Anda di halaman 1dari 7

B.

Pendekatan Objektif
Pendekatan adalah cara kita memandang sesuatu (karya sastra). Pendekatan dilakukan
untuk menjabarkan pengaruh masyarakat terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam
masyarakat.[4] Sedangkan pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian
penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada
analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan strukturalisme di namakan
juga pendekatan objektif, menyebutkan bahwa pendekatan struktural dinamakan juga
pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Strukturalisme
berpandangan bahwa untuk menanggapi karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan
pemahaman terhadap teks karya sastra itu sendiri.[5] Proses menganalisis diarahkan pada
pemahaman terhadap bagian-bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan
sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian. Oleh karena itu, untuk
memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas
dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas pula dari efeknya pada
pembaca. Mengacu istilah Teeuw, jadi yang penting hanya close reading, yaitu cara membaca
yang bertitik tolak dari pendapat bahwa setiap bagian teks harus menduduki tempat di dalam
seluruh struktur sehingga kait-mengait secara masuk akal.[6]
C. Unsur Intrinsik
Selanjutnya kita akan membahas unsur intrinsik pada cerpen Clara yang meliputi :
Tema, alur, latar, sudut pandang, penokohan, gaya bahasa, dan amanat.
1. Tema
Cerpen yang dikarang oleh Seno Gumira Ajidarma ini mengangkat tema
permasalahan diskriminasi etnis yang pernah terjadi di Indonesia. Dimana warga keturunan
Cina diceritakan mengalami penyiksaan oleh warga pribumi. Banyak orang keturunan Cina
yang dibunuh, diperkosa, dan beragam penyiksaan lain yang dilakukan orang pribumi hanya
karena mereka adalah keturunan Cina.
Setelah berhenti, saya lihat ada sekitar 25 orang. Semuanya laki-laki. Buka
jendela, kata seseorang. Saya buka jendela. Cina! Cina! Mereka berteriak seperti
menemukan intan berlian. Belum sempat berpikir, kaca depan BMW itu sudah hancur karena
gebukan. Aduh, benarkah sebegitu bencinya orang-orang ini kepada Cina? Saya
memang keturunan Cina, tapi apa salah saya dengan lahir sebagai Cina? Saya orang
Indonesia, kata saya dengan gemetar. Braakk! Kap mobil digebuk. Seseorang menarik saya
dengan kasar lewat jendela. Saya dilempar seperti karung dan terhempas di jalan tol.
2. Alur
Cerpen ini menggunakan alur campuran. Karena tokoh utama (Clara) menceritakan
kembali kejadian yang dialaminya kepada tokoh aku.
Dia bercerita dengan bahasa ang tidak mungkin dimengerti. Bukan karena bahasa
Indonesianya kurang bagus, karena bahasa itu sangat dikuasainya, tapi karena apa yang
dialami dan dirasakannya seolah-olah tidak terkalimatkan. Wajahnya yang cantik sarat

