Anda di halaman 1dari 4

Pelatihan TM 2 matakuliah PP Drama

Minggu ke-1

Nama Mahasiswa : Alexis Audi G. K. Yeni


NIM : 18020074043
Prodi : S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Ada banyak naskah drama monolog yang beredar. Cari dan temukan satu
naskah drama monolog, yang menurut Anda menarik. Lampirkan naskah
drama monolog tersebut!

Contoh naskah drama monolog:

MONOLOG

WANITA versus INDONESIA


Ibarat SRIKANDI versus
DASAMUKA
By Herlina “LINA LEENOX’S” Syarifudin

CAHAYA PERLAHAN MENYOROT SESOSOK PEREMPUAN YANG SEDANG


MENARI DENGAN POSISI TUBUH MEMBELAKANGI PENONTON. TARIAN
DILAKUKAN DI DALAM AREA CAHAYA BERUKURAN KURANG LEBIH 1 X 1
M. GARIS BATAS CAHAYA MEMBENTUK SALAH SATU KEPULAUAN DI
INDONESIA. GARIS BATAS CAHAYA BERUBAH SETIAP DETIK / MENIT
YANG DIINGINKAN, MEMBENTUK KEPULAUAN YANG LAIN DI
INDONESIA. SUSUNAN PERUBAHAN BENTUK KEPULAUAN BISA DIURUT
SARI SABANG SAMPAI MERAUKE ATAU DARI MERAUKE SAMPAI SABANG.
USAI MENARI, SOSOK PEREMPUAN ITU PERLAHAN MENGHADAP KE
ARAH PENONTON SAMBIL MENYANYIKAN LAGU ‘IBU KITA KARTINI’
DENGAN IRAMA KERONCONG / SERIOSA

Ibu kita Kartini, putri sejati……


Putri Indonesia, harum namanya…….
Mendengar kata sintal, lentik, cantik, indah, sensual, gemulai, lembut, ….. pasti
yang terbayang di benak adalah…Hap!

