu fase mekanis-
me yang berperan sebagai alat penyaring atas
perencanaan suatu kegiatan pembangunan
agar dapat tetap selaras dengan strategi dan
kebijakan pembangunan nasional yang terpadu
sehingga menempatkan posisi AMDAL sebagai
salah satu perangkat dalam pengelolaan ling-
kungan. AMDAL memiliki peran yang strategis
dalam pemanfaatan sumber daya lingkungan
hidup.
AMDAL memiliki peran ganda, yang
mana AMDAL berfungsi melestarikan lingkung-
an hidup dan membuat masyarakat menjadi
hidup lebih menghargai lingkungan walaupun
mata pencahariannya menjadi penambang.
Drupsteen (dalam Hardjasoemantri 2009,
41) mengemukakan tentang hukum lingkungan
merupakan hukum yang berhubungan dengan
lingkungan alam (natuurlijk milieu) dalam arti
seluas-luasnya yang mana ruang lingkupnya
berkaitan dan ditentukan oleh pengelolaan
lingkungan dan merupakan instrumen yuridis
bagi pengelolaan lingkungan. Menurut Undang-
Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlin-
dungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
pada Pasal 14, 28, 29 ayat (2), 36, 36 ayat (4):
(1) AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah
satu instrumen pencegahan pencemaran dan/
atau kerusakan lingkungan hidup (Pasal 14);
(2) Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki
sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL
(Pasal 28); (3) Komisi penilai AMDAL Pusat,
Propinsi, maupun Kab/Kota wajib memiliki lisensi
AMDAL (Pasal 29, Ayat (2)); (4) AMDAL dan
UKL/UPL merupakan persyaratan penerbitan
izin lingkungan (Pasal 36); (5) Izin Lingkungan
diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota
sesuai kewenangannya (Pasal 36, Ayat (4));
Lebih lanjut, menurut Prof. Koesnadi
menyatakan AMDAL merupakan instrumen
pengaman masa depan dan ekoregion untuk
mempermudah menyusun dokumen-dokumen
AMDAL.

Manajemen Ekoregion untuk Meningkatkan
Green Economy.
Pada saat dimulainya kegiatan terha-
dap eksplorasi sumber daya alam, maka harus
dilakukan AMDAL terhadap kelayakan kegiatan
tersebut. Pada siklus tahap awal biasanya me-
miliki biaya tinggi, karena terdapat biaya untuk
eksplorasi tahap awal dan biaya awal lainnya.
Korporasi seringkali tidak melakukan AMDAL
karena terlanjur melakukan eksplorasi dengan
biaya tinggi sehingga walau tidak layak dan
rawan terhadap kerusakan lingkungan, eksplorasi
diteruskan. Pada tahap berikutnya adalah jumlah
hasil eksplorasi sumber daya alam yang volu-
menya terus bertambah, sehingga korporasi
mulai mendapat keuntungan yang cukup signifi-
kan tetapi lingkungan makin rusak.
Sebenarnya penelitian yang berkiblat
pada Green Economic telah banyak dilakukan
oleh para peneliti Indonesia yang mana salah
satunya dilakukan oleh para mahasiswa Univer-
sitas Diponegoro yang memenangi kompetisi
LIPI untuk Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia
tahun 2011 yang menggunakan bahan baku
dari minyak jelantah dan abu kulit buah kapuk
randu yang berhasil diolah menjadi sabun
mandi cair (Kompas, Jumat, 28 Oktober 2011).
Penemuan tersebut dapat dimaksimalkan men-
jadi suatu industri oleh masyarakat Indonesia
tanpa merusak lingkungan (Green Economic).
Mengenai kegiatan Green Economic
diatur dalam Pasal 1 UU No. 4 - Tahun 2009
angka 25, 26 dan 27 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (UUPMB), yaitu: 25.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang
Media Bisnis Maret

