Anda di halaman 1dari 13

HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL

( Teori Perubahan Sosial, Implementasi Teori tentang Perubahan Sosial, Hubungan


antara hukum dan Perubahan Sosial )

Disusun oleh:

Shofwan Abdul Aziz

Ramdani

Dosen pengampu:

Eneng nenden lestianingsih,MH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ULUM TASIKMALAYA

Jl. Raya Derah Desa Karyabakti Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya


Tahun Ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan taufik dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis, dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad
Saw, para sahabatnya, tabiuttabiin, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya.
Seiring dengan selesainya penyusunan makalah ini sepantasnyalah saya mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Saya juga menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
oleh karena itu kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam makalah
ini. Selain itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar
makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun
pembaca.

Tasikmalaya, 1 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................
a. Pengertian Perubahan Sosial.....................................................................................
b. Implementasi Perubahan Sosial................................................................................
c. Hubungan Hukum dan Perubahan Sosial..................................................................
BAB III PENTUP........................................................................................................
A. SIMPULAN..............................................................................................................
B. SARAN.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perubahan dalam Islam sering dipahami sebagai sunnatullah yang dialami oleh
manusia dan alam raya secara keseluruhan, meliputi semua manusia, kelompok masyarakat
dan lingkungan hidup yang berlangsung secara terus menerus. Islam sebagai agama dan
sistem nilai yang bersifat transenden, sepanjang sejarahnya, telah membantu para
penganutnya untuk memahami realitas yang pada gilirannya mewujudkan pola pandangan
hidup tertentu, terutama dalam pranata-pranata sosial dan kebudayaan turut dipengaruhi oleh
pandangan hidup tersebut. Dalam konteks ini, Islam berperan sebagai subyek yang turut
menentukan perjalanan sejarah, yang menimbulkan perubahan dan akomodasi terus menerus
terhadap pandangan dan pola hidup yang bersumber dari Islam. Dalam proses perubahan dan
akomodasi tersebut, antara pandangan hidup para penganut Islam yang bersumber dari wahyu
dangan fenomena sosial yang menghasilkan budaya selalu terdapat keterkaitan yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Sebagai sebuah kenyataan sejarah, agama (Islam) dan
kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama
adalah simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Allah SWT. Kebudayaan juga
mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya.Tetapi keduanya perlu
Dibedakan Agama (Islam) adalah sesuatu yang final, universal, abadi dan tidak
mengenal perubahan. Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relatif dan temporer. Baik
agama maupun kebudayaan, sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang dalam
menyikapi kehidupan agar sesuai dengan kehendak Allah swt. Oleh karena itu, biasanya
terjadi dialektika antara agama dan kebudayaan tersebut. Agama memberikan warna dan
spirit pada kebudayaan.Sedangkan kebudayaan memberi kekayaan terhadap agama. Dapatlah
dikatakan bahwa telah terjadi akulturasi dan akomodasi ajaran Islam dengan kebudayaan,
khususnya budaya lokal. Hal inilah yang akan dikemukakan dan diuraikan lebih lanjut dalam
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Perubahan Sosial
a. Definisi perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi karena adanya ketidak sesuaian di
antara unsur-unsur sosial yang berbeda di dalam kehidupan masyarakat, sehingga
menghasilkan pola kehidupan yang baru ( berbeda dengan pola kehidupan sebelumnya).
Perubahan sosial mencakup perubahan dalam nilai - nilai sosial, norma-norma sosial, susunan
lembaga kemasyarakatan, pelapisan sosial, kelompok sosial, interaksi sosial, pola-pola
perilaku, kekuasaan dan wewenang, serta berbagai segi kehidupan masyarakat lainnya.
Berikut ini merupakan definisi perubahan sosial yang dikemukakan oleh para
Sosiolog :
1) Kingsley Davis :
Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan
fungsi masyarakat. Menurutnya, timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat
kapitalis telah menyebabkan perubahan dalam hubungan-hubungan antara buruh dengan
majikan, dan seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi ekonomi dan
politik
2) John Lewis Gillin dan John Philip Gillin :
Perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara hidup yang diterima, akibat adanya
perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun
karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat.
3) Robert M MacIver :
Perubahan-perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial
( social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan ( equilibrium )
hubungan sosial
4) Selo Soemarjan :
Perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai, sikap
dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
5) William F. Ogburn :
Perubahan sosial menekankan pada kondisi teknologis yang menyebabkan terjadinya
perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial, seperti kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat berpengaruh terhadap pola berpikir masyarakat.
Melihat begitu luasnya cakupan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat,
maka untuk mengetahui suatu perubahan sosial dapat dilakukan dengan jalan melakukan
pengamatan yang cermat terhadap suatu masyarakat dan membandingkannya dengan
keadaan masyarakat tersebut pada masa lampau / sebelumnya, untuk memahami perbedaan
keadaannya.

