Anda di halaman 1dari 9

Contoh Puisi Pendek

10. Puisi Yang Fana Adalah Waktu

Yang Fana Adalah Waktu

(oleh Sapardi Djoko Damono)

Yang fana adalah waktu. Kita abadi:


memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi,
yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu. Kita abadi.

11. Puisi Malam Lebaran

Malam Lebaran

(oleh Sitor Situmorang)

Bulan di atas kuburan.

12. Puisi Di Atas Meja

Di Atas Meja

(oleh Joko Pinurbo)

Di atas meja kecil ini


masih tercium harum darahmu
di halaman-halaman buku.

Sabda sudah menjadi saya.


saya akan dipecah-pecah
menjadi ribuan kata dan suara.

13. Puisi Solipsistis

Solipsistis

(oleh Ibe S. Palogai)


ia dayung sampan ke biru hindia
seperti mengajarinya kaidah melarikan diri
sebab di daratan, berkali tapak jejaknya ditafsir
peluru buta pemburu.

Contoh Puisi Lama


14. Syair Si Burung Pingai

Syair Si Burung Pingai

(oleh Hamzah Fansuri)

Thair al-‘Uryan unggas ruhani


Di dalam kandang hadrat Rahmani
Warnainya pingai terlalu sufi
Tempatnya kursi yang maha ‘ali

Sungguhpun ‘uryan bukannya gila


Mengaji al-Qur’an dengan tertila
Tempatnya mandi sungai salsabila
Di dalam firdaus ra’su Zanjabila

Sungai ini terlalu ‘ali


Akan minuman Thayr al-‘Uryan
Setelah minun jadi hairani
Takar pun pecah belah serahi

Minuman itu terlalu larang


Harganya banyak artamu alang-alang
Badan dan nyawa jangan kau sayang
Inilah harga arak yang garang

Thayr al-‘Uryan mabuknya salim


Mengenal Allah terlalu alim
Demikianlah mabuk harus kau hakim
Inilah amal Sayyid Abu al-Qasim

Minuman itu tiada terbagi


Pada Ramadhan harus kau pakai
Halal Thayyiban pada sekalian sakai
Barang meminum dia tiadakan lalai

Minuman itu telalu sufi


Yogya akan syurbaty maulana qadi
Barang meminum dia Tuhan kita radi
Pada kedua alam ia Hayy al-Baqi
Minuman itu yogya kau permain
Supaya lupa engkau akan kain
Buangkan wujudmu cari yang lain
Inilah ‘Uryan pada ahl-batin

Jikau Engkau kasih akan nyawamu


Terlalu batil sekalian kerjamu
Akulah ‘Uryan jangankan katamu
Orang yang ‘Uryan bukan rupamu
Riya’ dan khayal tiada qabil
Pada orang arif yang sudah kamil
Lain dari pada mabuk dan ilmu wasit
Pada ahl-haqiqah sekalian batil

Riya’ dan khayal ilmu nafsani


Di manakan sampai pada ilmu yang ‘ali
Seperti bayazid dan Mansur Baghdadi
Mengatakan Ana al-Haqq dan Qawl Subhani

Kerjamu itu hai anak dagang


Pada ahl-ma’rifat terlalu malang
Markab tauhid yogya kau pasang
Di tengah laut yang tiada berkarang

Hamzah Fansuri di negeri Melayu


Tempatnya Kapur di dalam kayu
Asalnya manikam tiadakan layu
Dengan ilmu dunia dimanakan payu

Baca Juga: Novel: Ciri, Struktur, Unsur, Jenis, Contoh, & Kebahasaannya

Contoh Puisi Rakyat


15. Puisi Orang-Orang Miskin

Orang-Orang Miskin

(oleh W.S. Rendra)

Orang-orang miskin di jalan,


yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.

Angin membawa bau baju mereka.


Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.

Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.


Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kami abaikan.

Bila kamu remehkan mereka,


di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.

Jangan kamu bilang negara ini kaya.


karna orang-orang miskin berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya terompah dan belacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tidak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.

Orang-orang miskin di jalan


masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu hindarkan.

Jumlah mereka tak bisa kamu mistik jadi nol.


Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
di buku programa gedung kesenian.

Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,


bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah:
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim.
16. Puisi Catatan

Catatan

(oleh Wiji Thukul)

gerimis menderas tengah malam ini


dingin dari telapak kaki hingga ke sendi-sendi
dalam sunyi hati menggigit lagi
ingat
saat pergi
dan pipi kiri kananmu
kucium
tak sempat mencium anak-anak
khawatir
membangunkan tidurnya (terlalu nyenyak)
bertanya apa mereka saat terjaga
aku tak ada (seminggu sesudah itu
sebulan sesudah itu
dan ternyata lebih panjang dari yang kalian harapkan!)
dada mengepal perasaan
waktu itu
cuma terbisik beberapa patah kata
di depan pintu
kaulepas aku
meski matamu tak terima
karena waktu sempit
aku harus gesit

genap 1/2 tahun aku pergi


aku masih bisa merasakan
bergegasnya pukulan jantung
dan langkahku
karena penguasa fasis
yang gelap mata

aku pasti pulang


mungkin tengah malam dini
mungkin subuh hari
pasti
dan mungkin
tapi jangan
kautunggu

aku pasti pulang dan pasti pergi lagi


karena hak
telah dikoyak-koyak
tidak di kampus
tidak di pabrik
tidak di pengadilan
bahkan rumah pun
mereka masuki
muka kita sudah diinjak!

kalau kelak anak-anak bertanya mengapa


dan aku jarang pulang
katakan
ayahmu tak ingin jadi pahlawan
tapi dipaksa menjadi penjahat
oleh penguasa yang sewenang-wenang

kalau mereka bertanya


“apa yang dicari?”
jawab dan katakan
dia pergi untuk merampok
haknya
yang dirampas dan dicuri

Contoh Puisi Kritik Sosial


17. Puisi Aku Tulis Pamplet Ini

Aku Tulis Pamplet Ini

(oleh W.S. Rendra)

Aku tulis pamplet ini


karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi pengiyaan

Apa yang terpegang hari ini


bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang

Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,


maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan

Aku tulis pamplet ini


karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.

Aku tidak melihat alasan


kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.

Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?


Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.

Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.


Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah

yang teronggok bagai sampah


Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !

18. Puisi Bunga dan Tembok

Bunga dan Tembok

(oleh Wiji Thukul)

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga


Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

Dalam keyakinan kami


Di manapun – tirani harus tumbang!

Contoh Puisi Kemerdekaan


19. Puisi Kembalikan Makna Pancasila

Kembalikan Makna Pancasila

(oleh Mustofa Bisri atau Gus Mus)

selama ini di depan kami


terus kalian singkat-singkat pancasila
karena kalian takut ketauan
sila-sila yang kalian maksud
sila-sila yang kalian anut
tidak sebagaimana yang kalian tatarkan

kepentingan-kepentingan sempit sesaat


telah terlalu jauh menyeret kalian
maka pancasila kalian pun selama ini adalah :

KESETANAN YANG MAHA PERKASA


KEBINATANGAN YANG DEGIL DAN BIADAB
PERSETERUAN INDONESIA
KEKUASAAN YANG DIPIMPIN OLEH MIKMAT KEPENTINGAN
DALAM KEKERABATAN / PERKAWANAN
KELALIMAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

dan sorga kamipun menjadi neraka


di depan dunia
ibu pertiwi menangis memilukan
merahputihnya di cabik-cabik
anak-anaknya sendiri bagai serigala
menjarah dan memperkosanya
o, gusti kebiadaban apa ini ?
o, azab apa ini ?
gusti,
sampai memohon ampun kepada Mu pun
kami tak berani lagi

Anda mungkin juga menyukai