Anda di halaman 1dari 10

REVIEW MATERI 2

Kedudukan Perlindungan Lingkungan Hidup dalam


Konstitusi Malaysia
(The Position of Environmental Protection in The
Malaysian Constitution)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Hukum dan Konstitusi
Kelas A
Dosen Pengampu:
Dr. Riana Susmayanti, S.H.,M.H.

Oleh :
Amalia Zulfa Pritasari
NIM. 226010101111005

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2023
PEMBAHASAN
1. DESKRIPSI POIN-POIN
 Declaration of The United Nations Conference on The Human
Environment (Deklarasi Stockholm 1972) pada intinya menyatakan
bahwa setiap manusia berhak mendapatkan hak asasi untuk bebas,
setara, dan memadai dalam hidup, di dalamnya juga termasuk hak asasi
untuk mendapatkan lingkungan yang baik serta memastikan bahwa
generasi selanjutnya tetap merasakan hal yang sama.
 Setelah 20 tahun Deklarasi Stockholm, kemudian ada Deklarasi Rio
1992 yang pada intinya menyebutkan bahwa setiap manusia berada
dalam perhatian pembangunan berkelanjutan. Mereka berhak atas
kehidupan yang sehat dan produktif dan selaras dengan alam.
 Menurut Mukherjee (2001), Hak Asasi Lingkungan (Hak Alam Sekitar/
Environmental Rights) telah didefinisikan baik sebagai individu
maupun kolektif baik substantif maupun prosedural, dan isi hak
lingkungan telah diturunkan dari hak yang diakui secara universal, baik
yang berkaitan dengan hak substantif (seperti hak untuk hidup,
kesehatan, dan privasi) dan hak prsedural (yaitu akses ke informasi dan
proses hukum yang semestinya)
 Konsep Hak Lingkungan Substantif: Stookes (2005) berpendapat
bahwa konsep dari hak lingkungan substantif berarti hak-hak yang
menetapkan tujuan yang jelas dan dapat dijamin tanpa mengacu pada
hak-hak lain, misalnya hak atas lingkungan yang bersih dan sehat, dan
hak atas air minum yang bersih dan segar.
 Konvensi Aarhus 1998 memperkenalkan hak lingkungan prosedural
yang berupaya untuk memperkuat peran anggota masyarakat dan
organisasi lingkungan hidup dalam melindungi dan memperbaiki
lingkungan untuk kepentingan generasi mendatang. Yang mana sejatinya
hak tersebut mengarahkan pada 3 poin penting hakni hak untuk
mendapatkan akses informasi, partisipasi publik untuk terlibat dalam
proses pembuatan keputusan, dan akses keadilan.
 Pada 8 Oktober 2021, Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengeluarkan
pernyataan bahwa akses terhadap lingkungan yang aman, bersih, sehat,
dan lestari merupakan bagian dari hak asasi manusia.
 Indonesia menjadi salah satu negara yang secara eksplisit telah
memasukkan hak lingkungan dalam konstitusinya yakni secara tegas
disebutkan dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi,
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
 Hak Lingkungan di Malaysia: Konstitusi Malaysia, Perlembagaan
Persekutuan tidak mengatur secara eksplisit mengenai
perlindungan terhadap lingkungan. Namun, secara implisit dapat dilihat
bahwa kewenangan mengatur lingkungan hidup secara konkret sudah
diatur dengan jelas. Misalnya pada schedule 9 yang menerangkan
pembagian kewenangan antara Federal, State, dan Concurrent
(keduanya), banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan
hidup sudah diatur dan dibagi kewenangannya sesuai yurisdiksi masing-
masing.
 Tidak adanya aturan yang eksplisit mengenai hak lingkungan dalam
Perlembagaan Persekutuan berdampak pada tidak efektifnya
partisipasi publik untuk terlibat dalam pengambilan keputusan atas
proses-proses yang berkaitan dengan isu lingkungan strategis.
 Terdapat dua keadaan dimana hak lingkungan prosedural khususnya
mengenai partisipasi publik diatur dalam undang-undang, yakni Undang-
Undang Perencanaan Kota dan Negara Tahun 1976 dan Sec.34A Undang-
Undang Kualitas Lingkungan Tahun 1974 (Environmental Quality Act
1974).
 Payung hukum tentang aturan lingkungan ada dalam Environmental
Quality Act 1974. Undang-undang ini menjadi solusi terhadap masalah
polusi udara, polusi kebisingan, polusi darat, dan polusi air. Di samping
itu, Malaysia juga punya beberapa undang-undang lain yang berkaitan
dengan lingkungan seperti Land Conservation Act 1960, Wildlife Act 1972,
National Park Act 1980, National Forestry Act 1984, and Fisheries Act
1985. Beberaoa undang-undang yang disebutkan sebelumnya
mengindikasikan bahwa Malaysia menganggap penting diaturnya
perlindungan dan manajemen lingkungan hidup.
2. ANALISIS MATERI DENGAN TEORI/KONSEP
