Anda di halaman 1dari 8

ANGKATAN BALAI PUSTAKA

Sanoesi Pane

"Sajak"

Di mana harga karangan sajak,


Bukan dalam maksud isinya;
Dalam bentuk, kata nan rancak,
Dicari timbang dengan pilihannya.

Tanya pertama keluar di hati,


Setelah sajak di baca tamat,
Sehingga mana tersebut sakti,
Mengikat diri di dalam hikmat.

Rasa pujangga waktu menyusun,


Kata yang datang berduyunduyun
Dari dalam, bukan nan dicari.

Harus kembali dalam pembaca,


Sebagai bayang di muka kaca,
Harus bergoncang hati nurani.
ANGKATAN PUJANGGA BARU

puisi karya Sutan Takdir Alisjahbana

AKU DAN TUHANKU


Tuhan, Kau lahirkan aku tak pernah kuminta
Dan aku tahu, sebelum aku Kau ciptakan
Berjuta tahun, tak berhingga lamanya
Engkau terus menerus mencipta berbagai ragam
Tuhan, pantaskah Engkau memberikan hidup sesingkat ini
Dari berjuta-juta tahun kemahakayaan-Mu
Setetes air dalam samudra tak bertepi
Alangkah kikirnya Engkau, dengan kemahakayaan-Mu
Dan Tuhanku, dalam hatikulah Engkau perkasa bersemayam
Bersyukur sepenuhnya akan kekayaan kemungkinan
Terus menerus limpah ruah Engkau curahkan
Meski kuinsyaf, kekecilan dekat dan kedaifanku
Di bawah kemahakuasaan-Mu, dalam kemahaluasan kerajaan-Mu
Dengan tenaga imajinasi Engkau limpahkan
Aku dapat mengikuti dan meniru permainan-Mu
Girang berkhayal dan mencipta berbagai ragam
Terpesona sendiri menikmati keindahan ciptaanku
Aahh, Tuhan
Dalam kepenuhan terliput kecerahan sinar cahaya-Mu
Menyerah kepada kebesaran dan kemuliaan kasih-mu
Aku, akan memakai kesanggupan dan kemungkinan
Sebanyak dan seluas itu Kau limpahkan kepadaku
Jauh mengatasi mahluk lain Kau ciptakan
Sebagai khalifah yang penuh menerima sinar cahaya-Mu
Dalam kemahaluasan kerajaan-Mu
Tak adalah pilihan, dari bersyukur dan bahagia, bekerja dan mencipta
Dengan kecerahan kesadaran dan kepenuhan jiwa
Tidak tanggung tidak alang kepalang
Ya Allah Ya Rabbi
Sekelumit hidup yang Engkau hadiahkan
dalam kebesaran dan kedalaman kasih-Mu, tiada berwatas
akan kukembangkan, semarak, semekar-mekarnya
sampai saat terakhir nafasku Kau relakan
Ketika Engkau memanggilku kembali kehadirat-Mu
Ke dalam kegaiban rahasia keabadian-Mu
Dimana aku menyerah tulus sepenuh hati
Kepada keagungan kekudusan-Mu,
Cahaya segala cahaya
Angkatan 1966- 1970AN

SALEMBA
KARYA : TAUFIK ISMAIL

Alma Mater, janganlah bersedih


Bila arakan ini bergerak perlahan
Menuju pemakaman
Siang ini

Anakmu yang berani


Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani
Angkatan 1950-1960AN

LEWAT JENDELA
KARYA : TAUFIK ISMAIL (1960)

Sebuah jendela meraihkan malam bagiku


seperti beribu malam yang lain
Pada engsel waktu ia membawa tempias
Debu dan cahaya bulan persegi yang jatuh miring ke atas meja tulis

Dua daun paru-paru yang menapasi kamar ini


Setiap bayangan menyelinap
Rusuh diburu berikut pada engsel waktu
Diseberang awan tersangkut di pucuk-pucuk cemara memberi siang matahari
Langit di waktu jarum berpacu dengan angin

Bisik renyai sore gerimis


Turun tertegun kulekapkan dahiku ke kaca
Dan kuguratkan namamu diatasnya
Perlahan dengan jariku
Yang gemetaran pada kaca gerimis berlinangan
ANGKATAN PUJANGGA LAMA

Puisi: Percakapan Subuh (Karya


Isbedy Stiawan ZS)
Percakapan Subuh
(lalu jalan sepi ini menjadi riuh)

ada percakapan, setelah perjalanan


menuju pulang. demikian riuh hingga subuh
berlalu. seusai tangis, selepas gerimis
ayam-ayam disajikan, doa didendangkan
sehari dua hari lalu tujuhhari
untuk merayu-Nya
untuk melupakannya!
Angkatan reformasi

Widji thukul

AKU MASIH UTUH DAN KATA-KATA BELUM BINASA

ku bukan artis pembuat berita


Tapi aku memang selalu kabar buruk buat penguasa

Puisiku bukan puisi


Tapi kata-kata gelap
Yang berkeringat dan berdesakan mencari jalan
Ia tak mati-mati, meski bola mataku diganti
Ia tak mati-mati, meski bercerai dengan rumah
Ditusuk-tusuk sepi, ia tak mati-mati
telah kubayar yang dia minta
umur-tenaga-luka

Kata-kata itu selalu menagih


Padaku ia selalu berkata, kau masih hidup

Aku memang masih utuh


dan kata-kata belum binasa
Angkatan 1980-1990an

JOKO PINURBO

LAYANG-LAYANG

Dulu pernah kaubelikan aku sebuah layang-layang


pada hari ulang tahun.
Aku pun bersorak sebagai kanak-kanak
tapi hanya sejenak.

Sebab layang-layang itu kemudian hilang,


entah ke mana ia terbang.
Seperti aku pun tak pernah tahu kapan kau hilang
dan kembali kutemu.
Lehermu masih hangat meskipun selalu dikikis waktu.

Sekarang umur pun tak pernah lagi dirayakan


selain dibasahkuyupkan di bawah hujan.
Tapi kutemukan juga layang-layang itu di sebuah dahan
meskipun tanpa benang dan tinggal robekan.
Aku ingin berteduh di bawah pohon yang rindang.
(1980)
Angkatan 2000-an

Akankah ?
Rendra Rahim, AE
Delima dua tangkai
Kusanjung dewi dewi
Satu kantong
kubawa pergi
ku tatap mega berarak
panjang kelana
terkuak tabir
ku gapai
ku kibas
ku ambil
jauh………… jauh dan hilang
tatap sayu juwita lugu
ku reguk gundah
sudahlah punah
dikau dimana
delima dua tangkai
apakah ?
tapi sudahlah…………………………….
April 2000

Anda mungkin juga menyukai