Anda di halaman 1dari 15

VIII.

HUKUM
LINGKUNGAN

Dalam pengertian sederhana, diartikan sebagai hukum


yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup),
di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi,
termasuk di dalamnya manusia  beserta dengan seluruh
aktivitasnya serta jasad-jasad hidup lainnya.

Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih


berorientasi pada lingkungan atau Environment-Oriented
Law,
 ditetapkan ketentuan dan norma-norma guna
mengatur tindak perbuatan manusia  tujuan untuk
melindungi lingkungan dari kerusakan dan
kemerosotan mutunya demi untuk menjamin
kelestariannya agar dapat secara langsung terus-
menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun
generasi-generasi mendatang

 berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat


dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari
lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih
banyak berpedoman kepada ekologi.

sedang secara klasik lebih menekankan pada orientasi


penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law.
 menetapkan ketentuan dan norma-norma tujuan
terutama sekali untuk menjamin penggunaan
dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan 

 bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah,


Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan, bahwa
sistem pendekatan terpadu atau utuh harus dite-
rapkan oleh hukum untuk mampu mengatur ling –
kungan hidup manusia secara tepat dan baik,
system pendekatan ini telah melandasi perkem-
bangan Hukum Lingkungan di Indonesia.

dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang


ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan
mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi,
segi hukum pidana, dan segi hukum perdata.
Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh
ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat
pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh Peme-
rintah, maka Hukum Lingkungan sebagian besar terdiri
atas Hukum Pemerintahan (bestuursrecht).

Hukum Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis


bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian hukum
lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum
yang terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata
usaha negara atau hukum pemerintahan.
C Pengundulan hutan,
C lahan kritis,
C menipisnya lapisan ozon,
C pemanasan global
C tumpahan minyak di laut,
C ikan mati di anak sungai karena zat-zat kimia,
merupakan berbagai persoalan lingkungan

Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu


memperhatikan “Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik”
(General Principles of Good Administration). Hal ini
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan kebijaksanaannya tidak
menyimpang dari tujuan pengelolaan lingkungan hidup
Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh
ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan
lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah, maka Hukum
Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan
(bestuursrecht).
Dalam literatur, masalah-masalah lingkungan dapat
dikelompokkan ke dalam tiga bentuk yaitu :
C pencemaran lingkungan (pollution),
C pemanfaatan lahan secara salah (land misuse) dan
C pengurasan atau habisnya sumberdaya alam (natural
resource depeletion).
Namun, dari perspektif hukum di Indonesia, masalah-masalah
lingkungan itu dikelompokkan kepada dua bentuk yaitu:
C pencemaran lingkungan (environmental pollution) dan
C perusakan lingkungan hidup.
HUKUM LINGKUNGANA

PEMBANGUNAN  meningkatkan taraf hidup


m/ campur tangan manusia manusia
terhadap ekosistem
memanfaatkan SDAL

mengganggu keseimbangan penurunan kuant.& kual. Lingk.


ekosistem penurunan fungsi lingkungan
kerusakan lingkungan

timbul permasalahan lingkungan


meminimalisasi permasalahan kualitas
kuantitas

dengan pengaturan pemanfaatan


SDAL dalam bentuk PRODUK-PRODUK
HUKUM peserta penegakannya

Peraturan Perundang-undangan sebelum ada UULH

N UUD 1945 pasal 33 (3)  “Bumi dan …….”


C SDAL harus dimanfaatkan secara bijaksana  sehingga
manfaatnya berkesinambungan
C Pemanfaatan SDAL  tetap memperhatikan kelestarian
fungsi lingkungan
C Manfaatnya untuk generasi sekarang dan yang akan
datang
N TAP MPR IV/MPR/1973
C Isi tentang GBHN Bab III huruf B butir 10  “ bahwa
dalam pelaksanaan pembangunan SDA Indonesia harus
digunakan secara rasional “
C Penggalian SDAL diusahakan tidak merusak tata
lingkungan hidup
C Dilaksanakan secara bijaksana dan menyeluruh, serta
untuk generasi sekarang dan yang akan datang

N KEPRES RI No 11/74,
tentang PELITA II BAB IV 
“PENGELOLAAN SDAL”

N TAP MPR No IV/78 dijabarkan  Kepres RI No 7/79


tentang: “Pengelolaan SDAL”

Meskipun GBHN telah mencantumkan sendi-sendi dalam


pemanfaatan SDAL  harus dirumuskan secara konkrit dan
rinci dalam suatu UU  oleh karena itu UULH harus diproses
Proses lahirnya UULH  tahun 1976 - 1982

UUPPLH sebagai Umbrella Act


N UUPPLH sebagai Payung Hukum Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Umbrella Act)

N Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia pertama kali


diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan
Pokok-Pokok Lingkungan Hidup yang disingkat UULH.
N Dalam perjalanannya, UULH diganti, dengan UU Nomor 23
Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang biasa disingkat
UUPLH.