Konsep Konstitusi Hijau dan Tata Kelola Lingkungan di Malaysia
Konstitusi negara saat ini tidak bisa hanya diartikan sebatas dokumen
mati saja. Namun, konstitusi perlu dimaknai sebagai pusaka atau kitab yang di
dalamnya mengandung prinsip dasar dalam penyelenggaraan suatu negara.
Lingkungan perlu diatur konstitusionalitasnya dalam konstitusi mengingat ia
memiliki peran penting untuk keberlanjutan kehidupan di masa mendatang.
Prinsip ekokrasi menjadi ruh atau semangat yang ada di dalam konstitusi saat
konstitusi tersebut menjamin adanya hak asasi lingkungan. Prinsip ekokrasi ini
bertujuan untuk menciptakan sistem keberlanjutan yang dapat mendukung dan
membawa kebaikan terhadap seluruh makhluk yang ada di dunia, baik yang
hidup sekarang ini maupun yang akan datang. Secara sederhana, ekokrasi
merupakan perluasan terhadap keterbatasan dari konsep demokrasi, green policy
merupakan bagian dari ekokrasi.1
Jimly Asshiddiqie, pakar hukum tata negara yang pertama kali
mempopulerkan istilah “Green Constitution” di Indonesia, membagi model
konstitusi yang memuat konstitusionalisasi norma dalam upaya perlindungan
terhadap lingkungan, yaitu: model konstitusionalisasi formal, seperti di Portugal;
model konstitusionalisasi substansial, seperti di Perancis; dan model
konstitusionalisasi struktural, seperti di Ekuador. 2 Indonesia termasuk dalam
kategori konstitusionalisasi formal karena mencantumkan urgensi perlindungan
terhadap lingkungan hidup tidak dijelaskan secara rigid dan cenderung masih
ada potensi dimaknai secara umum.
Perlembagaan Persekutuan sebagai konstitusi yang berlaku di Malaysia,
tidak dapat dikategorikan sebagai Green Constitution/ Konstitusi Hijau sebab
Malaysia memang secara terang tidak ada satu pun pasal yang menjelaskan
terkait upaya perlindungan lingkungan. Hak lingkungan tidak diatur secara tegas
di bawah hukum Malaysia. Kebebasan mendasar atau hak asasi manusia seperti
1
Pan Mohammad Faiz, Perlindungan Terhadap Lingkungan Dalam Perspektif
Konstitusi (Environmental Protection in Constitutional Perspective ), Jurnal Konstitusi, Vol.
13, No. 4, 2016, hlm. 776-777.
2
Ibid, hlm. 781.
kebebasan seseorang, kebebasan berbicara, kebebasan bergeran, dan hak atas
properti dijamin di bawah Perlembagaan Persekutuan, dan hak lingkungan belum
secara eksplisit dimasukkan sebagai salah satu hak substantif. 3
Formulasi mengenai lingkungan tidak bisa secara langsung ditemukan
dalam Konstitusi Malaysia. Hal ini tentu sebenarnya dapat memunculkan problem
ke depannya mengenai aturan positif yang berlaku di bawah konstitusi. Misalnya
saja Environmental Quality Act 1974 sebagai payung hukum lingkungan di
Malaysia hingga saat ini tidak memiliki acuan atau pedoman untuk melaksanakan
upaya perlindungan hak asasi lingkungan. Undang-undang ini berdiri sendiri dan
hingga saat ini belum pernah mengalami perubahan. Selama hampir 50 tahun,
payung hukum lingkungan Malaysia tidak pernah berubah. Hal ini sebenarnya
mengarahkan pada pertanyaan besar, mengapa Pemerintahan Malaysia tidak
ingin merubah aturan perlindungan lingkungan hidup yang dimilikinya,
sementara isu lingkungan selalu berkembang secara dinamis. Apakah sampai
saat ini undang-undang lingkungan yang nyaris usang tersebut masih memiliki
kekuatan untuk mengakomodir permasalahan-permasalahan lingkungan yang
berkembang?
Nuansa Konstitusi Hijau seharusnya perlu dihadirkan dalam Perlembagaan
Persekutuan mengingat hak lingkungan menjadi hak asasi yang urgen untuk
dilindungi. Hak lingkungan tidak bisa hanya sebatas dilindungi dalam aturan
undang-undang biasa (Environmental Quality Act 1974 ), namun perlu ada
jaminan konstitusional supaya legalitas dari adanya perlindungan tersebut
mendapatkan supremasi hukum. Pemerintahan Malaysia perlu mereformulasi
hukumnya terkait jaminan perlindungan hak asasi lingkungan di negaranya.
Dengan adanya konstitusionalitas terhadap hak lingkungan, maka setidaknya
Malaysia sudah menerapkan konsep konstitusi hijau yang mana saat ini negara-
negara secara global sudah banyak yang menerapkan di negaranya dan sedikit
banyak hal tersebut berdampak pada pembangunan berkelanjutan di negaranya.
3. KEBARUAN DAN RELEVANSI MATERI
Isu lingkungan merupakan isu yang terus berkembang secara dinamis.
Sejalan dengan hal tersebut, maka perlu kiranya apabila aturan dan kebijakan
mengenai lingkungan hidup terus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di

