Anda di halaman 1dari 189

Duddy Fachrudin

Author, Trainer, Praktisi Mindfulness

Inner Peace
Hidup Bahagia,
Mati Lebih Bahagia
Duddy Fachrudin
Author, Trainer, Praktisi Mindfulness

Inner Peace
Hidup Bahagia,
Mati Lebih Bahagia

2
Inner Peace, Hidup Bahagia Mati Lebih Bahagia

Oleh: Duddy Fachrudin

Right to Copy atau Uncopyright


Boleh dibagikan dan disebarkan tanpa perlu meminta ijin
kepada Penulis

3
Bertualanglah... kemudian berhenti,
lalu menyelami isi hati

4
Untuk seorang guru yang terus memberikan
cintanya kepada murid-muridnya.

5
Gerbang Pembuka

Jujur saja buku ini sebenarnya ditulis untuk diri sendiri


sebagai pengingat bagi jiwa ini akan mati. Mengapa
pengingat? Karena begitu banyak dosa dan kesalahan
pada diri, sementara hanya rahmat dan pertolongan-
Nya yang mampu menyelamatkan diri ini sebelum
meninggalkan dunia.

Saya mulai memikirkan kematian ketika menjelang


kelulusan pendidikan sarjana psikologi di sebuah
universitas di Bandung. Ketika terngiang hal itu tiba-tiba
air mata membasahi kedua pipi. Saya menangis karena
sejujurnya saya belum siap mati.

Pada saat itu, kakek saya (Mbah) sakit. Konon kakek


saya selama hidupnya jarang sekali sakit. Dan baru

6
sekali saya melihat kakek saya sakit. Ketika kakek saya
sakit, saya sedang menyiapkan sebuah event seminar
yang mana salah satu pembicaranya adalah saya. Tiga
hari sebelum event tersebut berlangsung saya
mengirimkan sms kepada seorang panitia event. Isi sms
tersebut terkait terdapat kemungkinan saya tidak bisa
hadir dan mohon disiapkan pemateri cadangan,
termasuk saya menawarkan kepadanya agar ia menjadi
pemateri.

Dua hari berikutnya, pada pukul 4 pagi saya


mendapatkan telepon dari bapak saya bahwa kakek
saya meninggal. Setelah shalat subuh saya bergegas
menuju terminal mencari bis jurusan Cirebon.

Selama perjalanan menuju Cirebon, pikiran saya


bergelut kembali dengan kematian. Bahkan saya
mengingat kembali firasat mengenai kematian kakek
saya dalam bentuk sms dua hari yang lalu.

Saya kembali ke Bandung keesokan harinya, namun


pada akhirnya posisi saya sebagai pembicara pada event
seminar (sejak pagi hingga sore) digantikan oleh teman
saya. Hal tersebut dikarenakan saya baru datang satu
jam sebelum seminar tersebut selesai.

Setelah kakek saya meninggal, delapan bulan


berikutnya pembimbing utama skripsi yang banyak
membantu saya meninggal. Satu bulan kemudian nenek
saya menyusul kepergian kakek saya. Selanjutnya uwa

7
(kakak ibu saya), dan dua orang sepuh dari keluarga
bapak saya. Innalillahi wa inna ilaihi raji’uun. Dari Dia
kembali kepada Dia.

Dan pada saatnya cepat atau lambat saya akan kembali.


Namun apakah saya sudah siap? Oleh karenanya saya
mulai menyusun buku ini sebagai pengingat bagi diri
saya pribadi dalam menjemput kematian.

Semoga siapapun yang membaca buku sederhana ini


mendapat kebermanfaatan, semoga hidupnya lebih
bahagia, dan menjemput kematian dengan bahagia.
Semoga Allah Swt. melimpahkah rahmat dan karunia-
Nya, membimbing dan menggandeng kita menuju
kematian yang indah. Tentunya harapan kita semua
mendapat predikat khusnul khatimah. Insya Allah.

Dusun Cengkehan
Imogiri Yogyakarta, 2015

Duddy Fachrudin

8
Tentang Buku Ini

Buku ini bagaikan cermin bagi penulis dan pembacanya.


Pada buku ini terdapat penggunaan kata “aku”, itu
berarti aku sebagai pembaca atau yang membaca buku
ini. Sementara kata “saya” pada buku ini adalah saya
sebagai penulis.

Oleh karenanya buku ini mengajak pembacanya untuk


melihat kembali seluruh kehidupan yang sudah dijalani.
Ia juga merangkul pembacanya untuk diam sejenak dan
mendengarkan hati nurani. Maka untuk membaca buku
ini tidak perlu cepat-cepat, justru bacalah dengan
tempo yang lambat.

9
Isi buku ini terdiri dari delapan bagian. Bacalah secara
sistematis dari awal hingga akhir karena setiap bagian
terkait dengan bagian selanjutnya.

Bagian pertama merupakan pendahuluan yang


merupakan pesan kepada diri. Bagian kedua berkisah
tentang perjalanan kita sebagai manusia di dunia.
Bagian ketiga mengenai cinta, kesetiaan, dan ketaatan.
Bagian keempat lebih mengajak mengevaluasi diri kita
terutama dosa-dosa yang telah kita perbuat. Bagian
lima, merupakan 3 hal dasar yang dapat dilakukan
manusia sebagai mahluk yang menebarkan cinta dan
manfaat (rahmatan lil’alaamin). Bagian enam, sejenak
kita berhenti, diam, dan hening mengenali diri, Allah
Swt., Nabi Saw., dan orang tua. Bagian tujuh tentang
hakikat kebahagiaan di dunia. Dan bagian delapan berisi
2 buah cerita tentang makna “mati” yang lain selain
meninggal.

Pada buku ini terdapat berbagai cerita yang


berdasarkan kisah sebenarnya, cerita fiksi, dan juga
adaptasi. Semua cerita mengandung nilai positif yang
insya Allah menggugah kesadaran kita sebagai
pembacanya. Hal yang paling penting juga, di setiap
akhir bagian (kecuali bagian terakhir) terdapat lirik lagu
yang begitu inspiratif dari Opick.

Terdapat tujuh lirik lagu karya Opick yaitu: 1) Tiada Duka


Yang Abadi; 2) Khusnul Khatimah; 3) Ketika Cinta; 4)
Taubat; 5) Sedekah; 6) Ya Rahman; 7) Hamba-hamba

10
Allah. Buku ini tercipta terinspirasi dari lagu-lagu
tersebut. Dengarkanlah lagu yang ada di setiap bagian
sebelum beranjak ke bagian berikutnya.

Saat membaca, anggap saja kita sedang bertualang


atau mengembara. Kita nikmati setiap jengkal kata
maupun kalimat melalui penglihatan, pendengaran, dan
hati kita. Jika kemudian dalam petualangan tersebut
menemukan harta karun bernama hikmah, maka Allah
Swt. yang memberikannya kepada kita semua.

11
Isi Buku

Gerbang Pembuka ... 6


Tentang Buku Ini ... 9
Isi Buku ... 12

Pesan Kepada Diri ... 13


Nol ... 25
Satu ... 36
Dua ... 56
Tiga ... 85
Empat ... 108
Lima ... 143
Belajar ... 174

Referensi ... 185


Mari Silaturrahim ... 187

12
Pesan Kepada Diri

Mari kita buka petualangan di buku ini dengan sebuah


kisah:

Meskipun jam menunjuk angka 11, siang ini langit tak


begitu cerah, bahkan agak hitam. Namun begitu tak
menyurutkan Maryam dan Zahra untuk memeriksakan
giginya di balai desa Sekepicung Dago Atas. Kakak adik
yang hanya berbeda 10 menit kelahiran itu begitu
antusias mendengar di desanya akan ada pemeriksaan
dan pengobatan gratis.

“Maryam... Zahra... Ummi dapat kabar dari Pak RT kalau


besok ada pengobatan gratis di balai desa.” Sambil
menyiapkan makan siang, Ummi Fatimah mengabarkan

13
informasi yang baru saja didapatnya dari Pak RT pagi
tadi.

“Oyah Mi? Zahra mau dong dipelikca... hmm... emang


bica pelikca apa aja Mi?” Zahra yang usianya udah
hampir 7 tahun, namun masih pura-pura cadel ini
menanggapi. Ummi hanya geleng-geleng saja
mendengar tingkah Zahra. Padahal sebenarnya Zahra
sudah bisa mengucapkan R dan S sejak 2 tahun lalu.
Namun, demi menarik perhatian Umminya Zahra suka
pura-pura cadel. Itulah Zahra, berbeda dengan Maryam
yang 10 menit lebih tua darinya. Ia bicara seadanya,
tidak dibuat-buat, punya kemampuan analogi yang
bagus dan peka terhadap situasi yang ada di
sekelilingnya. Misalnya saja, ketika ia dan Umminya
belanja ke pasar, tanpa diminta Ummi, Maryam
langsung membawakan barang belanjaan Umminya.

Maryam yang kebetulan membantu Ummi, memandang


adiknya dan kemudian ke Umminya, “Ummi, aku dan
Zahra kan bentar lagi sekolah, tapi Zahra masih pura-
pura cadel tuh...” Yang diomongin langsung ngebales,
“Yee bialin Kak Maryam,” Zahra menjulurkan lidahnya.

“Ya sudah jangan ribut. Bentar lagi kita makan siang.


Zahra, nanti kalo sudah masuk sekolah ngomongnya
biasa aja ya. Janji ama Ummi oke..,” Ummi menjulurkan
kelingking tangan kanannya kepada Zahra. “Janji, Mi,”
Zahra membalas dengan kelingking tangan kanannya.

14
“Janji wanita sholehah!” Ummi dan Zahra saling
berjanji.

*****

Siang itu. “Kak, Zahra mau pelikca gigi aja. Soalnya


Ummi kemalin bilang ada doktel giginya juga di balai
desa,” Zahra menyiapkan sandalnya. “Iya boleh. Nanti
kakak juga mau periksa gigi sama mau ikut numpang
ditimbang,” Maryam yang dari tadi sudah siap
menunggu Zahra.

Maka, kakak beradik itu kemudian bilang ke Umminya


untuk periksa gigi. “Ummi ga ikut aja sekalian?” Wajah
polos Zahra terlihat memohon pada Umminya. “Ummi
jaga rumah aja ya. Nanti kalau sempat menyusul. Ummi
sedang menyelesaikan cerpen buat dikirim nanti sore
via email ke majalah.” Zahra yang masih belum ngerti
cerpen dan email itu apa hanya ber-ooo... Akhirnya
Maryam dan Zahra pun siap melangkah menuju balai
desa. Sebelum berangkat tiba-tiba Maryam
mengangkat kedua tangannya dan merapihkan jilbab
Zahra. Ummi tersenyum melihat kedua malaikatnya itu.

Suasana di balai desa cukup ramai. Maklum selain ini


hari minggu, seluruh warga Sekepicung tak mau
melewatkan pengobatan yang dilakukan oleh salah satu
badan amal di sebuah kampus kota Bandung ini, apalagi
tentunya gratis.

15
“Maryam dan Zahra setelah ini,” seorang petugas
berompi oranye memanggil Maryam dan Zahra.
Maryam yang sedang melihat dan mendengar obrolan
ibu-ibu di sekelilingnya langsung menyentuh pundak
adiknya. Kakak beradik itu menuju meja pemeriksaan.
Terlihat seorang perempuan berkacamata, berjilbab
ungu, dan berusia 25-an sedang memeriksa gigi seorang
ibu-ibu paruh baya. Sesekali ia bertanya kepada ibu itu.

“Ibu, coba liat yang bagian kirinya,” Perempuan itu


meminta ibu itu membuka mulutnya.

“Waduh neng, maaf... ibu malu. Yang sebelah kiri lebih


jelek dari yang kanan. Giginya udah rusak. Ibu juga kalo
makan nggak pernah pake gigi yang sebelah kiri. Tapi
sebenarnya ibu pengen berobat, tapi nggak punya
uang.” Ibu itu menyentuh pipi kirinya dengan tangan
kanannya.

“Nggak apa-apa kok Bu. Biar Vivi liat dulu ya...”


Perempuan yang ternyata bernama Vivi mengajak
kembali ibu tersebut untuk membuka mulutnya.

Akhirnya sang ibu dengan malu-malu membuka


mulutnya. “Oh... iya. Gpp... ibu maaf memang gigi
bagian kiri ibu sudah rusak... hmm... Memang lebih baik
untuk dicabut seluruhnya dan kemudian dipasang gigi
tiruan.” Vivi berusaha menyampaikan kondisi gigi sang
ibu dengan hati-hati.

16
Dahi sang ibu terlipat, “Iya neng... inginnya ibu seperti
itu. Ini salah ibu juga dari kecil nggak pernah diurus gigi
ibu. Malah ibu baru gosok gigi saat SMA. Haduh gimana
ya neng... katanya ganti gigi itu mahal sampai 4 juta. Ibu
nggak punya uang, kepake buat anak-anak sekolah.”

“Oh...” Vivi hanya bisa memahami kondisi ibu. “Tapi


coba aja di Rumah Sakit di tempat Vivi belajar bu, di
sana lebih murah daripada di tempat lain. Apalagi kalau
ibu mengganti gigi ibu seluruhnya bisa lebih murah lagi
daripada mengganti satu persatu,” ujar Vivi.

“Iya neng, malu ini juga. Apalagi ibu teh suka


memberikan pengajian. Jadi suka nggak pede... salah
ibu ini.”

“Ya udah gpp bu. Ibu ambil hikmahnya saja. Kan ibu
bisa ngasih tau ke putra-putri ibu untuk menjaga giginya
sejak kecil,” Vivi mencoba menyemangati sang ibu.

Maryam yang sejak tadi menyimak obrolan itu


mengangguk-angguk. Sesekali ia mengetuk-ngetuk
giginya dengan jari telunjuknya. Harus dirawat nih gigi...
katanya dalam hati, kalau enggak nanti rusak, dan kalau
udah rusak harus dicabut semuanya, dan diganti yang
baru...

Vivi kemudian meminta nomor HP sang ibu agar


kemudian bisa dirujuk ke dokter yang bisa
menanganinya. Ia tersenyum kepada sang ibu, dan

17
mengambil air mineral di sampingnya.
Kerongkongannya terasa dahaga setelah melayani 30
warga sejak jam 8 pagi. Ia mengambil nafas sejenak...
pikirannya kemudian monolog: alhamdulillah bisa
banyak belajar dari warga di sini dan bisa berbagi kepada
orang-orang.

Tibalah giliran Maryam dan Zahra. Maryam membiarkan


adiknya diperiksa duluan. Karena ia bisa melihat mimik
wajah Zahra yang tampak bersemangat sekali. Berbeda
dengan sang ibu yang malu-malu memperlihatkan
giginya, Zahra tanpa diminta langsung nyengir
menampakkan giginya kepada Vivi. Vivi tertawa
melihatnya.

“Halo adik kecil, namanya siapa?” Dengan wajah


tersenyum Vivi menyapa Zahra.

“Aku bukan anak kecil lagi. Aku udah besar. Bentar lagi
sekolah. Namaku Zahra, dan ini kakakku, namanya Kak
Maryam.” Kali ini Zahra menjawab agak berbeda dari
kebiasaannya, karena ia tidak mau dibilang anak kecil.

Vivi masih tersenyum. Otot pipinya tertarik ke atas,


sementara matanya yang dibalut lensa berbingkai
menyipit. “Zahra... wah senang bisa ketemu Zahra dan
Maryam. Nah, kakak namanya Vivi. Salam kenal...” Binar
mata Vivi menatap kedua kakak beradik itu. “Zahra
duluan ya...? Ya udah sekarang buka mulutnya lagi.” Vivi

18
membuka mulutnya meniru apa yang dilakukan Zahra
sebelumnya.

“Emangnya Zahra ada yang sakit ya giginya?” Tanya


Vivi.

“Nggak Kak. Cuma mau diperiksa aja.” Balas Zahra.

“Oh gitu... gosok giginya teratur ya?”

“Iya. Ummi bilang Zahra dan Kak Maryam harus gosok


gigi habis makan. Kalo nggak nanti banyak kumannya.”

Vivi mengambil alat periksa yang menyerupai cermin


kecil bergagang. Sebelumnya, alat tersebut dibersihkan
terlebih dahulu dengan alkohol dan kapas. Ia
memasukkan alat itu ke dalam mulut Zahra. Mengecek
gigi sebelah kiri dan kanan, sebelah atas dan bawah.

“Hmm... bagus. Tinggal nanti sikat giginya sampai ujung


ya supaya bersih,” Vivi menunjuk kedua pipinya dengan
telunjuk tangan kanan dan kirinya. Zahra nyengir dan
mengucapkan terima kasih kepada Vivi.

Sekarang giliran Maryam. Kakak Zahra itu cerita kalau


ada satu giginya di sebelah kanan goyang mau tanggal.
Tapi Maryam tidak berani mencabutnya. Ia juga belum
bilang ke Ummi masalah giginya itu karena ia baru
merasakan giginya goyang 3 hari yang lalu.

19
Setelah mendengar cerita Maryam, Vivi mengetuk-
ngetuk gigi yang dimaksud dengan ujung gagang alat
periksanya. “Iya betul, ini memang udah goyang dan
memang harus dicabut. Soalnya nanti akan tumbuh gigi
baru. Kalo nggak cepat-cepat dicabut, gigi barunya
malah tumbuhnya ke samping.” Ujar Vivi.

“Kak Vivi bisa bantu nyabutnya?” Maryam menatap Kak


Vivi.

“Nanti bisa dibantu sama kakak yang lain yang udah


boleh nyabut gigi Maryam,” Vivi tersenyum ke arah
Maryam.

“Um... ternyata bukan gigi yang rusak aja ya Kak yang


harus dicabut. Giginya Maryam yang goyang ini juga
harus dicabut.”

“Gigi yang rusak?” Vivi mengernyitkan dahi.

“Iya, tadi Maryam ngeliat dan ngedengerin Kak Vivi


meriksa gigi ibu itu.” Maryam bersemangat dan
menunjukkan jarinya ke arah ibu yang sebelumnya
diperiksa oleh Vivi.

“Oh iya. Gigi yang rusak harus dicabut dan dibuang,


serta lebih baik diganti dengan gigi tiruan untuk kasus
yang giginya sudah nggak bisa tumbuh dengan yang
baru.” Vivi memberi pemahaman kepada Maryam,
“Makanya kita harus merawat dan memelihara gigi

20
dengan gosok gigi dengan teratur dari kecil. Seperti
yang Ummi kalian bilang...” Perempuan berilbab ungu
itu menambahkan.

Tiba-tiba Maryam menyentuh bibirnya dan berkata,


“Kalo kata Ustad Zaki, bukan gigi yang rusak yang harus
dibuang. Tapi sifat sifat iri, dengki, sombong, kikir,
dendam, pemarah, murung, dan malas yang harus
dihilangkan. Soalnya itu sifat jelek manusia. Yang jelek
harus diperbaiki, dan diganti sama yang bagus. Sifat
yang bagus... kayak... hmm... Kak Zaki eh Ustad Zaki
bilang kayak semangat, sabar, bersyukur, cinta damai,
memberi dan menolong orang lain, serta rajin belajar...”

Jarum jam di tangan kiri Vivi menunjuk pukul 11.30.


Terdengar gema bedug adzan duhur. Beberapa detik
kemudian sayup-sayup takbir dan kalimat tauhid
mengajak orang-orang untuk sesaat menghentikan
aktivitasnya dan beralih ke wujud penyembahan yang
wajib dilakukan setiap umat Islam. Awan mendung yang
tadinya menyelimuti langit Sekepicung perlahan
bergerak ke arah barat. Lalu berganti biru cerah...
secerah hati para warga Sekepicung yang mulai bersiap
untuk shalat duhur.

Vivi membuka kacamatanya, menyeka kedua matanya


yang sedikit berdanau.

*****

21
Setelah membaca kisah tersebut, ijinkan kita membuka
halaman demi halaman pada buku ini dengan
hamdallah... Bersyukur atas karunia yang telah
diberikan-Nya, yaitu salah satunya menutupi aib-aib
kita. Bayangkan jika dosa-dosa yang kita lakukan ini
dibeberkannya di khalayak ramai, mungkin orang lain
merasa jijik pada diri kita. Mereka secara otomatis
menjauhi dan menghindari kita yang bagaikan bangkai
busuk ini.

Allahuakbar... Siapa lagi kecuali Dia yang dapat


memberi kenikmatan ini. Tapi... jangan terlena begitu
saja... “Ah tenang Allah kan menutupi aib-aib, kejelekan
serta dosa-dosa ini, tinggal nanti bertobat sudah beres
masalahnya, ” begitu kata bisikan hati ini. Iya, memang
betul sekali, namun... siapa yang tahu umur ini sampai
kapan bersama kita?

Maka ijinkan hati putih, bersih, suci yang mengambil alih


diri yang penuh dengan noda... lalu memanjatkan do’a
kepada-Nya. “Ya Allah aku sungguh tidak tahu kapan
ajal menjemputku, ijinkan hamba untuk terus
memperbaiki diri, membuang ‘gigi-gigiku yang rusak’
dan menggantinya dengan ‘gigi yang baru’, serta tentu
saja merawatnya sebaik mungkin sampai saatnya
Engkau memanggilku.”

Sebelum kita melangkah ke halaman selanjutnya, ada


baiknya kita menarik nafas sejenak dengan perlahan

22
kemudian mendengarkan lagu yang menyejukkan dari
Opick yang berjudul “Tiada Duka Yang Abadi”:

Tiada duka yang abadi di dunia


Tiada sepi merantaimu selamanya
Malam kan berakhir, hari kan berganti
Takdir hidup kan dijalani

Tangis dan tawa nyanyian yang mengiringi


Hati yang rindu tanda cinta di jalan-Nya
Namun ku percaya hati meyakini
Semua akan indah pada akhirnya

Waktu berputar rembulan dan matahari


Bunga yang mekar akan layu akan mati
Malam kan berakhir, hari kan berganti
Takdir hidup kan dijalani

Andai bisa ku mengulang waktu hilang dan terbuang


Andai bisa perbaiki sgala yang terjadi
Tapi waktu tak berhenti, tapi detik tak kembali
Harap ampunkan hamba-Mu ini

23
Kalo kata Ustad Zaki, bukan gigi yang rusak yang
harus dibuang. Tapi sifat sifat iri, dengki, sombong,
kikir, dendam, pemarah, murung, dan malas yang
harus dihilangkan. Soalnya itu sifat jelek manusia.
Yang jelek harus diperbaiki, dan diganti sama yang
bagus. Sifat yang bagus... kayak... hmm... Kak Zaki
eh Ustad Zaki bilang kayak semangat, sabar,
bersyukur, cinta damai, memberi dan menolong
orang lain, serta rajin belajar...

24
Nol

“Ngapain lama-lama tinggal di Jakarta. Mendingan naik


gunung. Di gunung kita akan menguji diri dengan hidup
sulit, jauh dari fasilitas enak-enak. Biasanya akan
ketahuan, seseorang itu egois atau tidak. Juga dengan
olahraga mendaki gunung, kita akan dekat dengan rakyat
di pedalaman. Jadi selain fisik sehat, pertumbuhan jiwa
juga sehat. Makanya yuk kita naik gunung. Ayo ke
Semeru…”

Kata-kata itu diucapkan Soe Hok Gie sebelum


keberangkatan menuju Puncak Mahameru 16 Desember
1969. Namun sayangnya, setelah bersimpuh di Puncak
Para Dewa tersebut, Soe yang turun terakhir dari
puncak bersama Idhan Lubis meninggal dunia akibat
menghirup gas beracun.

25
Gunung Semeru
sumber: girisatrio.wordpress.com

Kematian Soe Hok Gie merupakan salah satu dari sekian


banyak kecelakaan yang menimpa para pendaki
gunung, baik mereka yang pemula bahkan yang sudah
sering mendaki seperti Soe. Berbagai tragedi di gunung
tersebut melecutkan Wanadri yang menamakan dirinya
sebagai perhimpunan penempuh rimba dan pendaki
gunung untuk mengadakan Sekolah Pendaki Gunung
(SPG). Sejak 1973 Wanadri mengadakan SPG untuk
berbagi pengetahuan bagaimana caranya agar mendaki
gunung dengan aman dan nyaman.

Selama 8 hari (8-15 Juli 2007), saya termasuk dalam 41


peserta mengikuti SPG Wanadri Gede – Pangrango.
Sebelum keberangkatan, kami melakukan tes
kemampuan dasar, tes fisik dan tentunya tes medis.

26
Poin ketiga ini merupakan hal yang wajib dilakukan bagi
siapa saja yang akan melakukan pendakian. Berbagai
perlengkapan pun harus kami siapkan seperti ransel,
pakaian lapangan, perlengkapan bivak dan tidur,
perlengkapan masak dan makan, perlengkapan
navigasi, perlengkapan lain seperti MCK, peralatan jahit,
obat-obatan pribadi dan 18 paket makanan sebagai
perbekalan.

4 Hari di Camp Salabintana


Minggu (8 Juli) jam 6 pagi kami berangkat dari
Sekretariat Wanadri di Jl. Aceh Bandung dengan tujuan
Salabintana. Sekitar pukul 9.45 kami sampai di Pondok
Halimun (± 1200 mdpl) lalu dikumpulkan dengan para
peserta yang mendaftar di Jakarta dan dibagi dalam 9
kelompok. Peserta SPG yang berjumlah 41 orang sendiri
berasal dari berbagai kalangan, dari mulai siswa SMA
sampai bapak-bapak berumur 44 tahun, namun
kebanyakan dari kami adalah mahasiswa.

Selama 4 hari kami dibekali berbagai materi dasar yang


diperlukan bagi seorang pendaki gunung. Materi-materi
tersebut mencakupi: perencanaan perjalanan,
perlengkapan perbekalan, iklim medan dan penaksiran,
kesehatan perjalanan dan penanganan gawat darurat,
navigasi darat, pengantar ilmu survival, bootani dan
zoologi praktis, tali temali, pengenalan konservasi,
kesadaran lingkungan, dan manfaat hidup di alam
terbuka. Para pemateri berasal dari senior-senior
Wanadri, tim dokter Atlas Medical Pioneer (AMP)

27
Fakultas Kedokteran Unpad dan tim pelestari Taman
Nasional Gede – Pangrango.

Beberapa hari sebelum SPG, saya mendengar berita


tentang tewasnya salah seorang pendaki di Gunung
Ciremai. Dikabarkan dia tewas akibat hipotermia karena
cuaca buruk pada saat itu. Kemudian saya
mendapatkan informasi lagi bahwa dia hanya
membawa bekal 20 ribu rupiah untuk mendaki puncak
Ciremai tersebut!

