Anda di halaman 1dari 6

Review Film Ngeri-Ngeri Sedap: Karya Bene Dion yang Agak Laen!

A: Aku habis nonton Ngeri-Ngeri Sedap loh


B: Oh iya? Nonton apa?
A: Ngeri-Ngeri Sedap!
B: Oh judul filmnya Ngeri-Ngeri Sedap?
A: Lah iyaaa, emang itu dari tadi!

Setengah tahun berjalan, saya baru sadar ternyata baru sekali saya menonton film di bioskop
tahun ini. Tau filmnya apa? Makmum 2 (yang sebenarnya saya sampai detik ini pun belum
nonton film Makmum yang pertama). Kemudian, bulan lalu saya berencana untuk nonton film di
bioskop untuk kedua kalinya. Saya ingin nonton film Gara-Gara Warisan karena ulasan dari
orang-orang cukup positif, dan sebelumnya juga saya sudah menonton trailernya (bagi saya,
trailernya menarik juga). Cukup lama saya memutuskan kapan waktu yang tepat untuk nonton,
akhirnya saat saya melihat jadwal penayangan di bioskop, film Gara-Gara Warisan sudah turun
dari layar :) disitu saya benar-benar menyesal dan sedih. Sampai sekarang masih pengen nonton,
harapnya suatu saat film itu ditayangkan di platform streaming supaya saya masih punya
kesempatan mengobati rasa penasaran ini :’)
Setelah film Gara-Gara Warisan, saya masih punya rencana satu film yang ingin saya tonton.
Tidak ingin menyesal yang kedua kalinya, saat filmnya rilis saya langsung mencari review dari
orang-orang yang sudah menonton. Ulasannya bagus, nyaris tanpa cela. Tapi saya cukup
khawatir, film ini punya latar belakang suatu suku yang notabene suku tersebut menjadi
minoritas di kota saya. “Apakah akan tetap banyak peminatnya?”, pikir saya. Saya takut ketika
minim peminat, filmnya jadi sangat sedikit jadwal penayangannya. Benar saja, hari keempat film
ini tayang, dari 4 bioskop yang ada, tinggal satu saja yang konsisten menayangkan. Saya makin
yakin bahwa film ini “kurang masuk” untuk masyarakat sini. Karena alasan itu dan saya tidak
ingin menyesal untuk kedua kalinya, saya sudah tekad bulat di hari kelima penayangan, saya
tonton film ini. “NGERI-NGERI SEDAP”

(*Eh taunya pas masuk studio, lumayan rame juga. Padahal itu weekdays. Dan ternyata di hari-
hari selanjutnya, makin banyak jadwal tayangnya. Entah ini karena faktor apa)

SINOPSIS
Di tepi Danau Toba, tinggalah sebuah keluarga Batak. Pak Domu (Arswendy Beningswara
Nasution), Mak Domu (Tika Panggabean) dan keempat anaknya. Tiga anak laki-lakinya
merantau, sedangkan satu anak perempuannya menetap bersama bapak dan ibunya. Empat anak
ini punya pertentangan batin dengan ayahnya, Pak Domu. Anak pertama, Domu (Boris Bokir),
seorang pegawai BUMN yang merantau ke Bandung dan telah menaruh hati pada gadis Sunda.
Anak kedua, Sarma (Gita Bhebhita), anak perempuan satu-satunya yang mengubur cita-citanya
dan lebih memilih menjadi seorang PNS supaya bisa menemani Pak Domu dan Mak Domu. Ia
juga menjadi penyambung lidah antara orang tuanya dengan saudara-saudara laki-lakinya. Anak
ketiga, Gabe (Lolox), sarjana hukum yang pergi merantau ke ibu kota menjadi seorang
komedian. Anak keempat, Sahat (Indra Jegel), lulus sarjana ia lebih memilih untuk menemani
Pak Pomo yang sudah sebatang kara di sebuah desa di kota Jogja.
(Dok. Youtube Imajinari)

Menurut Pak Domu, keputusan ketiga anaknya untuk merantau sudah bertentangan dengan adat-
tradisi suku Batak. Ketegangan antara Pak Domu dan ketiga anak laki-lakinya yang tidak
kunjung mereda membuat mereka makin enggan pulang ke kampung halaman. Di sisi lain, Mak
Domu sangat merindukan ketiga jagoannya dan mengharapkan mereka pulang. Dari sini,
munculah ide ekstrim dari Pak Domu. Pikirnya, ketiga anaknya akan pulang saat mendengar
berita orang tuanya akan cerai. Drama berpura-pura ceraipun disiapkan oleh Pak Domu dan Mak
Domu. Upaya mereka berhasil, ketiga anaknya akhirnya pulang untuk berusaha menyelesaikan
masalah orang tuanya. Kelanjutannya bagaimana? Tonton filmnya!

REVIEW PRA-PASCA FILMNYA


Film yang tayang perdana di seluruh bioskop Indonesia pada 2 Juni 2022 ini, sudah
mengumpulkan total 2.505.835 penonton (per tanggal 30 Juni 2022). Belum genap sebulan loh,
capaian yang luar biasa! Akhir-akhir ini jika bertemu orang, saya selalu merekomendasikan
untuk nonton film ini. Karena memang se-epic itu untuk ditonton. Bahkan saya berani bilang
kalo teman-teman tidak akan rugi membeli tiketnya, tidak akan rugi 114 menit di hidup kalian
untuk nonton film ini, se-worth it itu memang!
Usut punya usut, di balik seluruh capaian ini, ada ide konsep luar biasa yang dibuat sejak 8 tahun
yang lalu oleh Bene Dion Rajaguguk. Yap, beliau adalah penulis skenario sekaligus sutradara
dari film Ngeri-Ngeri Sedap. Pengalaman menulis skenario Warkop DKI Reborn Part 1 serta
telah menyutradarai Ghost Writer meyakinkan Bang Bene (sapaan biar makin akrab ya) untuk
segera menggarap film dari cerita yang sudah ia buat. Film ini adalah karya idealis dari seorang
Bene Dion. Tentu mewujudkan suatu cerita versi idealis (yang mana hasilnya akan subjektif)
untuk dijadikan sebuah film, pasti tidak mudah. Tapi disini, Bene Dion sangat pandai dalam
memilih crew yang akan diajak bekerjasama. Saya menilai, seluruh crew mau turut berusaha
untuk menyelaraskan dan mewujudkan cita-cita Bene Dion supaya bisa menjadi karya yang
keren dan diterima oleh penonton. Hal ini patut kita apresiasi! Dari tadi sepertinya saya memuji
film ini tanpa memberikan rasionalisasi ya. Oke waktunya memberikan “7 Alasan Kenapa Film
ini Patut Diapresiasi!”

1. Terkesan Bataksentris, tapi ternyata...


Ternyata tidak se-batak yang dibayangkan. Tetapi, memang harus diakui bahwa budaya suku
batak menjadi bungkus dari film ini. Dari latar tempat, soundtrack, logat yang digunakan oleh
para pemain, semua itu dilapisi oleh nuansa batak. Namun, isinya, esensi dari film ini, tidak
hanya orang batak saja yang bisa menikmatinya. Seluruh lapisan masyarakat, mau ras atau
suku apapun tetap bisa menikmati film ini. Bahkan mungkin saja setelah nonton, teman-teman
yang non-batak malah tertarik dengan kekhasan dari suku batak yang disuguhkan.
2. Cerita yang relate
Menurut saya, cerita yang dibangun adalah elemen yang paling kuat diantara faktor lainnya.
Bang Bene berhasil menciptakan cerita yang lekat dengan masyarakat kita. Merantau bukan
hanya menjadi kebiasaan dari suku batak kan? Konflik batin dengan ayah bukan hanya
dialami orang yang bersuku batak saja kan? Hal yang relate dengan semua orang ini lah yang
membuat ceritanya makin kuat dan membangun emosi para penonton.
3. Sinematografi yang ciamik
Film ini benar-benar menampilkan sinematografi yang memanjakan mata. Selama 114 menit
mata saya tidak jemu memandang layar. Sudut pengambilan gambarnya selalu pas,
proporsional, tidak ada yang mengganjal di batin gitu loh. Kontras warnanya (apa ya
istilahnya kalo di dunia perfilman hahaha) juga tidak membuat saya harus minum jus wortel
tiap hari (tidak merusak mata). Bagi saya yang awam dengan istilah-istilah dalam teknik
pembuatan film, FILM INI UDAH KEREN PAKE BANGET LAH!
4. Drama dan komedinya nyata
Nyata, realistis, dan tidak dibuat-buat. Sepanjang film, penonton akan dibuat menangis dan
tertawa silih berganti. Bener-bener emosi di jiwa ini naik-turun, dah macam naik roller
coaster saja. Geram dan kesalnya dapet, haru dan sedihnya ada, jenaka dan lucunya pun
pecah. Drama yang dibangun tidak mengada-ada atau terkesan berlebihan. Jokes yang
diciptakan juga tidak mubadzir alias tepat guna alias sudah pada tempat dan waktunya.
Menurut saya, Bang Bene berhasil untuk memisahkan segmen drama yang menjadi esensi
dari cerita dengan komedi sebagai bumbu supaya penonton tidak merasa bosan. Bang Bene
tegas sekali dalam membuat alur ceritanya. Pemisahan segmen ini yang menurut saya bikin
film ini makin hidup dan realistis.
5. Seluruh pemeran punya watak yang kuat
Jika melihat nama pemeran keempat anak Pak Domu, tentu yang ada di pikiran kita “Wah,
pemainnya pada komika, dah pasti kocak nih film.” Kamu kurang tepat, Ferguzo. Di film ini 4
anak Pak Domu punya problem masing-masing yang perlu dicari solusinya. Problemnya
serius we, tidak nampak seperti fiktif belaka. Dan saya rasa, jika malah bagian jokes-nya yang
dominan akan sangat mengubah pesan yang ingin disampaikan dalam film ini. Karena
memang Bang Bene ingin membawa sebuah pesan (bukan hanya sebagai hiburan), maka
disini beliau menguatkan seluruh karakter dari para pemeran. Tujuannya ya itu tadi, mencari
solusi atas permasalahan dari masing-masing karakter. (PERINGATAN: BAWA TISSUE YA
KE DALAM STUDIO, PASTI BAKAL BERMANFAAT KOK TISSUENYA HUHU)
6. Elemen pendukung sangat hidup
Elemen pendukung yang saya maksud seperti pemilihan latar tempat dan soundtrack ataupun
backsound yang digunakan sepanjang film. Shoot film ini utamanya berada di rumah yang
letaknya di tepi Danau Toba. Ini saja sudah sangat ikonik dengan suku batak ya kan? Kedua,
di Bukit Holbung Samosir. Ada scene keluarga Pak Domu lagi healing di tempat ini. Lagi-
lagi, pengambilan gambarnya patut dipuji. Saya jadi pengen banget kesana! Ada pun scene di
Pasar Balerong Balige. Di scene ini memperlihatkan juga bagaimana aktivitas transaksi jual-
beli disana. Untuk backsound, yang paling menyentuh hati dan bikin nangis sesenggukan
adalah lagu Uju Ningolungkon-Viky Sianipar ft Lopez Sitanggang. Oh iya, ada lagi loh lagu
yang menjadi daya tarik dari film ini. Lagu ini dinyanyikan saat scene bapak-bapak yang
berkumpul di lapo pada malam hari. Tau lagunya? AGAK LAEN! Ini scene yang bikin happy
dan jadi ngikut nyanyi sih, soalnya kan enak kali gitu lagunya!
7. Pesan moral yang berlimpah
Jika teman-teman sudah menonton filmnya, tentu alasan yang satu ini tidak perlu ditanyakan.
Banyak sekali pesan yang menurut saya, mengajak para penonton untuk lebih bijak dan
berpikir dewasa terhadap apa yang sedang kita jalani. Peran apapun itu yang kita emban.
Entah sedang menjadi ayah, ibu, anak, kakak pertama, anak tengah, anak terakhir, ataupun
anak tunggal sekalipun. Semua bisa ambil moral value tergantung dari sisi mana kita
menerima pesan tersebut. Yang lagi mencari konten tentang parenting (hubungan ayah
dengan anak, do and don’t saat menjadi seorang ayah, anak sebagai investasi orang tua), nah
tepat banget sih kalo mau menggali lebih jauh film ini haha. Atau, yang lagi cari konten self
development dan yang berkaitan dengan psikologi, saya rasa banyakk banget yang bisa
dijadikan konten.

Nah, sepertinya 7 alasan tadi sudah cukup menguatkan dan meyakinkan buat klen nonton film
Ngeri-Ngeri Sedap ya. Kata Bang Bene, masih ada waktu sebelum filmnya turun layar (5 Juli
2022). HARUS NONTON KLEN YA GUYS YA! Satu pujian terakhir di bagian ending, film ini
memang betul agak laen! Agak laen versi saya adalah memang betul film ini istimewa, punya
taste yang unik, lain daripada yang lain.

Oke terakhir nih, saya mau mengucapkan mauliate godang Bang Bene dan all crew Ngeri-Ngeri
Sedap atas persembahan film briliannya ini. Saya berharap, ke depannya Indonesia punya banyak
sineas yang bertalenta dan memproduksi film-film luar biasa lainnya. Salam Hormas!

Anda mungkin juga menyukai