B. Teori Perubahan Sosial


Dalam menjelaskan fenomena perubahan sosial terdapat beberapa teori yang dapat
menjadi landasan bagi kita dalam memahami perubahan sosial yang berkembang di
masyarakat. Teori perubahan sosial tersebut di antaranya adalah:
1) Teori Evolusi ( Evolutionary Theory)
Menurut James M. Henslin (2007), terdapat dua tipe teori evolusi mengenai cara
masyarakat berubah, yakni teori unilinier dan teori multilinier : Pandangan teori unilinier
mengamsusikan bahwa semua masyarakat mengikuti jalur evolusi yang sama. Setiap
masyarakat berasal dari bentukyang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks ( sempurna ),
dan masing-masing melewati proses perkembangan yang seragam. Salah satu dari teori ini
yang pernah mendoninasi pemikiran Barat adalah teori evolusi dari Lewis Morgan, yang
menyatakan bahwa semua masyarakat berkembang melalui tiga tahap: kebuasan, barbarisme,
dan peradaban.
Dalam pandangan Morgan, Inggris ( masyarakatnya sendiri ) adalah contoh
peradaban. Semua masyarakat lain ditakdirkan untuk mengikutinya. Pandangan teori
multilinier menggantikan teori unilinier dengan tidak mengamsusikan bahwa semua
masyarakat mengikuti urutan yang sama, artinya meskipun jalurnya mengarah ke
industrialisasi, masyarakat tidak perlu melewati urutan tahapan yang sama seperti masyarakat
yang lain. Inti teori evolusi, baik yang unilinier maupun multilinier, ialah asumsi mengenai
kemajuan budaya, di mana kebudayaan Barat dianggap sebagai tahap kebudayaan yang maju
dan superior / sempurna. Namun, ide ini terbantahkan dengan semakin meningkatnya
apresiasi terhadap kayanya keanekaragaman ( dan kompleksitas) dari kebudayaan suku
bangsa di dunia.
Di samping itu, masyarakat Barat sekarang berada dalam krisis ( rasisme, perang,
terorisme, perkosaan, kemiskinan, jalanan yang tidak aman,
perceraian, sex bebas, narkoba, AIDS dan sebagainya ) dan tidak lagi dianggap berada di
puncak kebudayaan manusia.
2) Teori Siklus ( Cyclical Theory )
Menurut PB Horton dan CL Hunt ( 1992 ) dalam bukunya “Sociology”, para
penganut teori siklus juga melihat adanya sejumlah tahapan yang harus dilalui oleh
masyarakat, tetapi mereka berpandangan bahwa proses perubahan masyarakat bukannya
berakhir pada tahap “terakhir” yang sempurna, tetapi berlanjut menuju tahap kepunahan
dan berputar kembali ke tahap awal untuk peralihan selanjutnya. Beberapa dari penganut
teori siklus tersebut dipaparkan sebagai berikut :
Menurut pandangan seorang ahli filsafat Jerman, Oswald Spengler
( 1880-1936 ) setiap peradaban besar mengalami proses pentahapan kelahiran, pertumbuhan,
dan keruntuhan. Oswald Spengler terkenal dengan karyanya “The Decline of the West” /
Keruntuhan Dunia Barat. Pitirim Sorokin (1889-1968) seorang ahli Sosiologi Rusia
berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan
yang berputar tanpa akhir, yang meliputi : (a) kebudayaan ideasional ( ideational cultural)
yang didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan terhadap unsur adikodrati ( super natural ); (b)