48
selanjutnya disebut AMDAL, adalah kajian me-
ngenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelengga-
raan usaha dan/atau kegiatan; 26. Reklamasi
adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang
tahapan usaha pertambangan untuk menata,
memulihkan, dan memperbaiki kualitas ling-
kungan dan ekosistem agar dapat berfungsi
kembali sesuai peruntukannya; 27. Kegiatan
pascatambang, yang selanjutnya disebut pasca-
tambang, adalah kegiatan terencana, sistema-
tis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau
seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk
memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi
sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah
penambangan.
Dalam hal Green Economic juga diatur
dalam Pasal 15, UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang
menyebutkan : Memelihara tanah, termasuk
menambah kesuburannya serta mencegah
kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap
orang, badan hukum atau instansi yang mem-
punyai hubungan hukum dengan tanah itu,
dengan memperhatikan pihak yang ekonomis
lemah.
Menurut sumber dari situs Kementrian
Lingkungan Hidup menyatakan bahwa Undang-
Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
mendefinisikan ekoregion sebagai wilayah geo-
grafis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah,
air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi
manusia dengan alam yang menggambarkan
integritas sistem alam dan lingkungan hidup,
sehingga memiliki maksud: Penetapan ekoregion
memiliki perencanaan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang dapat men-
jamin perlindungan terhadap hak setiap orang
untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta perlindungan terhadap keselu-
ruhan ekosistem. (1) Penetapan wilayah ekore-
gion dilaksanakan dengan mempertimbangkan
kesamaan karakteristik bentang alam, iklim,
daerah aliran sungai, flora dan fauna, sosial
budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat,
dan hasil inventarisasi lingkungan (pasal 7 ayat
(2)); (2) Ekoregion memiliki fungsi pengelolaan,
menentukan daya dukung dan daya tampung
serta cadangan sumber daya alam; (3) Ekoregion
bersifat berhirarki yaitu tingkat nasional, tingkat
pulau/kepulauan dan tingkat yang lebih detail;
(4) Batas ekoregion tidak bergantung pada batas
wilayah administrasi.
Lebih lanjut Kementerian lingkungan
Hidup menyatakan, bahwa peta ekoregion Na-
sional ini merupakan hasil kerjasama dengan
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasio-
nal (BAKOSURTANAL) sebagai lembaga yang
memiliki tugas, fungsi dan kewenangan di bidang
informasi geospasial dengan menggunakan
pendekatan sistem lahan yang sudah tersedia
di Bakosurtanal serta melibatkan para pakar
dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Gajah
Mada (UGM) sehingga penetapan Ekoregion
Nasional ini merupakan dasar penetapan ekore-
gion Pulau, Provinsi, dan Kabupaten / Kota
untuk arahan dalam rangka mengenali potensi
dan permasalahan wilayah yang perlu dipertim-
bangkan dalam penyusunan Rencana Perlin-
dungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(RPPLH).
Menurut Haryanto (dalam Saleng 2004,
119) penerapan kaidah keekonomian dan
keteknikan pertambangan yang baik agar tidak
merusak lingkungan harus memenuhi prinsip-
prinsip keadilan antar generasi yang meletak-
kan 3 (tiga) kewajiban mendasar bagi generasi
sekarang dalam hal melakukan konservasi
sumber daya alam, yaitu: (1) Conservation of
option, menjaga generasi mendatang dapat
memilih kuantitas keaneka-ragaman sumber
daya alam; (2) Conservation of quality, menjaga
lingkungan agar lestari; (3) Conservation of
access, menjamin generasi mendatang minimal
memiliki akses yang sama dengan generasi
sekarang atas titipan kekayaan alam ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa.
2012 Ian Nurpatria Suryawan


49
Sudrajat (2010, 148) mengemukakan
konsep pemberdayaan masyarakat yang ditu-
angkan ke dalam UU Pertambangan, Mineral
dan Batu Bara merupakan penggabungan
upaya kegiatan usaha hasil sumber daya alam
dengan penciptaan kesejahteraan rakyat yang
merupakan wilayah tugas dan fungsi negara,
dimana negara memiliki otoritas atas hasil dari
sumber daya alam yang dapat digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam
hal ini tetap harus melalui proses AMDAL agar
lingkungan hidup tetap lestari. Pentingnya
partisipasi dari masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup sehingga proses pengelolaan
lingkungan hidup tentu sangat perlu adanya
peranserta masyarakat dalam memanfaatkan
lingkungan dengan sebaik mungkin. Masyarakat
merupakan peranan terpenting dalam hal ini.
Alasannya, mengenai pengelolaan lingkungan
hidup diperuntukkan bagi masyarakat agar ter-
capai kesejahteraan dan keseimbangan dalam
berinteraksi dengan alam. Akan tetapi ada pula
masyarakat yang belum mengetahui pentingan
bersahabat dengan alam. Banyak kita temui
berbagai permasalahan alam yang ditimbulkan
oleh ulah manusia itu sendiri dan juga berakhir
bencana yang mereka tuai sendiri. Misalnya
saja akibat polusi yang berasal dari kendaraan-
kendaraan bermotor ataupun asap pabrik yang
pastinya dapat merusak lingkungan.

