Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN BACA NASKAH MONOLOG AH

KARYA PUTU WIJAYA


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Kajian Drama Indonesia
Dosen pengampu:
Halimah, S.Pd, M. Pd.
Dheka Dwi Agustiningsih, S.S, M. Hum.

Disusun oleh:
Muhammad Abdillah Mahardika Oz (NIM 1804897)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
A. Pendahuluan

Menurut Plato Sastra adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah
karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model
kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide. Karya sastra
terbagi menjadi beberapa jenis, seperti novel, puisi, cerpen, naskah drama, novel, pantun, cerita
lisan, dan roman. Dalam laporan baca yang akan disajikak kali ini merupakan laporan baca
sebuah karya dari Putu Wijaya dengan bentuk monolog yang berjudul AH. Menurut KBBI
naskah merupakan karangan yang masih ditulis dengan tangan; karangan seseorang yang belum
diterbitkan; bahan-bahan berita yang siap untuk diset; rancangan; karya cipta seseorang yang
dianggap sebagai karya asli. sedangkan drama menurut KBBI merupakan komposisi syair atau
prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (peran)
atau dialog yang dipentaskan; cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konfliik atau emosi,
yang khusus disusun untuk pertunjukan teater; kejadian yang menyedihkan. Jika melihat
pengertian naskah dan drama menurut KBBI, maka dapat disimpulkan bahwa naskah drama
merupakan karangan seseorang berupa komposisi syair atau prosa yang menggambarkan
kehidupan nyata dan watak pelaku yang melibatkan konflik untuk dipentaskan atau pertunjukan
teater.

Naskah yang termasu kedalam naskah modern ini bertemakan sosial. Naskah monolog AH
masih jarang dipakai dalam pementasan atau pertunjukan lianya. Hal-hal menarik yang
dihadirkan paada naskah ini menjadi sangat menarik karena sang penulis membuat alur cerita
yang tersusun rapih dengan konfilk menarik yang dihadirkan. Tokoh-tokoh didalam cerita
tersebut seperti Dokter, Ibu Dokter, Daniel, Dukun, Kepala Suku, dan Anak Kepala Suku
membuat cerita begitu apik. Laporan baca ini akan membuka kronologis, pengalama baca, nilai
yang terkandung dan pengetahuan yang terkandung dalam naskah ini.

B. Nahkah Drama
Judul : AH
Pengarang : Putu Wijaya
Tahun Terbit/Penerbit : - / Lakon
Jenis drama : Modern
C. Kronologis per Babak
Babak 1

Naskah monolog AH ini memmiliki alur tetap yang memiliki tahapan dari permulaan sampai
penyelesaian. Drama ini dimulai dengan prolog yang Dokter yang bercerita pada Ibunya yang
sakit terkait dengan kondisi dia dan pekerjaanya di tempat sang Dokter sekarang pada babak
pertama

Kuitpan:

Ibu, saya tulis surat ini tengah malam. Saya baru saya pulang dari puskesmas. Tidak ada

kendaraan, terpaksa jalan kaki. Capek juga, tapi saya senang. Tadi pagi uang gaji

selama 3 bulan baru turun, ini saya kirim semua buat Ibu.

MENGELUARKAN UANG DARI TAS DAN MENGHITUNGNYA

Saya tidak perlu uang di sini. Tidak ada yang harus dibeli. Maaf saja sudah

menyusahkan Ibu, ini memang resiko kerja di pedalaman. Masih mendingan saya, ada

teman yang 6 bulan baru gajinya turun. Nantilah, tahun depan saya akan praktek di kota

saja supaya selalu dekat dengan ibu. Kasihan juga Ibu terus-terusan sendirian.

MEMASUKKAN UANG KE DALAM AMPLOP.

Tapi alhamdulillah saya tidak pernah sakit lagi. Mungkin nyamuk-nyamuk di sini

kasihan melihatku. Setelah tahun lalu hampir mati kena malaria, sekarang saya selalu

ingat pesan ibu. Jangan lupa istirahat, istirahat itu bukan kemewahan tapi sebagian dari

tugas. Bagaimana bisa menolong orang lain kalau kita sendiri tidak tertolong. Kalau

tentang soal yang satu itu, sudah beres. Aku sudah bisa melupakan. Kalau bukan jodo

mau apa lagi. Lebih baik ketahuan sekarang daripada nanti setelah menikah berantem

melulu. Kita lihat segi baiknya saja. Kan kata ibu, di balik setiap kegagalan selalu ada

janji bagi yang tidak mau cepat-cepat mati. Saya akan selalu ingat itu.