3
Haslinda Mohd Anuar, Environmental Rights in Malaysia: Public Participation Under
EIA, DISERTASI, Law School Newcastle University, 2015, hlm. 2.
tengah masyarakat dan mengutamakan keberlanjutan untuk generasi yang akan
datang. Pernyataan-pernyataan seperti itu juga sudah sangat sering digaungkan
di berbagai konvensi atau perjanjian internasional secara global. Negara-negara
di dunia melihat bahwa adanya urgensi yang sangat kuat untuk mengatur secara
khusus apa yang menjadi kebutuhan perlindungan lingkungan hidup.
Dari masa ke masa terlihat juga bahwa mulai ada pergeseran paradigma
manusia dari antroposentrisme, yang mana dahulu manusia hanya menjadikan
dirinya sebagai pusat dari dunia dan kehidupan, namun saat ini paradigma
tersebut sudah mulai tergantikan dengan paradigma ekosentrisme yang
bermakna bahwa lingkungan hidup juga perlu dijadikan pusat kehidupan dan
memiliki koneksi dengan kehidupan makhluk lainnya. Paradigma ini kemudian
yang membawa kepada pola pikir manusia yang mulai sadar akan pentingnya
menjaga lingkungan hidup. Saat dunia internasional secara global telah
menyatakan urgensi adanya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
negara-negara yang berada di naungannya pun terlibat dan turut banyak
meratifikasi ke dalam berbagai bentuk undang-undang yang disesuaikan dengan
negaranya.
Indonesia memiliki idelogi pancasila, yang mana tiap silanya membentuk
sebuah hirarkis-piramidal yang saling berkaitan dan berjenjang. Dalam seluruh
silanya, secara tidak langsung sejatinya telah mencerminkan adanya keadilan
lingkungan.4 Namun, pemerintah tidak berhenti begitu saja memandang
pentingnya perlindungan hak lingkungan. Dalam konstitusi UUD NRI 1945 secara
konkret diterangkan dalam Pasal 28H ayat (1) bahwa setiap orang berhak
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Kemudian Indonesia masih
memiliki payung hukum soal Lingkungan Hidup yakni Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang telah
direvisi beberapa substansinya dalam UU Cipta Kerja. Secara garis besar,
UUPPLH telah menyadur 3 poin penting yang ada di dalam Konvensi Aarhus
1998. Akses informasi dan partisipasi publik secara tegas dan konkret telah
disebutkan dalam Pasal 26 ayat (2) UUPPLH yang berbunyi, “Perlibatan
masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang

4
Riana Susmayanti, Refleksi Keadilan Lingkungan dalam Pancasila Pada Keputusan
Mahkamah Agung Nomor 3555K/PDT/2018 dalam Konferensi Nasional Online HAM,
Kebudayaan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19:
Tantangan untuk Keilmuan Hukum dan Sosial, 2020, hlm. 6.
transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan”,
dalam hal ini yang dibahas adalah mengenai partisipasi publik dalam proses
pembuatan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL menjadi
salah satu elemen administratif yang perlu dilalui untuk mendapat perizinan
lingkungan.
4. KONTRIBUSI PADA BIDANG KEILMUAN
Pemaparan materi yang disampaikan oleh Prof. Haslinda Mohd Anuar
secara tersirat menyebutkan bahwa Malaysia tidak memiliki ketidaksempurnaan
dalam pengaturan hak asasi lingkungan hidup dalam konstitusinya.
Perlembagaan Persekutuan tidak secara konkret menjelaskan urgensi
perlindungan hak lingkungan hidup, dimana dalam hal ini dapat kita simpulkan
bahwa UUD NRI 1945 lebih unggul dan jauh lebih visioner mengenai
perlindungan hak lingkungan. Secara produk hukum (dalam hal ini khususnya
konstitusi), Indonesia memang dapat dinyatakan lebih unggul karena sudah lebih
dulu mengatur hak lingkungan secara inklusif. Namun, dalam realitanya,
Indonesia juga masih banyak menemui tantangan dan hambatan yang membuat
hak lingkungan yang ada dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945 menjadi sulit
untuk diwujudkan.
Isu lingkungan yang terus berkembang secara dinamis ini sejatinya
memerlukan aturan hukum yang melegitimasi adanya perlindungan hak
lingkungan terhadap rakyat. Pasalnya, lingkungan hidup tidak hanya berkaitan
dengan dirinya sendiri, namun ada makhluk lain yang juga memiliki
ketergantungan terhadap lingkungan hidup. Menurut Penulis, Perlembagaan
Persekutuan menjadi konstitusi yang kurang mengakomodir perlindungan
terhadap hak asasi lingkungan, meskipun memang pada akhirnya hal yang
menjadi pernyataan pembela adalah konstitusi tersebut menyebutkan secara
implisit terkait hak asasi lingkungan. Mengingat lingkungan adalah suatu entitas
yang memang perlu dijaga dan dilestarikan, seharusnya Malaysia memiliki
agenda untuk memperkuat perlindungan terhadap hak asasi lingkungan supaya
pembangunan berkelanjutan di Malaysia dapat berjalan dengan baik.
5. KELOGISAN DALAM MENUANGKAN DATA DAN BAHAN HUKUM
Tahun 2019 menjadi tantangan bagi Pemerintah Malaysia untuk
menangani maraknya kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Pada
bulan Agustus 2019, sebagian wilayah Malaysia dikepung oleh asap dan
dilaporkan bahwa saat itu Malaysia dalam indeks pencemaran udara dengan level
yang berbahaya.5 Dengan tidak adanya penguatan aturan mengenai lingkungan
hidup, maka tidak heran apabila dalam upaya mengatasi kasus Karhutla di
Malaysia berjalan lamban. Hukum seharusnya dapat dijadikan instrumen penting
untuk mencegah tindakan-tindakan yang memicu adanya kerugian aktivitas
manusia di alam. Sampai sini dapat disimpulkan bahwa sejatinya Malaysia masih
belum mencapai titik komitmen tertinggi untuk bertanggung jawab melindungi
hak asasi lingkungan dari masyarakatnya. Sebelum diatur secara tegas dan
konkret dalam hukum tertingginya, maka kita dapat menganggap bahwa
Malaysia belum secara serius menjalankan 3 poin penting yang ada dalam
Aarhus Convention 1998.
SIMPULAN DAN SARAN
Dunia secara global telah berada pada paradigma yang menganggap
bahwa isu lingkungan adalah isu yang penting dan perlu diperhatikan
perkembangannya. Sejak dahulu, negara-negara dunia melalui beberapa
konvensi dan perjanjian internasional telah setuju dan berikrar bahwa hak asasi
lingkungan perlu diatur keberadaannya. Di Indonesia, hak asasi lingkungan hidup
secara konkret tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945, kemudian
terdapat pula Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan
Perlindungan Hidup sebagai payung hukum dijalankannya tata kelola dan
perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Berbeda halnya di Malaysia, Perlembagaan Persekutuan sebagai konstitusi
Malaysia tidak menerangkan secara eksplisit tentang hak asasi lingkungan.
Malaysia melalui Environmental Quality Act 1974 berusaha mengakomodir proses
controlling dan monitoring atas lingkungan hidup. Urgensi mengenai
perlindungan belum nampak dan cenderung tidak dijadikan sebagai prioritas
dalam undang-undang ini. Jika melihat kenyataan ini, maka kita boleh
menyimpulkan bahwa Indonesia jauh lebih unggul dalam konteks legalistas
aturan mengenai perlindungan terhadap hak asasi lingkungan dibanding negara
Malaysia.

5
Anonim, Asap Karhutla di Malaysia, Capai Level Bahaya, CNN Indonesia, Agustus
2019, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20190811122305-106-420246/asap-karhutla-
di-malaysia-capai-level-bahaya (diakses pada 24 Mei 2023 pukul 19.31 WIB)
Saran yang dapat diajukan adalah perlu adanya banyak pengembangan
penelitian tentang urgensi penguatan aturan lingkungan hidup di Malaysia.
Ketidaksempurnaan hukum ini dapat dijadikan bahan penelitian bagi para
peneliti, mahasiswa, dan akademisi yang pada akhirnya memberikan output
rekomendasi yang tepat untuk diterapkan dan disesuaikan dengan kebutuhan
Negara Malaysia. Kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan hidup perlu
ditingkatkan lagi dengan cara adanya aturan yang memfasilitasi hal tersebut
untuk diterapkan dan dijalankan dengan baik. Dari adanya kesadaran
masyarakat, nantinya diharapkan akan berkembang pula keasadaran untuk
berpartisipasi dalam rangka melindungi lingkungan hidup demi menjamin hak
asasi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Susmayanti, R. (2020). Refleksi Keadilan Lingkungan dalam Pancasila Pada
Keputusan Mahkamah Agung Nomor 3555K/PDT/2018 dalam Konferensi
Nasional Online HAM, Kebudayaan dan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19: Tantangan untuk
Keilmuan Hukum dan Sosial.
Mohd Anuar, H. (2014). Environmental Governance in Malaysia: An Overview .
154-162.
Faiz, P. M. (2016). Perlindungan Terhadap Lingkungan Dalam Perspektif
Konstitusi (Environmental Protection in Constitutional Perspective ). Jurnal
Konstitusi, 13(4), 766-787.
Website
Anonim. (2019). Asap Karhutla di Malaysia, Capai Level Bahaya, CNN Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20190811122305-106-
420246/asap-karhutla-di-malaysia-capai-level-bahaya
Disertasi
Mohd Anuar, H. Environmental Rights in Malaysia: Public Participation Under EIA .
DISERTASI, Law School Newcastle University, 2015.
LAMPIRAN
Bukti Keikutsertaan dalam Zoom Meeting (24 Mei 2023)

Bukti Mengajukan Pertanyaan pada Kolom Chat

Anda mungkin juga menyukai