Potensi Ekonomi Berbasiskan Ekoregion
Efendi (2011, 105) mengemukakan
bahwa Rudolf Diesel (1895) dari Jerman adalah
yang pertama kali memperkenalkan penggunaan
bahan bakar minyak nabati yang dipamerkan
pada World Exhibition di Paris tahun 1900, ke-
mudian Henry Ford mendesain mobil berbahan
bakar ethanol. Efendi (2011) juga mengemuka-
kan sehubungan dengan melambungnya harga
bahan bakar fosil serta dampaknya terhadap
pemanasan global makin menjadi-jadi maka
energi alternatif berbasis bio-massa dikembang-
kan lagi. Mawardi (2010) mengatakan bahwa
pembangunan yang mempunyai tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat selalu
tidak dapat menghindari penggunaan sumber-
daya alam, akan tetapi eksploitasi sumberdaya
alam yang tidak mengindahkan kemampuan
dan daya dukung lingkungan akan mengakibat-
kan merosotnya kualitas lingkungan. Mawardi
melalui situs Kementerian Lingkungan Hidup
menyatakan banyak faktor yang menyebabkan
kemerosotan kualitas lingkungan serta keru-
sakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari
pengamatan di lapangan.
Manusia berinteraksi dengan ling-
kungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi
dan mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya,
membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidup-
nya. Hubungan manusia dengan lingkungan
hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi
perubahan pada lingkungan hidupnya maka
manusia akan terpengaruh.
Lebih lanjut Mawardi menyatakan bahwa
dalam suatu penelitian terdapat 287 peraturan
daerah di Jawa terkait dengan pengelolaan
sumber daya alam, ternyata 148 diantaranya
justru eksploitatif dan merusak lingkungan hidup
dan meningkatkan risiko bencana sehingga
sangat merugikan dan berpotensi merusak
lingkungan hidup Indonesia, melalui Undang-
Undang nomor 32 tahun 2009 yang memberikan
pembagian tugas dan wewenang yang jelas
kepada masing-masing pihak dengan mene-
gaskan bahwa tidak hanya pemerintah pusat
yang mempuyai tugas dan wewenang melindungi
lingkungan, namun juga Pemerintah Daerah
(PEMDA) harus memperhatikan dan melindungi
lingkungan hidup. Dalam hal ini, Mawardi me-
negaskan bahwa terdapat Peraturan Presiden
(PERPRES) nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN
tahun 2010 - 2014 yang mengatur mengenai
pengembangan kapasitas pengelolaan sumber-
daya alam dan lingkungan hidup perlu dilakukan
berbagai upaya seperti menyusun, menyem-
purnakan, dan mengkaji peraturan perundang-
undangan di bidang lingkungan hidup, meratifi-
kasi konvensi internasional di bidang lingkungan
hidup dan instrumennya, mengalokasikan Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan dana dekonsentrasi
lingkungan, meningkatkan peran serta masya-
Media Bisnis Maret