N Kemudian, diganti lagi dan yang sekarang menjadi landasan


hukum dari Hukum Lingkungan di Indonesia, yaitu Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang disingkat dengan
UUPPLH.

UUPPLH memuat asas dan prinsip pokok bagi pengelolaan


lingkungan hidup, sehingga berfungsi sebagai ”payung”
(umbrella act) bagi penyusunan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan bagi
penyesuaian peraturan perundang-undangan yang telah ada

Artinya, undang-undang ini menjadi landasan untuk menilai


dan menyesuaikan semua peraturan perundang-undangan yang
memuat ketentuan tentang lingkungan hidup yang berlaku, yang
cakupannya sangat luas, yang mengatur tentang agraria,
pertambangan, kehutanan, pengairan, tata ruang, tata guna
tanah, tata guna lahan, perumahan dan pemukiman,
ketenaganukliran, kesehatan, kepariwisataan, benda cagar
budaya, keamanan genetika, konservasi sumber daya alam, dan
berbagai aspek lain yang terkait erat dengan aspek lingkungan
hidup lainnya.
Undang-undang yang terkait dengan UUPPLH, antara
lain yaitu :

C Undang-undang No 5/1960 tentang “Agraria”


C Undang-undang No 11/1967 : “Pertambangan”
C Undang-undang No 11/1974: “Pengairan”
C Undang-undang No 5/1984: “Perindustrian”
C Undang-undang No 9/1985: “Perikanan”
C Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang: "Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya”
C Undang-undang No 9/1990: “Kepariwisataan”
C Undang-undang 4/1992: “Perumahan dan Permukiman”
C Undang-undang No 5 Tahun 1992 tentang: “Benda Cagar
Budaya”
C Undang-undang No 10/1992: “Perkembangan Kependuduk-
an dan Pembangunan Keluarga Sejahtera”
C Undang-undang No 12/1992: “Sumber Daya Tanaman”
C Undang-undang No 14/1992: “Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan”
C Undang-undang No 16/1992: “Karantina”
C Undang-undang No 23/1992: “Kesehatan”
C Undang-undang No 24/1992: “Tata Ruang”
C Undang-undang No 6/1996: “Perairan Indonesia”
C Undang-undang No 10/1997: “Tenaga Nuklir”
C Undang-undang No 15/1997: “Transmigrasi”
C Undang-undang No 41/1999: “Kehutanan”
C Undang-undang No 8/2000: “Perlindungan Konsumen”
C Undang-undang No 22/2001: “Migas”
C Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang: “Penataan
Ruang”  (Undang-undang No.24 Tahun 1992 tentang:
“Penataan Ruang”).

PRODUK HUKUM
KEPUTUSAN PRESIDEN RI
No 32/1992: “Pengelolaan Kawasan Lindung”
No 77/1994: “Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan”
No 41/1996: “Kawasan Industri”
No 76/2000: “Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi
untuk Pembangkitan Tenaga Listrik”
No 150/2000: “Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu:
No 123/2001: “Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber
Daya Air”
No 33/2002: “Penggendalian dan Pengawasan
Penggunaan Pasir Laut”

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN


HIDUP
No: Kep.39/MENLH/8/1996: “Jenis Usaha/Kegiatan
yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan”
No 07/2001: “Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup
dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah”
No 17/2001: “Jenis Rencana Usaha dan / Kegiatan
AMDAL”
No 30/2001: “Pedoman Pelaksanaan Audit Lingk.
Hidup yang Diwajibkan”
No 127/2002: “Program Penilaian peringkat Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan LH”
No 111/2003: “Pedoman Mengenai Syarat dan Tata
Cara Perijinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air
Limbah ke Air / Sumber Air
No 112/2003: “Baku Mutu Air Limbah Domestik”
No 113/2003: “Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan
/ Kegiatan Pertambangan Batu Bara”
No 127/2003: “Pembentukan Tim Koordinasi
Kebijaksanaan Pengelolaan LH”
No 197/2004: “Standar Pelayanan Minimal Bidang LH
di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota”
No 201/2004: “Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan
Kerusakan Mangrove”

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN


No 818/1998: “Laporan Pemantauan Limbah Cair
Kegiatan / Usaha dan / Industri Pertanian”
No 238/kpts/OT.210/4/2003: “Pedoman Penggunaan
Pupuk Anorganik”

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN


No 148/1985: “Pengamanan B3 di Perusahaan Industri
No 231/1997: “Prosedur Impor Limbah”
Nomor:410/MPP/Kep/9/1998: “Perubahan Keputusan
Menteri perindustrian dan Perdagangan No
110/MPP/Kep/1/1998, tentang: Larangan
Memproduksi dan Memperdagangkan Bahan Perusak
Lapisan Ozon serta Memproduksi dan Memperda-
gangkan Barang Baru yang Menggunakan Bahan
Perusak Lapisan ozon.