Setelah mengikuti materi dan simulasi dasar, saya yang


“masih” tergolong pemula dalam mendaki gunung
sadar bahwa mendaki gunung bukan sekedar memakai
kaos oblong, beralaskan sandal jepit dan bermodal
beberapa buah roti dan sebotol air mineral, atau 20 ribu
rupiah. Bahaya subjektif dan objektif menanti kita para
pendaki dan ketika hal itu datang kita harus sudah siap
mengatasinya.

Adzan Menggema di Surya Kencana


Rabu sore, kami mulai mengaplikasikan materi yang
didapat ke dalam kondisi sesungguhnya. Walau masih di
Salabintana, kami membuat bivak dengan
menggunakan ponco dan membuat makanan sendiri.
Sebelumnya kami bermalam di barak dan makan
makanan yang disediakan oleh Wanadri. Karena saya
tidak terlalu mahir dalam urusan bivak, maka sayalah
yang membuat makanan. Selanjutnya, saya dan 4

28
teman sekelompok menyantap nasi, mie dan abon
dengan nikmatnya.

Esok paginya kami berangkat mendaki Gunung Gede


(2958 mdpl) melalui jalur Salabintana yang terkenal
lebih rumit dan jarang dilalui dibanding jalur-jalur
lainnya, seperti Cibodas dan Gn. Putri. Di awal
pendakian kami langsung menghadapi punggungan
yang cukup curam dengan diapit 2 lembahan yang
mengalir sungai dibawahnya. Selama melalui trail (jalan
setapak), banyak dijumpai pohon tumbang yang harus
kami panjat atau merangkak dibawahnya. Di ketinggian
2100 mdpl kami beristirahat dan melakukan evaluasi
perjalanan pada malam harinya.

Pendakian dilanjutkan dengan mencapai target Alun-


alun Surya Kencana (2800 mdpl) untuk melaksanakan
shalat Jum’at. Dalam perjalanan, kami tidak hanya
sekedar melangkahkan kaki dan membawa ransel yang
berat, tapi juga belajar menentukan posisi (resection)
menggunakan peta topografi, kompas bidik, penggaris
dan busur atau protactor. Hal ini penting karena banyak
juga para pendaki yang tersesat dan tidak tahu
posisinya dimana, karena mereka tidak membawa
peralatan navigasi.

Pukul 12.30 kami sampai di Surya Kencana. Adzan


berkumandang di padang edelweiss tersebut. Teddy,
teman sekelompok saya menjadi khatib dan imam
untuk pelaksanaan shalat Jum’at. Pukul 14.30 kami

29
menuju Puncak Gede. Dalam pendakian yang sejengkal
lagi kami harus meninggalkan salah satu peserta wanita
yang kelelahan. “Maniikk, ayo kamu bisa!” teriak kami
mendahuluinya. Terik matahari menemani nyanyian
kami menuju puncak punggungan. Kemudian beberapa
orang di depan saya berteriak, “Woii sudah sampai,
semangat... semangat...!”. Pukul 15.00 kami tiba di
Puncak Gede. Di depan kami terhampar Kawah Ratu
dan jika menggeserkan pandangan beberapa senti ke
arah kiri terlihat Gunung Pangrango (3019 mdpl).

”Wow, ini luar biasaa... ini baru pertama kali!!!” teriak


Madewanti yang memecah langit. Sementara yang lain
saling ber-tos ria, tertawa dan menyemangati Manik
yang masih berjuang menggapai puncak bersama
panitia. Akhirnya Manik melengkapi senyum 40 peserta
yang lainnya di Puncak Gede.

Namun, apakah mencapai puncak adalah tujuan dari


mendaki gunung?

Tujuan akhir dari sebuah pendakian gunung adalah bukan


mencapai puncak gunung, melainkan pulang ke rumah
dengan selamat!

Pulang

Hidup ini sesungguhnya bagaikan mendaki sebuah


gunung. Penuh liku, tantangan, bahkan godaan. Medan

30
yang datar maupun terjal senantiasa ada di hadapan
kita.

Ketika kita melintas di daerah yang turun, tubuh


maupun ransel di punggung yang beratnya puluhan liter
terasa ringan. Namun, kita harus hati-hati, bisa saja kita
tergelincir karena jalan setapak yang kita lalui begitu
licin. Ketika menaiki dataran yang lebih tinggi, tubuh
begitu berat melangkah. Namun, karena di depan kita
ada puncak yang siap kita raih, kita menjadi termotivasi
untuk terus mendaki.

Lantas setelah kita meraih puncak, melihat


pemandangan begitu indahnya, dan berteriak,
“Yeaaah”, apalagi yang perlu kita capai? Kita tidak akan
berlama-lama di puncak, bukan? Bukankah kita harus
kembali turun? Dan apakah kita akan turun dengan
selamat atau sebaliknya? Tentunya kita ingin turun
dengan selamat dan kembali ke rumah untuk
menceritakan petualangan kita, bukan?

Maka, jika petualangan mendaki gunung saja kita harus


kembali rumah, apalagi hidup ini. Kita akan kembali
kepada-Nya. Bagaimana kita kembali kepada-Nya?
Dalam keadaan apa kita kembali kepada-Nya?

31
Setiap petualangan akan kembali ke rumah
sumber: dokumen pribadi

Sebelum kita melanjutkan bab selanjutnya, alangkah


indahnya untuk merengungi perjalanan hidup kita
sembari memohon kepada-Nya:

“Wahai diriku, kini kau tahu bahwa hidup bagaikan


mendaki gunung. Mungkin saja kau kehabisan bekal,
tersesat, bahkan terperosok dalam jurang yang dalam.
Atau kau berhasil menggapai puncak, berfoto dan
bernyanyi bersama teman-teman lainnya. Namun yang
paling penting adalah kau kembali ke rumah dengan
selamat sehingga kau dapat menceritakan pengalaman
indahmu kepada keluarga, kerabat, dan juga teman-
teman.

32
Ya Allah yang Maha Penyelamat, bimbing diriku dalam
perjalananku di dunia ini. Begitu banyak ujian dunia
yang dapat menggelincirkanku menuju lembah
kehancuran. Lindungi perjalanan ini dengan cahaya-Mu
sehingga aku dapat melihat jalan setapak yang lurus
menuju rumah-Mu. Ijinkan aku pulang bersama cahaya
dengan penuh keselamatan, kedamaian, dan
ketenangan. ijinkan aku kembali pada-Mu dalam
keadaan terbaik, khusnul khatimah...”

Khusnul khatimah... akankah menjadi suatu akhir yang


indah?

Terangkanlah, terangkanlah
Jiwa yang berkabut langkah penuh dosa
Bila masa tlah tiada
Kereta kencana datang tiba-tiba

Air mata dalam duka


Tak merubah ceritanya
Hanya hening dan berjuta tanya
Dalam resah dalam pasrah

Terangkanlah, terangkanlah
Hati yang mengeluh saat hilang arah
Detik waktu yang memburu
Detik yang tak pernah kembali pada-Mu

Terangilah, terangilah
Bimbing kami dalam langkah

33
Ampunilah, maafkanlah
Dosa hidup sebelum di akhir masa

Ya Allah bihaa Ya Allah bihaa


Ya Allah bi khusnil khatimah

Ya Allah bihaa Ya Allah bihaa


Ya Allah bi khusnil khatimah
(Opick, Khusnul Khatimah)

34
Tujuan akhir dari sebuah pendakian gunung adalah
bukan mencapai puncak gunung, melainkan
pulang ke rumah dengan selamat!

35
Satu

Meski bukan pujangga, Ijinkan saya bertutur tentang


cinta:

Mungkin jika ada satu lagu cinta atau pernikahan yang


paling indah liriknya adalah “From This Moment”, yang
populer dinyanyikan oleh Shania Twain:

From this moment, life has begun


From this moment, you are the one
Right beside you, is where I belong
From this moment on

Indah, bukan?

36
“From this moment” adalah ungkapan rasa yang paling
indah ketika kita mengalami pengalaman yang tidak
pernah terlupakan dalam hidup sehingga dapat memicu
reaksi kimiawi dalam tubuh yang kemudian
memunculkan senyawa-senyawa dopamin, adrenalin,
feniletilamine, serotonin, oksitosin, vasopresin, dan
juga enkefalin.

Rasakanlah saat kita jatuh cinta. Tubuh kita akan


memproduksi hormon adrenalin yang membuat kita
deg-degan ketika kita bertemu pujaan hati atau
sebaliknya memicu keluarnya hormon endorfin yang
menenangkan. Namun yang jelas, cinta membuat
seseorang lebih bersemangat hidup, dan ketika kita
kehilangan sang cinta, hidup terasa sepi dan hampa.
Hormon dopamin dan serotonin dalam diri kita tak ada
lagi, sehingga kita terbelenggu dalam kemurungan
serta depresi.

Hidup seakan berakhir karena cinta telah pergi,


sehingga Romeo menembakkan dirinya ketika melihat
Juliet tak sadarkan diri. Emosi mengalahkan
kebijaksanaan, seperti dalam ungkapan, “Aku ingin
menemanimu kapan pun dan di mana pun, serta dalam
kondisi apa pun!”, mungkin itulah yang terucap dalam
hati Romeo saat itu. Cintanya setia. Seperti tugas
hormon feniletilamine, namun mungkin diletakkan pada
tempat yang salah.

37
Jika tadi adalah Romeo dan Juliet versi Shakespeare,
maka inilah kisah Romi dan Juli:

Sang Juli tampak murung dan sedih ketika Romi pergi


meninggalkannya. Beberapa tawaran bermain film
ditolaknya. Ia masih berduka bahkan terus bertanya
tentang kepergian kekasihnya.

Sampai suatu saat, Ia kembali dalam suatu lakon dalam


sebuah film. Berbeda dengan kisah Shakespeare, Juli
bangkit dan terus hidup serta berkarya. Bahkan Ia
memasang gelar dibelakang namanya, yaitu Sophian.
Juli itu bernama Widyawati Sophian, istri dari almarhum
Sophan Sophian. Hormon feniletilamine, menjaga
kesetiaan pada satu cinta. Satu cinta yang diberikan Juli
kepada Romi.

Widyawati Sophian
sumber: kapanlagi.com

38
Satu Klub

Jika ada pemain sepakbola yang suka berganti klub,


maka jawabannya adalah Nicolas Anelka. Ya, sejak 1996
hingga 2013, pemain yang juga memiliki nama Abdul
Salam Bilal ini pernah bermain di 11 klub, yaitu Paris
Saint Germain, Arsenal, Real Madrid, Liverpool,
Manchester City, Fenerbahce, Bolton Wanderers,
Chelsea, Shanghai Shenhua, Juventus, dan West
Bromwich.

Tentunya berbagai alasan melatarbelakangi Anelka


pindah ke klub lain, seperti ketidakcocokkan dengan
pelatih, menjadi pemain cadangan, hingga tentunya
ingin mendapat gaji yang lebih tinggi. Faktor ketiga ini
pernah terjadi saat Anelka membela Arsenal di usia 17
tahun. Selama tahun 1997-1999 Anelka berhasil
menembus tim inti dan bermain cemerlang sehingga
membantu Arsenal meraih juara Premiere League dan
piala FA di musim 1997-1998 serta penghargaan pemain
muda terbaik di musim berikutnya. Namun sayang,
setelah itu Anelka terlihat kurang antusias bermain
karena permintaan gajinya belum dipenuhi dan akhirnya
Anelka pindah ke Real Madrid.

Berbeda 180 derajat dengan kisah Anelka, nama-nama


ini tergolong luar biasa, karena mereka hanya pernah
membela 1 klub sepanjang karir profesionalnya. Sebut
saja Ryan Giggs, Fransesco Totti, dan Paolo Maldini.

39
Meskipun Giggs adalah binaan Manchester City, namun
kontrak profesionalnya justru didapat dari tetangganya
Manchester United di tahun 1990. Selama lebih dari dua
dekade Giggs setia bersama United. Berbagai godaan
untuk pindah di tahun 2003 ditepisnya. “Tak ada alasan
serius kenapa saya harus meninggalkan klub ini.
Memang pernah ada rumor pada 2002/ 2003 yang
mengatakan saya bergabung dengan Inter, tapi tak
pernah terjadi,” kata winger kiri lincah yang total
bermain selama 941 pertandingan dan mencetak 168
gol bersama United hingga tahun 2013.

Sementara Totti adalah Pangeran Roma sejati. Bermain


untuk tim junior dan dilanjutkan di tim senior sejak
tahun 1992, Totti tak tergantikan sebagai jenderal di
lapangan tengah Roma. Beberapa tawaran
menggiurkan dengan gaji tinggi dari klub besar seperti
Real Madrid ditolaknya. Meski prestasi Roma tidak
sehebat Juventus, Inter, dan AC Milan di serie-A, Totti
juga tetap setia dengan AS Roma.

Totti menjadi kapten di tahun 1998. Meski banyak


gelandang serang dan striker berdatangan, Totti selalu
menjadi pilihan utama. Perannya tak tergantikan.
Hingga 2013, Totti telah bermain sebanyak 682 partai
dengan 282 gol, sebuah rekor yang sulit dipecahkan
pemain Roma yang lain. Totti adalah Roma, dan Roma
adalah Totti.

40
Pemain selanjutnya yang paling setia dengan klubnya
adalah Paolo Maldini. Berkarir sebagai pemain bertahan
selama 24 tahun (1985-2009) dengan 902 penampilan
profesional adalah pencapaian yang sangat fenomenal.
Bahkan sejak usia 10 tahun, Maldini sudah menjadi
bagian akademi Milan.

Paolo Maldini, setia bersama AC Milan


sumber: imgkid.com

Sejak legenda Franco Baresi pensiun, Maldini berperan


sebagai kapten tim di tahun 1997. Kepemimpinan dan
visinya luar biasa dan di atas rata-rata pemain lain. Tak
ada yang meragukan kemampuannya. Maldini sejajar
dengan para legenda sepakbola dunia seperti Pele dan
Maradona. Setelah pensiun di tahun 2009, jersey
bernomor punggung 3 miliknya dipensiunkan sebagai
penghargaan atas dedikasi dan loyalitasnya bersama AC
Milan.

41
Tidak banyak pemain-pemain seperti Giggs, Totti,
maupun Maldini di abad 21 ini yang loyal bermain untuk
1 klub. Apalagi iming-iming gaji tinggi selalu membuat
para pemain tergiur untuk pindah.

Loyalitas, kesetiaan, dan satu cinta pada klub sulit


menggantikan yang lainnya.

Satu Cinta

Satu cinta pula yang diberikan Allah kepada kita,


mahluknya. Lihatlah bagaimana Rahman dan Rahim-
Nya begitu menyinari bumi. Ia lembut bagaikan bulir air
yang menyapa dedaunan hijau, tergolek, menggelayut
elok pada tubuhnya. Rahman dan Rahim-Nya pula yang
membuat kita merasakan nikmatnya rizki yang
diberikan oleh-Nya.

Namun, sayangnya kita sering lupa dengan cinta-Nya.


Kita dengan seenaknya “berselingkuh”. Komitmen
Tauhid yang kita ucapkan minimal 9 kali sehari sering
dilanggar secara sadar maupun tidak sadar. Kita sering
menduakannya lewat harta, tahta, manusia,
popularitas, aktivitas, dan juga sesembahan lain.

Tidak jarang saat adzan menyahut-nyahut, kita asik


sendiri dengan berbagai aktivitas. Seringkali kita
memberi, namun ingin dipuji atau diliput media. Tak

42
lupa kita juga suka berbangga ria seakan kita hebat
segalanya. Ya Allah ampuni kami. Ampuni diri ini.

Apa yang terjadi jika kita sering melakukan hal-hal


tersebut? Akibatnya hidup gundah gulana dan gaduh
gelisah, serta rasa sesal di dada. Wajar karena
“perselingkuhan” membuat ketidakseimbangan dalam
jiwa manusia. Hal ini mengikuti kaidah entropi dalam
ilmu termodinamika. Oleh karenanya, kita harus
membuat entropi dalam jiwa kita menjadi 0 (nol).
Bagaimana caranya? Tentu saja dengan satu cinta.

Satu cinta bernama kesetiaan. Setia membalas cinta-


Nya selama kita hidup. Setelah itu, kita dapat berucap
dengan tenang, inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun.
Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan
kepada Allah jualah kami kembali.

Mengukur Satu Cinta

Sore dingin bersenandung bersama gerimis air yang


jatuh. Tik-tik-tik, ia membasahi dan menggenangi
jalanan yang berlubang. Ia pun memembasahi rambut
dan kepala para pejalan kaki saat itu.

Lihatlah air, molekul yang terdiri dari hidrogen dan


oksigen itu memiliki sifat sederhana. Ia menggenangi
jalanan, membasahi rambut, atau membentuk

43
segiempat pada wadah kotak. Ya, ia selalu menempati
ruang di mana ia berada. Fleksibel dan sederhana.

Dan sederhana dekat dengan ketulusan. Lihatlah begitu


tulusnya kohesi antara hidrogen dan oksigen
membentuk molekul cinta yang menenangkan serta
menyejukkan hati manusia sesaat sebelum menghadap
Sang Maha. Tetesannya saat manusia berwudhu
menyentuh puluhan titik relaksasi dalam tubuh. Sejuk,
tenang, dan menyegarkan sebagai awal kita bertemu
dengan-Nya dalam shalat.

Air molekul cinta


sumber: arrester.wordpress.com

Luar biasa. Kita bisa


belajar banyak dari air
yang mewujud dalam
ketulusan. Dan
tahukah bahwa dengan
ketulusan kita bisa
melihat, mendengar,
dan merasakan cinta
itu valid. Maka kita
dapat mengukur cinta
kita kepada pasangan
atau anak-anak kita dengan seberapa besar ketulusan
itu. Dari sederhana menjadi ketulusan. Dan insya Allah
dari ketulusan bertransformasi pada keikhlasan.

44
Ikhlas berfokus pada yang satu, yaitu kepada-Nya.
Biarkan amal kebaikan tertuju pada-Nya, bukan karena
harta maupun tahta. Ijinkan setelah melakukan amal
saleh kita tetap merendahkan hati. Terkadang kita ingin
mengatakan kepada orang lain dengan tujuan
memotivasi mereka, namun bisa jadi itu adalah rayuan
setan yang akan menggugurkan pahala amal kita.

Dalam hal ikhlas ini, ada sebuah kisah yang indah


bermakna keikhlasan:

Dikisahkan seorang pejuang kaum miskin yang hampir


roboh periuknya, menemui seorang ahli hikmah, lalu ia
berkata, “Telah dua puluh tahun saya bergelimang
darah dan keringat menanggulangi semua masalah
kaum dhu’afa. Namun janji Allah belum turun.”

Ahli hikmah itu berkata, “Salahmu sendiri. Bagaimana


mungkin rahmat Allah akan turun jika pintu langit masih
kau kunci.”

“Kapan saya mampu mengunci pintu langit, sedangkan


kuncinya saja tak pernah saya lihat apalagi
memegangnya?” tanya orang itu.

“Ingatanmu terhadap amalan itulah kuncinya!” jawab


ahli hikmah.

Menurut Yusuf Al Qardhawi ikhlas berarti keinginan


untuk mendapatkan ridha Allah dengan melakukan

45
suatu amal dan membersihkannya dari segala
kepentingan, baik yang bersifat pribadi maupun
duniawi. Karena itu, seseorang tidak boleh mencampuri
amalnya dengan sesuatu yang mengotori suatu amal
kecuali hanya karena Allah dan mengharapkan
kehidupan akhirat.

Ia tidak boleh mencampuri amalnya dengan sesuatu


yang akan mengotorinya berupa keinginan-keinginan
dunia, baik yang tampak maupun tersembunyi.
Misalnya, berharap bagian harta rampasan, syahwat,
kedudukan/ pangkat/ jabatan, harta kekayaan,
ketenaran, mendapatkan tempat di hati manusia,
mencari pujian/ sanjungan, mencari muka kepada orang
tertentu, mengobati dendam yang terpendam,
memenuhi perasaan dengki yang tersembunyi, atau
karena sombong yang dipatuhi, dan lain-lain. Semua hal
ini merupakan keinginan-keinginan yang tidak disadari
meraih ridha Allah, melainkan karena faktor lain, baik
manusia atau materi.

Jika cinta kita berlandaskan keikhlasan maka cinta kita


valid bahkan akan memiliki realibilitas yang sempurna
seperti cintanya Muhammad Rasulullah Saw. kepada
umatnya yang tak pernah lekang oleh waktu: Ummati...
Ummati...

46
Nikmatnya Satu Cinta

Ibnu Taimiyah mengisahkan ada seorang ‘alim berkata,


“Cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai
pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan
tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu
tentang cinta. Tentang sesuatu yang kau cintai.
Siapakah dia? Jawabnya bisa harta, tahta, keluarga,
wanita (lawan jenis), dan lainnya. Namun ingat...
Rugilah orang yang keluar dari dunia tanpa merasakan
aneka kenikmatan di dalamnya. Apakah yang paling
nikmat di dunia? Mencintai Allah, bersama-Nya, rindu
bertemu dengan-Nya, menghadap kepada-Nya, dan
berpaling dari hal-hal selain dari-Nya.”

Sungguh suatu kenikmatan bisa merasakan cinta


kepada-Nya lebih dari cinta kita terhadap harta, tahta,
serta manusia. Beruntunglah bagi Anda yang telah
memilikinya. Jaga dan rawatlah cinta itu. Karena hal itu
akan melepaskan kita dari berbagai derita. Simak kisah
berikut ini:

Aku Jatuh Cinta

Tanggal 2 April 1770, Johann Wolgang von Goethe tiba


di Strasbourg untuk melanjutkan studi ilmu hukum dari
Universitas Leipzig ke Universitas Strasbourg. Ia berada
di sana selama 1 tahun 4 bulan, namun dengan waktu
yang singkat tersebut, Goethe jatuh cinta pada seorang

47
gadis, anak dari seorang pastur bernama Friederike
yang dikenalnya di desa Sesenheim. Goethe kemudian
menuliskan perasaannya pada sebuah sajak di atas:
Liebesgedichte für Friederike, Sajak Cinta untuk
Friederike.

Apakah aku mencintaimu, aku tak tahu


Aku hanya melihat wajahmu sekali saja
Aku memandang di matamu sekali itu
Akan membebaskan hatiku dari semua derita
Apakah aku mencintaimu, aku tak tahu

Strasbourg bukanlah Paris yang dikenal dengan kota


cinta—kota para pecinta, tempat mereka mencari
inspirasi dan cinta. Namun memang Strasbourg
merupakan gerbang masuk ke Paris, jadi wajar aura-
aura cinta sudah terasa oleh Goethe, walaupun ia tidak
berada di Paris. Begitulah Paris dengan pesona cintanya
disamping berbagai mahakarya seni dan arsitektur
indahnya menggoda manusia untuk mengunjungi kota
tersebut.

Bagaimana jika kita berandai-andai dan mengaktifkan


imajinasi untuk pergi ke Paris, mencari sesuatu,
pemikiran, dan cinta? Baiklah kalau begitu, biarkan aku
yang memulainya:

Pagi itu aku melangkah menuju sebuah menara


berketinggian 300 meter. Menara tersebut disusun dari
15 ribu keping metal yang dipateri menjadi satu.

48
Beratnya mencapai 7 ribu ton serta bertumpu pada
empat kaki penyangga dengan fondasi dasar dari
beton. Gustave Eiffel membangunnya pada tahun 1889.
Akhirnya aku sampai dan kemudian naik lift hingga
puncak Eiffel dan terlihat indah pemandangan kota
Paris. Di situ pula aku memulai kontemplasi tentang
kehidupan dan cinta.

Pesona cinta di Paris


sumber: lloydi.com

Sesaat aku memikirkan kehidupanku: kuliah, kerja, dan


cinta. Hal terakhir ini yang memang ingin aku cari.
Terlihat di jalanan para pasangan yang saling
bergandengan tangan, berpelukan, mesra. Di antara
mereka, pasangan berusia madya: pria bermantel coklat
dan wanita bersyal merah yang paling membuatku

49
tertegun. Ketika aku melewatinya, terlihat wajah wanita
itu pucat dan tangan kiri pria memeluk hangat
pasangannya itu. Mungkin, wanita itu sedang sakit,
ujarku dalam hati, dan sang pria dengan setia
mengantar wanitanya pergi ke mana pun pergi.

Kemudian aku memandangi sebuah keluarga: ayah, ibu,


dan 3 orang anak bercanda ria ketika aku mampir
sejenak di restoran Les Deux Magots, tempat di mana
Sartre, Beauvoir dan Camus biasa berdiskusi. Aku keluar
dari Les Deux Magots sambil membayangkan bagaimana
keluargaku nanti: istri dan anak-anakku. Aku kemudian
menuju sebuah katedral, duduk di bangku taman, dan
mengambil sebuah buku dari ranselku: Notre-Dame de
Paris: 1482. Tahun 1831 Victor Hugo menulis novel yang
mengisahkan katedral Notre-Dame yang ada di
depanku. Aku memandanginya lama, indah.

Hari mulai tenggelam. Matahari segera menghilang.


Aku kembali berjalan dan berhenti di sebuah taman, lalu
duduk. Kemudian aku membaca Rousseau berjudul
Walden. Buku ini yang menginspirasi behavioris BF
Skinner untuk menulis Walden II, kisah tentang
masyarakat impian yang teratur oleh postulat-postulat
behavioristik. Sambil membaca aku membayangkan
Indonesia, tanah air yang bisa dibilang jauh dari harapan
Rousseau dan Skinner dalam bukunya.

Matahari benar-benar ingin lenyap, sudah condong ke


barat. Aku mulai bergegas. Sebelum pergi dari taman,

50
aku membaca Liebesgedichte für Friederike. Perlahan
kata demi kata aku baca: Apakah aku mencintaimu, aku
tak tahu... Aku hanya melihat wajahmu sekali saja... Aku
memandang di matamu sekali itu... Akan membebaskan
hatiku dari semua derita... Apakah aku mencintaimu, aku
tak tahu. Sajak yang benar-benar menyentuh hati.

Sayang, setelah Goethe memperoleh gelar dari


Universitas Strasbourg, ia menemui Friderike untuk
yang terakhir dan kembali ke Frankrut. Friederike
menyangka bahwa Goethe akan kembali ke Strasbourg,
namun ternyata tidak. Kemudian ia memberinya surat
perpisahan kepada Goethe yang sangat membuatnya
sedih: Jawaban surat perpisahan dari Friederike
mengoyak hatiku... Aku sekarang baru pertama kali
merasa kehilangan... Begitulah ekspresi kesedihan
Goethe yang tertuang dalam tulisannya.