50
rakat mengenai pengelolaan lingkungan hidup
dalam meningkatkan Check and balances
melalui pola kemitraan, kegiatan adiwiyata,
kegiatan aliansi strategis masyarakat peduli
lingkungan, mengembangkan Debt for Nature
Swaps (DNS) pada bidang lingkungan hidup,
menyusun panduan ekonomi ekosistem lahan
basah, melakukan kajian ekonomi ekosistem
terumbu karang dan ekosistem padanglamun,
program insentif lingkungan, kerangka Indone-
sia Environment Fund Stategy, dan proposal
pendanaan lingkungan dari luar negeri serta
integrasi instrumen lingkungan dalam perban-
kan nasional, serta menyusun buku panduan
penyusunan PDRB Hijau. Gunawan (2007)
menyatakan bahwa manusia sesuai kodratnya
diberikan kelebihan ilmu pengetahuan yang
secara alami dapat muncul dengan sendirinya
tergantung kepada kepekaan dalam menanggapi
atau pun membaca fenomena alam dan kemu-
dian menerjemahkan kedalam dunia nyata se-
bagai tindakan nyata manusia, sehingga manusia
selalu diuji kepekaannya dalam menanggapi
tanda-tanda alam, untuk itu manusia selalu
meningkatkan kemampuan budaya, mulai dari
budaya yang hanya sekedar untuk memperta-
hankan hidup hingga budaya untuk membuat
rekayasa menciptakan lingkungan hidup yang
nyaman, sejahtera, dan berkelanjutan. Lebih
lanjut Gunawan (2007) melihat bahwa manusia
dalam setiap memanfaatkan sumberdaya alam
(SDA) yang pada dasarnya dengan kemampuan
teknologi yang dikuasainya dalam implemen-
tasinya lebih mementingkan aspek ekonomi
(mencari keuntungan sebesar-besarnya) dari
pada kepentingan ekologi (prinsip kelestarian)
dimana kegiatan ekonomi menjadi acuan dalam
setiap manajemen sumberdaya alam agar
sesuai dengan investasi yang ditanamkan dan
waktu serta ruang yang disediakan terbatas.
Menurut Baiquni dan Susilawardani
(2002) bahwa realitas pertumbuhan ekonomi
ternyata justru memperluas kesenjangan dan
berkembang tidak sesuai dengan yang diha-
rapkan oleh banyak orang, terutama di negara
miskin dan sedang berkembang. Lebih lanjut
dikatakan, bahwa keangkuhan negara maju
dalam mengeksploitasi sumberdaya alam dan
memonopoli perdagangan global, telah me-
nyebabkan sejumlah krisis ekonomi dan krisis
ekologi, bahkan menimbulkan berbagai krisis
kemanusiaan, seperti kemiskinan, kelaparan
dan konflik peperangan. Sementara pemanasan
global dan kerusakan ozon (global warming)
merupakan salah satu contoh pola konflik yang
bersifat global. Kerusakan lingkungan global
merupakan kontribusi semua pihak terutama
negara maju dan orang kaya yang mengkon-
sumsi energi dan membuang limbah lebih besar,
dibandingkan negara sedang berkembang dan
orang miskin. Dampak lingkungan global paling
banyak diderita oleh orang miskin di negara
yang sedang berkembang padahal mereka tidak
memiliki kemampuan untuk mengatasinya.
Sebaliknya orang kaya di negara maju dapat
mengatasi dampaknya untuk menyelamatkan
diri sendiri dengan berbagai cara dan teknologi
yang semuanya bisa mereka bayar.
Menurut situs http://hmit.wordpress.com
bahwa manajemen yang menempatkan SDA
sebagai suatu modal umumnya berorientasi
pada eksploitasi secara maksimal maka ciri
utama dari manajemen ini adalah pihak-pihak
yang mengklaim sebagai penguasa yang sah
dari SDA tersebut. Akibatnya ada pihak yang
merasa diuntungkan atau dirugikan. Bila terjadi
fraksi maka mereka yang terlibat akan sibuk
mencari pihak yang sebaiknya disalahkan dan
berusaha untuk mencari kemenangan. Akibatnya
substansi terpenting dari permasalahan yaitu
kerusakan SDA justru terabaikan. Model mana-
jemen seperti ini diterapkan di banyak kawasan.
Salah satu contoh kecilnya adalah di kawasan
hutan lindung Yeh Embang yang kasusnya
terus berkembang ke arah negatif (Bali Post, 9
Februari 2007).
Lebih lanjut dikatakan di dalam situs
http://hmit.wordpress.com bahwa kerusakan
alam yang semakin parah di berbagai belahan
bumi ini mungkin dapat menginspirasi kita
untuk kembali pada manajemen SDA dimasa
awal peradaban manusia, akan tetapi dalam
2012 Ian Nurpatria Suryawan


