Anda di halaman 1dari 7

Judul Buku : Pelacur itu Datang Terlambat

Pengarang : D. Purnama

Penerbit : Enggang Media

Tahun Terbit : 2017

Pengulas : Utin Anya Bastian ( B1061171041)/ Ekonomi Islam / A

Buku yang berisi kumpulan cerpen ini ditulis oleh D. Purnama atau yang
bernama lengkap Dewi Purnama Sari. Saat ini D. Purnama tercatat sebagai
mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di FKIP
Universitas Tanjungpura.

Terdapat 13 cerpen di dalam buku ini yang mana penulis memakai Pelacur itu
Datang Terlambat sebagai judul. Dari sinopsis saja buku ini sudah membuat saya
penasaran dengan cerita-cerita di dalamnya. Yang berkesan dari sinopsis tersebut
adalah pada kata, “ Sayang, profesional itu syarat untuk semua pekerjaan, tak
terkecuali pelacur. Titik.”

Berikut hasil review saya pada 13 cerita di buku ini

1. Sedap Malam yang Cemburu


Menceritakan sosok “Aku” yang memunyai dua kepribadian. Sosok Aku
dan sosok yang bernama Sedap Malam. “Aku” yang berjenis kelamin laki-
laki mendapati di dalamnya terdapat sosok perempuan. “Aku” memang
tidak seperti anak laki-laki pada umumnya, ia sering dijahili oleh teman-
teman sekolahnya karena cara berbicaranya yang kemayu. Hingga ketika
“Aku” tidak ingin pergi ke sekolah karena kemarin ia habis dijahili oleh
teman-temannya. Saat itulah Sedap Malam muncul kali pertama di depan
banyak orang. Ia menggunakan seragam sekolah anak
perempuan,sehingga membuat “Aku” di juluki banci kaleng oleh teman-
teman sekolahnya. Pada akhirnya “Aku” dan Sedap Malam membuat
kesepakatan yaitu saat pukul enam pagi hingga enam sore tubuh akan
digunakan “Aku” dan dari pukul enam sore hingga enam pagi akan
digunakan oleh Sedap Malam. Sampai ketika “Aku” telah tamat sekolah
Sedap Malam meminta “Aku” memanjangkan rambut dan ia menambah
koleksi baju-baju yang imut dan rok mini.
Sedap malam gemar berkeliaran di malam hari dan ia banyak memiliki
teman hingga saat Sedap Malam bercumbu dengan seorang lelaki di
sebuah hotel tetapi Sedap malam harus menahan malu ketika lelaki tahu
bahwa ia berjenis kelamin laki-laki di katakan bahwa ia seorang banci
dengan menahan tangis Sedap Malam pun pergi meninggalkan lelaki itu.
Mengetahui itu “Aku” tak pernah membahas peristiwa mengerikan
tersebut.
Akhirnya keberadaan Sedap Malam diketahuit oleh keluarga “Aku”
mereka menemukan koleksi bra dan lingerie milik Sedap Malam.
Keluarga “Aku” pun membawanya ke psikiater dan juga dukun-dukun
namun nihil karena baik “Aku” maupun Sedap Malam tak ingin berpisah
sudah bergantung satu sama lain. Akhirnya “Aku” diusir keluarganya
membuat ia terluntang lantung beruntungnya Sedap Malam mempunyai
banyak teman dan meminta bantuan temannya. Saat-saat ini merupakan
saat yang begitu berat bagi keduanya hingga timbulah rasa cinta “Aku’
kepada sosok Sedap Malam, cinta yang aneh dan rumit.
Hingga ketika Sedap Malam cemburu karena ada seorang teman kerja
“Aku” yang bernama Mila menaruh rasa terhadap “Aku” lalu klimaks
cerita ini adalah saat “Aku” berada di rumah Mila untuk mengerjakan
laporan akan tetapi sesuatu hal terjadi tanpa terduga, dimana “Aku”
bercinta dengan Mila. Sedap malam murka maka ia pun mengambil alih
tubuh, ia begitu geram karena “Aku’ tega mengkhianati kepercayaannya
hingga dengan kalap Sedap Malam menebas batang kemaluan “Aku”.
Menurut saya D. Purnama tepat sekali menempatkan Sedap Malam yang
Cemburu menjadi cerita pertama di buku ini, karena saya sendiri usai
membacanya tanpa pikir panjang merubah buku yang akan direview, saya
juga langsung memesan buku ini. Saya suka cerita ini karena saya dibuat
terbengong-bengong, ”oh jadi ini satu tubuh tetapi memliki dua
kepribadian?” , “ sangat aneh satu tubuh dua kepribadian tetapi saling
jatuh cinta, sangat tidak masuk akal”. Kesimpulannya cerita ini langsung
membekas di ingatan saya.