KETAWA
TERTEGUN

Ya saya selalu ingat apa pesan Bapak. Setiap orang mesti jadi pahlawan dalam dirinya.

Karena seorang pahlawan memiliki hidup-mati yang berbeda. Biar badannya hancur,

tetapi dia justru akan semakin hidup dan menyala di hati setiap orang. Apalagi hanya

soal patah hati. Kecil.

SENYUM

Saya benar-benar jadi orang baru di sini.

Babak pertama dalam monolog ini termasuk pada jenis Alur Pedih. Terlihat dari sang
guru yang menceritakan keluuh kesah kepada Ibunya karena ketika tokoh Dokter bekerja di sana,
banyak sekali hal-hal aneh yang menimpa warga lokal tersebut dan kedatnag pasien yang
mengalami penyakut aneh yaitu seorang anak kecil yang didalam perutnya terdapat seekor ular.

Babak 2

Pada babak ini tokoh Dokter lagi-lagi menerima pasien dengan kasus yang tidak biasa
atau diluar nalar manusia. Pada Adegan ini termasuk kedalam Alur Prdih pula karena Dokter
merasa sedih karena keluarga pasien akan tenan apabila sudah menerima amplop.

Kutipan:

Tapi sejak itu Ibu, banyak orang yang sudah mati dibawa ke Puskesmas. Ada yang

memaksa supaya dioperasi. Ada yang minta dipasangin infus, apa saja, pokoknya supaya

yang meninggal itu hidup lagi. Semuanya datang dalam rombongan. Ada yang tidak

menyembunyikan bahwa mereka datang dengan membawa senjata. Tidak ada yang mau

ditolak. Baru kalau sudah diberikan amplop, mereka pergi dengan tertib dan bersahabat.

MENUNJUKKAN AMPLOP KOSONG.


Saya terpaksa menjual apa saja untuk mengisi amplop supaya mereka mau pulang.

Untung mereka baik. Diberikan berapa saya diterima. Itu membuat perasaan saya

tambah remuk. Alangkah ringkihnya kita. Tapi sekarang saya sudah bangkrut. Barang-

barang berharga yang saya punya sudah dijual. Termasuk cincin yang ibu berikan dulu

waktu saya berangkat. Saya minta maaf. Saya minta maaf, kalau sampai sekarang belum

bisa lagi mengirimkan uang untuk Ibu. Mudah-mudahan saja besok Senen gaji saya bisa

diambil. Tapi saya bingung, kalau sebelum itu, ada yang datang membawa orang mati

untuk dihidukan, saya tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan. Biasanya kemalangan

suka datang beruntun

Babak 3

Sang Dokter kembali mendapatkan ujian untuk menyemmbuhkan orang mati yaitu kepala
suku yang dibawa langsung oleh anaknya. Dalam adegan ini tokoh Dokter kembali
mempertimbangkan apa yang harus dialakuan danpada akhirnya memberikan amplop
kembali.

Kutipan:

Ya saya paham. Beliau tidak boleh mati. Simbul perdamaian dan persaudaraan harus

tetap hidup. Tentu, seluruh warga yang sedang menunggu di luar itu akan malu sekali

kalau sampai Pemimpin Besar ini tak bisa ditolong. Ya, tapi, kepala ini sudah terpisah

dari tubuhnya, tidak, saya bisa menjahit kembali, itu soal gampang. Hanya saja, Anda

putranya, Anda sebagai penggantinya mungkin harus menerima ini sebagai saat yang

luhur untuk menggantikan beliau dengan semangat dan tgenaga Anda yang masih muda.

Apa? O tidak, ya, ya saya tahu, pasti, Anda terlalu bangga kepada beliau dan tak ingin

beliau digantikan. Seluruh rakyat di luar itu juga begitu. Tapi, ya, ya saya tidak

mengulur-ulur waktu, saya akan sambung sekarang.


DOKTER DENGAN CEPAT MENYAMBUNG KEPALA ITU DENGAN TUBUHN YA.

Bapak Kepala Suku, dengan segala hormat saya, maafkan saya menusuk leher Anda dan

mengembalikan posisi ke tempatnya yang semula. Karena seorang pahlawan bangsa

yang sudah berhasil menyatukan dan mencegah perang saudara harus meninggal secara

sempurna. Maaf harus tetap tegak dan sempurna. Nah rampung.