Aku menutup Liebesgedichte für Friederike, membuka


roti dan memakannya, sambil memandangi taman yang
dipenuhi para pasangan. Mereka mengobrol dan
bercanda. Rotiku habis dan matahari sudah tenggelam.
Lampu taman menyala jingga membuat suasana
menjadi semakin romantis. Aku menengok ke
sebelahku: tak ada siapa-siapa. Tak ada cinta yang bisa
diajak berbagi, layaknya para pasangan itu. Aku
melamun: seseorang... siapakah seseorang yang akan
berada disampingku, menemani duduk di taman sambil
makan roti dan membaca sastra? Aku kemudian teringat

51
sebuah lirik lagu berjudul Tentang Seseorang yang
melantun indah di film Ada Apa Dengan Cinta:

Cinta hanyalah cinta


Hidup dan mati untukmu
Mungkinkah semua tanya kau yang jawab
Dan tentang seseorang
Itu pula dirimu
Ku bersumpah akan mencinta

Tek.. tek.. tek.. Aku membuka mata, melihat jam weker


berdetak yang terletak di sebelah monitor komputerku.
Pukul 3.30 pagi. Mimpi. Aku bermimpi. Aku masih
terbengong-bengong setengah sadar, mencoba
merangkai kembali mimpiku.

Aku bangun dari kasurku, berjalan menuju pintu,


membukanya. Kunyalakan lampu kamar mandi, lantas
kubasahi wajahku yang kusut, lalu berwudlu, segarnya
air pagi. Lalu kugelar sajadah, kupakai pakaian
terbaikku. Allahu Akbar... dalam keheningan aku
bersujud dan bersyukur. Mungkin inilah jawaban dari-
Nya tentang pertanyaan yang ada dalam mimpiku yang
akan membebaskan hatiku dari semua derita
kehidupan.

“Ya Allah begitu banyak wujud cinta di dunia. Ada harta,


tahta, manusia, dan berbagai jenis lainnya. Sungguh
mereka semua menarik bagiku. Namun... aku sadar

52
bahwa Kau begitu mencintaiku, hamba-Mu yang begitu
lemah, tak berdaya, dan berlumur noda.

Ijinkan aku membalas cinta-Mu dengan memurnikan


ketaatan dalam beribadah hanya kepada-Mu. Murni
bagaikan air putih yang tak tercampur noda apa pun. Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan
menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang tidak aku
ketahui, dan aku mohon ampun kepada-Mu terhadap
apa yang tidak aku ketahui. Ya Allah, jadikanlah amalku
semuanya saleh. Jadikanlah ia tulus ikhlas semata-mata
karena Engkau, dan jangan jadikan bagi seseorang atau
sesuatu di dalamnya.”

Mari kita melangkah ke petualangan berikutnya sambil


mendengarkan lagu yang sangat indah ini: “Ketika
Cinta”, Opick:

Ada tiada resah dalam jiwa


Rindu akan memanggil-Mu
Karena setiap jiwa tlah bersumpah
Setia hanyalah kepada-Mu

Bila cinta ada di dalam jiwa


Wangi bunga dunia tanpa nestapa
Sgala yang dirasa hanyalah Dia
Hati kan memuja hanya pada-Nya

Ketika cinta memanggil gemetar tubuhku


Ketika cinta memanggil hangatnya nafasku

53
Ketika cinta memanggil menderu sang rindu
Ketika cinta memanggil...

Rindu... rindu... rindu qalbu


Memanggil-manggil nama-Mu
Seperti terbang di langit-Mu
Tenggelam di lautan cinta-Mu

Terbangun qalbu yang rindu


Melebur menjadi satu
Bagai menari diiringi pelangi
Ketika cinta memanggil

54
Allahu Akbar... dalam keheningan aku bersujud dan
bersyukur. Mungkin inilah jawaban dari-Nya
tentang pertanyaan yang ada dalam mimpiku yang
akan membebaskan hatiku dari semua derita
kehidupan.

55
Dua

Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk


(mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian
hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.”
(QS. As Sajda: 11)

Black Team

Apakah Anda pernah menonton Master Chef Indonesia?


Jika Anda mengikutinya maka pastinya Anda pernah
melihat para peserta yang sudah tereliminasi dari galeri
diberi kesempatan kedua untuk bisa kembali ke galeri
dan menantang peserta yang masuk ke dalam Top Ten
(10 besar). Mereka adalah para peserta yang tergolong
ke dalam Black Team.

56
Inspirasi dari Master Chef
sumber: mitaarini.blogspot.com

Meskipun pernah tereliminasi, anggota Black Team


punya ketrampilan memasak yang sama hebatnya
dengan anggota Top Ten. Perbedaanya hanya di
penampilan, anggota Black Team memakai apron
(celemek) hitam, sementara Top Ten memakai apron
putih.

Perlu diingat anggota Black Team memiliki kesempatan


untuk mengenakan apron putih yang dipakai para Top
Ten, yang artinya mereka memiliki kesempatan untuk
menjadi juara di Master Chef Indonesia. Di Master Chef
session 2, ada salah satu anggota Black Team yang
sukses kembali mengenakan apron putih, dan dia
berhasil menjadi juara kedua, luar biasa!

Jika kita adalah anggota Black Team yang diberi


kesempatan kedua oleh para juri Master Chef untuk
kembali bertanding dan merebut apron putih, bahkan

57
kemudian bisa menjadi juara, apakah kita akan menyia-
nyiakan kesempatan tersebut?

Hidup Hanya Sekali

Jika di Master Chef, Black Team memiliki kesempatan


kedua untuk mengenakan apron putih, maka di
kehidupan sesungguhnya, setelah kita mati, kita tidak
bisa memperbaiki kesalahan atau menambah amal kita.
Orang-orang yang penuh dosa memohon kepada Allah
untuk dikembalikan ke dunia dan mereka akan
mengerjakan perintah-Nya. Allah Swt. berfirman:

Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat


ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan
kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya
Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka
kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan
amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
yakin.”
(QS. As Sajda: 12)

“Ya Allah, kapankah aku meninggal? Tentunya aku tidak


tahu, sungguh tidak tahu. Maka ijinkan diri ini untuk
terus memperbaiki diri, bertaubat atas segala
kesalahan-kesalahan ini sebelum saatnya tiba. Hidup ini
hanya sekali. Sangat sayang untuk disia-siakan. Maafkan
diri yang sering khilaf dan kurang bersyukur ini. Ampuni
ya Allah... Ampuni hamba-Mu ini.”

58
Kesempatan Kedua Itu Masih Ada

“Pada akhirnya.. Semua akan menemukan yg namanya


titik jenuh.. Dan pada saat itu.. Kembali adalah yg
terbaik.. Kembali pada siapa..??? Kpd "DIA" pastinya..
Bismi_KA Allohumma ahya wa amuut..”
(Almarhum Uje)

Itulah tweet terakhir Ustadz Jefri Al Buchori atau yang


sering kita kenal dengan sebutan Uje. Jum’at pagi itu
tanggal 26 April 2013 beliau dipanggil Sang Maha
menuju pusara terakhirnya. Seluruh anggota keluarga
almarhum, bahkan masyarakat Indonesia berduka.

Uje telah tiada, meninggalkan berbagai pesan, hikmah,


dan cinta. Beliau adalah sosok yang luar biasa yang
Allah beri cahaya dan cinta untuk mengusir kegelapan
di masa lalunya. Dan di akhir hidupnya cahaya itu terus
meneranginya, bahkan mencerahkan orang-orang di
sekelilingnya.

Ya, Uje seperti dalam dakwahnya mengajak orang-


orang kembali pada cahaya. Ia dulu seorang pecandu
narkoba, namun Allah berikan hidayah cinta sejak tahun
2000. Subhanallah, begitu indahnya cahaya cinta itu
sehingga menjadi pelita dalam 13 tahun kehidupan
berikutnya. Beliau kembali kepada Allah dengan penuh
cahaya, insya Allah.

59
Almarhum Uje
sumber: m.dakwatuna.com

Biografi Ustadz Jeffry

Ustadz ganteng ini laris diminta berdakwah. Perjalanan


hidup Jeffry Al Buchori sungguh dahsyat. Penuh gejolak
dan tikungan tajam. Proses pergulatan yang luar biasa
ia alami sampai ia menemukan kehidupan yang tenang
dan menenteramkan. Simak kisahnya berikut ini:

Sebetulnya aku tidak ingin bercerita banyak tentang


masa laluku. Maklum, masa laluku sangat kelam.
Namun, setelah kupikir, siapa tahu perjalanan hidupku
ini bisa menjadi pelajaran bagi orang lain. Baiklah, aku
bersedia membagi pengalaman hidupku pada para
pembaca. Insya Allah, ada gunanya.

Aku lahir dengan nama Jeffry Al Buchori Modal pada 12


April 1973 di Jakarta. Waktu aku lahir, keluargaku

60
memang sudah menetap di Jakarta. Aku lahir sebagai
anak tengah, maksudku anak ke-3 dari lima bersaudara.
Tiga saudara kandungku laki-laki, dan si bungsu adalah
perempuan. Layaknya bersaudara, hubungan kami
berlima cukup dekat. Sekadar bertengkar, sih, wajar
saja. Apalagi, jarak usia kami tidak berjauhan.

Apih (panggilan Jefri untuk ayahnya, red.), M. Ismail


Modal, adalah pria bertubuh tinggi besar asli Ambon,
sedangkan Umi, begitu aku biasa memanggil ibu, Tatu
Mulyana asli Banten. Apih mendidik kami berlima
dengan sangat keras. Tapi, kalau tidak begitu, aku tidak
akan merasakan manfaat seperti sekarang. Kalau kami
sampai lupa salat atau mengaji, wah, jangan ditanya
hukuman yang akan diberikan Apih. Dalam hal agama,
Apih dan Umi memang mendidik kami secara ketat.

Namun, sebetulnya Umi adalah seorang ibu yang amat


sabar dan lembut dalam menghadapi anak-anaknya.
Apih pun orang yang selalu bersikap obyektif. Dia akan
membela keluarganya mati-matian bila memang
keluarganya yang benar. Sebaliknya dia tidak segan-
segan menyalahkan kami bila memang berbuat salah.

Berada di lingkungan keluarga yang taat agama


membuatku menyukai pelajaran agama. Sewaktu kelas
5 SD, aku pernah ikut kejuaraan MTQ sampai tingkat
provinsi. Selain agama, pelajaran yang juga kusukai
adalah kesenian. Entah mengapa, aku suka sekali tampil
di depan orang banyak. Oh ya, setelah kenaikan kelas,

61
dari kelas 3 aku langsung melompat ke kelas 5. Jadilah
aku sekelas dengan kakakku yang kedua.

Berkepribadian Ganda
Lulus SD, Apih memasukkanku dan kedua kakakku ke
sebuah pesantren modern di Balaraja, Tangerang.
Beliau ingin kami mendalami pelajaran agama. Rupanya
tidak semua keinginannya bersambut, semua ini karena
kenakalanku.

Orang bilang, anak tengah biasanya agak nakal. Aku


tidak tahu ungkapan itu benar atau tidak. Yang jelas hal
itu berlaku padaku. Sebagai anak tengah, aku sering
membuat orang tua kesal. Di pesantren, aku sering
berulah.

Salah satu kenalakanku, di saat yang lain shalat, aku


diam-diam tidur. Kenakalan lain, kabur dari pesantren
untuk main atau nonton di bioskop adalah hal biasa.
Sebagai hukumannya, kepalaku sering dibotaki. Tapi,
tetap saja aku tak jera.

Tampaknya aku seperti punya kepribadian ganda. Di


satu sisi aku nakal, di sisi lain keinginan untuk
melantunkan ayat-ayat suci begitu kuat. Tiap ada
kegiatan keagamaan, aku selalu terlibat. Bersama
kedua kakakku, aku juga pernah membuat drama tanpa
naskah berjudul Kembali Ke Jalan Allah yang
diperlombakan di pesantren. Ternyata karya kami itu
dinilai sebagai drama terbaik se-pesantren.

62
Bahkan, aku juga juara lomba azan, lomba MTQ, dan
qasidah. Akan tetapi, entah kenapa, aku juga tak pernah
ketinggalan dalam kenakalan. Tinggal dalam lingkungan
pesantren, kelakuan burukku bukannya berkurang,
malah makin menjadi. Puncaknya, aku sudah bosan
bersekolah di pesantren.

Akhirnya, hanya empat tahun aku di pesantren. Dua


tahun sebelum menamatkan pelajaran, aku keluar. Lalu,
Apih memasukkanku ke sekolah aliyah (setingkat SMA,
red.). Rupanya keluar dari pesantren tidak membuatku
lebih baik. Aku yang mulai beranjak remaja justru jadi
makin nakal.

Kenal Dunia Malam


Memang, sih, tiap ada acara keagamaan aku tak pernah
ketinggalan. Namun, aku juga selalu mau bila ada teman
mengajak ke kantin sekolah. Bukan untuk jajan, tapi
memakai narkoba! Aku juga sering kabur dan pergi
tanpa tujuan yang jelas. Ya, aku seperti burung lepas
dari sangkar, terbang tak terkendali.

Masa SMA memang suram bagiku. Masa yang tak


pernah lengkap. Maksudnya, aku tak punya teman
sebaya. Kenapa? Ya, meski usiaku masih 15 tahun, aku
bergaul dengan pemuda berusia 20 tahunan. Pacaran
pun dengan yang lebih tua. Di sekolah ini aku hanya
bertahan setahun. Pindah ke SMA lain, keseharianku tak
jauh berbeda. Malah makin parah.

63
Dari perkenalan dengan beberapa teman, aku
mengenal petualangan baru. Umur 16 tahun, aku mulai
kenal dunia malam. Aku masuk sekolah hanya saat
ujian. Buatku, yang penting lulus. Aku lebih suka
mendatangi diskotek untuk menari. Terus terang, aku
memang tertarik pada tarian di diskotek. Tiap ke sana,
diam-diam aku selalu mempelajari gerakan orang-orang
yang nge-dance. Lalu kutirukan.

Aku jadi seorang penari, bertualang dari satu diskotek


ke diskotek lain, tenggelam dalam dunia malam. Saat
ada lomba dance, aku mencoba ikut. Usahaku tak sia-
sia. Beberapa kali aku berhasil memboyong piala ke
rumah sebagai the best dancer. Selain itu, aku juga
berhasil jadi penari di Dufan pada tahun 1990, meski
hanya selama setahun. Sampai sekarang masih banyak
temanku yang jadi penari di sana.

Aku juga pernah jadi foto model, bahkan ikut fashion


show di diskotek. Mungkin waktu itu aku merasa sangat
cakep, ya. Tapi menurutku, kegiatan-kegiatan itu masih
positif, meski terkadang aku suka minum. Dengan
segala kebengalanku, tahun 1990 aku berhasil lulus
SMA.

Main Sinetron
Aku mengalami masa yang menurutku paling dahsyat
setelah tamat SMA. Ceritanya salah seorang teman
penari, memperkenalkanku pada Aditya Gumai yang
saat itu aktif di dunia seni peran. Dari Aditya aku

64
mengenal dunia akting. Waktu itu, kami masih latihan
menari di Taman Ismail Marzuki. Saat latihan pindah ke
Gedung Pemuda di Senayan, mulailah aku main
sinetron. Mulanya aku hanya mengamati para pemain
yang sedang syuting, sambil diam-diam belajar.

Aku memang suka mencuri ilmu. Waktu tidur di kos


salah satu temanku di dekat kampus Institut Kesenian
Jakarta, aku sering mencuri ilmu juga dari para
mahasiswa. Kalau mereka sedang kuliah atau praktik,
aku sering mengamati mereka.

Nah, ketika para pemain sinetron sedang latihan,


terkadang aku menggantikan salah satunya. Ternyata
aku ditertawakan. Karena pada dasarnya aku orang
yang enggak suka diperlakukan seperti itu, aku malah
jadi terpacu. Aku makin giat berlatih akting secara
otodidak. Akhirnya, saat yang senior belum juga dapat
giliran main, aku sudah mendapat peran. Aku diajak
Aditya main sinetron. Waktu di-casting, aku berhasil
mendapat peran.

Tahun 1990, aku main sinetron Pendekar Halilintar. Saat


itu, sinetron masih dipandang sebelah mata oleh
bintang film. Namun, Apih mati-matian menentangku.
Kenapa? Rupanya Apih tahu persis seperti apa
lingkungan dunia film. Dulu, beliau juga pernah main
film action, antara lain Macan Terbang dan Pukulan
Berantai. Dari beliaulah aku menuruni darah seni.

65
Ditentang Apih tak membuat langkahku surut. Mungkin
jalan hidupku memang harus begini. Tak satu pun
larangan Apih yang mampir ke otakku untuk kujadikan
bahan pikiran. Nasihat Apih tak lagi kudengarkan.
Tawaran untuk main sinetron yang berdatangan
membuatku makin yakin, inilah yang kucari. Aku tak
mau menuruti keinginan orang tua karena merasa diriku
benar. Akhirnya konflik antara aku dan orang tuaku
pecah.

Sebagai bentuk perlawananku pada orang tua, aku tak


pernah pulang ke rumah. Tidur berpindah-pindah di
rumah teman. Rambut juga kupanjangkan. Aku seperti
tak punya orang tua. Bahkan, tak pernah terlintas
dalam benakku bahwa suatu hari mereka akan pulang
ke haribaan. Yang kupikirkan hanya kesenangan dan
egoku semata.

Pada saat bersamaan, karierku di dunia seni peran terus


melaju. Aku semakin mendapatkan keasyikan. Setelah
itu, aku mendapat peran dalam sinetron drama Sayap
Patah yang juga dibintangi Dien Novita, Ratu Tria, dan
almarhum WD Mochtar.

Aku semakin merasa pilihanku tak salah setelah


dinobatkan sebagai Pemeran Pria Terbaik dalam
Sepekan Sinetron Remaja yang diadakan TVRI tahun
1991. Aku bangga bukan main, karena merasa menang
dari orang tua. Kesombonganku makin menjadi. Aku

66
makin merasa inilah yang terbaik buatku, ketimbang
pilihan orangtuaku.

*****

“Di Ka’bah, Kuminta Ampunan Allah”

Tawaran main sinetron berdatangan menghampiri


Jeffry. Seiring dengan itu, ia makin tenggelam dalam
dunianya yang kelam.

Sejak kenal sinetron, aku makin menyukai dunia akting.


Aku tak peduli meski Apih menentangku. Namun,
belakangan aku paham, di balik ketidaksetujuannya,
sebetulnya orang menyimpan rasa bangga. Orang tua
cerita, mereka sedang ke Tanah Suci membawa
rombongan ibadah haji saat sinetron Sayap Patah yang
kumainkan ditayangkan.

Ternyata, mereka nonton sinetronku. Komentar mereka


membanggakanku. Mereka mengakui, ternyata aku
bisa berprestasi. Setelah itu, aku mendapat berbagai
tawaran main, antara lain sinetron Sebening Kasih,
Opera Tiga Jaman, dan Kerinduan. Selain namaku makin
mencuat, rezeki juga terus mengalir.

Namun, aku malah jadi lupa diri. Ketenaran tidak


penting buatku. Yang penting menikmati hidup. Dunia
malam terus kugeluti. Kalau ke diskotek, aku tak lupa

67
mengkonsumsi narkoba. Bahkan, untuk urusan yang
satu ini, aku bisa dibilang tamak. Biasanya, aku
meminum satu pil dulu. Kalau kurasa belum “on”,
kuminum satu lagi. Begitu seterusnya.

Akhirnya, aku jadi sangat mabuk. Pandanganku pun jadi


kabur. Mau melihat arloji di tangan saja, aku harus
mendekatkannya ke wajahku, sambil menggoyang-
goyangkan kepala dan membelalakkan mata supaya
bisa melihat dengan lebih jelas. Parah, ya? Begitulah
kebandelanku terus berlangsung.

Kecanduan Kian Parah


Suatu hari di tahun 1992, Apih meninggal karena sakit.
Aku menyesal bukan main karena selama ini selalu
mengabaikan nasihat Apih. Menjelang kepergiannya,
aku berdiri di samping tempat tidurnya di rumah sakit
sambil menangis. Melihatku seperti itu, Apih
mengatakan, laki-laki tak boleh menangis. Laki-laki
pantang keluar air mata. Bayangkan, bahkan di saat-
saat terakhirnya pun Apih tetap menunjukkan sikapnya
yang penuh kasih padaku yang durhaka ini.

Sore itu aku dimintanya pulang ke rumah dan beliau


memberiku ongkos. Aku menurut. Begitu aku pulang,
Allah mengambilnya. Aku syok berat. Saat Apih
dimakamkan, aku turun ke liang lahat dan memeluk
jasadnya. Aku tak mau beranjak meski makam akan
ditutup. Aku tak mau melepas kepergiannya. Aku

68
menyesali perbuatanku. Selama Apih masih hidup, aku
tak pernah mau mendengarkan ucapannya.

Sejak itu, Umi membesarkan kami berlima. Hidupku


terus berjalan. Bukan ke arah yang baik, namun aku
kembali ke masa seperti dulu. Penyesalan yang
sebelumnya begitu menghantuiku karena ditinggal
Apih, seolah lenyap. Kebandelanku bahkan makin
menjadi sepeninggal Apih. Kesombonganku juga lebih
besar dari sebelumnya karena merasa berprestasi dan
punya uang banyak. Tak seorang pun kudengarkan lagi
nasihatnya.

Ketika temanku menasihati, aku mencibir. Siapa dia


sampai aku harus mendengarkan ucapannya? Ucapan
orang tua saja tak kugubris. Aku tenggelam dalam
duniaku sendiri dan jadi pecandu narkoba. Waktu itu,
aku beralasan karena ada masalah di rumah. Padahal,
sebetulnya alasan apa pun, termasuk broken home atau
teman, tidak bisa dijadikan alasan. Diri sendirilah
alasannya, karena bagaimana pun, kita lah yang
menentukan semua yang terjadi pada diri kita.

Jadi, tidak perlu membawa-bawa orang lain atau


keadaan. Namun, kesadaran seperti ini mana mungkin
muncul pada diriku yang waktu itu sangat arogan? Aku
makin jauh dari Tuhan. Padahal, sebelah rumahku ada
masjid. Ketika orang berpuasa di bulan Ramadan pun,
aku tetap melakukan kemaksiatan. Lalu, saat Lebaran
tiba dan orang-orang sibuk bertakbir, aku malah sibuk

69
mencari celah waktu dan tempat di mana aku bisa
berbuat maksiat.

Semua ilmu agama yang pernah kupelajari dan


kemampuan membaca Quran seperti hilang. Akal
sehatku seperti hilang. Kecanduanku pada narkoba juga
makin parah, bahkan sampai mengalami over dosis dan
aku hampir mati. Kejahatan demi kejahatan moral terus
kulakukan.

Nama Dicoret
Tak perlu aku menceritakan detail tentang kejahatan
yang kulakukan. Yang jelas, suatu hari aku merasa
menderita karena ketakutan setelah melakukan sebuah
perbuatan. Aku benar-benar ketakutan! Aku jadi
gampang curiga pada siapa saja. Aku selalu berburuk
sangka pada apa pun. Kesombonganku pada uang dan
prestasi lenyap digantikan ketakutan. Yang kulakukan
setiap hari adalah berdiam diri di kamar, dengan selalu
berpikiran bahwa setiap orang yang datang akan
membunuhku. Aku sibuk mengintip dari bawah pintu,
siapa tahu ada orang datang untuk membunuhku.

Telingaku jadi sangat sensitif. Aku sering merasa


mendengar ada orang sedang berjalan di atap rumah
ingin membunuhku. Aku tersiksa selama berhari-hari,
berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Orang-
orang mengatakan, aku sudah gila.

70
Pada saat bersamaan, kecanduanku pada narkoba
membuatku termasuk dalam daftar hitam dunia
sinetron. Namaku dicoret. Tak ada lagi yang mau
memakaiku sebagai pemain. Selain itu, cewek-cewek
yang ada di dekatku juga menjauh. Dulu aku termasuk
playboy.

Di saat aku sendiri, ada Umi yang selama ini sudah


sangat sering kusakiti hatinya. Umi tetap menyayangiku
dengan cintanya yang besar. Seburuk apa pun orang
berkomentar tentang aku, hati Umi tetap baik dan
sabar. Air matanya tak pernah kering untuk mendoakan
anak-anaknya, terutama aku agar berubah jadi lebih
baik.

Doa tulus Umi dikabulkan Allah. Sungguh luar biasa,


Allah menunjukkan kebaikan-Nya padaku. Allah
memberiku kesempatan untuk bertobat. Kesadaran ini
muncul lewat suatu proses yang begitu mencekamku.

Diajak Umi Umrah


Sungguh, aku merasa sangat ketakutan ketika suatu
hari bermimpi melihat jasadku sendiri dalam kain kafan.
Antara sadar dan tidak, aku terpana sambil bertanya
pada diri sendiri. Benarkah itu jasadku? Aku juga disiksa
habis-habisan. Begitulah, setiap tidur aku selalu
bermimpi kejadian yang menyeramkan. Dalam tidur,
yang kudapat hanya penderitaan. Aku jadi takut tidur.
Aku takut mimpi-mimpi itu datang lagi.

71
Aku juga jadi takut mati. Padahal dulu aku sempat
menantang maut. Meminta mati datang karena aku tak
sanggup lagi bertahan saat ada masalah dengan
seorang cewek. Sebetulnya sepele, kan? Tapi masalah
itu kuberat-beratkan sendiri. Rasa takut mati itulah
yang akhirnya membuatku sadar bahwa ada yang tidak
meninggalkanku dalam keadaan seperti ini, yaitu Allah.

Aku teringat kembali pada-Nya dan menyesali semua


perbuatanku selama ini. Pelan-pelan, keadaanku
membaik. Kesadaran-kesadaran itu datang kembali. Aku
menemui Umi, bersimpuh meminta maaf atas semua
dosa yang kulakukan. Umi memang luar biasa. Betapa
pun sudah kukecewakan demikian rupa, beliau tetap
menyayangi dan memaafkanku. Umi lalu mengajakku
berumrah.

Dengan kondisiku yang masih labil dan rapuh, kami


berangkat ke Tanah Suci. Kali ini aku berniat sembuh
dan kembali ke jalan Allah. Di sana, aku mengalami
beberapa peristiwa yang membuatku sadar pada dosa-
dosaku sebelumnya. Usai salat Jumat di Madinah, Umi
mengajakku ke Raudhoh. Aku tak tahu apa itu
Raudhoh, tapi kuikuti saja. Umi terus meminta ampunan
pada Allah.

Aku lalu keluar, berjalan menuju makam Nabi


Muhammad. Aku bersalawat. Begitu keluar dari pintu
masjid, rasanya seperti ada yang menarikku. Aku
mencoba berjalan sekuat tenaga, tapi tak bisa.

72
Kekuatan itu rasanya sangat besar. Aku lalu bersandar
pada tembok. Air mataku yang dulu tak pernah keluar,
kini mengalir deras. Aku menyesali dosa-dosaku, dan
berjanji tak akan melakukan lagi semua itu.