BERPANTOMIM MEMBANGUN TUBUH MEMBENTUK SOSOK PEREMPUAN

Ya ! P-E-R-E-M-P-U-A-N atau W-A-N-I-T-A. Tapi itu cuma fisik. Seperti halnya fisik
kepulauan Indonesia yang kalau kita lihat di dalam globe, tampak beragam dan
lebih ‘nyeni’ bentuknya. Namun dibalik dari segala keindahan itu, tersimpan
godaan. Godaan yang bisa, agh…merangsang, menggugah, lalu menodai, bahkan
menghancurkan. Stoopp!! Eits, eits, putar otak anda kembali normal. Hancurkan
fantasi itu untuk sementara waktu. Bukan sekarang dan bukan disini tempatnya.
Karena ini ruang suci. Ruang beradab. Ruang bermoral. Ruang wacana. Ruang
inspirasi. Jangan kau nodai dengan hal-hal yang tidak pada tempatnya. Hal yang
berkedok. Hal yang munafik. Hal yang picisan. Cukup imajinasi dalam otak. Tanpa
perlu visual yang verbal. Ok, ok. Aku tahu. Itu wajar, manusiawi, natural dan hak
semua makhluk Tuhan jika memang sudah tiba waktunya. Tapi, yach, lagi-lagi itu
cuma wacana. Wacana yang tidak lagi peduli pada ruang dan waktu. Semua
menjadi sah. Norma tak lagi bisa bicara sekeras batu karang. Ada yang bilang,
‘Peraturan dibuat memang untuk dilanggar. Karena distulah letak keseimbangan
terjadi.’ Gila ! Memang. Tapi apa boleh buat. Itulah yang berlaku, mungkin sejak
jaman nenek moyang. Entoh, kita tetap bisa menerima dan malah tak jarang ikut
menikmati sisi pelanggaran itu. Benar tidak? Hayo…koq pada senyum-senyum?
Senyum kebenaran atau senyum kemaluan nih? Itulah Indonesia dan perempuan.
Dua sosok yang berbeda namun punya banyak juga persamaan. Dua sosok yang
indah dan menakjubkan. Ada indah, pasti ada buruk. Ada takjub, pasti ada jijik.
Taruh kata pelecehan. Bisa saja muncul di balik keindahan yang menakjubkan dari
kedua sosok ini. Pelecehan sangat mudah merajalela hanya karena faktor fisik. Jika
Indonesia dilecehkan, dia akan semakin garang, bak Dasamuka. Seperti Semar
kehilangan kuncung. Tapi Indonesia sebenarnya belum punya sosok Semar.
Padahal sosok itu adalah dewa penolong yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia.
Indonesia saat ini bagiku masih seperti alas Setra Gandamayit. Belum sampai pada
tahap Amarta. Tapi itu hanya pendapatku lho, jangan terpengaruh. Ini hanya
pendapat sebagian kecil wong cilik. Apalah arti pendapat wong cilik sih? Terlalu
tinggi dan rapat gedungmu untuk bisa mendengar. Wong cilik juga tidak punya aji
sakti yang bisa menerobos bahkan menembus bentengmu. Kecuali aku adalah koki
atau tukang kebun atau satpam disitu, lain cerita. Jadi sekali lagi, kalau memang
tidak layak didengar, tutup telinga saja. Habis perkara. Daripada telinga panas dan
urusan jadi melebar, runyam nanti.
Itu tadi adalah Indonesia. Nah, kalau perempuan bagaimana? Semakin dilecehkan,
wanita punya hak untuk memberontak. Namun tidak brutal dan anarkis.
Pemberontakan wanita lembut dan indah namun menyayat bahkan menusuk, bak
Srikandi berbayang Drupadi. Lewat karya seni, pemberontakan wanita bersuara.
Susunan manekin bergelayut di atas rel kereta dalam “KISAH TANPA NARASI #
4” seorang Titarubi begitu dahsyat berbicara tentang tumbal Indonesia. Dolorosa
Sinaga menguak pedih “LUMPUR LAPINDO BRANTAS” dalam garapan
patungnya. Ratna Sarumpaet dengan gulat ekspresi dan jerit lantangnya di atas
panggung teater. Ully Sigar Rusadi lewat suara merdunya pada alam. Lembar-
lembar Jurnal Perempuan yang kritis dari seorang Mariana Amiruddin. Butet
Manurung dengan Sakolanya. Dan masih banyak lagi Srikandi-Srikandi yang
bertebaran di seantero nusantara ini.
Suatu kali, si Upik bertanya pada ibu gurunya.
UPIK : Bu Guru, kata mamaku, Indonesia itu sama dengan perempuan. Benarkah
itu?
BU GURU : Pertanyaanmu cerdas sekali, Upik. Menurut ibu, bisa benar, bisa juga
tidak.

UPIK : Kata mamaku lagi, ada pula bedanya. Ibu guru tahu tidak apa bedanya?
Hayoo..

BU GURU : Aduh, ibu mengalah saja deh. Nyerah. Apa bedanya Upik?

UPIK : Kata mamaku, sebagai perempuan, kita tidak boleh mudah menyerah. Nanti
benteng kita akan mudah terserang musuh.

BU GURU : Lho, bukankah saat ini benteng kita sudah banyak diselundupi musuh-
musuh terselubung?

UPIK : Iya juga sih bu. Tapi tidak ada salahnya jika kita tetap waspada. Agar tidak
makin terlena oleh bujukan musuh kita.

BU GURU : Iya deh sayang. Ibu kalah, eh salah. Ibu berpihak pada Upik. Biar
benteng kita makin kuat. Kembali lagi ke masalah perbedaan tadi, ibu benar-benar
tidak tahu. Bolehlah Upik memberitahu pada ibu.

UPIK : (BERPIKIR SEJENAK) Ok deh. Untuk kali ini, Upik baik hati pada ibu.