51
perkembangannya, kebutuhan manusia jelas
tidak mendukung diterapkannya manajemen
seperti ini secara utuh. Oleh karena itu perlu
dilakukan beberapa perbaikan pada sistemnya.
Manajemen yang dimaksud adalah manajemen
berorientasi pada konservasi, yaitu ekoregion,
pemanfaatan sumber daya alam yang berbasis
pemeliharaan lingkungan.
Menurut Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada melalui situs http://geo.ugm.ac.id/
menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pemba-
ngunan nasional yang berkelanjutan, sektor
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup perlu
memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat
yang terkandung dari Program Pembangunan
Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan upa-
ya untuk mendayagunakan sumberdaya alam
yang dipergunakan sebesar besarnya untuk
kemakmuran rakyat dengan memperhatikan
kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkung-
an hidup, pembangunan yang berkelanjutan,
kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat
lokal serta penataan ruang.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa hasil
dari KTT Pembangunan Berkelanjutan (World
Summit on Sustainable Development - WSSD)
di Johannesburg Tahun 2002, Indonesia aktif
dalam membahas dan berupaya mengatasi
kemerosotan kualitas lingkungan hidup, maka
diputuskan untuk melaksanakan pembangunan
berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi
sekarang dan yang akan datang dengan ber-
sendikan pada pembangunan ekonomi, sosial
budaya, lingkungan hidup yang berimbang
sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan
memperkuat satu sama lain, dalam hal ini
konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun
2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Penge-
lolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di
Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang
lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS
merumuskan program yang disebut sebagai
pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup.
Fakultas Geografi Universitas Gadjah
Mada situs http://geo.ugm.ac.id/ menyatakan
bahwa program itu mencakup: (1) Program
Pengembangan dan Peningkatan Akses In-
formasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup.Program ini bertujuan untuk memperoleh
dan menyebarluaskan informasi yang lengkap
mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya
alam dan lingkungan hidup melalui inventa-
risasi dan evaluasi, serta penguatan sistem
informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui
program ini adalah tersedia dan teraksesnya
informasi sumberdaya alam dan lingkungan
hidup, baik berupa infrastruktur data spasial,
nilai dan neraca sumberdaya alam dan ling-
kungan hidup oleh masyarakat luas di setiap
daerah; (2) Program Peningkatan Efektifitas
Pengelolaan, Konservasi serta Rehabilitasi
Sumber Daya Alam.Tujuan dari program ini
adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan
dan pelestarian sumberdaya alam dan ling-
kungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral.
Sasaran yang akan dicapai dalam program ini
adalah termanfaatkannya, sumber daya alam
untuk mendukung kebutuhan bahan baku indus-
tri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran
lain di program adalah terlindunginya kawasan-
kawasan konservasi dari kerusakan akibat
pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak
terkendali dan eksploitatif; (3) Program Pen-
cegahan dan Pengendalian Kerusakan dan
Pencemaran Lingkungan Hidup.Tujuan program
ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan
hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/
atau pencemaran lingkungan dan pemulihan
kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfa-
atan sumberdaya alam yang berlebihan, serta
kegiatan industri dan transportasi. Sasaran
program ini adalah tercapainya kualitas ling-
kungan hidup yang bersih dan sehat adalah
tercapainya kualitas lingkungan hidup yang
bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu
lingkungan yang ditetapkan; (4) Program Pena-
taan Kelembagaan dan Penegakan Hukum,
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Peles-
tarian Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan
untuk mengembangkan kelembagaan, menata
sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan,
Media Bisnis Maret

52
serta menegakkan hukum untuk mewujudkan
pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian
lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan.
Sasaran program ini adalah tersedianya ke-
lembagaan bidang sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang kuat dengan didukung
oleh perangkat hukum dan perundangan serta
terlaksananya upaya penegakan hukum secara
adil dan konsisten; (5) Program Peningkatan
Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sum-
ber Daya alam dan Pelestarian fungsi Ling-
kungan Hidup. Tujuan dari program ini adalah
untuk meningkatkan peranan dan kepedulian
pihak-pihak yang berkepentingan dalam pe-
ngelolaan sumberdaya alam dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini
adalah tersedianya sarana bagi masyarakat
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pe-
lestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses
perumusan kebijakan dan pengambilan ke-
putusan, perencanaan, pelaksanaan sampai
pengawasan.