Bagai sebuah film yang sedang diputar, semua dosa


yang pernah kulakukan terbayang jelas di pelupuk
mataku silih berganti, mulai dari yang kecil sampai yang
besar. Tiba-tiba dari mulutku keluar kalimat permintaan
ampunan pada Allah. Di Mekkah, di hadapan Kabah, aku
merapatkan badan pada dindingnya.

Aku bersandar, menengadahkan tangan memohon


ampun karena terlalu banyak dosa yang kulakukan.
Seandainya sepulang dari Tanah Suci ini melakukan
dosa lagi, aku minta pada Allah untuk mencabut saja
nyawaku. Namun, seandainya punya manfaat untuk
orang lain, aku minta disembuhkan. Aku yang dulu
angkuh, sekarang tak berdaya. Setelah pulang
beribadah, aku membaik. Aku mencoba bertahan dalam
kondisi bertobat itu, tapi ternyata sulit luar biasa.

*****

Bidadari Cantik Jadi Pembangkit Hidup

Setelah berkali-kali jatuh-bangun, akhirnya Jeffry


kembali dekat pada agama. Kasih sayang kekasih yang
akhirnya menjadi istri ikut menjadi pembangkit

73
semangatnya. Perjuangannya menjadi ustadz cukup
berat sampai akhirnya ia sukses jadi penceramah.
Sepulang umrah, aku mencoba hidup lurus. Namun,
lagi-lagi aku tergoda. Suatu malam, aku dan teman-
teman berencana nonton jazz di Ancol. Aku
memperingatkan mereka untuk tidak bawa narkoba,
karena kami sudah sepakat untuk berhenti memakai.
Ternyata, salah satu temanku masih saja membawa
cimeng. Apesnya, kami dirazia polisi di depan Hailai.

Teman-temanku yang lain kabur. Tinggallah aku,


temanku yang membawa cimeng, dan satu teman lain.
Aku sulit kabur karena mobil yang kami pakai adalah
mobilku. Akhirnya kami bertiga dibawa ke kantor polisi
dan ditahan. Aku dilepas karena tak terbukti membawa.
Kucoba telepon Umi untuk menjelaskan masalah ini,
tapi Umi tak mau menerima teleponku.

Si penerima telepon malah diminta Umi untuk


mengatakan, beliau tak tahu anak bernama Jeffry.
Hatiku tercabik-cabik. Pedih rasanya tak diakui sebagai
anak oleh Umi. Kuakui, pastilah hati Umi sudah
sedemikian sakitnya. Bayangkan, aku yang sebelumnya
sudah mengaku bertobat, malah kembali memilih jalan
yang salah. Meski aku sudah bersumpah demi Tuhan
tidak memakai narkoba lagi, Umi tak percaya lagi. Itulah
puncak kemarahan Umi. Sungguh bersyukur, Allah
masih berkenan menolongku. Datang seorang gadis
cantik dalam hidupku. Ia mau menerimaku apa adanya.
Sebelumnya, banyak gadis meninggalkanku sehingga

74
aku merasa sebatang kara dalam cinta. Gadis bernama
Pipik Dian Irawati ini seorang model sampul sebuah
majalah remaja tahun 1995, asal Semarang.

Cuek Saat Pacaran


(Berikut ini adalah penuturan Pipik: Aku pertama kali
melihatnya sedang makan nasi goreng di Menteng
sekitar tahun 1996 – 1997. Rambutnya gondrong. Waktu
itu, aku bersama Gugun Gondrong. Setahuku, Jeffry
adalah pemain sinetron Kerinduan, karena aku
mengikuti ceritanya. Aku ingin berkenalan dengannya,
tapi Gugun melarangku.

Tak tahunya, waktu buka puasa bersama di rumah


Pontjo Sutowo, aku bertemu lagi dengannya.
Rambutnya sudah dipotong pendek. Aku nekat
berkenalan. Kami mulai dekat dan saling menelepon.
Aku enggak tahu kapan kami resmi pacaran, karena
enggak pernah “jadian”. Dia juga tak pernah
menyatakan cinta. Waktu pacaran, dia cuek setengah
mati.

Awalnya, semangatnya boleh juga. Pertama kami pergi


bareng, dia datang ke rumah di Kebon Jeruk, di tengah
hujan deras dari rumahnya di Mangga Dua. Jeffry naik
taksi dengan memakai jins dan sepatu bot. Ia yang
hanya bawa uang Rp 50 ribu, mengajakku nonton di
Mal Taman Anggrek. Di dalam bioskop, kami seperti
nonton sendiri-sendiri. Dia diam saja selama nonton.

75
Sejak itu, kami sering jalan bareng, karena kami
memang hobi nonton dan makan. Semakin dekat
dengannya, aku makin tahu ternyata dia pemakai
narkoba kelas berat. Teman-temanku mulai bertanya,
mengapa aku mau berpacaran dengannya. Aku sendiri
tak tahu persis alasannya. Mungkin rasa sayang yang
sudah terlanjur muncul dalam hati yang membuatku
mau bertahan. Hatiku terenyuh dan tak mau
meninggalkan dia sendiri.

Tentu saja keluargaku tak ada yang tahu, karena


sengaja kusembunyikan. Mungkin mereka baru tahu
sekarang, setelah membaca kisah hidupnya di berbagai
media. Sementara itu, aku sibuk tur keluar kota sebagai
model, sehingga kami sering tak ketemu. Akhirnya kami
putus. Waktu akhirnya ketemu lagi, ternyata dia sudah
punya pacar lagi. Karena masih sayang, aku sering
membawakannya hadiah dan memberi perhatian.
Setelah Jeffry putus dari pacarnya, kami kembali
bersatu.)

Jualan Kue
Pipik sangat berarti buatku. Dia mengerti, peduli dan
perhatian padaku. Padahal, aku sempat hampir
menikah dengan orang lain. Ternyata Allah sayang
padaku. Allah menunjukkan, wanita yang nyaris
kunikahi itu bukan untukku. Pipik bagai bidadari yang
datang dengan cinta yang besar. Ia memberi keyakinan,
menikah dengannya akan membawa perubahan besar
dalam hidupku.

76
Aku mendatangi Umi dan minta izin untuk menikah.
Luar biasa, Umi tetap menerimaku dengan segala kasih
sayangnya. Sambil menangis, Umi mengizinkanku
menikah. Aku sendiri terbilang nekat. Sebab, waktu itu
aku tak punya-apa. Badan pun kurus kering, dengan
mata belok, dan penyakit paranoid yang kuderita tak
kunjung sembuh. Bahkan, pekerjaan pun aku tak punya.

Untuk menghindari maksiat, kami menikah di bawah


tangan pada tahun 1999. Teman-temanku yang
sekarang sudah meninggal karena over dosis, sempat
menghadiri pernikahanku. Setelah itu, kami tinggal di
rumah Umi. Sekitar 4-5 bulan setelah itu, kami menikah
secara resmi di Semarang.

Namun, menikah rupanya tak cukup menghentikan


kebandelanku. Istriku pun merasakan getahnya. Aku
pernah memakai narkoba di depannya, dan
menggunakan uangnya untuk membeli barang haram
tersebut.

Kesulitan lain, aku dan Pipik sama-sama menganggur.


Pernah kami mencoba berdagang kue. Malam hari kami
menggoreng kacang, esok paginya bikin kue isi kacang
dan susu. Lalu kami titipkan ke toko kue.

Tapi mungkin rezeki kami bukan di situ. Kue yang kami


buat hanya laku beberapa buah. Dalam sehari kami
hanya membawa pulang Rp 200 – 300. Akhirnya kami
berhenti berjualan kue. Kehidupan kami selanjutnya

77
kami jalani dengan penuh perjuangan sekaligus
kesabaran.

Makan Sepiring Berdua


(Kesetiaan Pipik begitu luar biasa. Simak penuturannya
berikut ini: Perasaan sayang yang sangat kuat
membuatku mantap menikah dengannya. Aku tak
peduli lagi meski dia pecandu, bahkan pernah
mengalami over dosis dan hampir gila karena
paranoidnya. Aku banyak mengalami hal-hal luar biasa
dengannya. Kalau tidak sabar, mungkin aku sudah tidak
bersamanya lagi.

Awal menikah, kami tinggal di rumah Umi. Meski hidup


seadanya, beliaulah yang membiayai hidup kami. Aku
dan Jeffry tak jarang makan sepiring berdua, karena
memang benar-benar tak ada yang bisa dimakan. Berat
rasanya jadi istri dari suami penganggur, apalagi setelah
menikah aku tidak lagi bekerja.

Tapi aku yakin, Allah tidak mungkin memberikan cobaan


pada umat-Nya melebihi kemampuannya. Aku yakin,
pasti ada sesuatu yang akan diberikan Allah padaku.
Beruntung, Umi sangat sayang padaku.

Aku sendiri tak jera memberi masukan padanya untuk


mengubah hidup. Kami sama-sama saling belajar
menerima kelebihan dan kekurangan satu sama lain.
Pelan-pelan, hidupnya mulai berubah menjadi lebih

78
baik, terutama setelah aku hamil. Mungkin dia sendiri
sudah capek dengan kehidupannya yang seperti itu.)

*****

Hidup Di Jalan Allah

Pelan-pelan, aku kembali dekat pada agama. Perubahan


besar terjadi dalam hidupku pada tahun 2000. Kala itu,
Fathul Hayat, kakak keduaku yang setengah tahun silam
meninggal karena kanker otak, memintaku
menggantikannya memberi khotbah Jumat di Mangga
Dua. Pada waktu bersamaan, dia diminta menjadi imam
besar di Singapura.

Fathul memang seorang pendakwah. Selama dia di


Singapura, semua jadwal ceramahnya diberikan padaku.
Pertama kali ceramah, aku mendapat honor Rp 35 ribu.
Uang dalam amplop itu kuserahkan pada Pipik.
Kukatakan padanya, ini uang halal pertama yang bisa
kuberikan padanya. Kami berpelukan sambil
bertangisan.

Selanjutnya, kakakku memintaku untuk mulai menjadi


ustadz. Inilah jalan hidup yang kemudian kupilih. Betapa
indah hidup di jalan Allah. Aku mulai berceramah dan
diundang ke acara seminar narkoba di berbagai tempat.
Namun, perjuanganku tak semudah membalik telapak
tangan. Tak semua orang mau mendengarkan

79
ceramahku karena aku mantan pemakai narkoba. Tapi
aku mencoba sabar.

Alhamdulillah, makin lama ceramahku makin bisa


diterima banyak orang. Bahkan sekarang, aku banyak
diundang untuk ceramah di mana-mana, termasuk di
luar kota dan stasiun teve. Aku bersyukur bisa diterima
semua kalangan. Aku pun ingin berdakwah untuk siapa
saja. Aku ingin punya majelis taklim yang jemaahnya
waria. Mereka, kan, juga punya hak untuk mendapatkan
dakwah.

Kebahagiaan kami bertambah ketika tahun 2000 itu,


lahir anak pertama kami, Adiba Kanza Az-Zahra. Dua
tahun kemudian, anak kedua Mohammad Abidzan
Algifari juga hadir di tengah kami. Mereka, juga istriku,
adalah inspirasi dan kekuatan dakwahku. Kehidupan
kami makin lengkap rasanya.

Sampai sekarang, aku masih terus berproses berusaha


menjadi orang yang lebih baik. Semoga, kisahku ini bisa
jadi bahan pertimbangan yang baik untuk menjalani
hidup. Pesanku, cintailah Tuhan dan orangtuamu, serta
pilihlah teman yang baik.

*****

Kesempatan kedua itu ada. Namun kita juga yang mau


atau tidak mengambil kesempatan kedua itu dengan

80
segera. Sungguh pintu maaf dan taubat-Nya terbuka
lebar selama nafas kita masih berhembus.

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu


dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa;
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik
pada waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.
(QS. Ali Imran: 133-134)

Pintu ampunan-Nya selalu terbuka, maka bersegeralah...


sumber: detikislam.blogspot.com

Andaikan kita tahu berapa usia kita, mungkin kita


berlomba-lomba meminta ampunan-Nya. Namun,

81
sungguh hanya Allah yang menggenggam jiwa ini.
Hanya Dia yang tahu kapan kita menutup mata
selamanya. Maka meski rata-rata usia manusia 60-70
tahun, jangan kita tunda meraih pintu maaf dan taubat-
Nya. Segeralah...

“Hai jiwa ini, aku tahu dengan sebenar-benarnya dosa


dan kesalahan yang telah kuperbuat. Entah sudah
berapa kali aku melanggar perintah-Mu ya Rabb. Aku
abaikan kebaikan-kebaikan-Mu yang terbungkus indah
dalam perintah-Mu. Malah dengan mudahnya ku
melangkah di jalan yang Kau murkai... Astagfirullah...
Ampuni diri ini, maafkan jiwa ini wahai Tuhanku. Dan
bantu aku menjadi orang baik. Bantu aku untuk
mendekat kepada-Mu. Jangan biarkan aku yang masih
rapuh ini condong pada kesesatan. Tolong aku, bimbing
aku, gandeng aku di jalan-Mu yang lurus. Saksikan ya
Allah mulai detik ini hamba bertaubat.”

Sejenak sebelum membaca lebih lanjut, mari kita


menarik nafas dalam-dalam, mengingat dosa kita, serta
segera meminta ampunan pada-Nya. Bertaubat dengan
sungguh-sungguh dan memohon dijauhkan dari segala
bentuk kesesatan.

Ijinkan hamba bertaubat...

Wahai Tuhan jauh sudah


Lelah kaki melangkah
Aku hilang tanpa arah

82
Rindu hati sinar-Mu

Wahai Tuhan aku lemah


Hina berlumur noda
Hapuskanlah terangilah
Jiwa di hitam jalanku

Ampunkanlah aku trimalah taubatku


Sesungguhnya Engkau Sang Maha Pengampun dosa
Berikanlah aku kesempatan waktu
Aku ingin kembali, kembali kepada-Mu

Ya Rabbi ijinkanlah
Aku kembali pada-Mu
Meski mungkin takkan sempurna
Aku sebagai hamba-Mu

Dan meski tak layak sujud pada-Mu


Dan sungguh tak layak, aku...
(Taubat, Opick)

83
Jika kita adalah anggota Black Team yang diberi
kesempatan kedua oleh para juri Master Chef untuk
kembali bertanding dan merebut apron putih,
bahkan kemudian bisa menjadi juara, apakah kita
akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut?

84
Tiga

Tak terasa Ramadhan segera berakhir. Hari ini adalah hari


terakhir kerja sebelum libur hari raya Idul Fitri yang jatuh
sekitar 4 hari lagi. Maka aku bersiap diri sebelum esok
berangkat menuju kampung halamanku, bertemu
keluarga dan sanak saudara tercinta.

Maka, setelah jam pulang kerja ini aku mampir sejenak ke


toko busana muslim. Membeli baju terbaik yang akan
dipakai keluargaku saat hari raya nanti. Selain itu tak
ketinggalan aku membeli oleh-oleh khas kota ini untuk
dimakan bersama-sama ketika di kampung nanti. Barang
bawaanku saat besok pulang nanti akan banyak dan
berat. Namun, ketika membayangkan rona bahagia
keluargaku nanti, rasa lelah dan beratnya barang
bawaanku selama di perjalanan sepertinya tak terasa.

85
Memberikan yang terbaik saat pulang kampung
sumber: teknologi.kompasiana.com

Hampir setiap lebaran, kita yang mudik atau pulang


kampung membawa sesuatu untuk dibagikan kepada
keluarga. Entah itu baju, makanan, atau juga puluhan
hingga ratusan uang 1000 hingga 10000-an yang siap
dibagikan kepada anak-anak di kampung.

Jika lebaran saja kita mempersiapkan diri sungguh-


sungguh dengan baju terindah, makanan ternikmat,
dan zakat serta sedekah terbaik, maka kematian pun
harus kita jemput dengan jalan yang baik. Agar kelak
saat penghujung nafas kita, kelak kita bisa tersenyum
indah pada dunia yang telah kita lewati serta akhirat
yang sebentar lagi akan menjadi tempat tinggal yang
abadi selamanya.

Bagaimana agar kita bisa tersenyum menghadapi


kematian kita nanti?

86
Sungguh kita hanya sebagai pengembara di dunia ini.
Perjalanan hidup ini hanya sebentar saja dibanding
kehidupan yang akan dijalani di akhirat nanti. Namun
waktu yang sedikit di dunia ini akan menjadi penentu
kehidupan yang abadi, kelak.

Hidup di dunia hanya sekali, kemudian kita kembali


kepada-Nya. Dalam pengembaraan singkat ini ijinkanlah
diri untuk memberikan kehidupan yang terbaik di dunia
ini dengan: memberi, berbagi, dan melayani.

Memberi

Tak ada yang menyangka. Aku pun terkejut kagum.


Semua yang menyaksikan berita itu terinspirasi dengan
kisahnya yang begitu tulus untuk memberikan yang
terbaik selama hidupnya.

Hari raya Idul Adha tahun 2013 menjadi saksi bukti


ketakwaan sepasang suami istri yang bekerja sebagai
pemulung sampah di kawasan Tebet, Jakarta. Dengan
niat yang tulus serta tekad yang kuat, mulai tahun 2010
kedua orang ini menabung dari hasil memulungnya
yang tidak seberapa.

Akhirnya, dua orang pemulung yang sehari-harinya


tinggal di gubuk triplek berukuran 3x4 m ini berhasil
mengumpulkan uang yang tidak sedikit, dan uang
tersebut dibelikan kalung emas hingga akhirnya dijual

87
kembali dengan harga 3.8 juta rupiah. Lantas dengan
uang itu dibelinya 2 ekor kambing dengan harga 3 juta
rupiah dan disumbangkannya kambing itu sebagai
hewan kurban saat Idul Adha. Subhanallah...

Niat berkurban yang


tulus dari Mak Yati
sumber: foto.viva.co.id

“Saya ingin sekali saja bisa berkurban. Malu seumur


hidup hanya minta daging,” begitu niat tulusnya dalam
berkurban.

Kedua pemulung itu bernama Mak Yati dan suaminya


Maman. Sungguh kita cemburu kepada mereka. Kita
yang penghasilannya lebih dari harga 2 ekor kambing/
bulan mungkin kadang masih enggan berkurban. Mak
Yati dan suaminya patut kita teladani.

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan


barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang

88
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-
orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan
dan dalam peperangan. Mereka Itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang
bertakwa.
(QS. Al Baqarah: 177)

Ternyata salah satu indikator takwa adalah memberikan


harta yang dicintainya dengan ikhlas. Tengoklah pada
diri ini, tanyakan pada jiwa ini apakah sudah benar-
benar menjadi orang yang bertakwa? Sungguh... jika
kita masih memberikan kaos bekas, maupun barang
yang tak berguna maka kita dapat mengukur
sejauhmana ketakwaan kita.

Mengapa Memberi?

Karena sesungguhnya kita tidak memiliki apa-apa di


dunia. Ketika lahir kita dalam keadaan telanjang. Tak
satupun helai benang terlilit dalam tubuh kita. Lalu
lambat laun kita memiliki baju dan mendapatkan rizki
yang baik berupa makanan dan minuman. Setelah
dewasa kita bekerja dan berpenghasilan sehingga bisa
membeli kendaraan serta rumah.

Subhanallah... sungguh nikmat hidup ini, dari yang tak


memiliki apa-apa hingga berlimpah harta. Sebagai

89
wujud syukur atas pemberian-Nya, kita memberikan
sebagian yang telah kita miliki.

Memberi bukan untuk menerima kembali, tapi esensi


memberi adalah sebagai bentuk ketakwaan kita
kepada-Nya. Dengan memberi pula itu artinya kita
menabung kebaikan. Biarkan memberi karena-Nya,
bukan karena yang lain.

Memberilah dalam keadaan lapang maupun sempit.


Memberilah selagi masih ada waktu untuk memberi.
Memberilah karena cinta kita kepada Sang Maha
Pemberi.

Lepaskan kelekatan kepada harta dan mulailah


memberikannya kepada orang yang membutuhkan.
Harta dapat membuatmu bahagia, namun dengan
memberikannya menjadikan kita lebih bahagia.

Memberi tidak akan membuat harta kita berkurang.


Memberi menjadikan harta kita lebih berkah. Memberi
membuat kita menyatu dengan kehidupan. Memberi itu
indah dan menenangkan. Memberi membuat hati
damai.

Berbagi

Jika memberi melalui harta, maka berbagi lewat ilmu.


Sungguh mulia orang yang selalu berbagi. Mereka

90
menjemputnya lalu membaginya dengan tulus serta
ikhlas mengharap ridha-Nya.

Menuntut ilmu pada hakikatnya bukan karena untuk


mencari pekerjaan, namun membagikannya kembali.
Kita bukan berarti harus menjadi seorang guru ataupun
dosen, karena berbagi bisa dilakukan siapa saja. Secuil
ilmu bermanfaat yang kita bagikan akan sangat
berguna bagi kehidupan orang lain.

Berbagi merupakan wujud syukur kita kepada-Nya atas


keberlimpahan ilmu yang Dia berikan kepada kita. Kita
dapat membayangkan diri kita sendiri saat masih kecil:
kita begitu tidak tahu apa-apa. Namun kemudian Allah
celupkan pengetahuan. Allah ijinkan potensi
penglihatan, pendengaran, dan hati berfungsi. Melalui
potensi tersebut ilmu pengetahuan masuk dan
mengendap pada diri kita hingga saat ini.

Nikmat sekali diri yang berilmu ini.

Sungguh berbagi membuat diri tenang, hati tentram,


dan jiwa damai. Berbagi dengan penuh cinta membuat
kita dekat dengan-Nya. Dan tidaklah kebahagiaan
didapat manusia melainkan dengan jalan ilmu,
“Barangsiapa menginginkan kebahagiaan di dunia, ia
harus mencapainya dengan ilmu. Dan, barangsiapa
menginginkan kebahagiaan akhirat, ia harus
mencapainya dengan ilmu. Dan, barangsiapa

91
menginginkan kedua-duanya, ia harus mencapainya
dengan ilmu.”
(HR. Thabarani)

Ketika menjemput ilmu niatkanlah hanya untuk-Nya,


dan ketika berbagi pun tujukan niat kita hanya kepada-
Nya. Berbagai godaan di era informasi ini saat berbagi
adalah rasa bangga, hebat, ingin mendapatkan pujian
dan popularitas.

Berbagi tak akan pernah rugi. Ilmu yang dibagikan akan


terus bertambah dan bertambah. Berbagi meskipun
hanya satu ayat. Berbagi di mana saja, karena saat ini, di
era informasi, sangat mudah sekali berbagi.

Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang


menempuh jalan ilmu dan membagikan ilmunya, serta
mengamalkannya dalam bentuk perbuatan. Dia akan
memudahkan jalan mereka menuju surga-Nya.

Ilmu yang dibagikan laksana cahaya yang menerangi


kegelapan. Sementara ilmu yang disimpan akan
membuat ilmu itu tidak berguna. Allah tidak menyukai
orang-orang yang menyimpan dan menyembunyikan
ilmunya. Maka berbagilah...

Berbagi dengan penuh cinta akan menghasilkan murid-


murid luar biasa. Mungkin kita masih ingat dengan
dengan seorang Ibu guru yang senantiasa mengajar
dengan tulus di sebuah Sekolah Dasar di Belitong. Ya,

92
kisah Ibu Muslimah yang indah yang terbalut dalam
cerita Laskar pelangi.

Dalam sebuah dialog di film Laskar Pelangi:

Pak Harfan:
Sudah 2 bulan ya, gaji kau dan Bakri tertunda. Mus, kau
itu masih muda, cantik pula... kenapa kau tolak lamaran
haji Mahdun. Lah, jadi istri saudagar kau di tanah Jawa.

Ibu Muslimah:
Lalu nak meninggalkan berdua saja bapak dengan Bakri..
mimpi aku ini bukan jadi istri saudagar pak. Mimpi aku ini
jadi guru. Dan bapak adalah orang yang langsung
percaya, bahwa saya bisa jadi guru. Sudah 5 tahun ini kita
menghadapi macam-macam masalah, tapi kita tetap
bertahan kan Pak... soal uang, aku dapat dari menjahit
Pak.

Sebuah kisah lagi mengenai berbagi yang menyentuh


hati lahir dari almarhum Ibu Een, seorang perempuan
yang mengajar murid-muridnya dari tempat tidur. Ibu
Een memiliki cita-cita menjadi seorang guru. Namun,
rhemathoid artitis membuatnya lumpuh. Meskipun
begitu Ibu Een terus berjuang dan akhirnya berhasil
menempuh pendidikan di Universitas Pendidikan
Indonesia dan menjadi guru di salah satu SMA di
Cirebon. Ibu Een hanya sempat mengajar satu bulan,
karena dirinya tak kuasa menahan penyakitnya. Ibu Een
pun pulang ke kampung halamannya di Sumedang.

93
Ibu Een, berbagi dalam kondisi apa pun
Sumber: liputan6.com

Keinginan berbagi dengan tulus membuat Ibu Een


kembali mengajar, meskipun di rumahnya dalam
sebuah ruangan dan di atas tempat tidur dalam kondisi
berbaring. Hal itu dilakukannya sejak tahun 1986.
Awalnya Ibu Een hanya mengajar anak-anak
saudaranya, namun kemudian murid-muridnya semakin
bertambah dan bertambah. Ibu Een mengajar dengan
ikhlas tidak mengharapkan imbalan apa pun.

Selama 28 tahun Ibu Een istiqomah berbagi ilmu


dengan ikhlas hingga akhir hidupnya di penghujung
tahun 2014. Sungguh Ibu Een telah menyiapkan bekal
yang terbaik untuk kehidupan yang kekal dan abadi.

*****

Berbagi yang indah tak mengenal kondisi, karena ia lahir


dari ketulusan hati dan jiwa. Dalam setiap rangkaian

94
ilmu dan kata-kata terhantar pula energi positif yang
mendamaikan dan membahagiakan. Para murid akan
selalu merindukan para guru yang berbagi ilmunya
dengan cinta.

Berbagilah tanpa syarat. Tidak perlu memandang miskin


dan kaya, suku, ras, serta agama. Semua ilmu yang ada
di dunia ini milik-Nya dan semua golongan berhak
mendapatkannya.

Berbagilah meski profesi kita bukan seorang pendidik.


Ilmu bermanfaat yang dibagkan akan mengalir terus
pahalanya kepada kita dan menjadi tabungan kebaikan
di akhirat nanti.

Melayani

Allah telah memberikan rizki bermacam-macam mulai


dari harta, ilmu, anak, alam yang indah, waktu, dan
berbagai rizki yang tak terhitung nikmatnya. Semua
bentuk rizki yang Allah berikan kepada mahluknya
dibalut dengan rahman dan rahim-Nya, yaitu cinta.