MENDUDUKKAN KEPALA SUKU

Saya sudah menyambungnya. Kalau ada yang berhadapan dengan beliau sekarang, tak

ada yang tahu apa yangt sudah terjadi. Tapi sekarang bagian yang paling penting,

izinkan saya berterus terang Putra Kepakla Suku.

BERHENTI DAN MENARIK NAFAS. LALU MENOLEH KEPADA TUBUH KEPALA

SUKU DAN TERKEJUT

Ya Tuhan! Itu bukan tubuh Bapak Kepala Suku! Itu bukan tubuh ayah Anda. Saya kenal

baik beliau. Ini tubuh anak muda. Lihat otot-ototnya m,asih kenceng. Tinggi dan besar

ciri generasi baru kita yang gizinya sudagh memenuhi syarat kesehatran 5 sempurna. Ini

bukan Bapak! Apa? Masak? Anda sudah memenggal kepala seorang olahragawan muda

supaya tubuhnya dapat dipakai menggantu tubuh Bapak Kepala Suku. Itu naif! Maksud

saya itu, itu, aduh saya tidak mungkin lagi tidak berterus-terang kalau sudah begini.

Maaf-maaf saya harus menjelaskan sekarang, terserah bagbaimana nanti resikonya.

Saya minta ampun. Saya tidak bisa menghidupkan ayah Anda Bapak Kepala Suku,

karena beliau sudah meninggal! Tidak mungkin orang yang sudah meninggal hidup lagi.

Ini bukan dunia maya, bukan film kartun, ini hidup nyata. Bapak Kepala Suku sudah

meninggal dan nampaknya dipenggal.

MENUNGGU JAWABAN DENGAN KETAKUTAN.


Lho Anda tertawa. Tidak ada yang lucu. O tidak, tidak bisa. Walau pun tubuhnya sudah

diganti dengan tubuh atlit kelas satu beliau sudah di alam baka, tidak akan bisa

dipanggil lagi. Hee kemana itu!

MENGEJAR KELUAR

Saya tidak perlu waktu. Seribu tahun ditunggu juga Bapak Kepala Suku tidak akan bisa

hidup lagi!

TERCENGANG KARENA ANAK KEPALA SUKU PERGI DAN MENGUNCI PINTU

DARI LUAR. MENGGEDOR.

Buka! Buka! Saya tidak mau membohongi Anda. Kepada yang lain-lain saya sudah

bohong, tapi kepada Anda, saya terus-terang saja. Buka! Ini tidak akan berhasil!

PINTU TIDAK DIBUKA.

Aduh, kenapa jadi begini. Kalau saya punya segepok uang juga saya tidak akan mau

memberikan kepada mereka. Karena itu berarti memperlakukan mereka sebagai orang

bodoh. Daniel? Kenapa kamu masuk? Lari lewat pintu belakang? Kalau aku lari mereka

akan mengejar, menyangka aku menolak menghipkan orang mati. Tapi kalau aku di sini,

apa itu? Kamu dapat darimana uang itu? Gajiku sudah turun? Apa? Kamu patungan?

Kamu cari sumbangan dari pegawai-pegawai yang miskin itu. Tidak. Meskipun mereka

kaya, aku sudah bosan menipu. Aku bukanh dukun . Aku dokter, aku tidak bisa

menghidupokan orang mati. Dan mereka harus belajar menerima kenyataan, jangan

terus dibiarkan terombang-ambing dalam mimpi.

PINTU NTERBUKA.

Ya Tuhan dia sudah masuk lagi. Cepat sekali. Aku belum sempat berpikir. Apa pantas

aku membiarkan diriku dihajar. Lihat matanya melotot merah. Dia membawa pedang
bapaknya. Aku akan dipenggal. Ibu, ini mungkin suaraku yang terakhir. Aku tidak perlu

melawan. Aku tidak akan melawan, tidak mungkin mengalahkan pangeran yang jago

berperang itu.

MENDEKAT KE PINTU.

Saya tahu Anda kecewa dan marah. Tapi satu ketika nanti akan jelas bahwa saya

lakukan semuanya ini karena menghormati kecerdasan kalian. Bapak Anda telah

mangkat, meskipun dia pahlawan sejati, tetapi dia sudah dipenggal. Mungkin dari

belakang, karena ada yang tidak suka kesatuan. Jangan percaya saya bisa

menghidupkan lagi. Saya sudah cipoa kepada banyak orang. Saya sudah menipu kalian

semuanya selama ini. Saya pantas dapat hukuman. Tapi

MUNDUR

Anda mengerti maksud saya kan? Jangan membunuh saya sebelum mengerti apa yang

saya katakan. Saya bukan menolak menolong, tapi saya tidak bisa menghidupkan orang

mati. Saya bukan tidak mau. Saya mau kalau saya bisa. Tapi mana bisa orang mati

hidup lagi. Itu bohong!