kebudayaan idealistis (idealistic culture) di mana kepercayaan terhadap unsur adikodrati dan
rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung dalam menciptakan masyarakat ideal; dan (c)
kebudayaan sensasi ( sensate culture) di mana sensasi merupakan tolok ukur dari kenyataan
dan tujuan hidup. Arnold Toynbee ( 1889-1975), seorang sejarawan Inggris juga menilai
bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan
kematian. Menurutnya peradaban besar muncul untuk menjawab tantangan tertentu, tetapi
semuanya telah punah kecuali peradaban Barat, yang dewasa ini juga tengah beralih menuju
ke tahap kepunahannya.
3) Teori Fungsionalis ( Functionalist Theory )
Penganut teori ini memandang setiap elemen masyarakat memberikan fungsi terhadap
elemen masyarakat lainnya. Perubahan yang muncul di suatu bagian masyarakat akan
menimbulkan perubahan pada bagian yang lain pula. Perubahan dianggap mengacaukan
keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan itu berhenti pada saat perubahan tersebut telah
diintegrasikan ke dalam kebudayaan ( menjadi cara hidup masyarakat). Oleh sebab itu
menurut teori ini unsur kebudayaan baru yang memiliki fungsi bagi masyarakat akan
diterima, sebaliknya yang disfungsional akan ditolak.
Menurut sosiolog William Ogburn, meskipun unsur - unsur masyarakat saling
berhubungan, beberapa unsurnya bisa berubah sangat cepat sementara unsur yang lain
berubah secara lambat, sehingga terjadi apa yang disebutnya dengan ketertinggalan budaya
( cultural lag ) yang mengakibatkan terjadinya kejutan sosial pada masyarakat, sehingga
mengacaukan keseimbangan dalam masyarakat. Menurutnya, perubahan benda-benda budaya
materi / teknologi berubah lebih cepat daripada perubahan dalam budaya non materi / sistem
dan struktur sosial. Dengan kata lain, kita berusaha mengejar teknologi yang terus berubah,
dengan mengadaptasi adat dan cara hidup kita untuk memenuhi kebutuhan teknologi
( Henslin, 2007 )
4) Teori Konflik ( Conflict Theory )
Menurut pengikut teori ini, yang konstan ( tetap terjadi ) dalam kehidupan
masyarakat adalah konflik sosial, bukannya perubahan. Perubahan hanyalah merupakan
akibat dari adanya konflik dalam masyarakat, yakni terjadinya pertentangan antara kelas
kelompok penguasa dan kelas kelompok tertindas. Oleh karena konflik sosial berlangsung
secara terus menerus, maka perubahanpun juga demikian adanya.
Menurut Karl Marx, konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan
berpengaruh dalam semua perubahan sosial. Perubahan akan menciptakan kelompok dan
kelas sosial baru. Konflik antar kelompok dan kelas sosial baru tersebut akan melahirkan
perubahan berikutnya. Menurutnya, konflik paling tajam akan terjadi antara kelas Proletariat
(buruh yang digaji) dengan kelas Borjuis (kapitalis/pemilik industri) yang diakhiri oleh
kemenangan kelas proletariat, sehingga terciptalah masyarakat tanpa
kelas (PB Horton dan CL. Hunt,1992). Namun asumsi Marx terhadap terciptanya masyarakat
tanpa kelas tersebut sampai saat ini tidak terbukti. Artinya kehidupan masyarakat tetap
diwarnai adanya perbedaan kelas sosial.