KESIMPULAN
(1) Green Economic merupakan suatu
bagian dari kegiatan ekonomi kemasyarakatan
yang mengandalkan sumber daya alam tetapi
tanpa merusak sumber daya alam tersebut.
Kegiatan perekonomian tersebut dapat berupa
kegiatan pertambangan, penggunaan tanah
kawasan hutan; (2) Pengelolaan lingkungan
hidup adalah suatu upaya terpadu berupa
manajemen lingkungan yang bertujuan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian lingkungan
hidup; (3) Banyak korporasi yang menyalah-
gunakan arti dari Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan
konsep hak menguasai negara dan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang
dalam operasionalisasinya diwujudkan dalam
berbagai undang-undang seperti: UUPA, UU
Kehutanan, UU Pertambangan, dan lain-lain,
dengan mengatas-namakan tanah negara,
hutan negara dan sebagainya secara langsung
atau tidak langsung telah mengurangi hak ma-
syarakat adat/lokal untuk mengambil manfaat
dari sumber daya alam yang bersangkutan; (4)
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan hidup sudah
cukup memadai, namun demikian di dalam
pelaksanaannya, termasuk dalam pengawasan,
pelaksanaannya memerlukan mendapatkan
perhatian yang sungguh-sungguh. Hal ini sangat
terkait dengan niat baik pemerintah termasuk
pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-
pihak yang berkepentingan untuk mengelola
lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar
prinsip pembangunan berkelanjutan berwa-
wasan lingkungan dapat terselenggara dengan
baik. Dalam hal ini, pembangunan pada dasar-
nya untuk kesejahteraan masyarakat, maka
aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan
program-program kegiatan pembangunan betul-
betul yang menyentuh kepentingan masyarakat;
(5) Bethan (2008) menegaskan terdapat aspek
fundamental yang melandasi prinsip hukum
pelestarian fungsi lingkungan hidup seperti
telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH),
yaitu AMDAL yang memiliki kekuatan untuk
membantu mengidentifikasi, menganalisis dan
memberi solusi dalam pencegahan pencemaran
lingkungan hidup; (6) Sudrajat (2010) menge-
mukakan konsep pemberdayaan masyarakat
yang dituangkan ke dalam UU Pertambangan,
Mineral dan Batu Bara merupakan pengga-
bungan upaya kegiatan usaha hasil sumber
daya alam dengan penciptaan kesejahteraan
rakyat yang merupakan wilayah tugas dan
fungsi negara, dimana negara memiliki otoritas
atas hasil dari sumber daya alam yang dapat
digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat; (7) Efendi (2011) mengemukakan bahwa
Rudolf Diesel (1895) dari Jerman adalah yang
pertama kali memperkenalkan penggunaan
bahan bakar minyak nabati yang dipamerkan
pada World Exhibition di Paris tahun 1900, ke-
mudian Henry Ford mendesain mobil berbahan
bakar ethanol; (8) Mawardi (2010) mengatakan
2012 Ian Nurpatria Suryawan


