Anda di halaman 1dari 10

ANGKATAN PUJANGGA LAMA

Puisi: Ninabobo (Karya Isbedy Stiawan ZS)


Ninabobo

"tidurlah tidur, sayang


esok pagi kau akan menanak
untuk sarapan abang..."

apakah masih disebut malam


jika mata belum terpejam

apakah bisa kupanggil larut


bila tubuh masih jauh dari selimut

adakah ini waktu sudah pagi


apabila kantuk pun setia berlari-lari

setiap malam
seperti bermain dalam siang

seperti tiada habis-habis


meronce waktu!
ANGKATAN BALAI PUSTAKA

Oleh: Rustam Effendi (Angkatan Balai Pustaka)

MENGELUH

Bukanlah beta berpijak bunga,


melalui hidup menuju makam.
Setiap saat disimbur sukar
bermandi darah dicucurkan dendam

Menangis mata melihat makhluk,


berharta bukan berhakpun bukan.
Inilah nasib negeri anda,
memerah madu menguruskan badan.

Ba’mana beta bersuka cita,


ratapun rakyat riuhan gaduh,
membobos masuk menyapu kalbuku.

Ba’mana boleh berkata beta,


suara sebat sedanan rusuh,
menghimpit masah, gubahan cintaku.

II

Bilakah bumi bertabur bunga,


disebarkan tangan yang tiada terikat,
dipetik jari, yang lemah lembut,
ditanai sayap kemerdekaan rakyat?

Bilakah lawang bersinar Bebas,


ditinggalkan dera yang tiada berkata?
Bilakah susah yang beta benam,
dihembus angin kemerdekaan kita?

Disanalah baru bermohon beta,


supaya badanku berkubur bunga,
bunga bingkisan, suara syairku.

Disitulah baru bersuka beta,


pabila badanku bercerai nyawa,
sebab menjemput Manikam bangsaku.
ANGKATAN PUJANGGA BARU

puisi karya Sutan Takdir Alisjahbana

AKU DAN TUHANKU


Tuhan, Kau lahirkan aku tak pernah kuminta
Dan aku tahu, sebelum aku Kau ciptakan
Berjuta tahun, tak berhingga lamanya
Engkau terus menerus mencipta berbagai ragam
Tuhan, pantaskah Engkau memberikan hidup sesingkat ini
Dari berjuta-juta tahun kemahakayaan-Mu
Setetes air dalam samudra tak bertepi
Alangkah kikirnya Engkau, dengan kemahakayaan-Mu
Dan Tuhanku, dalam hatikulah Engkau perkasa bersemayam
Bersyukur sepenuhnya akan kekayaan kemungkinan
Terus menerus limpah ruah Engkau curahkan
Meski kuinsyaf, kekecilan dekat dan kedaifanku
Di bawah kemahakuasaan-Mu, dalam kemahaluasan kerajaan-Mu
Dengan tenaga imajinasi Engkau limpahkan
Aku dapat mengikuti dan meniru permainan-Mu
Girang berkhayal dan mencipta berbagai ragam
Terpesona sendiri menikmati keindahan ciptaanku
Aahh, Tuhan
Dalam kepenuhan terliput kecerahan sinar cahaya-Mu
Menyerah kepada kebesaran dan kemuliaan kasih-mu
Aku, akan memakai kesanggupan dan kemungkinan
Sebanyak dan seluas itu Kau limpahkan kepadaku
Jauh mengatasi mahluk lain Kau ciptakan
Sebagai khalifah yang penuh menerima sinar cahaya-Mu
Dalam kemahaluasan kerajaan-Mu
Tak adalah pilihan, dari bersyukur dan bahagia, bekerja dan mencipta
Dengan kecerahan kesadaran dan kepenuhan jiwa
Tidak tanggung tidak alang kepalang
Ya Allah Ya Rabbi
Sekelumit hidup yang Engkau hadiahkan
dalam kebesaran dan kedalaman kasih-Mu, tiada berwatas
akan kukembangkan, semarak, semekar-mekarnya
sampai saat terakhir nafasku Kau relakan
Ketika Engkau memanggilku kembali kehadirat-Mu
Ke dalam kegaiban rahasia keabadian-Mu
Dimana aku menyerah tulus sepenuh hati
Kepada keagungan kekudusan-Mu,
Cahaya segala cahaya
ANGKATAN REFORMASI

Widji thukul

UCAPKAN KATA-KATAMU

jika kau tak sanggup lagi bertanya


kau akan ditenggelamkan keputusan-keputusan

jika kau tahan kata-katamu


mulutmu tak bisa mengucapkan apa maumu
terampas

kau akan diperlakukan seperti batu


dibuang dipungut
atau dicabut seperti rumput

atau menganga
diisi apa saja menerima
tak bisa ambil bagian

jika kau tak berani lagi bertanya


kita akan jadi korban keputusan-keputusan
jangan kau penjarakan ucapanmu

jika kau menghamba kepada ketakutan


kita memperpanjang barisan perbudakan

kemasan-kentingan-sorogenen
ANGKATAN 1966-1970AN

Goenawan Mohamad

Sajak-sajak Anak Mati

Tiga anak menari


tentang tiga burung gereja;
Kemudian senyap;
disebabkan senja;

Tiga lilin kuncup;


pada marmer meja;
Tiga tik-tik hujan tertabur;
seperti tak sengaja;
“bapak, jangan menanggis.”
Angkatan 1950-1960AN

LEWAT JENDELA
KARYA : TAUFIK ISMAIL (1960)

Sebuah jendela meraihkan malam bagiku


seperti beribu malam yang lain
Pada engsel waktu ia membawa tempias
Debu dan cahaya bulan persegi yang jatuh miring ke atas meja tulis

Dua daun paru-paru yang menapasi kamar ini


Setiap bayangan menyelinap
Rusuh diburu berikut pada engsel waktu
Diseberang awan tersangkut di pucuk-pucuk cemara memberi siang matahari
Langit di waktu jarum berpacu dengan angin

Bisik renyai sore gerimis


Turun tertegun kulekapkan dahiku ke kaca
Dan kuguratkan namamu diatasnya
Perlahan dengan jariku
Yang gemetaran pada kaca gerimis berlinangan
ANGKATAN 1980-1990AN

JOKO PINURBO

PADA LUKISAN MONALISA

Di rambutmu burung-burung membuat sarang.


Burung-burung yang terbang dari khasanah senja;
yang sudah berapa lama terkurung dalam himpian Hawa.
Burung-burung yang memintal benang-benang cahaya
dengan kepak lembut sayap-sayapnya yang luka.
Burung-burung yang menggurat padang langit hijau
dengan cakar-cakar perih dan kicau-kicaunya yang parau.

Dan engkau adalah pohon yang dahan-dahannya


menjulur lentur karena adalah kenangan.
Yang akar-akarnya menjuntai ke wilayah malam.
Yang ranting-rantingnya lembut karena adalah igauan.
Yang daunnya rimbun menghalau kobaran jaman.
Yang pucuk-pucuknya menjulang karena adalah jeritan.
(1990)
ANGKATAN 2000AN

Lukisan Jiwa
by Tosa

Gunung
Mendung
Benang kusut
Rumput
Samudra
Badai
Api
Air
Rambu lalu lintas
Batu dan kapas
Dan yang tak dapat di lukiskan
Lukisan Jiwa
Dapatkah terbaca?
Bisakah di artikan?
Mampukah di mengerti?
Lukisan jiwa
Malam benderang
Siang kalah terang
Malam kalah petang
Hitam kalah pekat
Putih kalah bersih
Tuba Kalah noda
Lukisan Jiwa buah karya Tuhan
Yang tak dapat disalahkan
ANGKATAN SASTRA MELAYU LAMA

HAMZAH FANSURI

Petikan Syair Dagang

Hai sekalian kita yang kurang


nafsumu itu lawan berperang
jangan hendak lebih baiklah kurang
janganlah sama dengan orang

Amati-amati membuang diri


menjadi dagang segenap diri
baik-baik engkau fikiri
supaya dapat emas sendiri
ANGKATAN 45

Aku (Chairil Anwar)

Kalau sampai waktuku


‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Anda mungkin juga menyukai