TAKUT DAN TERUS MUNDUR MENGITARI MEJA

Bukan, bukan Anda yang bohong! Saya yang bohong! Saya yang sudah menipu! Kami

semua yang sudah menipu! Kami tidak sungguh-sungguh menolong, kami hanya pura-

pura menolong dan kamu berhak marah karena itu. Tapi kamu harus mengerti jangan

mau dijadikan kambing congek, tolak kalau dianggap orang bodoh lagi! Apa?

TERUS MUNDUR

Ya saya tahu. Kamu pendekar. Kamu tidak mau membunuh orang yang tidak melawan.

Kamu memancing saya untuk melawan. Tapi saya sudah memutuskan tidak akan
melawan. Hanya saja kalau didesak terus begini, saya tidak bisa terus begini. Orang tua

saya bilang , kalau harus mati, matilah dengan tidak kehilangan harga diri.

MERAIH LACI MEJA. DAN MENGELUARKAN PATAHAN HIASAN MERAH PUTIH

MOTOR YANG SUDAH DICERITAKAN DI ADEGAN SATU. SAMBIL MEMEGANG

BENDERA ITU, IA TERDESAK, HINGGA AKHIRNYA TERGELETAK DI MEJA DI

SAMPING TUBUH KEPALA SUKU.

Kata Ibu saya, semua tubuh, yang pahlawan atau bukan pahlawan, pada akhirnya akan

hancur. Semua pahlawan juga akan mati. Tapi jiwa pahlawan yang luhur, kejujurannya

akan terus hidup di hati setiap orang, di hati berjuat-juta orang setiap detik. AMpun!

MENGANGKAT TANGAN YANG MEMEGANG BENDERA KECIL DAN BERTERIAK,

LALU PINSAN. TAK LAMA KEMUDIAN TERDENGAR SUARA TEPUK SORAK

RIUH-RENDAH. LALU SUARA NYANYIAN BERSAMA PROSESI MEMBAWA

JENAZAH KEPALA SUKU. DOKTER SIUMAN. IA BERSIM PUH DI ATAS MEJA.

Tuhan, saya kira saya sudah mati. Ternyata masih di sini. Ibu, saya tidak tahu apa yang

sudah terjadi. Apa karena kata-kata Ibu yang sudah saya sampaikan itu, atau karena

bendera kecil itu. Putra Kepala Suku itu, tidak marah karena saya tidak bisa

menghidupkan bapaknya. Saya dengar dia berpidato di luar di depan anggota sukunya,

mengulangi kata-katamu Ibu: pahlawan tidak pernah pergi, hanya tubuhnya yang

hilang, jiwanya justru hidup di hati berjuta-juta orang setiap detik. Abadi! Lalu mereka

membawa penggalan Kepala Kepala Suku pulang untuk dimakam kan dengan segala

kebesarannya

BERDIRI DI MEJA MELIHAT KEE KEJAUHAN. SUARA NYANYIAN ITU SEMAKIN

SAYUP.
Dengan obor-obor di tangan mereka terus menyanyi mendaki bukit. Sekarang saya saya

tahu apa yang harus saya lakukan. Orang-orang itu tidak menolak takdir, mau

menghidupkan orang mati. Mereka hanya memerlukan kasih sayang, perhatian yang

sungguh-sungguh. Kesederhanaan mereka harus dihormati jangan lagi dihina seperti

yang sudah kita lakukan selama ini.

LAMPU PADAM.

Babak 4

Pada adegan ini sang Dokter akhirnya menyadari bahwa dia pantas untuk berada disini,
termasuk kedalam Alur Penyikapan Rahasia, dimana Dokter akhirnya sadar untuk terus
menolong warga sekitar dan rekan kerjanya di sana, dan pada akhirnya menetap untuk
selamanya.

Kutipan:

SEPERTI SET PERTAMA. DOKTER MENULIS.

Ibu, saya tulis ini seperti waktu seperti biasa, pulang dari puskesmas. Tidak ada

kendaraan, saya terpaksa jalan kaki. Saya tidak peduli lagi apakah saya ini dokter atau

dukun. Itu tidak penting. Saya hanya ingin menyayangi mereka. Relakan saya terus

tinggal di sini, menemani mereka selamanya.

KETUKAN PINTU.

Ya masuk saja Daniel. Tidak dikunci. Mau makan mie instan? Apa? Aku dipanggil ke

Jakarta? Kenapa? Dituduh melakukan mal praktek? Bangsat!!!

LAMPU PADAM.

D. Fungsi dan Pengalaman Baca Naskah Drama


Fungsi Baca Naskah Drama
1. Fungsi Eksperensial
Sebagai pembaca, hal yang membekas adalah budaya di pedalaman dan di perkotaan yang
digambarkan oleh pengarang begitu sangat berbeda. Masyarakat pedalaman begitu mempercayai
perihal ilmu gaib dan menomerduakan ilmu pasti, seperti kedokteran. Berikut kutipan teksnya:
Dukun bilang apa saja, mereka tidak berani membantah. Dan dukun mana mau pasien dibawa
ke puskemas, karena itu berarti menjatuhakn kewibawaannya dan sekaligus juga mengurangi
rezekinya. Kalau sudah tidak ada harapan sama sekali, baru diserahkan ke kita. Biasanya kita
langsung kasih pertolongan pertama dengan infus dan tak berapa lama kemudian pasien
meninggal, karena sudah terlalu telat. Sejak itu puskemas dituduh sebagai pembunuh. Kalau
membantah semakin dicurigai. Memang serba salah.
2. Fungsi Informatif

Fungsi informatif ada pada saat dokter menjelaskan pada warga bahwa membedah perut,
bukanlah keahliannya melainkan di bidang forensic. Berikut kutipan teksnya:

Apa? Operasi? Mengeluark ular kobra dari perutnya? Tapi saya tidak boleh membedah
perut orang yang sudah meninggal. Saya bukan dokter ahli forensic, Pak. Kalau ada
keraguan kenapa orang meninggal, memang biasanya diadakan utopsi, untuk
mengetahui dengan pasti apa sebab kematiannya. Biasanya itu dilakukan dalam tindak
kejahatan. Tapi putra Ibu ini sudah jelas meninggal karena kata asisten saya, demam
berdarah.
3. Fungsi Penyadaran

Fungsi penyadaran ada pada saat dokter ingin berhenti untuk membohongi warga, karena
sesungguhnya dia tidak bisa menghidupkan orang yang sakit ia hanya ingin warganya tidak
memperlakukan dirinya dengan kasar ketika harapannya tidak dapat diwujudkan. Berikut kutipan
teksnya:

Anda mengerti maksud saya kan? Jangan membunuh saya sebelum mengerti apa yang
saya katakan. Saya bukan menolak menolong, tapi saya tidak bisa menghidupkan orang
mati. Saya bukan tidak mau. Saya mau kalau saya bisa. Tapi mana bisa orang mati
hidup lagi. Itu bohong!
Pengalaman Baca Naskah Drama
1. Pengalaman Liiterer-Estetis
Pada naskah drama monolog AH terdapat pengalaman literer-estetik, yakni dokter ingat
pesan ayahnya perihal menjadi seorang pahlawan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan teks
berikut:

TERTEGUN
Ya saya selalu ingat apa pesan Bapak. Setiap orang mesti jadi pahlawan dalam dirinya.
Karena seorang pahlawan memiliki hidup-mati yang berbeda. Biar badannya hancur,
tetapi dia justru akan semakin hidup dan menyala di hati setiap orang. Apalagi hanya
soal patah hati. Kecil.
2. Pengalaman Humanistik

Pada naskah drama monolog AH terdapat pengalaman humanistik, yakni pada saat dokter

menyadari bahwa dirinya begitu dibutuhkan di pedalaman itu dan ia ingin tetap tinggal di sana

menyayangi mereka. Berikut kutipan teksnya:

Ibu, saya tulis ini seperti waktu seperti biasa, pulang dari puskesmas. Tidak ada
kendaraan, saya terpaksa jalan kaki. Saya tidak peduli lagi apakah saya ini dokter atau
dukun. Itu tidak penting. Saya hanya ingin menyayangi mereka. Relakan saya terus
tinggal di sini, menemani mereka selamanya.
3. Pengalaman etis dan moral

Pada naskah drama monolog AH terdapat pengalaman etis dan moral yakni pada saat dokter

menolak membedah perut seorang anak laki-laki yang dianggap ada ular kobra di dalam

perutnya, karena itu melanggar etika seorang dokter dan pada saat dokter mau dan tidak menolak

untuk menolong pasien yang datang padanya. Berikut kutipan teksnya:

Apa? Operasi? Mengeluark ular kobra dari perutnya? Tapi saya tidak boleh
membedah perut orang yang sudah meninggal. Saya bukan dokter ahli forensic,
Pak. Kalau ada keraguan kenapa orang meninggal, memang biasanya diadakan
utopsi, untuk mengetahui dengan pasti apa sebab kematiannya. Biasanya itu
dilakukan dalam tindak kejahatan. Tapi putra Ibu ini sudah jelas meninggal
karena kata asisten saya, demam berdarah.
Tapi sejak itu Ibu, banyak orang yang sudah mati dibawa ke Puskesmas. Ada
yang memaksa supaya dioperasi. Ada yang minta dipasangin infus, apa saja,
pokoknya supaya yang meninggal itu hidup lagi. Semuanya datang dalam
rombongan. Ada yang tidak menyembunyikan bahwa mereka datang dengan
membawa senjata. Tidak ada yang mau ditolak. Baru kalau sudah diberikan
amplop, mereka pergi dengan tertib dan bersahabat.
E. Aspek-Aspek
1. Aspek moral:
Aspek moral dalam monolog ini tersampaikan dalam babak 4 dimana tokoh guru akhirnya
memahami bahwa dia harus menolong warga sekitar yang memang dalam keadaan yang tidak
sewajarnya.
Kutipan:
Ibu, saya tulis ini seperti waktu seperti biasa, pulang dari puskesmas. Tidak ada

kendaraan, saya terpaksa jalan kaki. Saya tidak peduli lagi apakah saya ini dokter atau

dukun. Itu tidak penting. Saya hanya ingin menyayangi mereka. Relakan saya terus

tinggal di sini, menemani mereka selamanya.

2. Aspek sosial:
Tokoh Dokter dalam babak 3 menunjukan rasa hormatnya pada adat atau tradisi yang ada di
daerahnya.
Kutipan:
Ya saya paham. Beliau tidak boleh mati. Simbul perdamaian dan persaudaraan harus

tetap hidup. Tentu, seluruh warga yang sedang menunggu di luar itu akan malu sekali

kalau sampai Pemimpin Besar ini tak bisa ditolong. Ya, tapi, kepala ini sudah terpisah

dari tubuhnya, tidak, saya bisa menjahit kembali, itu soal gampang. Hanya saja, Anda

putranya, Anda sebagai penggantinya mungkin harus menerima ini sebagai saat yang

luhur untuk menggantikan beliau dengan semangat dan tgenaga Anda yang masih muda.

Apa? O tidak, ya, ya saya tahu, pasti, Anda terlalu bangga kepada beliau dan tak ingin

beliau digantikan. Seluruh rakyat di luar itu juga begitu. Tapi, ya, ya saya tidak

mengulur-ulur waktu, saya akan sambung sekarang.

DOKTER DENGAN CEPAT MENYAMBUNG KEPALA ITU DENGAN TUBUHN YA.


Bapak Kepala Suku, dengan segala hormat saya, maafkan saya menusuk leher Anda dan

mengembalikan posisi ke tempatnya yang semula. Karena seorang pahlawan bangsa

yang sudah berhasil menyatukan dan mencegah perang saudara harus meninggal secara

sempurna. Maaf harus tetap tegak dan sempurna. Nah rampung.

MENDUDUKKAN KEPALA SUKU

Saya sudah menyambungnya. Kalau ada yang berhadapan dengan beliau sekarang, tak

ada yang tahu apa yangt sudah terjadi. Tapi sekarang bagian yang paling penting,

izinkan saya berterus terang Putra Kepakla Suku.

3. Aspek ilmu pengetahuan:


Pada adegan di dalam babak ke-2, sang dokter secara tidak langsung menyampakan ilmu
pengetahuan dibidangnya.

Kutipan:

Apa? Operasi? Mengeluark ular kobra dari perutnya? Tapi saya tidak boleh membedah

perut orang yang sudah meninggal. Saya bukan dokter ahli forensic, Pak. Kalau ada

keraguan kenapa orang meninggal, memang biasanya diadakan utopsi, untuk

mengetahui dengan pasti apa sebab kematiannya. Biasanya itu dilakukan dalam tindak

kejahatan. Tapi putra Ibu ini sudah jelas meninggal karena kata asisten saya, demam

berdarah.

F. Bahasa yang Digunakan Pada Naskah Drama


Bahasa yang digunakan pada naskah drama ini adalah bahasa yang sopan, hal tersebut
dilakukan oleh dokter agar masyarakat pedalaman di sana tidak merasa tersinggung. Berikut
kutipan teksnya;

Ada kobra masuk ke dalam perutnya? Kalau lintah masuk ke perut mungkin.
Gunting juga pernah ketinggalan karena waktu operasi dokternya teledor. Tapi
ular kobra, apa, ular kobra yang masih hidup? Apalagi begitu. Rasanya tidak
mungkin. O ya! Maaf, ya! Baik. Saya tidak akan banyak mulut. Saya memang
dokter, sebaiknya saya periksa saja dulu.

MENGAMBIL STETOSKOP DARI DALAM TASNYA. LALU MEMBUKA KAIN


PUTIH YANG MENANGKUP MEJA. LANGSUNG BERPALING PURA-PURA
BATUK SAMBIL DIAM-DIAM MENUTUP HIDUNG KARENA BAU BUSUK
MAYAT. NAMPAK SOSOK YANG BERBARING. DOKTER TERTEGUN.

Maaf
G. Simpulan
Naskah Monolog AH merupakan drama modern karangan Putu Wijaya. Secara
keseluruhan drama ini merupakann drama alur tetap (permulaan, menaik, krisis, menurun dan
penyelesaian). Drama ini memiliki 4 babak, dengan alur pedih dan penyikapan rahasia.
Fungsi baca naskah pada Monolog AH meliputi: (1) Fungsi eksperensial, (2) Fungsi
informatif, (3) Fungsi penyadaran.
Pengalaman baca naskah pada drama Zetan meliputi : (1) pengalaman Literer-Estetis, (2)
pengalaman Humanistik,;(3) pengalaman Etis dan Moral;
Aspek-aspek yang terkandung pada naskah drama pada drama Zetan, meliputi: (1) aspek
moral,; (2) aspek Sosial; (3) aspek Ilmu Pengetahuan;
Bahasa yang digunakan pada naskah drama ini adalah sopan

Daftar Pustaka

Friedman, N. (1975). From and Meaning in Fiction. Athens: Ca.


Halimah. (n.d). Fungsi dan Pengalaman Apresiasi. Universitas Pendidikan Indonesia.
Halimah. (n.d). Hakikat dan Jenis Drama/Teater dan Film. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Halimah. (n.d). Jenis Teater. Universitas Pendidikan Indonesia.
Halimah. (n.d). Klasifikasi Alur. Universitas Pendidikan Indonesia.
Loker Seni. (2011). Naskah Monolog AH karya Putu Wijaya. (Online) Tersedia di:
https://www.lokersenu.web.id/2011/04/naskah-monolog-ah.html?m=1
Biografi Sastrawan Putu Wijaya