53
bahwa pembangunan yang mempunyai tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
selalu tidak dapat menghindari penggunaan
sumberdaya alam, namun eksploitasi sumber-
daya alam yang tidak mengindahkan kemam-
puan dan daya dukung lingkungan akan meng-
akibatkan merosotnya kualitas lingkungan.
Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan
kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan
yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di
lapangan; (9) Gunawan (2007) menyatakan
bahwa manusia sesuai kodratnya diberikan
kelebihan ilmu pengetahuan yang secara alami
dapat muncul dengan sendirinya tergantung
kepada kepekaan dalam menanggapi ataupun
membaca fenomena alam dan kemudian me-
nerjemahkan ke dalam dunia nyata sebagai
tindakan nyata manusia; (10) Menurut Baiquni
dan Susilawardani (2002) bahwa realitas per-
tumbuhan ekonomi ternyata justru memperluas
kesenjangan dan berkembang tidak sesuai
dengan yang diharapkan oleh banyak orang,
terutama di negara miskin dan sedang ber-
kembang; (11) Menurut situs Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada dari pelaksanaan
pembangunan nasional yang berkelanjutan,
sektor Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih
lanjut mandat yang terkandung dari Program
Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya
merupakan upaya untuk mendayagunakan
sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan
memperhatikan kelestarian fungsi dan kese-
imbangan lingkungan hidup, pembangunan
yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan
budaya masyarakat lokal serta penataan ruang,
sehingga Indonesia berupaya aktif dalam KTT
Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on
Sustainable Development-WSSD) bertempat di
Johannesburg Tahun 2002 untuk membahas
dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas
lingkungan hidup, maka diputuskanlah untuk
melaksanakan pembangunan berkelanjutan
untuk kesejahteraan generasi sekarang dan
yang akan datang dengan bersendikan pada
pembangunan ekonomi, sosial budaya, ling-
kungan hidup yang berimbang sebagai pilar-
pilar yang saling tergantung dan memperkuat
satu sama lain, dalam hal ini konsekuensi
pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan
PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkung-
an Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka
kebijakan nasional dalam bidang lingkungan
hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan
program yang disebut sebagai pembangunan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (12)
PROPENAS memiliki program yaitu: Program
Pengembangaan dan Peningkatan Akses
Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup, Program Peningkatan Efektifitas Penge-
lolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber
Daya Alam, Program Pencegahan dan Pengen-
dalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan
Hidup, Program Penataan Kelembagaan dan
Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup serta
Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam
Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian
fungsi Lingkungan Hidup.




REFERENSI:

Baiquni, M. dan Susilawardani. 2002. Pembangunan yang Tidak Berkelanjutan: Refleksi Kritis Pembangunan
Indonesia. Yogyakarta: ideas dan Trans Media Global Wacana.
Bali Post, 9 Februari 2007.
Bethan, Syamsuharya. 2008. Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas
Industri Nasional. Bandung: PT Alumni.
Biro Lingkungan dan Teknologi DPE. 1998. Pelaksanaan AMDAL Kegiatan Pertambangan dan Energi. Jakarta.
Media Bisnis Maret

54
Departemen Pertambangan dan Energi.1995.50 Tahun Pertambangan dan Energi Dalam Pembangunan. Jakarta.
Effendi, Hefni. 2011. Senarai Bijak Terhadap Alam dan Inspiratif dalam Gagasan. Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Gunawan, Totok. 27 Oktober 2007.Makalah: Pendekatan Ekosistem Benteng Lahan Sebagai Dasar Pemba-
ngunan Wilayah Berbasis Lingkungan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Seminar Nasional
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Kompas, Jumat, 28 Oktober 2011.
http://geo.ugm.ac.id/
http://www.menlh.go.id
http://hmit.wordpress.com
Mawardi, Ikhwanuddin. 28 Desember 2010. Pembangunan Yang Berorientasi Daya Dukung dan Daya Tampung
Lingkungan Hidup (Kasus Pulau Jawa). Blog Bappenas Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional. http://www.bappenas.go.id
Saleng, Abrar. 2004. Hukum Pertambangan. Yogyakarta: UII Press.
Semendawai, A.H. 2005. Tanggung Jawab Pidana Korporasi Dalam RUU KUHP, ELSAM. Jakarta.
Subadi. 2010. Penguasaan dan Penggunaan Tanah Kawasan Hutan. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Subekti, R. dan Tjitrosudibio, R. 2003. Kitab Undang-Undang Perdata (Burgerlijk Wetboek). Jakarta: PT Pradnya
Paramita.
Sudrajat, Nandang. 2010. Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum.Jakarta: Penerbit Pustaka
Yustisia.
Sunarso, Siswanto. 2005. Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa, Rineka Cipta.
Jakarta.
S.W. Sumardjono, Prof. Maria, dan Dwi Diantoro, Totok. 2009.Naskah Akademis: Rancangan Peraturan Pemerintah
Tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 33 ayat (3).
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria beserta peraturan pelaksa-
naannya.
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UUPMB) beserta peraturan
pelaksanaannya.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) beserta
peraturan pelaksanaannya.

Anda mungkin juga menyukai