2. Pembaca Masa Lalu


Usai membaca cerita ini saya bingung, apakah “Saya” ini memunyai
seorang anak laki-laki yang mirip dengan lelaki di masa lalunya ? disini
dikatakan bahwa “Saya” dapat melihat masa lalu ketika ia menatap mata
seseorang. Karena dialog Rash si lelaki di masa lalu “Saya” sama dengan
dialognya dengan anaknya. Terlepas dari kebingungan ini, saya puas
dengan ending cerita ini, penulis menceritakannya tidak bertele-tele dan
tidak tergesa-gesa juga. Maka ketika sampai di akhir cerita, saya berpikir
ya memang harus begini akhirnya.

3. Kopi Senja
Pada cerita ini penulis juga menceritakannya tidak cepat atau lambat.
Entah kenapa saya dapat menerima akhir cerita ini, saya mendapati Jo
seperti di hipnotis untuk melupakan mantan kekasihnya. Seperti Jo yang
lupa bahawa apakah ia bertemu dengan mantan kekasihnya saya juga
terbawa gaya penceritaan penulis lupa bahwa apakah Jo bertemu dengen
mantan kekasihnya.
4. Pelacur itu Datang Terlambat
Membaca cerita ini membuat saya teringat dengan sosok Diva di novel
Supernova : Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Kedua penulis sama
menggambarkan seorang Pelacur yang tidak hanya memiliki tubuh indah
tetapi juga pemikirannya. Membuat kita berpikir ini adalah pelacur
berkelas. Pelacur itu mengatakan bahwa profesional itu syarat untuk
semua pekerjaan tak terkecuali pelacur, ucap sang pelacur kepada lelaki
yang mencintainya di cerita ini. Ia tidak ingin pelangganya tahu
urusannya selain di ranjang, apa yang di atas ranjang itu urusan mereka
apa yang tidak di atas ranjang biarlah itu menjadi urusannya sendiri. Di
cerita ini juga dikatakan bahwa sang pelacur tak pernah terlambat, ia pun
berkata bahwa kesamaan uang halal dan uang haram adaah keduanya tidak
akan mampir di dompet orang yang sering membuang waktu. Jelas
menunjukkan bahwa ia adalah seorang pelacur yang profesional dan tepat
waktu.

5. Meong!
Cerita dengan tema yang simpel, tidak terlalu lebay dalam
menceritakannya, mungkin saya kurang memahami maksud dari cerita ini.

6. Hari Matinya Bapak


Penulis betul-betul mahir membuat pembaca terpengaruh untuk membenci
sosok Bapak di cerita ini, ia menjelaskan dengan detail dengan penuh
kemarahan membuat saya berpikir apa yang Bapak lakukan itu jahat. Tapi
saya lebih membenci balasan perlakuan sang anak terhadap Bapak, ia
benar-benar membuat bapak hidup serasa mati seperti kutipan di cerita ini,
“Kematian mana yang lebih menyakitkan selain kematian jiwa dalam raga
yang masih terikat kehidupan.”
7. Gagal Merdeka
Saya sangat jarang membaca cerita mengenai seseorang yang tidak sabar
menanti hari kemerdekaan. Seringnya menceritakan hiruk pikuk perayaan
hari kemerdekaan dengan berbagai perlombaan. Pada cerita ini
menyadarkan saya bahwa orang-orang lebih memaknai hari kemerdekaan
dengan perlombaan yang diadakan tanpa memaknai saat berkibarnya
bendera merah putih diiringi lagu Indonesia Raya. Entah kenapa saya
berfirasat hal serupa di cerita ini kan terjadi di masa yang akan datang.