Dalam Hukum Lingkungan dijelaskan mengenai payung


hukum tehadap persoalan lingkungan yang ada, namun
realisasi hukum terhadap para pelaku yang melakukan
tindakan perusakan dan pencemaran lingkungan dinilai
kurang sebagaimana yang diharapkan.

Sebenarnya perlindungan lingkungan lewat hukum sudah


kuat, tetapi pelaksanaannya di lapangan belum mampu
diterapkan lewat sanksi - sanksi yang ada padanya.

Kasus pencemaran dan atau perusa-


kan lingkungan semakin marak ter-
jadi, sehingga memerlukan penangan-
an secara terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan.

Pencemaran dan atau perusakan


lingkungan terjadi diakibatkan manusia tidak menyadari
bahwa pola kehidupan harus memperhatikan hubungan
timbal balik dengan lingkungannya  yaitu satu kehidupan
manusia yang seimbang dan harmonis dengan sistem alam.
Ketidaktaatan manusia terhadap peraturan mengenai
lingkungan hidup menjadi pemicu maraknya kasus
pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. 
Penegakan hukum mempunyai makna bagaimana hukum itu
harus dilaksanakan, supaya tercipta ketertiban dalam
masyarakat.

C Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi


lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat, 
artinya peraturan tersebut dibuat untuk kepentingan
masyarakat.

C Hukum lingkungan menetapkan ketentuan dan norma-


norma guna mengatur tindakan perbuatan manusia dengan
tujuan untuk melindungi lingkungan dari pencemaran,
perusakan dan merosotnya kualitas lingkungan mutu serta
demi menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung
digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi yang
akan datang. 

C Melalui kegiatan Penegakan Hukum Lingkungan diharapkan


dunia usaha dan masyarakat akan lebih sadar dan taat
terhadap peraturan-peraturan di bidang lingkungan hidup
yang berlaku,  sehingga dapat mengurangi kasus pence-
maran dan atau perusakan lingkungan hidup yang terjadi.

C Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan


lingkungan secara konsekwen dan untuk memfasilitasi
permasalahan kasus Pencemaran atau perusakan Ling-
kungan, dimana akan menghasilkan manfaat terselesai-
kannya masalah Sengketa Lingkungan yang pada akhirnya
berdampak pada meningkatnya kepercayaan masyarakat
terhadap Pemerintah.

Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan


antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya
atau diduga adanya pencemaran dan / atau perusakan
lingkungan hidup.

TEKNIK PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP


 berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang ber-
sengketa

N DI LUAR PENGADILAN
C Diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan
mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi /
tindakan tertentu  guna menjamin tidak
akan terjadinya / terulangnya dampak nega-
tive terhadap lingkungan

C Teknik penyelenggaraannya diatur dalam


UUPLH dalam pasal 32 dan 33

C Apabila para pihak telah memilih upaya


penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan, maka  gugatan melalui penga-
dilan hanya dapat ditempuh apabila upaya
tersebut dinyatakan tidak berhasil secara
tertulis oleh salah satu atau para pihak yang
bersengketa menarik diri dari perundingan.
C Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak
berlaku terhadap tindak pidana lingkungan
hidup

N MELALUI PENGADILAN
C Ganti rugi (pasal 34 ayat 1) / melakukan
tindakan tertentu

C Tanggung jawab mutlak (pasal 35 ayat 1) 


ada pada si penanggung jawab usaha, dengan
kewajiban membayar ganti rugi secara
langsung / seketika saat terjadinya pence-
maran / perusakan lingkungan  kecuali kalau
dapat membuktikan bahwa kerusakan ling-
kungan disebabkan :

1. Bencana alam / perang


2. Keadaan terpaksa di luar kemampuan
manusia
3. Tindakan pihak ketiga (ayat 2 dan 3)

N DALUWARSA UNTUK PENGAJUAN GUGATAN


KE PENGADILAN
C Mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur
dalam ketentuan Hukum Acara Perdata yang
berlaku  dihitung sejak korban mengetahui
adanya pencemaran
N HAK MASYARAKAT DAN ORGANISASI LINGK.
HIDUP UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN
C Diatur pada pasal 37  Instansi Pemerintah
bertanggung jawab di bidang Lingkungan Hi-
dup dapat bertindak untuk kepentingan
masyarakat

C Pasal 38  Organisasi LH berhak mengajukan


gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan
C Pasal 39  mengatur tata cara mengajuan

Anda mungkin juga menyukai