Tak sadarkah bahwa Allah telah memberikan pelayanan


terbaik kepada mahluk-Nya, terutama manusia? Kita
membutuhkan makanan, Allah telah sediakan bahan
bakunya dalam bentuk hewan ternak seperti sapi,
kambing, serta ayam. Dia pun ciptakan tumbuh-

95
tumbuhan untuk dimanfaatkan kelangsungan hidup
manusia.

Kita membutuhkan air, Dia berikan hujan. Kita


membutuhkan cahaya, Dia perintahkan matahari
menyinari bumi. Kita membutuhkan hidayah dan
pertolongan-Nya, Dia angkat kita dari lembah kehinaan
menuju cahaya-Nya.

Allah Maha Rahman dan Rahim, Dia menebarkan cinta


dan mengampuni dosa. Dia melayani mahluknya 24 jam,
mengabulkan do’a dan cita kita. Saat kita mendekati-
Nya, maka Dia mendekati kita lebih dekat, sehingga kita
merasa tentram.

Allah menjadikan kita, manusia, khalifah di muka bumi-


Nya. Dengan demikian sesungguhnya manusia adalah
perwakilan-Nya yang ditugaskan untuk menebarkan
cinta, rahmatan lil ‘alamin.

Dia meminta kita untuk menjaga bumi dengan cinta,


yaitu dengan tidak mengotori dan mengeksploitasinya.
Dia meminta kita untuk saling mengasihi sesama
manusia, bersilaturrahim, saling tolong menolong, dan
hidup dengan damai dengan berbagai ragam bangsa,
suku, ras, maupun agama .

Inilah esensi dari melayani.

96
Dalam setiap sendi kehidupan, banyak peluang bagi diri
untuk melayani. Apapaun profesi kita, kita adalah
pelayan karena kita adalah perwakilan-Nya. Kehidupan
keluarga akan menjadi indah jika masing-masing
anggota keluarga saling memberikan kehangatan,
kenyamanan, dan cinta. Semua itu bisa terjadi karena
unconditional love (cinta tanpa syarat) serta
unconditional positive regard (penghargaan tanpa
syarat).

Kita dapat membayangkan jika hidup dengan


berlandaskan melayani. Orang tua yang tidak memiliki
harta berlimpah dan hanya lulusan SD (ilmunya tidak
banyak) namun mengasuh anak-anaknya dengan cinta
maka akan menghasilkan output yang luar biasa.

Michael Resnick Ph.D dalam The Journal of The


American Medical Association (1997), menyatakan
remaja yang merasa dicintai dan terhubung dengan
orangtua mereka lebih jarang hamil di luar nikah (atau
MBA), memakai narkoba, bertindak agresif dan
destruktif, serta bunuh diri.

Kok bisa? Tentu saja bisa, karena orangtua sibuk bekerja


dan memiliki waktu yang sangat sedikit sekali untuk
berinteraksi bersama anaknya. Ketika sang anak berusia
remaja, rata-rata orangtua berusia 35-45 tahun di mana
mereka sedang berada pada level top di tempat kerja
atau bisnisnya.

97
Kita bisa menengok sejenak beberapa kasus-kasus
seperti itu di mana orangtua memiliki waktu dengan
anaknya hanya pada hari minggu. Suatu hal yang wajar
jika sang anak stres dan mengalihkan masalahnya ke
hal-hal negatif.

Pada situasi seperti ini bukan jalan-jalan ke Bali atau


Singapura yang dibutuhkan anak. Namun attachment
yang sehat serta penuh kasing sayang dan cinta yang
diharapkan diberikan ayah-bundanya. Ia rindu akan
oksitosin, atau hormon cinta yang dikeluarkan sang
bunda saat dirinya lahir ke dunia. Ia pun rindu akan cinta
sang ayah yang dibalut dengan pesona diamnya, seperti
ayah Ikal—ayah juara satu sedunia.

Maka jika orangtua sibuk, siapa yang kelak melantunkan


ayat-ayat-Nya serta mendongengkan kisah-kisah para
nabi dan sahabat Rasululullah?

Ya, melayani. Dan melayani dapat meningkatkan rasa


cinta, benarkah?

Masih berkisah tentang keluarga. Mengapa keluarga?


Karena keluarga merupakan sistem interaksi dan
pendidikan awal manusia. Hasil pembelajaran yang
didapat di keluarga akan menentukan kehidupan anak
di masa depan.

Suatu hari aku bertualang meniti bebatuan dalam


eloknya riak sungai. Menaiki jembatan bambu yang

98
bergoyang menggerus keseimbangan. Suara alam,
jangkrik, atau burung begitu terdengar merdu.
Sementara cahaya matahari yang menyembul malu-malu
dari balik pohon-pohon rimba.

Sampainya di tujuan setelah menempuh perjalanan


panjang, terlihat sebuah keluarga: Ayah, Bunda, dan 2
buah hatinya. Yang satu sekitar 7 tahun, satunya lagi yang
dalam dekapan hangat Bundanya, masih sekitar 2 tahun.
Mereka menapaki jalur naik-turun yang sama denganku!
Mereka tersenyum bahagia, dan mungkin juga sesekali
bertahmid memuji keagungan karya cipta-Nya. Ketika
meniti jembatan bergoyang itu, terpancar sinergi dan
kolaborasi cinta agar tidak terjatuh.

Memang benar dalam Islam, bahwa salah satu


memperkuat ikatan dan rasa cinta adalah dengan
berjalan jauh bersama. Ketika rihlah penuh cinta, momen-
momen indah akan bersemayam di hipokampusnya
masing-masing. Emosi bahagia tumpah ruah ke sekujur
tubuh yang lelah. Aku belajar dari keluarga itu, keluarga
yang terlihat sederhana. Saat keluarga lain menghabiskan
waktu di pusat perbelanjaan, mereka dengan senyum dan
tawa melakukan petualangan.

Rasa cinta kepada pasangan atau anak-anak akan


semakin meningkat. Ayah dengan Bunda, Ayah Bunda
dengan anak-anaknya, serta sebaliknya. Kelak suatu hari
di masa depan, sang anak akan bertutur kisah bahagia
saat mereka mendaki rimba dengan Ayah Bundanya

99
tercinta. "Inilah perjalanan kita, perjalanan cinta," begitu
mereka mengakhiri kisahnya.

Indah, bukan?

Bagaimana jika sebaliknya—orang tua menelantarkan


anaknya, apakah yang terjadi? Kisah berikut dapat
menjadi pembelajaran dan hikmah bagi kita:

Orangtua Dibs—Ayah dan Ibu Dibs adalah orang-orang


sukses secara pekerjaan atau karir. Ayahnya seorang
ilmuwan dan Ibunya adalah seorang dokter bedah.
Meskipun mereka menikah, namun mereka tidak
merencanakan untuk memiliki anak. Mereka lebih suka
untuk mengembangkan karir dan meningkatkan kualitas
diri mereka menjadi orang yang sukses dan dihargai.

Ketika Ibu diketahui hamil, mereka merespon dengan


menolaknya. Mereka tidak menginginkan anak mereka
sendiri. Sang Ibu merasa sakit saat hamil, ia membenci
dirinya yang mengandung Dibs. Pasangan suami-istri itu
seolah-olah hidupnya dan karirnya akan hancur dengan
kehadiran anak mereka. Dibs tidak diinginkan. Dibs
ditolak, bahkan sebelum ia melihat dunia.

100
Mengambil hikmah dari kisah Dibs
sumber: elevania.co.id

Keluarga merupakan sistem mikro, di mana terjadi awal


mula interaksi anak dengan orang tuanya. Jika Ayah dan
Ibunya saja sudah menolak keberadaan dan kehadiran
anaknya, bagaimana bisa anak tersebut
mengembangkan interaksi yang normal? Ketika lahir,
Dibs menangis dan mengejang saat digendong ibunya.
Dibs seperti menolak orang tuanya seperti halnya orang
tuanya menolak Dibs.

Apa yang terjadi pada diri Dibs berikutnya?

Banyak para ahli dan guru mendiagnosa Dibs mengalami


keterbelakangan mental, psikotik, brain damage, bahkan
ibunya mengatakan bahwa Dibs skizofrenia. Namun,
perlu dicermati simtom-simtom yang muncul pada diri
Dibs sebelum Dibs diterapi di Child Guidence Center:

101
• Meronta-ronta/ temper tantrum
• Memukul-mukul sesuatu
• Tidak mau dipeluk (menghindar)
• Menangis ketika mau sekolah
• Ketika di sekolah tidak mau melibatkan diri dengan
teman sebaya
• Lebih suka menyendiri di kelas dengan mengelilingi
ruangan, membaca buku, menyuruk di bawah
meja, menggigit tangannya, menghisap jempol
• Ketika teman-teman di sekolah asik bermain di
taman, Dibs tidak. Ia berjalan sendiri, mengambil
ranting, menggoreskannya ke tanah. Ia kemudian
memandangi ranting dan tanah tersebut. Terdiam.
Tanpa memandangi siapapun

Dari simtom-simtom tersebut, Dibs sesungguhnya


mengalami gangguan emosi. Ada sesuatu yang
menghambat perkembangan emosi Dibs, terutama
emosi-emosi yang terkait saat berinteraksi dengan orang
lain.

Maka...

Melayani saja dengan cinta. Memberikan sentuhan dan


pelukan hangat kepada anak-anak. Mengajar melalui
hati. Menyapa rekan kerja dengan senyuman. Santun
kepada para customer. Merawat pasien/ klien dengan
tulus, dan saling membantu kerabat maupun tetangga
kita dengan keikhlasan. Serta menjaga alam penuh
harmoni.

102
Hidup terasa indah saat manusia menebar compassion
(kasih sayang) kepada sesama dan semesta. Hati terasa
tenang, jiwa pun damai. Iri dengki sebagai sumber
penyakit hati pun menghilang, terkubur dalam-dalam.
Hidup bagaikan simfoni kebahagiaan.

Memberi – Berbagi – Melayani

Memberi, berbagi, dan melayani adalah sedekah. Nabi


Muhammad Saw. sangat mengutamakan amal sedekah.
Nabi Saw. pernah bersabda, “Setiap muslim harus
bersedekah”.

Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah! Jika seseorang


tidak memiliki apa pun untuk disedekahkan, apa yang
harus ia lakukan?”

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Ia harus bekerja


hingga memperoleh upah dan memberikan sedekah”.

Lebih jauh lagi orang-orang bertanya, “Bagaimana jika


hal itu pun tidak bisa ia lakukan?”

Nabi Muhammad Saw menjawab, “Tolonglah orang


yang membutuhkan pertolongan”.

Orang-orang berkata, “Jika ia tidak dapat melakukan


hal itu?”

103
Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Maka ia harus
mengerjakan semua perbuatan baik dan menghindari
semua perbuatan buruk dan hal ini akan diperhitungkan
sebagai pahala bersedekah”.

Sedekah membuat hati tenang. Ia pun menjadikan jiwa


damai dan bahagia. Bahkan dapat menghindarkan
tubuh ini dari api neraka.

Takutlah kepada api neraka, walaupun (hanya)


bersedekah dengan separuh biji kurma.
(HR. Bukhari Muslim)

Bukan hanya menghindarkan kita dari api neraka,


namun sedekah juga amalnya tidak akan terputus...

Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus


kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu
yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa
kepadanya.
(HR. Muslim)

Memberi: sedekah jariyah (wakaf). Berbagi: ilmu


bermanfaat. Dan melayani: mendidik anak dengan
penuh cinta sehingga menghasilkan anak shaleh.

Alangkah indah hidup dengan sedekah. Kini kita


menyadari dengan kesadaran yang tinggi bahwa
sedekah merupakan bekal yang akan kita bawa menuju
tempat kedamaian kita di akhirat.

104
Sebuah penelitian tentang rahasia hidup yang bahagia
dilakukan Dr. John Izzo dan koleganya. Mereka
melakukan wawancara kepada 235 orang yang
dianggap bijaksana. Ternyata salah satu rahasia hidup
yang bahagia yang ditemukan dari hasil wawancaranya
adalah “memberi lebih banyak daripada yang anda
terima” atau dalam arti lain bersedekah sebanyak-
banyaknya.

Mari sejenak kita hening sehingga hati menjadi bening,


lalu berdialog dengan-Nya:

“Ya Allah, kini aku tersadar dari mana semua nikmat


rizki ini, yaitu tiada lain dari-Mu Ya Razaq. Semua harta,
ilmu, dan cinta yang kuperoleh hanyalah titipan dari-
Mu. Tidak sepantasnya aku menggenggamnya erat-erat
dan selayaknya kusedekahkan untuk kebermanfaatan
hidup manusia dan semesta. Maafkan aku Ya Rabb,
bimbing aku untuk memberikan sedekah terbaik di
dunia ini. Ingatkan aku dalam berbagai kesempatan dan
kondisi, saat sulit maupun lapang untuk bersedekah—
memberi, berbagi, dan melayani.”

Tak terasa waktu terus bergulir menelisik rongga hati.


Dalam hening aku berdialog kepada diri, “Untuk apa
hidup di dunia ini?”

Alangkah indah orang bersedekah


Dekat dengan Allah dekat dengan surga
Tak kan berkurang harta yang sedekah

105
Akan bertambah akan bertambah

Allah Maha Kaya Yang Maha Pemurah


Yang akan mengganti dan membalasnya
Allah Maha Kuasa Yang Maha Perkasa
Semoga kan membalas surga

Oh indahnya saling berbagi, saling memberi


Karena Allah
Oh indahnya saling menjaga, saling mengasihi
Karena Allah
(Sedekah, Opick)

106
Hidup terasa indah saat manusia menebar
compassion (kasih sayang) kepada sesama dan
semesta. Hati terasa tenang, jiwa pun damai. Iri
dengki sebagai sumber penyakit hati pun
menghilang, terkubur dalam-dalam. Hidup
bagaikan simfoni kebahagiaan.

107
Empat

Ijinkan Aku Mengenal Diriku

Siapakah aku? Tak perlu bertanya siapa dia atau siapa


mereka, tapi tanyalah pada diri sendiri: siapa
sesungguhnya diriku?

Tanyakan pada diri ini: siapa aku? Berapa detik kita


menjawabnya? Atau kita membutuhkan waktu yang
lama untuk merespon pertanyaan itu. Kita butuh
beberapa menit atau bahkan beberapa jam untuk
menjawab pertanyaan: siapakah aku?

Ternyata tidak mudah untuk menjawabnya, bukan? Kita


menyadari bahwa tidak semua orang mengenal dirinya,
mengetahui kelemahan dan kelebihannya, menyadari

108
kesalahan-kesalahannya, tujuan mengapa diciptakan,
serta mengetahui arah hidupnya.

Siapa aku?
Sumber: karengately.wordpress.com

Kadang yang mengenal


diri ini adalah orang lain,
bukan diri kita sendiri.
Mengapa hal itu bisa
terjadi? Karena bisa jadi kita tidak menyadari apa yang
sedang dilakukan, atau dengan kata lain kita tidak
menyadari kehidupan kita sendiri.

Kita tidak sadar akan kehidupan sekarang. Kita malah


fokus pada kehidupan masa lalu karena mungkin kita
pernah tersakiti. Atau kita terlalu memikirkan masa
depan karena kita memiliki ambisi yang besar. Kita tidak
hadir saat ini, sehingga kita tidak tahu apa yang
sesungguhnya terjadi pada kita.

Untuk bisa mengenal diri kita cobalah menyadari


dengan penuh setiap detik kehidupan yang dijalani.
Dimulai dengan bangun pagi hingga tidur kembali.
Setiap aktivitas dilakukan dengan penuh kesadaran.
Dengan meyadarinya, kita dapat mengenal berbagai
reaksi baik dari pikiran, emosi maupun tingkah laku.

109
Saat kita marah, kita kadang mengingkari kemarahan
kita dengan mengatakan, “Aku tidak marah!” Padahal
sudah jelas jantung kita berdetak kencang, otot-otot
menegang, dan pola nafas tidak teratur.

Mengenali diri adalah menyadari kehidupan yang kita


jalani saat ini, bukan hidup di masa lalu, maupun di masa
depan. Mengenali diri berarti menyadari betapa
hebatnya Pencipta kita. Mengenali diri adalah
menerima segala potensi yang telah diberikan-Nya.

Dengan mengenal diri, kita jadi lebih tahu siapa Tuhan


kita.

1 Menit yang Mencerahkan Bersama Pak Tua

Beberapa hari yang lalu aku bertemu Pak Tua mantan


Dosen Psikologiku yang berkacamata ungu di
rumahnya. Hijau asri taman rumahnya membuat
suasana siang itu terasa sejuk. Sesejuk wajahnya meski
guratan keriput membalutnya. Energi yang terpancar
darinya begitu positif. Auranya indah dan membuat
indah sekitarnya. Setiap kata yang terlontar menyentuh
lembut di qalbu.

Aku heran dengan Pak Tua ini, lantas kemudian


bertanya padanya, “Bagaimana bisa di usia bapak yang
setua ini bapak masih menampakkan aura keindahan
dan kebahagiaan?”

110
“Anakku, 50 tahun yang lalu ketika aku kuliah di
Fakultas Psikologi tujuanku cuma 1, yaitu agar aku bisa
mengetahui diriku. Dengan mengenal diriku, maka aku
dapat mengenal siapa Tuhanku. Ilmu yang didapat
selama kuliah aku gunakan untuk memperbaiki diriku
dan meningkatkan kualitas pribadi agar kelak nanti...
aku bisa tersenyum di hari terakhirku. Aku belajar
keindahan pada hidup dan kehidupan. Itu saja.”

Ijinkan kita mengenal diri ini. Sambil bermunajat


kepada-Nya di kesunyian malam, kita melihat jauh lebih
dalam siapa diri ini. Kita tingkatkan kesadaran mengenal
dan memahami diri.

Jika boleh jujur diri ini adalah sekumpulan topeng. Ia


berlenggak lenggok di dunia namun tak berdaya di
hadapan Tuhannya. Ada diri yang penuh keinginan atau
nafsu mengejar dunia, yang bahkan dengan segala
upaya. Ada diri yang berkeluh kesah, gaduh gelisah
serta gundah gulana menyesali segala perbuatan durja.

Diri yang pertama adalah di mana kita kita terbalut


dengan topeng duniawi. Kita berbuat baik karena ingin
dipuji. Kita tersenyum di hadapan orang banyak karena
mendambahkan tahta. Kita menjanjikan suatu hal yang
baik karena mengincar harta. Kita penuh percaya diri,
bersemangat dalam hidup, namun semua itu karena
narkoba. Kita menjelekkan manusia, padahal diri pun
tak ada bedanya. Sungguh diri ini penuh topeng dan
kepalsuan.

111
Beruntunglah bagi mereka yang menyadari topeng-
topeng tersebut dan kemudian hatinya gundah gulana
serta gaduh gelisah. Ia menyadari hatinya keruh penuh
dengan kotoran. Gundah gulana dan gaduh gelisah
merupakan sebuah rakit yang kemudian melaju serta
menuju laguna yang jernih airnya.

Bagi mereka yang cerdas, pada saat gundah gulana dan


gaduh gelisah, penuh dengan penyesalan karena
memakai topeng keduniawian, maka mereka senantiasa
tazkiah hati. Mereka selalu sadar akan dirinya dan tentu
saja gerak gerik hatinya. Mereka menuntun hatinya
perlahan pada taman emas ketenangan dan kedamaian.

Maka ijinkan diri ini menyadari segala gerak-gerik hati.


Melepaskan topeng kepalsuan. Biarkan diri berkelana
menelusuri hati. Hingga kemudian mengerti dan
memahami bahwa ternyata hati ini membutuhkan
tempat yang teduh, nyaman, dan damai.

Jiwa pun semakin rapuh saat diri turutkan nafsu


Sadar, di sini, di hatimu, saat ini bukan yang lalu
Hidup ya dijalani tanpa komentar berlebihan apalagi
menjelekkan
Ini bukan tembang atau gubahan, hanya nasihat buat diri
agar laku selaras hati

Alangkah indah saat diri berada dalam kolam


ketenangan dan kedamaian. Disanalah ia melepas
topeng kepalsuan seraya menghadap Allah Swt. Sang

112
Maha Pencipta sekaligus Pemilik diri. Sungguh tak
berdaya saat diri berada di hadapan-Nya. Namun dalam
ketidakberdayaan itu ia senantiasa bermunajat agar hati
dan pikirannya selalu jernih serta bening. Karena ia
meyakini hanya dalam kejernihan dan kebeningan maka
hikmah kehidupan dapat dirasa sehingga detik demi
detik dalam hidupnya hanyalah senyum dan bahagia.

Begitu nikmatnya saat melepas diri yang penuh nafsu


dan diri yang gaduh gelisah. Dalam diri yang tenang dan
damai, maka akan mudah tercipta cahaya yang indah.
Cahaya yang yang sinarnya siap menerangi berbagai
sudut semesta. Oleh karenanya, segelap apapun
kehidupan kita di masa lalu, janganlah disesali, apalagi
sampai mengutuknya. Mulailah menyalakan lilin dalam
hati. Penuhi hati dengan cahaya, setelah itu sebarkan
cahaya itu ke dalam hati orang lain.

Itulah diri yang lembut dan penuh kasih sayang. Ia


selalu menebarkan cinta dimana pun ia berada. Diri
yang tak lagi memikirkan dirinya. Ego pun telah
memudar sepenuhnya. Diri yang hanya berfokus
memberi, berbagi, dan melayani.

Diri yang penuh marhamah ini tunduk dan berserah diri


kepada pemilik-Nya. Tak ada lagi tugas di dunia ini
kecuali menjadi hamba-Nya, perwakilan-Nya, pelayan-
Nya yang mengabdi di dunia untuk menebarkan cinta
dan kasih sayang kepada sesama dan semesta.

113
Begitu bahagianya diri yang mencintai Allah Swt.
melebihi apapun di dunia ini yang termanifestasikan
dengan tutur kata yang lembut dan tingkah laku yang
penuh kasih sayang. Allah celupkan Rahman dan Rahim-
Nya pada hatinya dan mengijinkannya untuk menjalani
hidup dengan ikhlas, serta memberi, berbagi, dan
melayani.

Ijinkan Aku Mengenal Tuhanku, Allah Swt.

Sebelum meneruskan perjalanan, mari kita berhenti


sejenak untuk membaca kisah yang indah ini:

Alkisah di sebuah sekolah di pedesaan, ibu guru


bertanya kepada anak muridnya, “Hayooo anak-anak,
siapa yang bisa menyebutkan keajaiban dunia?”

Seorang anak laki-laki yang duduk di sudut kelas


mengacungkan tangannya, “Aku mau jawab Buuu...”
Sang ibu guru melirik muridnya, “Ya Faul... silakan...”

“Keajaiban dunia itu Candi Borobudur, Menara Eiffel,


Piramida, Taj Mahal, Ka'bah, Tembok Besar China, dan
Colosseum,” kata Faul. Beberapa saat kemudian setelah
Faul menyebutkan keajaiban dunia, tiba-tiba seorang
temannya mengacungkan tangannya, “Aku mau
menambahkan guru...”

114
“Aisyah, silakan sebutkan keajaiban dunia yang
lainnya,” kata ibu guru.

“Bu guru... keajaiban dunia itu ketika aku melihat,


mendengar, merasakan... menyentuh, berjalan,
bermain, dan mencintai.”

Seluruh kelas terdiam, termasuk ibu guru. Air mata


cinta menetes menuruni kedua pipi ibu guru. Ia terharu
mendengarnya.

Lalu di saat keheningan tercipta, dan rasa telah


merasuk di dada, seorang anak mengacungkan
tangannya... “Keajaiban dunia itu... adalah diri kita
sendiri.”

Nikmat mana lagi yang aku dustakan?

Manusia begitu ajaib. Dibekali dengan segala potensi


yang telah diberikan-Nya. Allah berikan panca indera
agar kita bisa melihat, mendengar, merasa, mengecap,
dan menghirup. Allah ciptakan tangan agar kita bisa
menjangkau, membawa sesuatu, bersalaman,
melambai, membuat sesuatu, dan sebagainya. Allah
ciptakan kaki agar kita bisa berdiri, melangkah, berlari,
dan bermain. Allah ciptakan organ pencernaan agar kita
merasakan begitu nikmatnya makanan, buah-buahan,
sayuran, daging, dan hasil bumi lainnya. Allah ciptakan
organ pernafasan agar kita merasakan udara yang
begitu sejuk. Allah ciptakan organ pengeluaran agar

115
kita merasakan begitu nikmatnya membuang suatu
kotoran yang ada dalam tubuh. Allah ciptakan otak dan
sistem saraf, serta endokrin agar kita bisa belajar,
merasakan cinta, berpikir, takut, cemas, tenang, damai,
memproses informasi, dan berbagai hal lainnya. Dan
Allah ciptakan jantung, agar kita bisa merasakan hidup
ini, hidup yang ajaib ini.

Nikmat mana lagi yang aku dustakan?

Selain semua potensi fisik (jasmani) yang Allah berikan,


Dia pun memberikan kita potensi ruhani agar kita tidak
terbuai dengan kehidupan dunia, agar kita senantiasa
kembali menghadap-Nya dengan penuh ketenangan,
kedamaian, dan kesejukan.

Semua potensi yang telah Allah berikan pada manusia


sesungguhnya digunakan agar kita menjadi manusia
yang bermanfaat dan menebarkan cinta dan kasih
sayang kepada sesama dan semesta. Sungguh tidak
mudah melakukan hal itu karena kita manusia hidupnya
masih sering terbungkus dalam egonya. Aku yang
tergerak karena nafsu tak pernah bertemu aku yang
penuh cinta kasih.

Maka, semua potensi ini kita gunakan untuk mengenal-


Nya. Salah satu tugas hidup di dunia adalah mengenal
siapa pencipta kita. Namun untuk bisa mengenal-Nya,
kita harus melepas ego atau keakuan kita. Saat kita
melepas ego, berarti kita membersihkan hati dan

116
mengisi jiwa dengan sifat serta hal-hal baik. Di saat
itulah kita dapat benar-benar mengenal Allah.

Lihatlah kembali ke dalam diri kita. Apakah kita dikuasai


ego atau nafsu. Jika hati ini tertaut oleh hawa nafsu,
maka hati tak akan pernah mengenal Allah. Hati yang
mati berarti hati yang tertawan oleh ego. Maka
bersihkanlah ia sehingga hati ini hidup dan bersinar. Di
situlah kita bisa mengenal Allah.

Mari jernihkan pikiran dan membeningkan hati. Ijinkan


diri untuk mengenalnya, mendekat kepada-Nya.
Bersihkan diri dari segala penyakit hati dan duniawi, lalu
merendah diri dihadapan-Nya, Allah Swt.

Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala


sesuatu. (Allah) tidak beranak, dan tidak diperanakkan.
Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.
(QS. Al Ikhlas: 1-4)

Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada
Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
(Qs. Al Baqarah: 163)

Dialah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Mengetahui yang


ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pengasih, Maha
Penyayang.

Dialah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Raja Yang Maha
Suci, Yang Maha Pemberi Keselamatan, Yang

117
Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala
Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang
Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, yang memiliki
nama-nama yang indah (asmaul husna). Apa yang di
langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(QS. Al Hasyr: 22-24)

Dialah Allah tiada Tuhan selain Dia, Zat yang tunggal,


yang Maha Agung, tiada sekutu bagi-Nya. Dialah Allah
yang berhak disembah, dipuja dan dipuji oleh
makhluknya, semesta bertasbih kepada-Nya.

Dialah Allah. Semua sebab yang terjadi di semesta


adalah karena-Nya. Dialah yang mengkreasikan ciptaan-
Nya dengan begitu indah, dengan sebaik-baiknya.
Dialah yang membentuk rupa manusia berbeda-beda.
Dialah yang menjadikan lautan berisikan ikan-ikan
penuh warna. Dialah yang menghamparkan Sahara dan
membentangkan Himalaya. Dialah yang menaburkan
bintang gemintang nan elok dalam tata surya. Dialah
Allah Pencipta dan Pemilik Segala.

Dialah Allah yang memberikan rizki kepada seluruh


makhluk-Nya. Dialah yang menentramkan hati yang
sedang gaduh gelisah dan gundah gulana. Dialah yang
menebarkan rahmat dan kasih sayang tak terkira
kepada lubuk jiwa manusia.

118
Mengenal Allah merupakan fondasi dari kehidupan.
Beruntunglah bagi mereka yang mengenal Allah karena
ia berhasil menundukkan egonya dan menyerahkan dan
menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah. Mereka
mendapat anugerah dan nikmat yang tak dapat
dilukiskan.

Aa Gym, dalam salah satu tausiyahnya mengatakan


bahwa mengenal Allah adalah aset terbesar karena ia
akan melahirkan akhlak mulia. Dengan mengenal Allah
kita selalu merasa ditatap, didengar, dan diperhatikan.
Allah selalu bersama kita kapan pun dan di mana pun.
Hidup akan terasa nikmat, ringan, dan terarah.

Mengenal Allah tentunya dengan mendekati-Nya. Saat


kita mendekat kepada-Nya, maka Allah akan lebih
mendekati kita. Saat itulah hidup terasa tenang dan
tenteram. Segala gundah gulana dan gaduh gelisah pun
hilang, karena hidup kita bersandar langsung pada-Nya.

Kembali Kepada Allah


Seseorang yang terpisah dengan orangtuanya sejak
kecil niscaya akan mencari orangtuanya tersebut. Ia
akan bertanya kepada siapapun untuk mengetahui
keberadaan orangtuanya. Ia mengunjungi pihak rumah
sakit saat ia dulu dilahirkan atau mencari informasi di
jejaring sosial. Begitu rindunya anak kepada
orangtuanya, sehingga segala hal akan ditempuhnya
demi bertemu mereka.

119
Jika seorang anak saja begitu merindukan orangtuanya,
apakah kita sebagai manusia tidak merindukan
penciptanya?

Siapakah yang menciptakan manusia sebagai makhluk


yang ajaib ini? Sebagai manusia pastinya akan rindu
terhadap penciptanya, dan itu sudah menjadi fitrahnya.
Namun belenggu dunia mengalihkan rasa rindu ini.
Manusia sibuk memenuhi keinginan duniawinya
sehingga melupakan salah satu tugas hidupnya, yaitu
mengenal Tuhannya.

Oleh karenanya, sering Allah memberikan ujian atau


musibah kepada manusia agar kita kembali kepada-Nya.
Allah pun menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya.
Masih jelas terngiang sebuah masjid yang berdiri kokoh
meskipun dihantam tsunami di Aceh dan sebuah rumah
yang setiap harinya didengungkan ayat-ayat Allah tetap
berdiri meski diterpa longsor di Banjarnegara.

Dia menundukkan matahari dan bulan; masing-masing


menurut waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur
urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan
dengan Tuhanmu.
(QS. Ar-Ra’d: 2)

120
Tanda-tanda Allah
sumber: remaja-isl4m.blogspot.com

Pada saatnya kita akan kembali kepada yang


menciptakan kita, Innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun,
dari Allah kembali kepada Allah.

Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu


(tadinya) mati, lalu dia menghidupkan kamu, kemudian
Dia mematikan kamu lalu Dia menghidupkan kamu
kembali. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
(QS. Al Baqarah: 28)

Di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.


(QS. Ali Imran: 14)

121
Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
(Qs. Yunus: 56)

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian


hanya kepada Kami kamu dikembalikan.
(QS. Al Ankabut: 57)

Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka


akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.
(QS. Luqman: 15)

Dan barangsiapa yang menyucikan dirinya, sesungguhnya


dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan
kepada Allah-lah tempat kembali.
(QS. Fatir: 18)

Allah Swt, tempat kembali, tempat manusia pulang ke


kampung halamannya. Maka sudah seharusnya
menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan kita.
Segala aktivitas yang kita kerjakan di dunia diniatkan
karena Allah.

Saat kita menghadap-Nya, pikiran dalam keadaan jernih,


hati bening, dan tubuh bersih serta suci. Kita larut
dalam interaksi dan penghambaan. Di saat itu pula kita
merendahkan diri tanpa ego atau keakuan, dan
memohon ampunan, petunjuk, serta bimbingan. Kita

122
menyerahkan diri kita hidup dalam aturan-Nya dan cinta
kasih-Nya, hingga saatnya tiba waktunya kembali.

Dan janganlah engkau mati kecuali dalam keadaan


berserah diri.
(QS. Ali Imran: 102)

Ijinkan Aku Mengenal Nabiku, Rasulullah Saw.

Dan sesungguhnya engkau (hai Muhammad) benar-benar


berbudi pekerti yang agung.
(Qs. Al Qalam: 4)

Rintihan Aisyah ketika berdiri di atas makam


Rasulullah Saw.):
Wahai, orang yang tak pernah memakai kain sutera, dan
tidak pernah tidur di atas kasur tebal,

Wahai orang yang meninggalkan dunia fana ini dengan


perut yang tidak pernah kenyang, sekalipun dengan roti
yang terbuat dari tepung gandum yang kasar,

Wahai orang yang lebih suka tidur di atas tikar daripada


di atas kasur,

Wahai orang yang tak pernah tidur semalam suntuk


karena takut akan siksa neraka sa’ir.

123
Dialah Muhammad Saw. manusia paling mulia sebagai
suri tauladan, contoh nyata bagaimana menjalani
kehidupan dengan sebaik-baiknya. Tubuhnya bersih dan
harum, tutur katanya lemah lembut penuh kasih
sayang, serta tingkah lakunya bijaksana dan berbudi
pekerti yang luhur.

Dialah Muhammad Saw. yang mengenalkan dan


mengajarkan kepada kita kalimat yang agung, yang
menggetarkan jiwa, kalimat yang membawa selamat,
yang tiada bandingnya dengan kalimat lain:
Lailahaillallah, Tiada Tuhan selain Allah. Sungguh tanpa
kehadirannya, ajarannya, kita masih menjadi manusia
yang jahil, yang tidak mengenal Tuhan sesungguhnya.

Dialah Muhammad Saw. manusia seperti pada


umumnya, hidup sederhana tidak terikat dengan harta.
Seorang pemimpin tanpa kerajaan, tanpa tentara, tanpa
kedudukan. Seorang suami dan ayah yang penuh cinta.
Seorang teman dan sahabat yang memberikan
kesejukan.

Dialah Muhammad Saw. yang menerangi dunia dan


menebarkan rahmat. Seorang yang memuliakan anak
yatim, fakir miskin, janda tua dan kaum lemah. Di suatu
sudut, seorang sahabat melihatnya sedang
memperbaiki sandal anak yatim, dan di waktu yang lain
ia menjahit baju seorang janda tua.

124
Dialah Muhammad Saw. yang hidup dengan melupakan
dirinya dan kepentingannya sendiri. Seorang yang
memancarkan cahaya kasih sayang kepada sesama,
memberikan pertolongan di saat jiwa-jiwa begitu
gelisah. Seorang yang menyenangkan dan membuat
gembira orang lain. Suatu ketika beliau memangku
seorang bayi, dan tiba-tiba bayi tersebut kencing di
pangkuannya. Beliau hanya tersenyum dan
menyenangkan hati ibu sang bayi.

Dialah Muhammad Saw. yang mengurus keperluannya


sendiri. Seorang yang menjahit pakaiannya dan
kasurnya sendiri. Seorang yang membantu urusan
rumah tangga seperti meyapu rumah dan memasak
serta pergi ke pasar.

Dialah Muhammad Saw. yang begitu menyayangi anak-


anak. Seorang yang memberi salam kepada anak-anak
kemudian membelai rambutnya, memeluknya dengan
kasih sayang, kemudian mengajaknya bermain, dan
memberikannya hadiah. Anak-anak begitu merindukan
kehadirannya.

Dialah Muhammad Saw. yang begitu cinta dan takut


kepada Penciptanya. Seorang yang mengabdikan
hidupnya untuk satu tujuan yaitu Allah Swt. Seorang
yang selalu mengingat Allah, mengagungkan-Nya,
menyucikan nama-Nya, dan mengEsakan-Nya kapan
pun dan di mana pun. Seorang yang senantiasa berdoa
untuk kebaikan umatnya.

125
Dialah Muhammad Saw. manusia pilihan yang begitu
dirindukan. Rindu padamu ya Rasul.

Allahumma shalli 'ala Muhammad


yaa rabbi shalli 'alaihi wa sallim

Leo Tolstoy, pujangga Rusia pun mengakui Muhammad Saw.


sebagai utusan Allah Swt.
sumber: mutiarapublic.com

Begitu indahnya dirinya, wajahnya, tutur katanya,


tingkah lakunya serta pengaruhnya sehingga para
tokoh dunia pun berpendapat mengenainya. Mereka
sebagian besar bukan seorang muslim, namun mereka
sangat menghormati dan menyanjung Nabi:

126
Sir George Bernard Shaw:
Saya yakin jika seorang seperti Muhammad (Saw.)
memegang kekuasaan tunggal di dunia modern, maka ia
akan berhasil mengatasi berbagai permasalahan
sedemikian hingga membawa dunia pada perdamaian
dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia.

Prof. Snouck Hurgronje:


Seluruh jiwa raganya (Muhammad Saw.) dicurahkan
untuk satu tujuan: menyatukan manusia dalam
pengabdian kepada Tuhan dalam aturan-aturan
ketinggian moral. Muhammad dan pengikutnya tidak
pernah dalam sejarah menyatakan bahwa ia adalah putra
Tuhan atau reinkarnasi Tuhan. Ia selalu sejak dahulu
sampai saat ini menganggap dirinya dan pengikutnya
hanyalah sebagai seorang pesuruh yang dipilih Tuhan.

Prof. Jules Masserman:


Pastur dan Salk adalah pemimpin dalam hal intelektual.
Gandhi, Konfusius, Jesus, dan Budha pada hal religi serta
Alexander, Caesar dan Hitler mungkin pemimpin pada
kategori militer.

Mungkin pemimpin terbesar sepanjang masa adalah


Muhammad yang sukses dalam ketiga hal di atas. Dalam
skala yang lebih kecil, Musa melakukan hal yang sama.

Prof. Koneru S. Ramakrishna Rao:


Ajaran yang dibawakan Muhammad menawarkan
secercah harapan abadi tentang obat atas segala

127
penyakit kemanusiaan yang ada dan telah ada sejak masa
hidupnya.

Goethe:
Banyak bintang yang berkelip-kelip
Ada bulan yang bercahaya lembut
Ada dian di pondok petani
Dan ada listrik di tengah kota
Tetapi matahari cuma satu
Cahayanya mengatasi semua
Dialah Muhammad Saw.
Maha pemimpin, maha manusia.

Thomas Carlyle:
Kebohongan yang dipropagandakan kaum barat yang
diselimutkan pada Muhammad hanyalah
mempermalukan diri mereka sendiri. Ia adalah sesosok
jiwa besar yang tenang, seorang yang mau tidak mau
patut dijunjung tinggi. Ia diciptakan untuk menerangi
dunia, begitulah perintah Sang Pencipta dunia.

Bosworth Smith:
Muhammad Saw. tak pernah dibantah lagi, adalah
seorang pembangun budi pekerti yang terbesar.

James A. Michener:
Muhammad secara khusus memberikan perhatian kepada
fakir miskin, yatim piatu, dan janda, serta hamba sahaya
dan kaum lemah.

128
Lamartine:
Muhammad adalah seorang agamawan, reformis sosial,
teladan moral, administrator massa, sahabat setia, teman
yang menyenangkan, suami yang penuh kasih dan
seorang ayah yang penyayang, semua menjadi satu. Tiada
lagi manusia dalam sejarah melebihi atau bahkan
menyamainya dalam setiap aspek kehidupan tersebut.

Mahatma Gandhi:
Pernah saya bertanya-tanya siapakah tokoh yang paling
mempengaruhi manusia. Saya lebih dari yakin bahwa
bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada
Islam pada masanya.

Tapi ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan,


kehati-hatian Muhammad, serta pengabdian luar biasa
kepada teman dan pengikutnya, tekadnya,
keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan
tugasnya.

Semua ini (dan bukan pedangnya) menyingkirkan segala


halangan. Ketika saya menutup halaman terakhir volume
2 (biografi Muhammad), saya sedih karena tiada lagi
cerita yang tersisa dari hidupnya yang agung.

Michael Hart:
Semua pengaruh sejak jaman Nabi Saw. hingga saat ini,
baik secara keagamaan maupun keduniawian menjadikan
saya merasa bahwa Muhammad merupakan satu-satunya

129
pribadi di dunia yang paling berpengaruh dalam sejarah
manusia.

Salah satu tugas hidup di dunia adalah mengenal Allah


dan Rasulnya. Dengan mengenal-Nya kita menjadi cinta.
Saat cinta merasuk ke dada hidup pun menjadi bahagia.
Hidup pun menjadi ikhlas, tertuju pada Dia Sang Maha
Pemilik Manusia.

Sungguh beruntung kita dapat mengenal Rasulullah


Saw., mempelajarinya hingga menjadikannya suri
teladan. Alangkah indahnya dapat bertutur kata dan
bertingkah laku seperti beliau, lemah lembut, penuh
cinta dan kasih sayang. Itulah esensi hidup manusia,
yaitu menebarkan rahmat kepada sesama dan semesta.

Ijinkan Aku Mengenal Kedua Orangtuaku

Suatu ketika seorang bayi siap untuk dilahirkan ke


dunia. Menjelang dilahirkannya, ia bertanya kepada
Tuhan, “Para malaikat di sini mengatakan bahwa besok
Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana
cara saya hidup di sana, saya begitu kecil dan lemah,”
tutur si bayi.

Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat


untukmu, ia akan menjaga dan mengasihimu.”

130
“Tapi di sini saya sangat bahagia. Saya dapat bernyanyi
dan tertawa,” kata si bayi.

Tuhan menjawab kembali, “Malaikatmu akan bernyanyi


dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan
merasakan kehangatan cintanya. Hal tersebut
membuatmu lebih bahagia.”

Si bayi belum puas dan bertanya lagi, “Di sini saya bisa
berkomunikasi dengan-Mu. Saat di dunia, apa yang
dapat saya lakukan agar saya dapat berkomunikasi
dengan-Mu?”

Sekali lagi Tuhan menjawab, “Malaikatmu akan


mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa kepada-
Ku.”

“Saya mendengar bahwa di dunia banyak sekali orang


jahat. Siapa yang akan melindungi saya nanti?”, tanya si
bayi lagi.

Dengan penuh kesabaran, Tuhan menjawab,


“Malaikatmu akan melindungimu, bahkan dengan
taruhan jiwanya.”

“Tapi... saya akan bersedih karena tidak melihat Engkau


lagi,” si bayi terisak meneteskan air mata.

“Malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang


Aku, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa

131
kembali kepada-Ku, meskipun sesungguhnya nanti Aku
akan selalu berada di sisimu,” Tuhan menjawab dengan
lembut.

Sampai akhirnya si bayi mulai mengerti dan memahami


semua jawaban yang diberikan Tuhan. Sebentar lagi ia
akan dilahirkan ke dunia. Namun sebelum itu ia memiliki
satu pertanyaan terakhir.

“Tuhan... sebentar lagi saya akan pergi, dapatkah


Engkau memberitahu siapa nama malaikat di rumahku
nanti?”

Dan Tuhan menjawab, “Kamu dapat memanggil nama


malaikat itu dengan... Ibu...”

Ibu. Oh ibu...

Dialah yang merawat dan membawa-bawa kita dengan


penuh cinta selama 9 bulan berada dalam
kandungannya. Dia pula yang merintih dalam sakitnya
memperjuangkan hidup demi melahirkan kita. Dan
selama dua tahun ibu menyusui, membelai kita dengan
kehangatan dan kelembutan.

Sungguh ratusan ataupun ribuan keping emas tak dapat


menggantikan kasih sayang ibu. Bayangkan saat ibu
mengandung, selama tiga bulan pertama moodnya
tidak menentu karena secara hormonal pun mengalami
perubahan. Kemudian ketika kandungan semakin besar,

132
kita menendang-nendang perutnya, dan kita membuat
ibu kerepotan saat ia ingin tidur.

Saat kita lahir, kita masih menyusahkannya. Kita


menangis, merengek di tengah malam saat ibu sedang
terlelap. Namun itulah ibu. Dia akan selalu ada di saat
kita menangis karena lapar dan haus akan dekapannya.

Sementara ayah... dialah yang memberi nafkah.


Memberikan pakaian untuk kita, mengajak jalan-jalan
melewati sungai kecil dan hijaunya sawah. Ayah yang
kemudian memberi semangat agar kita menjadi
manusia-manusia yang sukses dan bahagia.

Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama


dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara
sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan
pakaian mereka secara patut...
(QS. Al Baqarah: 233)

Ibu dan ayah pula yang mengajarkan kita alif ba ta.


Mengajak kita berdo’a dan mengenalkan kita kepada-
Nya. Di saat kita beranjak dewasa, mereka semakin giat
bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita. Saat itu kita
tidak tahu apa-apa, tahu-tahu kita telah melalui jenjang
sekolah dasar, lalu sekolah menengah pertama, dan
sekolah menengah atas.

Ibu dan ayah kemudian mengantar kita ke jenjang


pendidikan selanjutnya, kuliah. Mereka selalu berdo’a di

133
kala sujudnya untuk keberhasilan kita. Di tengah malam,
air matanya mengucur deras memohon keselamatan
dan kesuksesan kita.

Orangtua dan cintanya kepada kita


sumber: hermaniagranger.blogspot.com

Dan di saat kita wisuda dan mendapatkan pekerjaan,


begitu bahagianya mereka. Namun, tugas mereka
belum usai. Tugas mulia berikutnya adalah menikahkan
kita. Ayah menjadi wali, ibu menyiapkan resepsi. Entah
uang dari mana lagi. Namun mereka tulus ikhlas
melakukan semua itu untuk kita.

Sampai detik ini, kedua orangtua kita adalah orang yang


paling berjasa. Mereka yang selalu membukakan pintu
rumah ke mana pun kita pergi. Mereka senantiasa
menyambut kepulangan kita dengan hati gembira.

134
Maaf, Cinta, Cahaya

Adakalanya harapan tidak sesuai dengan realita.


Beberapa kasus orangtua menelantarkan anaknya.
Bahkan mereka berniat membunuh anaknya saat ia
masih dalam kandungan demi menutup aib mereka.

Alkisah seorang laki-laki paruh baya menemui psikolog.


Laki-laki itu menceritakan kondisi putrinya yang berusia
27 tahun yang selalu mengurung diri di kamar dan
aktivitasnya hanya menonton kartun serta bermain
internet. Padahal ia adalah lulusan S-2 dari sebuah
universitas ternama. Ia pernah mencoba melamar
pekerjaan, namun usahanya selalu berakhir di tahap
wawancara.

Saat psikolog menemuinya, tampak wajahnya dipenuhi


aura kemarahan dan emosinya begitu labil. Dalam hati
psikolog bertanya, “Ada apa sesungguhnya dengan
wanita ini?” Mereka berbincang-bincang, awalnya saling
sapa dan menanyakan aktivitas, namun kemudian arah
pembicaraan menuju pada satu hal, yaitu masalah yang
menimpanya.

“Masa kecilku? Tidak ada yang spesial... justru...”,


pembicaraan wanita itu terhenti.

Sedetik kemudian, wajahnya dibasahi air mata.


“Monster... dia seorang monster, dia memukulku,

135
menyeretku, meneriakiku. Aku capek dengan berbagai
aturan darinya!” tiba-tiba suaranya mengeras.

“Monster... siapa yang menurut anda monster?” tanya


psikolog.

“Ibuku!” serunya lagi.

Psikolog menghela nafas sejenak.

“Pastinya anda merasakan sakit yang luar biasa


diperlakukan seperti itu... dan saya dapat
merasakannya. Anda merasa kesal, marah, dan
dendam...” ujar psikolog.

“Ya dendam sekali!” pola nafasnya memburu.

Sesi konseling berlanjut yang mana psikolog kemudian


mengijinkan wanita itu mengeluarkan semua unek-unek
yang ada di hatinya. Setelah itu barulah ia
menenangkannya dan mengajaknya jalan-jalan.
Kebetulan sekitar 150 meter di depan mereka, terdapat
sebuah bukit yang begitu asri. Di atas puncak, mereka
dapat melihat pemandangan yang begitu indah.
Psikolog mengajaknya menuju puncak bukit itu.

Sesampainya di atas puncak, psikolog berkata,


“Lihatlah pemandangan yang indah ini... Tidak mungkin
Tuhan membuatnya kecuali dengan penuh cinta. Saya
tahu ini berat, beberapa orang pernah mengalaminya,

136
konflik dengan orangtua atau semacamnya... tapi,
maafkanlah. Ketika kita memaafkan, maka yang muncul
adalah cinta. Dan saat itu, Tuhan akan menerangi
hatimu dengan cahaya-Nya.”

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan


menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik
kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau
mengatakan kepada keduanya “ah” dan janganlah
engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada
keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada
waktu kecil.”
(QS. Al Israa: 23-24)

Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat


baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu. Hanya
kepada Aku kembalimu.
(QS. Al Luqman: 14)

137
Berbahagia Saat Datang Dan Pulang

Saat lahir ke dunia, orang-orang menyaksikan. Mereka


bersyukur sambil berdo’a kelak kita menjadi manusia
yang taat mengikuti perintah-Nya, mengidolai Rasul-
Nya, dan berbakti kepada orangtuanya serta menjadi
penebar rahmat di alam raya. Kita pun bahagia dengan
menangis, tersenyum mungil, dan tertawa.

Selama perjalanan di dunia, kita begitu takjub dengan


kemegahan dan berbagai kenikmatan yang
ditawarkannya. Tak ayal kita berbelok arah, mendaki
penuh liku dan menjumpai jurang nan curam maupun
lembah kematian. Kita tersesat dalam kegelisahan dan
kegundahan. Namun untungnya perlahan kita mulai
sadar dan menapak pada jalan yang benar.

Dimulai dengan mengevaluasi diri sehingga kenal diri,


pikiran, serta hati. Ternyata selama ini hidup dipenuhi
dengan keakuan tak bertepi. Tak pernah atau jarang diri
ini berusaha mengenal apalagi mendekat kepada-Nya.
Kalaupun iya, kita hanya berusaha menggugurkan
kewajiban, bukan sebagai sarana takwa, memperbaiki
iman dan akhlak, sehingga mulia di mata-Nya.

Mengenal-Nya perlahan membuat kita mengenal Rasul-


Nya. Hidup semakin indah karena berada adalam lautan
cahaya. Kemudian kita menyadari bahwa sungguh
besar jasa orangtua. Semua pelayanan yang diberikan

138
mereka tak ternilai harganya. Hanya do’a yang bisa
terucap untuk mereka.

Saat melihat kembali ke belakang, ternyata... hidup kita


penuh cinta. Semua peristiwa menjadi hikmah. Inilah
bahagia.

Dan saatnya kembali. Pulang menuju-Nya dengan


penuh ridha dan diridhai-Nya. Insya Allah.

Maka ijinkan aku berdo’a:

“Ya Allah... ternyata selama ini hidupku penuh dengan


keakuan. Aku memakai topeng kepalsuan di dunia, di
hadapan manusia, sehingga aku tidak tahu siapa diriku.
Aku larut dalam nikmatnya dunia, namun untuk
pulang... aku tak memiliki bekal apa-apa. Dan
ibadahku... aku lakukan hanya sekedar menggugurkan
kewajiban. Kini perlahan aku menyadari kesalahanku.
Aku menyadari sepenuhnya... bahwa diri ini, hati ini,
akan mati tanpa kehadiran-Mu. Ya Allah... ijinkan aku
yang penuh dosa ini mengenal Engkau. Aku ingin dekat
dengan-Mu dan larut dalam cinta-Mu. Bimbing aku
untuk menyebut asma-Mu di setiap waktu dan biarkan
hati ini tertaut pada-Mu.

Ya Allah... ampuni diriku. Aku selama ini tidak mengenal


siapa Rasul-Mu, kekasih-Mu, utusan-Mu yang
membawakan berita gembira kepada umatnya. Hal ini
terjadi karena aku terlalu asik mengidolai orang lain.

139
Dan kini aku menyadarinya, bahwa hanya Muhammad
Saw. yang perlu dijadikan suri teladan. Ya Allah bimbing
aku mengenalnya, dan kemudian menginternalisasikan
sifat-sifat mulianya. Ya Allah sungguh beliaulah sebaik-
baiknya manusia.

Ya Allah... begitu luar biasanya orang tuaku. Ampuni


dosa-dosa mereka. Berikanlah mereka kasih sayang,
dan wafatkanlah mereka dalam keadaan terbaik,
berserah diri, dan khusnul khatimah. Ya Allah... bimbing
aku untuk membantu mereka di kala mereka senja.”

Sebelum menyelami diri lebih lanjut, mari kita hayati lirik


indah indah ini:

Allahu Ya Rahman
Allahu Ya Rahman

Allah... Allah... Allah... Allah...


Allahu Ya Rahman

Berlalu waktu berlalu


Sepi menghantarku kembali pada-Mu
Bersimpuh aku bersimpuh
Dalam lelah hati memohon pada-Mu

Di pintu kasih-Mu hati kan mengadu


Di dalam gelapku memohon ampun-Mu
Kasihani aku terangi jiwaku
Sinari hidupku...