BU GURU : Lho, lho..jadi baik hatinya cuma untuk hari ini saja nih? Besok-besok
kita musuhan nih?

UPIK : (SENYUM) Just kidding. Bercanda la yauu…bu. Begitu saja sewot. Hihihi…

BU GURU : Ibu juga bercanda, sayang. Ibu malah bangga punya murid secerdas
kau. Mungkin, jika kau lulus nanti, ibu akan sedih karena berpisah denganmu. Tapi
ibu akan terus berdoa untukmu agar kelak nasibmu tidak seperti ibu.

UPIK : Maksud ibu?

BU GURU : Tidak sekarang Upik. Suatu saat kau akan temukan jawabannya.
Mendingan sekarang kau jelaskan pada ibu, apa beda Indonesia dan perempuan
menurut pendapat mamamu, ok.

UPIK : (MANYUN) Iya deh. Walau aku masih penasaran, kan kumasukkan
sementara ke kantongku rasa penasaran ini. (MENELAN LUDAH KEKECEWAAN)
Kata mamaku, kalau perempuan itu seringnya mudah sekali dibohongi. Tapi kalau
Indonesia itu seringnya mudah sekali berbohong. Masa’ Indonesia sejahat itu, bu?
Pernyataan sekaligus pertanyaan si Upik menggugah nurani Bu Guru untuk
meledakkan jeritan hatinya selama ini. Dengan sedikit menahan emosi, Bu Guru
menjawab dengan sok bijak. Dia bernyanyi dengan agak sesak nafas menahan
tangis.
Terpujilah wahai engkau, ibu bapak guru….
Namamu akan selalu hidup…. (DIAM SESAAT)
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa…
Usai menyanyi, nafas ibu guru terasa ngos-ngosan. Diteguknya segelas air putih
yang sedari pagi bertengger di atas mejanya. Keringat mengucur dari sela-sela kulit
kepalanya. Matanya menerawang jauh sekali. Sepertinya lagu itu benar-benar telah
menguras energi otak dan hatinya. Entah, apakah dia memendam trauma yang
cukup mendalam di balik lagu itu. Atau bisa jadi, lagu itu kini telah menjadi
bumerang baginya. Ekspresi kebingungan terpancar dari raut tanpa dosa si Upik.
Saat mulut Upik hendak meluncurkan pertanyaan, Ibu Guru menyelak.

BU GURU : Sebentar Upik. Ibu belum selesai. Tahukah kamu, kalau pada masa
perjuangan dulu, para pahlawan berjuag tanpa berpikir honor. Bahkan mereka rela
mati demi Negara. Tapi sekarang, ‘para pahlawan kesiangan’ itu, berjuang hanya
pada saat proposal disetujui oleh badan funding. Wadah duit Raja diraja SBY
bertitah tentang pendidikan gratis. Lantas, ibu mau kasih makan anak-anak ibu
darimana?

UPIK : (NADA POLOS) Ibu sekeluarga bareng-bareng saja makan di rumah Upik.
Masakan mama Upik, enak lho bu.
Mendengar jawaban si Upik, bu guru tak kuasa menahan air matanya yang sedari
tadi bergelayut di dalam bola matanya. Pandangan sedih bu guru terpancar jelas
menembus wajah Upik.

BU GURU :Andai kau besar nanti, Upik…semoga menjadi sosok perempuan yang
tidak mudah terjerumus sebagai korban kemunafikan sisi lain dari Indonesia.
Jadilah srikandi Indonesia yang semestinya. Kutunggu, jiwa R. A. Kartini
bersemayam di balik auramu.

UPIK : Bu..bu…mengapa menangis?


BU GURU : (TERKEJUT) Oh, eh,..tidak. Siapa yang menangis? Mata ibu cuma
sedikit kelilipan kok.

UPIK : Tuh kan, ibu sendiri sudah berbohong sama Upik. Berarti perempuan dan
Indonesia, sama-sama tukang bohong dong…?

LAMPU PADAM
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai