Pengarang : D. Purnama
Buku yang berisi kumpulan cerpen ini ditulis oleh D. Purnama atau yang
bernama lengkap Dewi Purnama Sari. Saat ini D. Purnama tercatat sebagai
mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di FKIP
Universitas Tanjungpura.
Terdapat 13 cerpen di dalam buku ini yang mana penulis memakai Pelacur itu
Datang Terlambat sebagai judul. Dari sinopsis saja buku ini sudah membuat saya
penasaran dengan cerita-cerita di dalamnya. Yang berkesan dari sinopsis tersebut
adalah pada kata, “ Sayang, profesional itu syarat untuk semua pekerjaan, tak
terkecuali pelacur. Titik.”
3. Kopi Senja
Pada cerita ini penulis juga menceritakannya tidak cepat atau lambat.
Entah kenapa saya dapat menerima akhir cerita ini, saya mendapati Jo
seperti di hipnotis untuk melupakan mantan kekasihnya. Seperti Jo yang
lupa bahawa apakah ia bertemu dengan mantan kekasihnya saya juga
terbawa gaya penceritaan penulis lupa bahwa apakah Jo bertemu dengen
mantan kekasihnya.
4. Pelacur itu Datang Terlambat
Membaca cerita ini membuat saya teringat dengan sosok Diva di novel
Supernova : Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Kedua penulis sama
menggambarkan seorang Pelacur yang tidak hanya memiliki tubuh indah
tetapi juga pemikirannya. Membuat kita berpikir ini adalah pelacur
berkelas. Pelacur itu mengatakan bahwa profesional itu syarat untuk
semua pekerjaan tak terkecuali pelacur, ucap sang pelacur kepada lelaki
yang mencintainya di cerita ini. Ia tidak ingin pelangganya tahu
urusannya selain di ranjang, apa yang di atas ranjang itu urusan mereka
apa yang tidak di atas ranjang biarlah itu menjadi urusannya sendiri. Di
cerita ini juga dikatakan bahwa sang pelacur tak pernah terlambat, ia pun
berkata bahwa kesamaan uang halal dan uang haram adaah keduanya tidak
akan mampir di dompet orang yang sering membuang waktu. Jelas
menunjukkan bahwa ia adalah seorang pelacur yang profesional dan tepat
waktu.
5. Meong!
Cerita dengan tema yang simpel, tidak terlalu lebay dalam
menceritakannya, mungkin saya kurang memahami maksud dari cerita ini.
8. Presiden Lewat
Saya pernah mengalami hal yang kurang lebih mirip seperti di cerita ini
sewakt u SD. Kala itu saya dan teman-teman amat tak sabar untuk melihat
rombonga Presiden dengan bendera merah putih yang pegangannya dari
sedotan, kami berjalan dengan semangat menuju jalan yang akan dilalui
Presiden. Ketika hujan turun kami segera berteduh di sebuah kantor, tapi
semangat kami tak pudar kami malah semakin tak sabar menanti
rombongan Presiden. Hingga akhirnya terdengar aba-aba bahwa
rombongan Presiden kan lewat, kami segera ke tepi jalan. Senyum manis
terpatri di bibir kami, hingga mobil yang ditumpangi Presiden lewat,
hanya sedikit celah yang terbuka, tapi saat itu kami yakin bahwa Presiden
tersenyum dan melambai kepada kami kami yakin-seyakinnya.
Sepulangnya kami mendapat buah jeruk dari para guru, ah makin
bahagialah kami setelah mendapat senyuman Sang Presiden kini ditambah
buah jeruk yang manis.
Dari cerita ini, ingin saya berkata kepada rakyat-rakyatnya janganlah
berharap tinggi bahwa Presiden kan melihat keadaan kalian, para wakil
rakyat di kota kalian sudahkah melihat keadaan kalian? Saya sangsi akan
hal itu.
9. Sepotong Roti dan Kata-Kata
Terdapat kesalahan saat saya membaca cerita ini, saya melewatkan dialog
pertamanya karena pada dialog pertama ini jelas menunjukkan perbedaan
waktu dengan inti cerita sehingga membuat saya tidak nyambung dengan
dialog terakhirnya.
Cerita dengan tema serupa sering kita temui, tetapi saya selalu tersentuh
jika ada cerita mengenai pengorbanan seorang Ibu.
13. Mama
D. Purnama memang selalu membuat saya seperti menyadarkan saya, di
cerita ini ia membuat saya termenung, “benar juga apa kata D. Purnama.”
D. Purnama membuat cerita yang begitu mirip dengan realita, karena
kebanyakan, yang saya baca itu sangat jauh dari realita yang terjadi. Ia
mendorong kita untuk lebih peka lagi dengan keadaan sekitar, mana tau
ada tetangga kita yang mengalami hal serupa seperti di cerita-cerita ini.