140
Yang berharap belas kasih
Yang berharap maaf untuk
Segala salah dan dosa dari hitam di langkahku

Semoga Engkau beri


Setitik cahaya terang
Sebelum masa hilang dari pandangan

Allahu Ya Rahman
Allahu Ya Rahman

Allah... Allah... Allah... Allah...


Allahu Ya Rahman
(Ya Rahman, Opick)

141
Begitu nikmatnya saat melepas diri yang penuh
nafsu dan diri yang gaduh gelisah. Dalam diri yang
tenang dan damai, maka akan mudah tercipta
cahaya yang indah. Cahaya yang yang sinarnya siap
menerangi berbagai sudut semesta.

142
Lima

Alkisah Nasrudin dipercaya menjadi penasihat Raja


Timur Lenk. Karena kebijaksanaan serta kecerdikannya,
Raja sering mengajaknya berdiskusi dan juga meminta
nasihat kepadanya untuk berbagai persoalan.

Suatu hari Nasrudin dipanggil Raja.

“Nasrudin,” kata baginda Raja.

“Ya baginda. Ada yang bisa saya bantu?” ujar Nasrudin.

Raja Timur Lenk memulai pembicaraan, “Saya baru saja


memikirkan sesuatu. Begini Nasrudin, biasanya setiap
raja memiliki gelar yang ada kaitannya dengan nama
Allah. Misalnya Raja A bergelar Muwafik Billah,

143
kemudian Raja B bergelar Al Mutawakkil ‘Alallah.
Sementara Raja C memiliki sebutan Al Qatsiq Billah, dan
banyak gelar lainnya yang disematkan di belakang nama
raja yang ada kaitannya dengan Allah.”

“Itu betul wahai baginda,” Nasrudin membenarkan.

“Hmm... lantas menurutmu apakah gelar yang pantas


untukku?” tanya Raja.

Mendengar pertanyaan tersebut Nasrudin gelagapan


dan sekaligus bingung. Sebabnya sulit baginya
memberikan gelar yang baik dan pantas untuk raja ini.
Apalagi Raja Timur Lenk terkenal kurang bisa memimpin
dengan adil, dan kebijakan-kebijakannya sering
merugikan rakyatnya.

Nasrudin berpikir lama. Dahinya berkerut dan tangan


kanannya menopang dagunya. Namun setelah berpikir
sekian lama, Nasrudin menemukan gelar yang cocok
bagi Raja Timur Lenk.

“Tuanku,” sahutnya dengan nada yang lembut. “Saya


akhirnya menemukan gelar yang pantas untukmu.”

“Apakah itu?” tanya Raja.

“Anda bisa memakai gelar Na’udzubillah di belakang


nama anda,” jawab Nasrudin.

144
Raja Timur Lenk yang tak tahu makna Na’udzubillah
(kami berlindung kepada Allah) tersenyum bangga dan
lantas berterima kasih kepada Nasrudin. Sementara
Nasrudin ijin pamit dan tersipu-sipu sendiri.

Tercapainya Keinginan Sebagai Tolok Ukur


Kebahagiaan?

Satu hal yang tidak terlepas dari kehidupan manusia


adalah keinginan. Ya, manusia adalah makhluk yang
berkeinginan dan tidak pernah puas. Jika sudah
mendapatkan sesuatu maka ia ingin lebih... lebih... dan
lebih lagi.

Manusia akan merasa bahagia jika ia telah mencapai


keinginannya. Hal itu seperti sudah menjadi sebuah
ketetapan dalam setiap individu. Tengok saja cerita di
atas, seorang Raja yang ingin memiliki gelar sehingga ia
merasa lebih terhormat. Tengok pula kehidupan kita
sejak kecil. Saat kecil dulu kita ingin mainan, setelah
beberapa lama kemudian ingin yang baru. Lalu setelah
keluar Playstation minta dibelikan oleh ayah dan ibu.
Ketika remaja ingin dibelikan motor, ingin uang sakunya
bertambah, dan ingin waktunya lebih bebas. Beranjak
dewasa kita ingin punya motor baru supaya lebih keren,
apalagi ditambah mobil, ingin punya gadget, ingin
pindah pekerjaan karena merasa pekerjaan sekarang
tidak sesuai passion, setelah itu ingin menjadi manajer,
lalu direktur. Setelah posisi direktur ingin resign... Eh,

145
ketika resign malah tidak ada hal yang bisa dikerjakan,
akhirnya buat bisnis, lalu setelahnya...

Keinginan dapat memenjarakan jiwa


Sumber: indoweb.tv

Keinginan selalu menghinggapi jiwa-jiwa manusia yang


tak pernah habis hingga akhir hayat. Bahkan ternyata
ketika manusia sudah berada dalam alam akhirat,
manusia pun masih memiliki keinginan, yaitu ingin
dikembalikan ke bumi. Manusia memohon kepada
Tuhan agar dirinya dikembalikan ke dunia agar dapat
menyiapkan bekal terbaik sebelum menghadap-Nya.

Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat


ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan
kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya
Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka
kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan
amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang
yakin.
(QS. As Sajdah: 12)

146
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga
apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka,
dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia),
agar aku berbuat amal yang saleh terhadap apa yang
telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sungguh itu
adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan
mereka ada barzakh sampai pada hari mereka
dibangkitkan.
(QS. Al Mu’minun: 99-100)

Keinginan akan selalu ada. Namun sesungguhnya


tercapainya keinginan bukan berarti kita mencapai
kebahagiaan. Buktinya banyak orang yang secara
materi berkecukupan bahkan berlebihan namun
mereka tidak bahagia. Mereka gelisah dan tidak tenang
hidupnya. Orang yang sudah berada pada tahta
tertentu juga tidak bahagia. Banyak eksekutif yang
berhasil dan sudah berada pada level top manajemen
justru resign dari perusahaan tempat di mana ia bekerja.
Banyak orang yang mendapatkan pujian dan
popularitas namun tetap merasa dirinya tidak bahagia.

Harta, tahta, pujian, dan popularitas biasanya menjadi


tolok ukur keberhasilan, kesuksesan, kepuasan dan
kebahagiaan dalam hidup. Namun jika melihat berbagai
fenomena ketidakbahagiaan pada orang-orang yang
memiliki harta menggunung, jabatan top, pujian
melimpah, dan popularitas tinggi, maka tentunya bukan
hal tersebut yang menjadi sumber kebahagiaan.

147
Kembali bahwa manusia selalu memiliki keinginan,
maka sesungguhnya manusia akan berada dalam tahap
bahagia sebentar setelah mencapai keinginan. Lalu
kemudian manusia berkeinginan kembali. Dan setelah
hal tersebut tercapai manusia kembali bahagia. Itu pun
sebentar.

Jika keinginan tidak tercapai maka manusia kecewa,


sedih, atau mungkin kesal. Namun sesungguhnya hal itu
juga hanya sebentar. Tidak mungkin manusia kecewa,
sedih, atau kesal selamanya. Dan tidak mungkin juga
manusia senang selamanya di dunia. Karena pada
dasarnya senang atau keadaan susah itu sebentar.
Sungguh tidak lama.

Selain itu, manusia juga akan merasakan semua rasa.


Dimulai dari rasa senang, sedih, takut, cemas, bingung,
kecewa, kesal, bahagia, marah, galau, gelisah, tenang,
damai, cinta, dan ikhlas. Bahkan manusia yang
berpenyakit hati memiliki rasa iri, dengki, hasud,
sombong, riya, ujub, serta ingin menang sendiri.

Semua rasa yang pernah dialami manusia akan berujung


pada satu rasa, yaitu: kematian.

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian


hanya kepada Kami kamu dikembalikan.
(QS. Al Ankabut: 57)

148
Jadi keadaan bahagia itu sebentar. Begitu juga keadaan
sulit. Karena hidup itu sebentar sekali. Sangat singkat,
tidak terasa, oleh karenanya kita hanyalah seorang
musafir, pengembara, atau petualang di dunia ini. Pada
saatnya petualangan kita akan berakhir, entah itu di
suatu pulau antah berantah nan gersang atau pada
sebuah laguna yang indah dan jernih airnya.

Orang yang sering gaduh gelisah dan gundah gulana


adalah mereka yang memiliki banyak keinginan. Jiwa
dan hatinya dikuasi oleh keinginan. Lambat laun
keinginan-keinginan membentuk hawa nafsu yang sulit
diarahkan, dan akhirnya kita menjadi pribadi-pribadi
yang penuh ego, mementingkan diri sendiri, tidak suka
orang lain senang, sikut sana sikut sini, menghalalkan
segala cara hingga korupsi, akhlak pun menjadi tercela
sungguh tidak terpuji.

Manusia-manusia seperti itu tidak akan pernah bahagia


dalam hidupnya. Mereka akan merasa lelah, suka
berandai-andai, dan terlalu khawatir pada masa depan.
Dengan kata lain mereka sesungguhnya tidak hidup
saat ini.

Melepas Keinginan

Keinginan tidak bisa dihilangkan. Ia akan selalu ada


karena manusia memiliki karakter yang terus
berkeinginan selama hidupnya. Namun keinginan

149
sesungguhnya bisa dikelola dan dikontrol sehingga kita
tidak menjadi budak dari keinginan.

Mereka yang bahagia hidupnya tidak terikat dengan


keinginan. Mereka bebas atau merdeka dari keinginan
yang membelenggu. Mereka dapat mengelola
keinginan yang muncul di hatinya, menaruhnya di
telapak tangannya, dan kemudian melepasnya.
Keinginan tidak pernah berlama-lama di hati, apalagi
sampai menguasainya (hati). Keinginan cukup ada di
telapak tangan sehingga mudah melepasnya.

Melepas keinginan tidak semudah membuang sesuatu.


Karena ia bersanding dengan ego manusia yang penuh
dengan hawa nafsu. Jika manusia dapat mengelola
egonya maka otomatis ia dapat mengelola rasa yang
muncul akibat keinginan.

Tengoklah hati kita, inikah keinginan-keinginan itu:

 Disakiti orang lain, menjadi dendam


 Selalu ingin berkuasa
 Selalu ingin berkompetisi, tidak rela orang lain
mengungguli
 Membanding-bandingkan
 Berandai-andai, misalnya andai aku tidak
bekerja di tempat ini atau andai...
 Selalu merasa bersalah, sehingga ingin
menghindar dari kenyataan
 Rakus akan harta dan pelit

150
 Khawatir dan takut pada masa depan
 Ambisius terhadap dunia
 Merasa dunia ini tidak adil baginya
 Menuntut berlebihan kepada orang lain
 Dan sebagainya

Tanyakan pada hati terdalam, apakah hal-hal tersebut


suatu hal yang menyenangkan atau itu semua bagaikan
sampah. Jika memang keinginan-keinginan itu adalah
sampah, maka buanglah... lepaslah. Lepaskan kelekatan
itu semua dari hati. Netralkan rasa pada hati kita
terhadap segala keinginan yang membuat hati gaduh
gelisah dan gundah gulana.

Mereka yang mampu melepasnya akan bahagia


hidupnya. Fokuskan hidup kembali kepada Allah, karena
kita akan kembali kepada-Nya. Perbanyak
mengingatnya, menyebut asma-Nya yang begitu indah
sehingga hati tenang dan damai.

Jika dalam keadaan sulit, ingatlah bahwa kesulitan itu


sebentar. Jika dalam keadaan lapang, ingatlah bahwa
kita akan diuji oleh-Nya:

Dan Kami pasti menguji kamu dengan sedikit ketakutan,


kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang
sabar.
(QS. Al Baqarah: 155)

151
Hidup bahagia itu sederhana, merasa tidak memiliki
apa-apa. Karena semua ini hanyalah titipan dan milik
Allah Swt. Saat barang hilang, kita tidak kesal dan
kecewa. Saat disakiti, ingatlah bahwa rasa sakit itu
sebentar. Saat kelebihan harta, katakan pada diri untuk
lebih banyak berbagi. Saat di puncak tahta, pujian
sesungguhnya adalah ujian.

Hidup di dunia hanya sebentar, bagaikan mengedipkan


mata jika dibandingkan dengan kehidupan di akhirat.
Fokuskan saja diri untuk membaikkan hati, menata rasa
dan mengolahnya sehingga berbuah banyak dan
ranum. Jangan biarkan hati dan jiwa berada dalam
kegelapan. Nyalakanlah lilin dalam hati sehingga diri
kita bercahaya. Dan saat cahaya itu kita rasakan dengan
penuh ketenangan dan kedamaian, maka semesta pun
dapat merasakannya.

Melepas keinginan bukan berarti kita tidak memiliki


impian atau cita-cita. Justru kita wajib bercita-cita. Kita
gapai cita-cita itu dengan cara yang sederhana, yaitu
berikhtiar dengan sebaik-baiknya, berdo’a dengan
merendahkan diri kepada-Nya, dan selalu mendekatkan
diri kepada-Nya. Satu hal lagi sebagai tambahan jika
cita-cita kita belum terkabul, maka bisa jadi kita masih
memiliki masalah yang belum terselesaikan. Maka
berdamailah dengan masalah itu, berdamailah dengan
diri kita.

152
Wise Wealth Happy

Abraham Maslow, salah satu tokoh psikologi terkenal


menciptakan teori tentang kebutuhan manusia
(motivasi) berdasarkan jenjang, dari yang paling dasar
hingga yang paling atas dengan model piramida.

Piramida Maslow
sumber: dokumen pribadi

Kebutuhan manusia yang paling dasar (basic needs)


adalah kebutuhan fisiologis, seperti makan, minum, dan
seks. Kebutuhan ini lebih mirip dengan kebutuhan
instingtif dan bertahan hidup. Jika kebutuhan ini
tercapai maka manusia membutuhkan rasa aman.
Manusia membutuhkan keamanan sehingga perlu

153
melindungi dirinya. Oleh karenanya manusia memiliki
keinginan akan kepastian. Hal ini juga mirip dengan
kebutuhan bertahan hidup. Kemudian kebutuhan
diatasnya adalah kebutuhan akan rasa cinta dan rasa
memiliki sebagai manusia yang berjiwa sosial. Manusia
butuh bersosialisasi, berbaur dan mendapatkan kasih
sayang. Manusia juga ingin dianggap ada
keberadaannya oleh kelompoknya. Jika kebutuhan ini
tercapai, maka manusia membutuhkan penghargaan
diri dengan kata lain ingin dihargai oleh orang lain.
Kebutuhan yang kelima adalah kebutuhan untuk
mengaktualisasi diri. Kebutuhan ini dapat dipenuhi jika
empat kebutuhan dibawahnya tercapai. Maslow
kemudian menyempurnakan teorinya dengan
menambahkan kebutuhan terakhir pada puncak
piramida yaitu kebutuhan spiritual (meta need), yaitu
tentang kebutuhan keterhubungan dengan suatu Dzat
Yang Maha Segalanya.

Jika kita melihat kenyataan pada kehidupan manusia


memang seperti piramida Maslow. Kita melakukan
sesuatu termotivasi karena untuk mengenyangkan
perut. Jika dapur sudah mengepul, kita butuh rumah
yang membuat kita aman dari hujan, kalau perlu rumah
pun ditembok tinggi hingga sulit bagi pencuri memasuki
rumah kita. Kita pun mengasuransikan kesehatan kita
agar jika terjadi sesuatu pada diri kita, maka perusahaan
asuransi yang membayarnya. Setelahnya kita bergaul,
bersosialisasi, mencintai dan ingin dicintai. Lalu kita
ingin dihargai, atau bahkan dipuji atas hasil kerja keras

154
kita. Dan selanjutnya kita mengkreasikan segala potensi
dalam wujud aktualisasi diri, menghasilkan karya di
dunia ini. Setelah semuanya terpenuhi... ternyata hati ini
masih hampa dan tidak tenteram. Di masa tua kita
mendekat kepada-Nya.

Mazhab kelima dalam psikologi adalah transpersonal,


yang lahir dari kebutuhan spiritual. Salah satu tokohnya
yang mempelopori tentu saja Maslow. Konon kabarnya
di akhir hayatnya Maslow kecewa dengan teori yang
sudah dibuatnya. Piramida kebutuhan itu bukan berdiri
seperti mengerucut ke atas membentuk segitiga,
namun piramida itu harusnya dibalik.

Piramida Maslow (terbalik)


sumber: dokumen pribadi

155
Orang-orang yang bahagia tentu saja membalikkan
piramida tersebut. Kebutuhan pertama dan utama
adalah berhubungan dan berinteraksi dengan Allah
Swt. bukan kebutuhan fisiologis. Segala aktivitas
termotivasi karena Allah, untuk mendekatkan diri
kepada Allah, untuk mengenal-Nya, dan untuk
mendapatkan ridha-Nya. Ustad Yusuf Mansyur
mengatakan, Allah dulu, Allah lagi, Allah terus.

Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa bangun pagi


dan dunia ini menjadi perhatian utamanya, maka Allah
Swt. akan membuat dia berserakan dan terpecah; dia
akan merasakan perasaan panik dan rugi; serta dia
hanya akan mendapatkan dunia ini sesuai dengan apa
yang sudah ditakdirkan untuknya. Akan tetapi,
barangsiapa bangun pagi dan perhatian utamanya
adalah akhirat, maka Allah Swt. akan membuat dia
merasa fokus dan utuh; Allah Swt. akan memberinya
suatu perasaan sebagai pribadi mandiri; serta hasil-hasil
duniawi sudah pasti mendatanginya.”

Dengan pikiran dan hati terfokus pada Allah, maka ego


(keakuan) kita lenyap. Kita bukan siapa-siapa. Kita tidak
memiliki apa-apa. Mereka dapat mengelola rasa dari
keinginan yang membelenggu. Mereka melangkah
dengan penuh ketenangan dan kedamaian. Tak ada
kekhawatiran maupun ketakutan.

Kebijaksanaan menaungi setiap gerak geriknya.


Ucapannya penuh hikmah. Hidupnya untuk memberi,

156
berbagai, dan melayani. Hatinya selalu teringat akan
kematian. Dan ia begitu rindu akan perjumpaan dengan-
Nya.

Di saat kita bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-


apa justru itulah kekayaan dan keberlimpahan. Hati kita
kaya karena kita dekat dengan Sang Maha Kaya.
Sehingga kita tidak perlu khawatir tidak diberi rizki.
Semua sudah diperhitungkan oleh-Nya. Jadi cukup
berikhtiar sebaiknya, berdo’a dengan merendahkan diri,
dan mendekat kepada-Nya.

Rizki Yang Banyak

Hebatnya manusia, adalah kita diberikan potensi


mengambil hikmah. Namun tidak setiap orang dapat
mengeluarkan potensi itu karena hatinya dipenuhi
dengan keinginan. Sungguh, jika kita dapat mengambil
hikmah dari semua peristiwa terutama peristiwa yang
tidak menyenangkan, kita mendapatkan rizki yang
begitu banyak, yaitu hidup selalu bahagia.

Hati yang kaya adalah hati yang penuh hikmah. Ia tak


pernah mengeluh saat dilanda susah, dan mensyukuri
apa yang ada. Ia bagaikan bunga yang sedang mekar di
tengah sahara atau cahaya yang bersinar dalam gulita
malam. Semua yang terjadi dirasakan begitu nikmat.

157
Sebuah kisah lahir dari seorang pelayan kedai kopi di
sebuah kota kecil di pesisir pantai. Ia wanita berwajah
tirus, berpenampakan kurus, namun setiap pengunjung
memandangnya, ia selalu ceria. Saat itu seorang wanita
paruh baya memesan minuman kepadanya. Ia tidak
memesan kopi, melainkan susu hangat. Ia adalah
pengunjung terakhir sebelum kedai itu ditutup.

“Bolehkah aku duduk di sini menikmati minuman


hingga kedai ini tutup?” tanya wanita itu. Suaranya
pelan, lesu, dan tak bersemangat.

“Dengan senang hati nyonya. Mau sekalian saya temani


untuk mengobrol?” ujar sang pelayan.

Sejenak wanita itu berpikir, “Tidak... aku ingin sendiri.”


Pelayan kedai berwajah tirus kemudian mengambilkan
pesananannya. “Silahkan dinikmati nyonya,” ujarnya
sambil tersenyum.

Sebelum pelayan beranjak pergi, “Hei... apa


pendapatmu jika seseorang didiagnosis kanker dan
usianya diperkirakan tinggal beberapa bulan lagi?”

Pelayan itu menjawab, “Orang itu perlu bersyukur. Hal


itu adalah berkah.”

“Loh kok bersyukur!” tanya wanita itu kaget.

158
“Iya. Orang lain tidak tahu kapan dirinya akan
meninggal. Namun ia yang terkena kanker jadi tahu
kapan kira-kira ia meninggal. Dengan begitu ia bisa
menyiapkan kematiannya dengan sebaik-baiknya,”
jawab sang pelayan.

Hikmah.

Saat sakit, kita berkata, “Alhamdulillah, semoga


menjadi penggugur dosa.”

Saat didahului oleh orang lain, “Dia sedang terburu-


buru, mungkin sedang ujian, atau istrinya melahirkan.”

Saat dipecat atau di PHK, “Ini saatnya buka usaha


sendiri.”

Saat menghadapi masalah begitu berat, “Hidup


memang berat, tapi bukankah itu artinya naik?”

Saat belum dapat kerja juga, “Alhamdulillah jadi bisa


bantu-bantu usaha orang tua atau bisa merawat orang
tua.”

Saat beli buah-buahan, tapi ternyata rasanya kecut,


“Untung bukan orang lain yang beli.”

Saat handphone hilang, “Alhamdulillah jadi bisa hening


sejenak dan lebih banyak berinteraksi dengan Allah.”

159
Saat belum dikaruniai anak, “Alhamdulillah, jadi bisa
ikut membantu usaha suami.”

Saat kerabat meninggal, “Insya Allah ini yang terbaik.


Almarhum orang yang soleh/ solehah selama
hidupnya.”

Saat ban motor bocor, “Alhamdulillah rezekinya yang


punya bengkel.”

Saat diuji oleh Allah, “Alhamdulillah itu artinya Allah


mencintaiku.”

Masih banyak hikmah yang kita bisa gali dari setiap


peristiwa yang kita alami. Hidup akan selalu bahagia
saat kita dinaungi hikmah. Oleh karenanya lepaskan
kelekatan dunia. Kita bukan siapa-siapa. Kita tidak
memiliki apa-apa. Hidup hanya sebentar. Senang pun
sebentar, susah juga niscaya sebentar. Syukuri yang
dimiliki. Kayakan hati dan jiwa dengan hidup bijaksana.
Dan pastikan diri tertaut selalu kepada-Nya. Dari Allah
kembali kepada Allah.

Menyiapkan Kematian Yang Bahagia

Pergantian tahun baru identik dengan pesta kembang


api yang begitu meriah. Orang-orang dari berbagai
sudut kota berkumpul mesra pada satu tempat nan
megah, menghitung detik bergantinya waktu. Tak

160
jarang iringan musik ikut menghantarkan manusia larut
dalam satu malam tersebut.

Meninggal saat berebut kertas menyerupai dollar


sumber: balipost.com

Esok harinya suatu berita dikabarkan dari negeri Cina.


Pergantian tahun dari 2014 ke 2015 memakan korban
sebanyak 35 orang. Mereka tewas dalam riuh dan
gemuruhnya pesta.

Malam itu menjadi malam kelabu. Orang-orang


meninggal karena saling dorong dan terinjak-injak
akibat berebut kertas yang menyerupai dolar yang
disebarkan dari lantai 3 di sebuah gedung di tempat
berkumpulnya orang-orang. Hidup pun berakhir tatkala
pikiran, hati, serta tubuh dalam keterikatan dengan
dunia.

161
Kematian sungguh akan mendatangi manusia. Semua
jiwa manusia akan merasakan kematian. Kita akan
kembali kembali pada-Nya. Innalillahi wa inna ilaihi
ra’jiuun. Dari Dia kembali kepada Dia. Sungguh kita akan
kembali kepada-Nya.

William Wallace, pahlawan Skotlandia dalam Film


Braveheart berkata, “Semua orang akan mati.
Pertanyaannya adalah mengapa dan bagaimana ia
mati.”

Kita tidak tahu kapan dan bagaimana kita mati. Bisa jadi
hari ini, esok, lusa, atau satu tahun lagi. Saat kita mati
mungkin kita sebelumnya dalam keadaan sakit, karena
kecelakaan, sedang sujud saat shalat, sedang tilawah Al
Qur’an, atau mungkin saja sedang tertawa menikmati
pesta di malam tahun baru.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. bersabda,


“Malaikat maut memperhatikan wajah manusia di muka
bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang
merenungi wajah seseorang, didapati orang itu sedang
bergelak-ketawa.

Maka berkata Izrail, ‘Alangkah herannya aku melihat


orang ini, padahal aku diutus oleh Allah untuk
mencabut nyawanya kapan saja, tetapi dia masih
terlihat bodoh dan bergelak ketawa’.”

162
Bayangkan Izrail menatap kita 70 kali dalam sehari (24
jam, 1440 menit), itu artinya malaikat maut itu
menengok kita setiap 21 menit setiap harinya. Oleh
karenanya Rasulullah mengatakan bahwa orang yang
paling cerdas adalah mereka yang paling banyak
mengingat mati, dan mempersiapkan kematian dengan
baik.

Clean & Sober

Suatu kesempatan yang indah dan penuh makna saya


jumpai ketika saya bertemu, berbagi, dan belajar pada
residen di Balai Besar Badan Narkotika Nasional (BNN)
Bogor. Saat itu kami belajar mengenai harapan dalam
hidup masing-masing.

Para residen yang sedang menjalani rehabilitasi itu


memiliki harapan agar hidup mereka lebih baik
dibandingkan dulu. Mereka menyatakan bahwa hidup
mereka hancur setelah mengenal narkoba. Akibat
narkoba, keluarga menjadi terabaikan, pekerjaan tidak
karuan, hubungan dengan orang tua memburuk,
memiliki banyak hutang, dan sebagainya. Mereka pun
berharap setelah menjalani rehabilitasi tersebut
keluarga menjadi harmonis, dapat sukses dalam
pekerjaan, serta membahagiakan orang tua. Namun
yang paling penting bagi mereka ternyata bukan ketiga
hal itu, tapi para residen itu bisa clean dan sober.

163
Hidup bersih dari narkoba (clean) dan tenang (sober)
menjadi harapan utama para residen. Jika ditarik secara
umum, harapan itu pun dapat merupakan harapan
semua jiwa di seluruh dunia.

Manusia merindukan ketenangan


sumber: oediku.wordpress.com

Ketenangan (sober) tidak akan muncul jika tidak


didahului dengan kebersihan hati, pikiran, dan jiwa
(clean). Bayangkan dan rasakan hati ini tertaut dengan
dunia, maka yang ada hanyalah gaduh gelisah dan
gundah gulana. Maka, bagi orang-orang yang cerdas ia
akan melepas kelekatan itu. Dunia letaknya bukan di
hati, melainkan di tangan. Biarkan yang di hati adalah
taman akhirat.