B. IMPLEMENTASI PERUBAHAN SOSIAL


1. Implementasi modernisasi dalam kehidupan Engkus Al-Getuk dikaji melalui tiga aspek
yaitu sosiologi, psikologi, dan ekonomi. Pada aspek sosiologi terjadi perubahan pada
tindakan, sikap, dan tingkat spesialisasi yang dimiliki seseorang. Perubahan pada
tindakan sosial pada Engkus ditunjukkan dari upayanya dalam menjalani kehidupan
dimana dia tidak hanya berfokus pada permasalahan ekonomi saja, namun juga memiliki
tujuan lain yaitu berbagi ilmu tanpa mengharap imbalan. Perubahan sikap ditunjukkan
dari respon yang dia tunjukkan terhadap penyakit yang dimilikinya. Meskipun dia
menderita polio sejak usia 5 bulan namun dia tetap berusaha untuk berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang dipelajari. Dia memanfaatkan sosial media untuk berinteraksi dengan masyarakat.
Selanjutnya adalah spesialiasi, dia dapat menemukan hal yang disukainya dan bagaimana
memanfaatkan apa yang dimilikinya. Dia tetap mempelajari bahasa Inggris meskipun
tidak mengenyam pendidikan formal.
2. Aspek psikologi dapat dianalisis dengan pendapat Mc Clelland bahwa dalam
perkembangannya manusia dipengaruhi oleh motivasi. Sosok Engkus memiliki motivasi
berupa “Aku Bisa”. Motivasi tersebut membuatnya merasa mampu untuk melakukan apa
saja dan lebih optimis dalam menjalani kehidupannya. Optimisme yang dimilikinya
menunjukkan bahwa ia memiliki hardiness terhadap kehidupannya. Kepribadian Engkus
saat ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari keluarga dan kerabat. Dengan kata
lain, social support merupakan salah satu faktor penting bagi Engkus. Selain keluarga dan
kerabat, pemerintahpun juga memberikan bantuan atau fasilitas yang dibutuhkan Engkus.
Namun berbeda dengan apa yang disampaikan Mc Clelland, achievement yang diperoleh
Engkus berbentuk rasa bangga karena membagikan ilmunya dan bukan bersifat materiil.
3. Aspek terakhir adalah aspek ekonomi. Berdasarkan teori yang disampaikan W.W.
Rostow, terdapat lima tahapan dalam perkembangan sebuah negara yaitu traditional
society, precondition for take-off, take off, road to maturity, dan high mass consumption.
Menurut teori ini proses perekonomian Engkus masih berada di tahap pertama, yaitu
traditional society. Engkus memiliki pekerjaan utama dalam bidang agriculture, yaitu
berjualan telur bebek. Namun hasil dari usahanya tersebut tidak maksimal karena tidak
diikuti oleh teknologi yang ada. Gadget yang dimilikinya hanya digunakan sebagai media
berbagi ilmu dan bukan untuk meningkatkan pendapatan.

C. HUBUNGAN HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL


Hubungan antara hukum dan perubahan sosial tetap kontroversial. Tetap ada dua
pendapat yang bertolak belakang tentang hubungan antara kaidah-kaidah hukum (legal
precepts) dan sikap-sikap serta perilaku masyakarat. Menurut pendapat yang satu, hukum
ditentukan oleh perasaan keadilan (sense of justice) dan sentimen moral dari populasi, dan
legislasi hanya dapat mencapai hasil bila tetap berada dekat secara relatif dengan norma-
norma sosial yang berlaku (prevailing social norms). Menurut pendapat yang lain, hukum,
khususnya legislasi, adalah wahana (vehicle) melalui mana evolusi sosial yang terprogram
dapat dilakukan.” Pada satu sisi ekstrim, terdapat pandangan bahwa hukum adalah perubah
tak bebas (dependent variable), yang ditentukan dan dibentuk oleh pamalipamali yang ada
(current mores) dan opini-opini dari masyarakat. Menurut pendapat / posisi ini, perubahan
hukum adalah tidak mungkin kecuali didahului oleh perubahan sosial; reformasi hukum tidak
dapat melakukan apa-apa kecuali mengkodifikasi hukum. Jelas hal ini tidak benar, dan
mengabaikan fakta bahwa sepanjang sejarah institusi-institusi hukum telah ditemukan untuk
“mempunyai peranan yang jelas, dan bukan pengertian yang meraba-raba, sebagai suatu
Tahkim instrumen yang mengatur (set off), memonitor, atau meregulasi fakta atau kecepatan
dari perubahan sosial.” Pendapat ekstrim lainnya diberikan oleh pakar hukum Soviet, seperti
P.P. Gureyev dan P.I. Sedugin (1977), yang melihat hukum sebagai instrumen untuk
melakukan rekayasa sosial (social engineering). Pendapat mereka, adalah “selama periode
transisi dari kapitalisme ke sosialisme, Negara Soviet telah menggunakan legislasi secara luas
untuk mengarahkan masyarakat, memulai dan mengembangkan bentuk-bentuk sosial
ekonomi, menghapuskan setiap bentuk eksploitasi, dan meregulasi berdasarkan tenaga kerja
dan konsumsi dari produk-produk tenaga kerja sosial (products of social labour). Ia
menggunakan legislasi untuk membuat dan meningkatkan lembaga-lembaga sosialis
demokratis, untuk membuat hukum dan ketertiban yang keras (firm law and order),
melindungi sistem sosial dan keamanan Negara, dan mengembangkan sosialisme”.
Dalam masyarakat modern, peranan hukum dalam perubahan sosial lebih daripada
hanya interest teoritis saja. Dalam banyak bidang kehidupan sosial, seperti pendidikan,
hubungan rasial, perumahan, transportasi, penggunaan energi, dan perlindungan lingkungan,
hukum telah disandari sebagai instrumen perubahan yang penting. Di Amerika Serikat,
hukum telah digunakan sebagai mekanisme utama untuk meningkatkan posisi politik dan
sosial kaum kulit hitam (blacks). Sejak tahun 1960, pengadilan dan Kongres telah
membatalkan sistem kasta rasial yang termaktub (embedded) di dalam hukum dan yang telah
dipraktekkan selama beberapa generasi. Orde lama telah disapu bersih oleh legislasi,
termasuk Undang-Undang Persamaan Hak tahun 1964 (Civil Rights Act of 1964) dan
Undang-Undang Hak Pemilihan tahun 1965 (Voting Rights Act of 1965), diikuti dengan
komitmen milyaran dollar untuk program kesejahteraan sosial. Begitu pula di negara-negara
Eropa Timur, hukum telah menjadi instrumen penting untuk mentransformasikan masyarakat
sejak Perang Dunia II dari masyarakat borjuis ke masyarakat sosialis. Perundangan hukum
telah memulai dan meligitimasi pengaturan ulang dalam hal properti (hak rumah, tanah) dan
hubungan kekuasaan, mentransformasikan institusi sosial dasar seperti pendidikan dan
pelayanan kesehatan, dan membuka jalan raya baru untuk mobilitas sosial bagi segmen besar
dari populasi. Legislasi telah mengarahkan pengaturan kembali produksi pertanian dari
kepemilikan pribadi ke pertanian kolektif, pembuatan kota-kota baru, dan pengembangan ala
sosialis dari ekonomi produksi, distribusi, dan konsumsi. Perubahanperubahan ini, pada
gilirannya akan mempengaruhi nilai-nilai, kepercayaan, pola sosialisasi, dan struktur
hubungan sosial.
Ada beberapa cara untuk mempertimbangkan peranan hukum dalam perubahan sosial.
Dalam suatu artikelnya yang sangat berpengaruh, “Hukum dan Perubahan Sosial,“ Dror
membedakan antara aspek tak langsung dan aspek langsung dari hukum dalam perubahan
sosial. Dror mengatakan bahwa “hukum memainkan peranan tak langsung dalam perubahan
sosial dengan membentuk berbagai institusi sosial, yang pada gilirannya mempunyai dampak
langsung terhadap masyarakat“. Ia menggunakan ilustrasi sistem wajib belajar yang
memainkan peranan penting tidak langsung dalam perubahan dengan memperkuat operasi
institusi-institusi pendidikan, yang pada gilirannya akan memainkan peranan langsung dalam
perubahan sosial. Ia menekankan bahwa hukum berinteraksi secara langsung dalam banyak
kasus dengan institusi-institusi sosial, membentuk adanya hubungan langsung antara hukum
dan perubahan sosial. Sebagai contoh, hukum yang diundangkan untuk melarang poligami
mempunyai pengaruh besar langsung terhadap perubahan sosial, dengan tujuan utamanya
perubahan dalam pola-pola perilaku yang penting. Namun ia mewanti-wanti, bahwa
perbedaannya tidaklah absolut tapi relatif : pada banyak kasus penekanannya lebih kepada
dampak langsung dan kurang pada dampak tidak langsung terhadap perubahan sosial, yang
dalam kasus lainnya hal kebalikannya yang berlaku”.
Di sisi lain Achmad Ali mengungkapkan, bahwa ada dua hal yang penting yang
berhubungan dengan perubahan-perubahan hukum dan perubahan-perubahan masyarakat
yaitu:
1. Perubahan masyarakat harus mendapatkan penyesuain oleh hukum. Dengan kata lain;
hukum menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat dan ini menunjukkan sifat pasif
hukum
2. Hukum berperan untuk menggerakkan masyarakat menuju suatu perubahan yang
terencana. Disini hukum berperan aktif, dan inilah yang sering disebut sebagai fungsi hukum
a tool of social engineering, sebagai alat rekayasa masyarakat.
Pengakuan (recognition) peranan hukum sebagai suatu instrumen dari perubahan
sosial telah semakin menguat di masyarakat kontemporer. “Hukum- melalui respons legislatif
dan administratif terhadap kondisi-kondisi sosial dan ide-ide baru, selain melalui interpretasi
kembali dari konstitusi, statuta atau preseden- secara meningkat tidak hanya
mengartikulasikan / mengambil peranan penting tetapi juga menentukan arah dari perubahan-
perubahan sosial besar“ Sehingga, “Perubahan sosial yang dicoba, melalui hukum, adalah
suatu jejak (trait) dasar dari dunia modern“.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hukum adalah serangkaian aturan yang secara subastansi memiliki perintah dan larangan
serta harus ditaati oleh setiap individu.
2. Perubahan sosial merupakan perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan
terhadap keseimbangan dalam hubungan sosial.
3. Hukum merupakan instrumen penting dalam perubahan sosial karena memiliki korelasi
yang tidak bisa dilepas pisahkan.
B. SARAN
Demi kesempurnaan makalah ini maka kritikan dan saran yang membangun sangat
membantu, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca maupun penulis
DAFTAR PUSTAKA
 Henslin, James M. (2007). Essential of Sociology : A Down-to-Earth Approach
( Sosiologi dengan Pendekatan Membumi). Penerjemah: Kamanto Sunarto. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
 Herimanto dan Winarno. (2009). Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta. PT. Bumi
Akasara.
 Horton, Paul B & Hunt,Chester L. (1992). Sociology ( Sosiologi ). Penerjemah:
Aminudin
 Ram. Jakarta: Penerbit Erlangga.
 Soerjono Soekanto. (2000). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada

Anda mungkin juga menyukai