Anda di halaman 1dari 2

Analisa kelemahan dan kekuatan audio visual masing-masing tayangan

1. The Power of Sharing


Dari segi ide cerita, tayangan diatas sangat fresh karena bisa dibilang iklan tersebut ingin
menyampaikan pesan yang saya rasa melawan mainstream. Banyak orang merasa perlu beralih dari
karyawan kantoran menjadi pebisnis karena dirasa lebih menyenangkan, tetapi sebenarnya itu
hanyalah perspektif dari masing-masing orang. Dalam bahasa Jawa disebut dengan “sawang
sinawang” yang artinya cara orang dalam memandang sesuatu atau lebih simpelnya perspektif
dalam memandang sesuatu. Secara teknik pengambilan gambar, tayangan ini banyak menggunakan
close up untuk memfokuskan perhatian penonton kepada aktor sehingga dapat lebih
memperhatikan emosi aktor yang ingin ditunjukkan kepada penonton. Close up juga digunakan
untuk menciptakan ketegangan pada cerita. Dari wardrobe pun dapat dilihat jelas perbedaan profesi
masing-masing aktor, meskipun sama-sama menggunakan jas namun penggunaan aksesoris, lengan
jas yang dilipat dan penataan rambut memberi efek santai atau casual. Sang pegawai menggunakan
jas secara rapi dan terkesan neat menggambarkan karyawan pada umumnya. Secara audio,
penggunaan efek suara dengan tepat dapat mengantarkan cerita menjadi baik. Efek suara telepon
dan orang berbincang menguatkan efek visual hiruk pikuk restaurant yang sedang ramai menjelang
berbuka puasa. Suara adzan juga ditampilkan sebagai backsound untuk memberi maksud kepada
penonton bahwa saat itu sedang dalam bulan Ramadan dan sudah memasuki waktu untuk berbuka
puasa. Pemilihan kata dan intonasi yang tepat menjadikan pesan lebih mudah diterima penonton.
Backsong dari tayangan tersebut yang menggunakan instrument dapat menciptakan efek emosional
dan sangat berperan penting sebagai pengantar pesan.

2. PULANG
Dalam tayangan diatas, menyiratkan kesan dan pesan akan problem yang mungkin banyak orang
rasakan. Menjadi sibuk dengan pekerjaan membuat orang lupa atau enggan untuk pulang. Secara
visual sangat tampak sekali penggambaran keadaan keluarga yang saat masih bersama orang tua
dan kecanggungan setelah ditinggal orang tua. Penggambaran karakter pun ditampakkan secara
jelas melalui intonasi dan perilaku kedua tokoh bersaudara ini. Penggunaan logat “Jakarta-an” yang
tidak medok menjelaskan bahwa tokoh kakak bekerja di kota. Teknik pengambilan gambar banyak
menggunakan medium shot yang berguna untuk menjelaskan keadaan sekitar, yaitu keadaan saat
ada orang tua dan setelah orang tua meninggal. Namun, sayangnya ada hal yang menggangu saat
adegan tokoh adik bertanya “macet ya mas?” terdengar ada gema yang seharusnya tidak ada dan
ada pula adegan dan dialog yang saya kurang bisa memahami yaitu ketika tokoh kakak pulang lalu
ditanyai adik “jalan macet ya mas?” dan kakak menjawab “kamu pulang naik pesawat?” Tapi secara
keseluruhan pengemasan dilakukan secara baik. Setting tempat juga menguatkan cerita tersebut.

3. Cleo versi gabungan


Tayangan ini dengan tayangan sebelumnya memiliki kesamaan ide cerita, yaitu relasi anak sebelum
dan sesudah meninggalnya tokoh orang tua sebagai penengah dan pemberi kehagatan di keluarga.
Meskipun ide cerita sama, namun pengemasan dilakukan yang berbeda. Bagaimana relasi antara
tokoh kakak dan adik yang selalu bertengkar dari kecil dan selalu tokoh abah yang menjadi
penengah. Saat adegan percakapan antara kakak dan adik dimulai pengambilan gambar dilakukan
secara close up yang dan ditempatkan di ujung untuk menciptakan kesan intens. Mereka ingat pesan
abah untuk tidak bertengkar saat melihat botol cleo. Property di desain dengan teliti dengan
menampakkan gallon cleo, botol air minum cleo di meja makan sejak kemasan lama hingga kini
mengesankan bahwa keluarga tersebut adalah pelanggan setia cleo. Dan adegan ibu melihat foto
keluarga menandakan bahwa abah sudah tiada. Pada hari raya tokoh adik melihat kakaknya
sungkem lalu ia teringat ketika saat sungkem kepada abah dan ibu sekarang hanya tinggal abah saja.
Tokoh adik tersadar bahwa kakaknya sudah menggantikan peran abah setelah meninggalnya abah,
lalu adik sungkem ke kakaknya. Throwback digunakan untuk memberi penjelasan dan penguat
adegan sebelumnya. Tokoh kakak menggantikan tokoh abah ditunjukkan dengan dia bekerja jauh
dan memberikan uang pada Ibunya untuk berobat dan kuliah adiknya. Throwback pertama ditandai
dengan tata busana dan tata rias yang dibuat muda, tetapi pada throwback kedua dan selanjutnya
ditandai dengan pewarnaan hitam putih.

4. Berpayung Rindu
Tayangan ini berkisah tentang problematika seorang ayah single parent yang sedang struggle
mencari pekerjaan untuk bertahan hidup. Setelah lama ditinggalkan istrinya dengan pria lain, tokoh
utama banting tulang untuk membiayai kehidupan anaknya dan membayar hutang yang melilitnya.
Pesan demi pesan disampaikan dengan sangat baik hingga tidak menimbulkan pemaknaan yang
melenceng jauh dari apa yang ingin disampaikan. Setiap tokoh memerankan karakter dengan baik
sehingga pesan tersampaikan. Tidak melulu sedih tapi ada adegan komedik yang memberikan efek
segar di dalam tayangan tersebut. setelah adegan anak menyatakan ia ridnu kepada ibunya, ada
adegan cahyono sedang mengobrol dengan seorang wanita yang meurut saya adgan tersebut agak
ambigu. Adegan tersebut bisa saja diartikan flashback kenangan cahyono bersama istrinya, namun
wanita itu sebenarnya bukanlah istri cahyono, untungnya flashback yang sebenarnya langsung
ditayangkan setelahnya. Tokoh istri dan keponakan cahyono memiliki kesamaan karaktet fisik yaitu
rambut pendek, akan lebih baik jika salah satu dari mereka berambut panjang agar jelas
perbedaannya.

Dari empat tayangan diatas yang menjadi kesukaan saya adalah tayangan berjudul Berpayung Rindu,
karena ceritanya menarik, fresh, dan berhasil menyentuh sisi emosional penonton. Lakon para
pemeran juga bagus, secara cinematography enak dipandang dan audionya juga jelas. Penyampaian
pesan juga mengena di hati.

Sebelum

Anda mungkin juga menyukai