Ya. Saat hati, pikiran, dan jiwa bersih dari keinginan


yang membelenggu, kemudian kita isi hal tersebut
dengan keimanan, ketakwaan, kesabaran,

164
kebersyukuran, cinta kasih, dan hikmah, maka kita
dapat melangkah di dunia dengan tenang. Tak ada
resah maupun gelisah. Yang ada hanyalah bahagia,
bahagia, bahagia.

Ijinkan hidup kita bahagia. Dan kita bisa melihat,


mendengar, dan merasakan kebahagiaan itu dalam 7
hal, yaitu:

1. Hati yang selalu bersyukur


Dengan begitu kita mensyukuri yang telah
dimiliki, tidak berandai-andai, tidak berambisi
berlebihan. Sungguh indah memiliki hati yang
selalu bersyukur.

2. Pasangan hidup yang sholeh/ sholehah


Pasangan hidup tersebut akan menciptakan
suasana rumah yang nyaman dan tenteram,
serta mengantarkan keluarga pada kesholehan
pula.

3. Anak yang sholeh/ sholehah


Do’a anak sholeh/ sholehah dijamin dikabulkan
oleh Allah Swt. Berbahagialah orang tua yang
memiliki anak sholeh/ sholehah.

4. Lingkungan yang kondusif untuk iman kita


Rasulullah Saw. menganjurkan kita untuk selalu
bergaul dengan orang-orang yang selalu

165
mengingatkan pada kebaikan dan ketaatan
kepada-Nya.

5. Harta yang halal


Harta yang banyak percuma jika didapatkan
dengan cara korupsi, mencuri, atau sikat sana
sikat sini. Harta yang halal akan membuat kita
tenang karena ia suci dan mensucikan.

6. Semangat untuk memahami agama


Ilmu membuat kita bahagia, apalagi memiliki
ilmu agama. Dalam sebuah hadis dikatakan:

Barangsiapa menginginkan kebahagiaan di dunia,


ia harus mencapainya dengan ilmu. Dan,
barangsiapa menginginkan kebahagiaan akhirat,
ia harus mencapainya dengan ilmu. Dan,
barangsiapa menginginkan kedua-duanya, ia
harus mencapainya dengan ilmu.
(HR. Thabarani)

7. Umur yang barokah


Semakin berumur semakin sholeh dan semakin
banyak beramal, serta semakin rindu untuk
bertemu dengan-Nya.

Tujuan kita adalah berjumpa dengan-Nya di taman


akhirat yang indah. Sudah saatnya kita mempersiapkan
hal tersebut dari sekarang dengan bekal terbaik. Ketika
saatnya tiba kita begitu bahagia menyambutnya. Kita

166
mati dengan tenang, damai, bahagia, dan tentunya
berserah diri, serta khusnul khatimah.

Tuhan, Jernihkanlah Hatiku


dan Beningkanlah Pikiranku

Danau yang jernih dan bening, yaitu saat danau itu


tenang airnya. Melalui bantuan cahaya matahari kita
bisa melihat begitu indahnya pemandangan di bawah
permukaan air danau.

Clean & Sober


Sumber: rinduku.wordpress.com

Kejernihan dan kebeningan berkorelasi dengan


ketengan dan kedamaian. Mereka yang jernih hatinya
dan bening pikirannya, maka hidupnya tenang dan
damai (clean & sober). Saat hati jernih dan pikiran
bening, mereka lebih mudah dihiasi dengan hal-hal yang

167
indah. Dan kemudian hati dan pikiran menjadi semakin
indah, bercahaya, dan menebarkan manfaat kepada
sesama dan semesta. Mereka siap untuk pulang
kampung kapan saja dalam dekapan kasih sayang-Nya.

Kedua kisah singkat berikut bisa memotivasi hati,


sehingga diri mempersiapkan kematian dengan baik
dan bahagia:

Amru bin Al Jamuh namanya. Pemimpin Yastrib yang


menyembah Manat hingga ia tua. Namun saat tahu
bahwa Manat tidak bisa melakukan apa-apa, ia
bergegas memeluk Islam.

Amru berkaki pincang. Saat perang Uhud ia melihat


ketiga anaknya bersiap menuju medan jihad. Ia ingin
ikut, namun mereka mencegahnya. Karena Amru begitu
ngotot ingin ikut, ia meminta ijin kepada Rasulullah
Saw. untuk bersedia ke medan perang. Akhirnya Rasul
mengijinkannya.

Amru dan ketiga anaknya melindungi Rasul hingga


mereka semua tersungkur syahid.

Amru bin Al Jamuh... Ia adalah sosok orang tua yang


selalu bertekad agar melangkahkan kakinya di surga.

Akhir kehidupan yang indah...

*****

168
Aku cemburu, kepada seorang anak yang menemani
Rasulullah Saw. ke mana pun beliau pergi. Usianya baru
13 tahun saat Rasul wafat. Namun ia meriwayatkan 1660
hadis beliau.

Ia adalah pencari ilmu sejati, Al Qur’an berjalan, dan


Umar mensejajarkannya dengan Sahabat senior.

Ia meninggal di usia 71 tahun. Dan ketika para Sahabat


sedang menguburkannya, tiba-tiba terdengar lantunan
surat Al Fajr ayat 27-30:

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah pada Tuhanmu


dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka
masuklah ke dalam hamba-hambaku. Dan masuklah ke
dalam surga-Ku.”

Ibnu Abbas memiliki Nafs Muthmainnah (Jiwa yang


Tenang) dan pantas menghuni surga-Nya.

*****

Ibn Atha’illah berkata, “Begitu banyak orang yang


memiliki usia panjang, namun menghasilkan sedikit
manfaat. Dan begitu banyak orang yang berusia
pendek, namun menghasilkan banyak manfaat.

Jika kehidupan seseorang diberkahi, niscaya dia akan


meraih—dalam waktu singkat—berbagai anugerah

169
Allah Swt. yang tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata
dan tidak bisa dilukiskan oleh pemahaman.”

“Hai jiwa ini apakah kau sudah mempersiapkan


kematianmu? Atau kau malah sibuk mengurusi
keinginan duniamu? Sudahkah kau menjernihkan
hatimu dan membeningkan pikiranmu? Atau kau terus
memperkeruhnya dengan mengisi sifat-sifat yang
tercela? Sudahkah kau menjadikan mendekat kepada
Allah menjadi kebutuhan pertama dan utama dalam
hidup ini? Ataukah kebutuhanmu masih sebatas
mengenyangkan perutmu dan mendapatkan pujian dari
orang lain?

Hai jiwa ini... bagaimanakah engkau mati? Apakah kau


mati saat sujud kepada-Nya atau ketika tenggelam
dalam lautan narkoba? Apakah kau mati saat
menjemput ilmu-Nya atau ketika larut dalam pesta
dunia? Apakah kau mati dengan hati yang tenang,
damai, dan penuh cinta atau ketika hatimu masih
menyimpan kebencian, dendam, dan permusuhan?

Ya Allah yang Maha Membolak-balikkan Hati manusia...


Bimbing hati kami berada di jalan-Mu, jalan yang Kau
ridhai. Bantu diri ini membersihkan hati kami, lalu
menghiasinya dengan akhlak terpuji. Sejukkan hati kami
dengan cinta-Mu dan dekapan kasih sayang-Mu. Ya
Allah hanya kepada-Mu kami bergantung dan sungguh
hanya kepada-Mu kami takut.”

170
Ijinkan diri berdiam sejenak. Bahkan jika perlu buatlah
rencana untuk menjauh dari aktivitas sehari-hari dan
tentunya keramaian dunia. Matikan handphone dan
segala gadget yang menghubungkan diri dengan dunia.
Lalu dalam ketenangan dan kedamaian ijinkan diri
menyelami isi hati. Ijinkan diri memohon bimbingan-Nya
untuk membantu kita menjernihkan hati dan
membeningkan pikiran.

Hidup sebentar saja. Saatnya melakukan perjalanan


untuk mendekat kepada-Nya dengan penuh harap dan
takut. Semua kembali kepada-Nya, semua bermuara
kepada-Nya.

Hidup di dunia hanya sebentar saja


Bila duka bila tawa
S’moga hati
Kembali pada-Nya

Waktu yang berlari


Tak kan pernah bisa kembali lagi
Bila perih bila sedih
Air mata bukan segalanya

Hanya hamba Allah yang s’lalu berserah


Hanya hamba Allah yang s’lalu berpasrah
Karena segalanya bergantung pada-Nya
Hanya pada Dia semua bermuara

Detik waktu kan berlalu

171
Suka duka kan berlalu
Tiada hal semua abadi

Tangis tawa air mata


Tumbuh dan berlalu
Dan pergi

Hanya pada Allah hati kan berserah


Hanya pada Allah jiwa kan berpasrah
Karena segalanya bergantung pada-Nya
Hanya pada Dia semua bermuara
(Hamba-hamba Allah, Opick)

172
Hidup akan selalu bahagia saat kita dinaungi
hikmah. Oleh karenanya lepaskan kelekatan dunia.
Kita bukan siapa-siapa. Kita tidak memiliki apa-apa.
Hidup hanya sebentar. Senang pun sebentar, susah
juga niscaya sebentar. Syukuri yang dimiliki.
Kayakan hati dan jiwa dengan hidup bijaksana. Dan
pastikan diri tertaut selalu kepada-Nya.

173
Belajar

Alkisah di suatu negeri, hiduplah seorang samurai yang


sangat pandai bermain pedang. Dengan keahliannya itu
ia bekerja sebagai seorang pembunuh bayaran. Ia dapat
membunuh siapa saja yang ada di depannya. Sekali
mengayunkan pedang, maka tiga kepala manusia bisa
melayang. Pembantai! Itulah julukannya.

Suatu ketika setelah mengerjakan tugasnya, ia duduk di


atas sebuah atap rumah lalu memandangi bulan. Lama
terdiam menatap cahaya bulan, ia berkata dalam
hatinya, “Bagaimana jika bulan tidak muncul di malam
hari?” Selama hidupnya, si pembantai tak pernah
sekalipun bertanya seperti itu. “Tentunya jika bulan tak
ada maka malam menjadi gelap gulita,” jawabnya
dalam hati. Dan kemudian ia berkata lagi, “Bulan ada

174
tiada lain untuk menyinari malam... Bulan... Oh
bertahun-tahun aku menjadi pembunuh bayaran...
Apakah itu artinya aku menyinari malam atau malah
membuat kegelapan?”

Malam itu sang pembantai bermonolog dari hati.


Jiwanya resah, gelisah, serta gundah gulana. Teringat
pesan gurunya bahwa pedang adalah alat untuk
membawa kebaikan serta menolong orang lain. Dan kini
ia menanyakan dirinya sendiri, “Apakah dengan
membunuh ini aku melakukan kebaikan?... Aku telah
membunuh banyak orang, dan kini entah kenapa aku
begitu takut... takut akan kematian. Bukankah setelah
hidup ini ada kehidupan lainnya? Apa itu kehidupan
akhirat? Apa itu surga? Apa itu neraka?”

Pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya semakin


membuatnya galau tak menentu. Maka kemudian
samurai si pembantai itu menemui gurunya. Dilihatnya
gurunya sedang asik berdiam diri mentafakuri hati.
Perlahan ia memasuki pondok sang guru yang
sederhana namun asri dan memiliki aura ketenangan
dan kedamaian di mana-mana. Ia menunggu sang guru
terbangun dari heningnya. Namun, setelah 30 menit
menunggu, sang guru tak juga menggerakkan tubuhnya
satu senti pun. Ia hanyut dalam samudera
kedamaiannya.

Samurai si pembantai mulai tak sabar dengan kondisi


yang dihadapinya. Maka, ia memanggil gurunya

175
dengan, “Guru...”. Tak ada respon membuatnya kesal.
Lalu ia berkata lagi dengan nada yang lebih tinggi,
“Guru... Guru aku datang ingin bertanya...” Malang
baginya, sang guru tak membuka kedua matanya.
“GURUUUU APAKAH SURGA DAN NERAKA ITU!” teriak
si jago pedang. Gurunya masih tetap diam membisu. Si
pembantai mengambil pedangnya, dan berkata lagi,
“GURUUUU JELASKAN KEPADAKU SURGA DAN
NERAKA ATAU KUPENGGAL KEPALAMU!”

Rasa kesal membuncah di dada. Amarahnya tak


terbendung lagi karena ia merasa diacuhkan! Si jago
pedang alias pembantai alias pembunuh bayaran kini
mengayunkan pedangnya. Sebelum bibir pedang
menyentuh leher gurunya, tiba-tiba terdengar suara
yang lembut...,

“Muridku, itulah neraka.” Suara itu terucap dari mulut


sang guru. Ia kemudian membuka kedua matanya lalu
menatap muridnya, “Ketika kau marah itulah neraka.
Saat kau memiliki rasa dendam itulah neraka. Saat kau
tidak sabar atas suatu ujian itulah neraka. Dan saat kau
dikuasai hawa nafsumu itulah neraka.”

Tangan si pembantai bergetar tak mampu memegang


pedangnya.

“Triiiing...” pedangnya jatuh di sisi kiri tubuh sang guru.


Si jago pedang menghampiri gurunya dan berkata,
“Maafkan aku guru. Aku menyesal telah melakukan hal

176
itu kepada guru. Maafkan aku sekali lagi. Dan terima
kasih telah menunjukkan kepadaku mengenai makna
neraka.”

“Itulah surga muridku. Saat kau mengakui kesalahanmu


itulah surga. Saat kau menyesali perbuatan bodohmu
itulah surga. Saat kau berterima kasih kepada orang yang
ada di depanmu itulah surga. Saat kau menebarkan
kebaikan itulah surga. Saat kau mencintai teman maupun
musuhmu itulah surga. Dan saat kau mendekat kepada
Sang Pencipta itulah surga.” Sang guru melengkapi
jawaban dari pertanyaan muridnya.

*****

Sadari bahwa hidup kita perlu bahagia. Dan kunci


kebahagian itu adalah menjauhi “neraka” serta
mendekati “surga” seperti kisah samurai si pembantai
di atas. Kebahagiaan sungguh dekat, sungguh nyata
dan bisa kita dapatkan kapan pun dan di mana pun.

Saat mengakui kesalahan maka kita akan bahagia. Saat


menyesali perbuatan maksiat kita berarti menuju
kebahagiaan. Saat berterima kasih yang berarti
bersyukur atas pemberian-Nya, maka kita pasti
mendapatkan kebahagiaan. Saat kita memberikan kasih
sayang kepada orang lain, kita pun bahagia. Dan
tentunya ketika kita mendekat kepada-Nya, kita
bahagia.

177
Ketika hidup dapat bahagia, maka kematian pun bisa
dijemput dengan kebahagiaan pula. Syaratnya sadari
bahwa mati pun perlu bahagia.

Alkisah sang samurai si pembantai kini sudah menyadari


bahwa membunuh adalah perbuatan salah. Ia pun
bertobat dan tidak akan pernah membunuh lagi.
Pedangnya dibuang ke Samudera Hindia, lantas ia
membuat pedang baru tapi bagian yang tajamnya ada
pada bagian sisi belakang pedang itu. Pedang itu
kemudian diberi nama sakabato atau pedang bermata
terbalik. Dengan pedang sakabato itu ia akan berbuat
kebaikan dan menolong orang lain. Ia kini memilih
menjadi seorang pengembara daripada si jago pedang.

Aktivitas si samurai sekarang lebih banyak digunakan


untuk mengajar di berbagai tempat tentang ilmu-ilmu
kebaikan, cinta kasih, dan mengajak orang-orang untuk
mengenal dan mendekat kepada-Nya.

Ia mengembara dari hari senin hingga kamis. Pada hari


jum’at sampai minggu ia kembali ke kampung
halamannya untuk menjaga sebuah masjid. Ia
membersihkan masjid dengan menyapu dan
mengepelnya setiap pagi. Ia juga mengelola keuangan
masjid. Saat menjelang malam ia buka kotak infak
berukuran kecil dan menghitung uang yang ada di kotak
itu. Lalu uang tersebut dimasukkannya ke kotak infak
berukuran besar yang ada di salah satu ruangan di

178
dalam masjid. Malam harinya setelah selesai dengan
tugas mengelola keuangan masjid, ia membaca buku.

Pada suatu malam di hari minggu si samurai masih asik


dengan membaca buku di ruangannya. Tiba-tiba ia
mendengar suara gaduh di dalam masjid. Sambil
membawa senter dan semua kunci ia menghampiri
suara gaduh itu. Dalam keremangan malam ia
mendapati sesosok manusia bertopeng hitam sedang
membawa pisau yang ditujukan padanya.

“Hei... kau tahu siapa aku? Aku adalah pencuri, dan


malam ini aku akan mencuri uang di kotak infak masjid
ini. Jangan melawan atau kubunuh kau!” kata manusia
bertopeng hitam itu.

Penjaga masjid yang juga si samurai tidak gentar sedikit


pun. Malah ia begitu tenangnya menghadapi pencuri
itu. Meskipun ia tak membawa pedang sakabato-nya, ia
siap menghadapi pencuri itu. “Baiklah, aku tidak akan
melawan,” kata si samurai.

“Hoho... bagus. Kau tahu aku sedang membutuhkan


sesuatu, yaitu kunci untuk membuka kotak infak yang
besar di sana. Serahkan kuncinya padaku!” hardik si
pencuri.

Penjaga masjid melangkahkan kakinya. Sementara si


pencuri berjaga-jaga dengan mengacungkan pisaunya.

179
“Aku tidak akan melawan,” katanya, “Justru aku akan
menyerahkan kunci yang kau maksud,” lanjutnya lagi.

Si penjaga masjid akhirnya menyerahkan kunci kotak


infak kepada si pencuri, lalu ia berkata lembut, “Uang
infak itu untuk orang yang membutuhkan. Dan kau
tampaknya memang orang yang sedang membutuhkan
uang itu. Ambilah semuanya dan gunakan sebaik-
baiknya untuk hidupmu.”

Mendengar hal itu si pencuri sangat girang. Ia meraup


habis uang yang ada pada kotak infak dan kemudian ia
pindahkan ke dalam kantong yang ia bawa. Lalu dengan
gendongan uang di punggungnya ia menatap si penjaga
masjid dan mengancamnya, “Jangan lapor polisi atau
akan kubunuh kau, hahaha!”

“Aku tidak akan melapor kepada polisi. Uang infak


memang uang untuk orang yang membutuhkan. Kau
memang sedang membutuhkannya. Oh ya satu lagi, aku
punya makanan, dan pasti kau kelaparan sepanjang
perjalanan kemari. Biar aku ambilkan makanan itu
untukmu,” ujarnya dengan nada lembut dan penuh
kasih sayang.

Penjaga masjid mengambil makanan yang dimaksud


dan memberikannya kepada si pencuri, “Makanlah.”

180
Si pencuri menatap penjaga masjid, ia mengambil
makanan, lalu pergi. Ia benar-benar sukses mencuri
malam itu.

Seminggu kemudian, si pencuri kembali dengan


aksinya. Rupanya ia tidak puas dengan hasil curiannya
minggu yang lalu. Kini ia mencuri di sebuah rumah
orang kaya. Malang pada aksinya kali ini ia tertangkap
oleh pegawai ronda dan masyarakat setempat. Lalu
oleh mereka si pencuri dibawa ke polisi. Ia lalu diadili
dan dihukum 5 tahun penjara!

5 tahun berselang setelah pencuri bebas dari penjara, ia


kembali ke masjid pada minggu malam tempat ia
mencuri dulu. Penjaga masjid yang tiada lain adalah si
samurai mantan pembunuh bayaran kembali
mendengar suara gaduh di dalam masjidnya.
Didapatinya si pencuri dengan pisau mengarah
kepadanya.

“Oh... sepertinya aku mengenalmu. Baiklah, ini...”


penjaga masjid menyodorkan kunci kotak infak dan
berkata dengan lembut, “Kau pasti membutuhkannya.”

Si pencuri lalu mendekati penjaga masjid dengan


perlahan. Dan... “triiing” pisau yang dipegang pencuri
jatuh menyentuh lantai.

Si pencuri membuka topengnya, terlihat matanya


sembab berderai air mata dan dalam isak tangisnya ia

181
berkata, “Seminggu setelah 5 tahun yang lalu aku
mencuri di sebuah rumah dan aku tertangkap polisi.
Aku dihukum, dipenjara selama 5 tahun. Hari ini adalah
hari kebebasanku. Hari kemerdekaanku. Aku telah
keluar dari penjara. Selama di penjara tak ada satu pun
yang menengokku karena memang aku tak tahu siapa
orang tuaku. Aku tak tahu apakah aku punya saudara
atau tidak. Saat kecil, aku hidup dengan mengemis di
jalanan. Beranjak remaja aku mulai mencopet. Dan
setelah berhasil mencopet aku mencuri. Setelahnya aku
mabuk-mabukkan.

Tapi saat di penjara itu aku terngiang satu wajah. Satu-


satunya orang yang tidak melawan saat aku mencuri. Ia
menyerahkan kunci, berkata lembut dan membiarkanku
mengambil uang. Ia juga memberiku makanan. Aku tak
pernah lupa dengan wajah itu. Setiap hari aku
mengingatnya. Ternyata... ada seseorang yang peduli
padaku, orang yang memperhatikanku, dan orang yang
tulus memberikan sesuatu kepadaku.”

Penjaga masjid itu tersenyum kepadanya, “Adakah yang


ingin kau katakan lagi?”

Lalu si pencuri itu berkata, “Hari ini aku tidak akan


mencuri karena hatiku telah tercuri. Bolehkah aku
tinggal di sini ini dan belajar padamu?”

182
Penjaga masjid memeluknya dan berkata, “Mari...
dengan senang hati. Kita akan belajar bersama. Belajar
kepada-Nya.”

“Kepada-Nya?” tanya pencuri.

“Kepada Tuhan yang menciptakan kita. Dialah Allah


Swt. yang selalu mendekat kepada kita. Hanya saja,
selama ini kita yang menjauh, sehingga kita tidak
pernah merasakan apa itu bahagia.”

*****

Ibn Atha’illah bekata, “Tidak ada jarak yang nyata


antara kamu dengan Dia, agar kamu menempuh
perjalanan (spiritual menuju kepada-Nya). Dan
hubunganmu dengan-Nya tidak pernah terputus, agar
kamu berusaha memperbaikinya.”

Jadi, jika hidup bahagia dan mati lebih bahagia adalah


tujuannya, apa saja syarat yang harus aku penuhi?

*****

183
Mari... dengan senang hati. Kita akan belajar
bersama. Belajar kepada-Nya.

184
Referensi

Abdurrahman, Sulaiman. 2014. 410 Quote’s Fot The Soul,


Untaian Hikmah Di Pagi Hari. Bandung: Tauhid Institute
(Tidak Diterbitkan).

Al Qaradhawi, Yusuf. 2011. Energi Ikhlas. Bandung:


Mizania.

Al Qur’an.

Auda, Jasser.2014. Spiritual Journey, 28 Langkah Meraih


Cinta Allah. Bandung: Mizania.

Fachrudin, Duddy. 2012. 10 Pesan Tersembunyi & 1 Wasiat


Rahasia. Solo: Metagraf.

185
Lirik lagu-lagu Opick.

Mae Axline, Virginia. 2010. Penjara Pikiran Dibs.


Bandung: Mizan.

Mantyasih, Ki Ageng. 2013. Kawruh Begja Sawetah.


Semarang: Dahara Prize.

Mashad, Dhurorudin. 2005. Seri Kisah Jenaka Sarat


Makna 2. Jakarta: Penerbir Erlangga.

Shahab, Idrus. 2002. Sesungguhnya Dialah Muhammad:


Sebuah Novel. Bandung: Pustaka Hidayah.

Susanto, Sigit. 2005. Menyusuri Lorong-lorong Dunia:


Kumpulan Catatan Perjalanan. Yogyakarta: Penerbit
INSIST.

Tabloid Bola.

Website dan Sumber Digital:

http://id.olahraga.yahoo.com
www.fimadani.com
www.kampungbenar.wordpress.com
www.maktour.co.id
www.sunfoundationid.org

186
Mari Silaturrahim

Duddy Fachrudin atau biasa


dipanggil Kang Duddy pernah
mengenyam pendidikan di Teknik
Perminyakan Institut Teknologi
Bandung, Psikologi Universitas
Islam Bandung, dan Magister
Psikologi Profesi Universitas
Gadjah Mada. Selain belajar
secara formal, Kang Duddy belajar ilmu kehidupan dari
para guru bijak dan klien-klien yang pernah ditemuinya.

Sebelum menulis buku ini, Kang Duddy telah


menghasilkan beberapa karya yaitu, Academic
Psychology Revolution, Master Map, 10 Pesan
Tersembunyi & 1 Wasiat Rahasia, Kuliah Cinta, Program

187
Mindfulness untuk Perawat: Modul Fasilitator, Revolusi
Perut, Kuliah Cinta (Edisi 2), dan Siapa Bilang Bahagia Itu
Sederhana?. Selain buku, Kang Duddy juga menulis
artikel dan naskah ilmiah, yaitu Mindfulness: Mengubah
Otak, Mengubah Perilaku Adiksi (Buku Abstrak
Simposium Nasional I Balai Besar Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional) dan Program Mindfulness untuk
Meningkatkan Kesejahteraan Subjektif Perawat
(Proceeding Seminar Nasional & Call for Paper Positive
Psychology II).

Selain menulis, Kang Duddy menjadi narasumber


maupun fasilitator di berbagai institusi, baik pemerintah
maupun swasta. Fokus pembelajaran dalam training,
seminar, dan program lainnya yang dibawakan Kang
Duddy adalah human spiritual capital (psikospiritual)
dalam konteks individu, keluarga, kelompok, dan
organisasi dengan pendekatan mindfulness,
transpersonal psychology, positive psychology, health
psychology, dan neuroscience. Terbuka bagi siapapun
yang ingin menyapa, berdiskusi, belajar bersama, serta
bersinergi maupun berkolaborasi dalam mewujudkan
kebermanfaatan bagi sesama dan semesta sebagai
bentuk syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan
Allah Swt.

Linkedin: Duddy Fachrudin


Email: duddy.fahrifitria@gmail.com
Website: www.mindfulnesia.id

188
Ketika gaduh gelisah bercampur takut dan harap.
Sementara noda gelap tak kunjung terusap. Dan masa
itu pasti akan tiba. Sekarang, esok, atau mungkin
lusa... akankah hidup ini berakhir indah?

Lalu biarkan aku...

Menjadi pengembara di keramaian dunia. Hingga


saatnya kembali kepada-Nya dengan penuh cahaya.
Itulah sejatinya cita-cita.

189

Anda mungkin juga menyukai