8. Presiden Lewat
Saya pernah mengalami hal yang kurang lebih mirip seperti di cerita ini
sewakt u SD. Kala itu saya dan teman-teman amat tak sabar untuk melihat
rombonga Presiden dengan bendera merah putih yang pegangannya dari
sedotan, kami berjalan dengan semangat menuju jalan yang akan dilalui
Presiden. Ketika hujan turun kami segera berteduh di sebuah kantor, tapi
semangat kami tak pudar kami malah semakin tak sabar menanti
rombongan Presiden. Hingga akhirnya terdengar aba-aba bahwa
rombongan Presiden kan lewat, kami segera ke tepi jalan. Senyum manis
terpatri di bibir kami, hingga mobil yang ditumpangi Presiden lewat,
hanya sedikit celah yang terbuka, tapi saat itu kami yakin bahwa Presiden
tersenyum dan melambai kepada kami kami yakin-seyakinnya.
Sepulangnya kami mendapat buah jeruk dari para guru, ah makin
bahagialah kami setelah mendapat senyuman Sang Presiden kini ditambah
buah jeruk yang manis.
Dari cerita ini, ingin saya berkata kepada rakyat-rakyatnya janganlah
berharap tinggi bahwa Presiden kan melihat keadaan kalian, para wakil
rakyat di kota kalian sudahkah melihat keadaan kalian? Saya sangsi akan
hal itu.
9. Sepotong Roti dan Kata-Kata
Terdapat kesalahan saat saya membaca cerita ini, saya melewatkan dialog
pertamanya karena pada dialog pertama ini jelas menunjukkan perbedaan
waktu dengan inti cerita sehingga membuat saya tidak nyambung dengan
dialog terakhirnya.
Cerita dengan tema serupa sering kita temui, tetapi saya selalu tersentuh
jika ada cerita mengenai pengorbanan seorang Ibu.

10. Di Bawah Payung Biru


Satu la gi cerita tak terduga dari D. Purnama, awalnya saya kira cerita ini
hanya menjelaskan tentang hari Chiong Si Ku saja, rupanya menceritakan
seorang gadis yang telah meninggal 5 tahun lalu. Sang gadis mengunjungi
makamnya saat perayaan hari Chiong Si Ku untuk melihat apakah ayah
dan adi knya mendapat jatah makanan. Sang gadis pun tampaknya sangat
sedih saat ia akan ditarik ke akhirat.

11. Buaya Dalam Waduk


Kali ini D. Purnama menceritakan sebuah cerita yang seperti dongeng,
dongeng yang mungkin sering kita baca semasa kanak-kanak. Mengenai
seorang wanita yang diduga menikahi seekor buaya. Pernikahan keduanya
bukanlah pernikahan secara fisik maupun biologis tetapi lebih seperti
ikatan. Tetapi selalu ada pesan dari cerita D. Purnama, saat lelaki utusan
perusahaan tekstil tersebut meninggal sang wanita berpikir ini adalah
sebaik-baiknya jalan agar tanah milik warga kampung terselamatkan dari
proyek perusahaan.

12. Ibu dan Ayam-ayamnya


Semakin di penghujung buku D. Purnama menulis cerita tentang mitos
yang masih sering di percayai orang-orang. Di cerita ini sang Ibu di
ketahui amat fanatik terhadap ayam, bagaimana Ibu banyak menghabiskan
waktu di kandang Ayam, lalu bagaiman sang Ibu sangat percaya mitos
bahwa jika tidak menghabiskan makanan maka ayam-ayamnya kan mati.
Ibu sangat percaya mitor tersebut melebihi kepercayaanya terhadap
Tuhan. Hingga ketika anaknya tak menghabiskan makanannya, beberapa
hari kemudian tiga ekor ayam ibu mati. Sang Ibu pun murka, satu minggu
Ibu berdiam diri, ia tak berbicara kepada anak-anak dan suaminya tak juga
memasak untuk mereka. Lalu ketika anak terakhir Ibu makan dan
menyisakan makanannya, sang Ibu tak marah ia bahkan makan dengan
tenang hingga Ibu pun tersedak, anaknya memberi air akan tetapi
kerongkongan Ibu seolah ada batu yang tersangkut. Napas Ibu semakin
memburu, tubuhnya menggelepar hingga Ibu pun menghembuskan napas
terakhirnya.

13. Mama
D. Purnama memang selalu membuat saya seperti menyadarkan saya, di
cerita ini ia membuat saya termenung, “benar juga apa kata D. Purnama.”
D. Purnama membuat cerita yang begitu mirip dengan realita, karena
kebanyakan, yang saya baca itu sangat jauh dari realita yang terjadi. Ia
mendorong kita untuk lebih peka lagi dengan keadaan sekitar, mana tau
ada tetangga kita yang mengalami hal serupa seperti di cerita-cerita ini.

Untuk keseluruhan, D. Purnama menulis dengan kadar realiata tinggi,


menulis bertema cinta dengan sederhana tidak lebay, menulis cerita
mengenai seorang androgini dan pelacur dengan gaya berbeda. Saya
sarankan untuk kalian-kalian yang gemar membaca cerita cinta murahan
segeralah membaca buku ini, mungkin lewat buku ini bisea
mengembalikan kalian ke dunia nyata.

Anda mungkin juga menyukai