Berikut ini kita akan mengenal lebih dekat dengan sastrawan putu wijaya
Putu Wijaya yang kita kenal sebagai sastrawan mempunyai nama yang cukup panjang, yaitu I Gusti Ngurah
Putu Wijaya. Dari namanya itu dapat diketahui bahwa ia berasal dari Bali. Putu memang dilahirkan di Puri
Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944. Pada masa remaja ia sudah menunjukkan kegemarannya
pada dunia sastra. Saat masih duduk di sekolah menengah pertama di Bali, ia mulai menulis cerita pendek dan
beberapa di antaranya dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. Ketika duduk di sekolah menengah atas, ia
memperluas wawasannya dengan melibatkan diri dalam kegiatan sandiwara. Setelah selesai sekolah menengah
atas, ia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta, kota seni dan budaya.
Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum, UGM, ia juga mempelajari seni lukis di Akademi Seni Rupa
Indonesia (ASRI), drama di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi), dan meningkatkan kegiatannya
bersastra. Dari Fakultas Hukum, UGM, ia meraih gelar sarjana hukum (1969), dari Asdrafi ia gagal dalam
penulisan skripsi, dan dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya sebagai seniman.
Setelah kira-kira tujuh tahun tinggal di Yogyakarta, Putu pindah ke Jakarta. Di Jakarta ia bergabung dengan
Teater Kecil dan Teater Populer. Di samping itu, ia juga bekerja sebagai redaktur majalah Ekspres. Setelah
majalah itu mati, ia menjadi redaktur majalah Tempo (1971--1979). Bersama rekan-rekannya di majalah
Tempo, Putu mendirikan Teater Mandiri (1974).
Pada saat masih bekerja di majalah Tempo, ia mendapat beasiswa belajar drama di Jepang (1973) selama satu
tahun. Namun, karena tidak kerasan dengan lingkungannya, ia belajar hanya sepuluh bulan. Setelah itu, ia
kembali aktif di majalah Tempo. Pada tahun 1975 ia mengikuti International Writing Program di Iowa,
Amerika Serikat. Setelah itu, ia juga pernah menjadi redaktur majalah Zaman (19791985).
Ia juga mempunyai pengalaman bermain drama di luar negeri, antara lain dalam Festival Teater Sedunia di
Nancy, Prancis (1974) dan dalam Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Ia juga membawa
Teater Mandiri berkeliling Amerika dalam pementasan drama Yel dan berpentas di Jepang (2001). Di samping
itu, ia juga pernah mengajar di Amerika Serikat (1985--1988).
Di samping itu, Putu juga menjadi sutradara film dan sinetron serta menulis skenario sinetron. Film yang
disutradarainya ialah film Cas Cis Cus, Zig Zag, dan Plong. Sinetron yang disutradarainya ialah Dukun Palsu,
PAS, None, Warteg, dan Jari-Jari. Skenario yang ditulisnya ialah Perawan Desa, Kembang Kertas, serta
Ramadhan dan Ramona. Ketiga skenario itu memenangkan Piala Citra.
Selama bermukim di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Ia pernah tampil bersama
Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra dalam beberapa pementasan, antara lain dalam pementasan Bip-Bop
(1968) dan Menunggu Godot (1969). Ia juga pernah tampil bersama kelompok Sanggar Bambu. Selain itu, ia
juga (telah berani) tampil dalam karyanya sendiri yang berjudul Lautan Bernyanyi (1969). Ia adalah penulis
naskah sekaligus sutradara pementasan itu. Naskah dramanya itu menjadi pemenang ketiga Sayembara
Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater Nasional Indonesia.
Karena kegiatan sastranya lebih menonjol pada bidang teater, Putu Wijaya pun lebih dikenal sebagai
dramawan. Sebenarnya, selain berteater ia juga menulis cerpen dan novel dalam jumlah yang cukup banyak, di
samping menulis esai tentang sastra. Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupun novel, telah
diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan
Thailand.
Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan gayanya menulis drama. Seperti dalam karya dramanya,
dalam novelnya pun ia cenderung mempergunakan gaya objektif dalam pusat pengisahan dan gaya stream of
consciousness dalam pengungkapannya.
Terhadap karya-karya Putu itu, Rachmat Djoko Pradopo (dalam Memahami Drama Putu Wijaya: Aduh, 1985)
memberi komentar bahwa Putu berani mengungkapkan kenyataan hidup karena dorongan naluri yang
terpendam dalam bawah sadar, lebih-lebih libido seksual yang ada dalam daerah kegelapan.

Karya-karya Putu Wijaya


a. Drama
1. Dalam Cahaya Bulan (1966)
2. Lautan Bernyanyi (1967)
3. Bila Malam Bertambah Malam (1970)
4. Invalid (1974)
5. Tak Sampai Tiga Bulan (1974)
6. Anu (1974)
7. Aduh (1975)
8. Dag-Dig-Dug (1976)
9. Gerr (1986)
10. Edan
Alamat Putu Wijaya:
Kompleks Astya Puri 2 No.A9 Jalan Kerta Mukti, Ciputat, Jakarta Selatan
Telepon/faksimile: (021) 7444678
Pos-el: wijayaputu@hotmail.com

Biografi Mahasiswa
Muhuammad Abdillah Mahardika Oz, lahir di pada tanngal
4 Oktober 1999 di Garut. Beralamat rumah di Jl Ihsan, Jatiluhur,
Jatiahsih, Kota Bekasi. Bersekolah dasar di SDIT YAPIDH
2006-2012, Sekolah Menengah Pertama di SMP Plus Al-Aqsha
2013-2015, Sekolah Menengah Atas di SMAIT INSAN
MANDIRI CIBUBUR, dan saat ini berkuliah jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia.
Giat mengikuti keorganisasian sejak mulai SMP (OPPMA
sebagai Ketua Bagian Kesenia), SMA (OSIS sebagai Ketua
Kesenian), Kampus (Hima Satrasia FPBS UPI periode 2019
sebagai Anggota Subbidang Pengaderan dan Hima Satrasia 2020
sebagai Ketua Umum Hima Satrasia FPBS UPI).

Anda mungkin juga menyukai