dengan luka batin yang tak terbayangkan. Aku hampir-hampir terharu bahkan sebelum dia
bercerita. Tidak pernah bisa ku bayangkan bahwa manusia bisa mengalami beban
penderitaan seberat itu justru karena dia lahir sebagai manusia. Ceritanya terpatah-patah.
Kalimatnya tidak nyambung.
Periksa! Masih perawan atau tidak dia! Tangan saya secara reflex bergerak
memegang rok span saya, tapi tanga saya tidak bisa bergerak. Ternyata sudah ada dua
orang yang masng-masing memegagi tangan kanan dan tangan kiri saya. Terasa rok saya
ditarik. Saya menyepak-nyepak. Lagi-lagi dua pasang tangan menangkap kedua kaki saya.
Aaaaahhh! Tolongngng! Saya menjerit. Mulut saya dibungkam telapak kaki berdaki.
Wajah orang yang menginjak mulut saya itu nampak dingin sekali. Berpuluh-puluh tangan
menggerayangi dan meremas-remas tubuh saya
3. Latar
Latar yang digunakan dalam cerpen ini terdiri dari tiga latar, yaitu latar tempat, latar
waktu dan latar suasana.
a. Latar tempat : di jalan tol dan di kantor polisi
1. Di jalan tol
Saya tancap gas. BMW melaju seperti terbang. Dikiri jalan terlihat api menerangi
malam. Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer per jam. Hanya dalam
sepuluh menit saya akan segera tiba dirumah. Tapi, di ujung itu saya melihat segerombolan
orang. Sukar sekali menghentikan mobil. Apakah saya harus menbraknya? Pejalan kaki
tidak dibenarkan berdiri di tengah jalan tol, tapi saya tidak ingin menabraknya.
2. Di kantor polisi
Dia menangis lagi. Tanpa air mata. Kemudian pingsan. Kudiamkan saja dia
tergeletak dikursi. Ia hanya mengenakan kain. Seorang Ibu tua yang rumahnya berada di
kampung di tepi jalan tol telah menolongnya. Dia terkapar telanjang ditepi jalan, kata ibu
tua itu. Aku sudah melaporkan soal ini kepada pimpinanku. Lewat telepon dia berteriak,
Satu lagi! Hari ini banyak sekali perkara beginian. Tahan dia d isitu. Jangan sampai ada
yang tahu. Terutama jangan sampai ketahuan wartawan dan LSM! Pesuruh kantor
membaukan PPO ke hidungnya. Matanya melek kembali.
b. Latar waktu: malam hari
Saya tancap gas. BMW melaju seperti terbang. Dikiri jalan terlihat api menerangi
malam. Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer per jam
Waktu saya membuka mata saya, saya hanya melihat bintang-bintang. Ditengah
semesta yang begini luas, siapa yang peduli kepada nasib saya? Saya masih terkapar di
jalan tol. Angin malam yang basah tertiup membawa bau sangit
c. Latar suasana
Banyak Sekali suasana yang di lukiskan dalam cerpen ini. Berikut akan di bahas
mengenai suasana dalam cerpen ini.
1. Api berkobar dimana-mana
Api sudah berkobar dimana-mana ketika BMW saya melaju di jalan tol.

2. Tegang
Dia bilang kompleks perumahan sudah dikepung, rumah-rumah tetangga sudah
dijarah dan dibakar. Papa, Mama, Monica, dan Shinta, adik-adikku, terjebak di dalam
rumah dan tidak bisa kemana-mana.
3. Sepi
Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer per jam. Hanya dalam
sepuluh menit saya akan segera tiba di rumah.
4. Ketakutan
Saya orang Indonesia, kata saya dengan gemetar.
5. Sedih
Wanita itu menangis. Mestinya aku terharu. Mestinya. Setidaknya aku bisa terharu
kalau membaca roman picisan yag dijual di pinggir jalan.
6. Angin malam yang basah
Angin malam yang basah bertiup membawa bau sangit. Saya menengok dan
melihat BMW saya sudah terbakar.
7. Mengharukan
Luka hati saya, apakah harus saya bawa sampai mati? Siapakah kiranya yang akan
membela kami? Benarkah kami dilahirkan hanya untk dibenci?
8. Duka
Tabahkalah hatimu Clara. Kedua adikmu, Monica dan Shinta, telah dilempar ke
dalam api setelah diperkosa. Mama juga diperkosa, lantas bunuh diri, melompat dari lantai
empat.
9. Kemarahan
Di matanya kemarahan terpancar sekejap. Bahwa dia punya nyali untuk bercerita,
memang menunjukkan dia wanita yang tegar.
4. Penokohan
Dalam cerpen ini terdapat beberapa tokoh. Berikut akan dijelaskan penokohan dari
masing-masing tokoh tersebut.
a. Aku
Tokoh aku dalam cerpen seolah memiliki kekuasaan penuh atas setiap kasus yang
dilaporkan ke kepolisian tempat ia bekerja. Ia adalah orang yang kritis, setiap detil kasus
harus ia ketahui, dan itu pasti ditanyakannya jika perlu. Dikatakannya bahwa ia dapat
memutarbalikkan fakta yang ada dari sebuah kasus.
Maka cerita yang akan kau dengar ini bukanlah kalimatnya melainkan kalimatku.
Sudah bertahun-tahun aku bertugas sebagai pembuat laporan dan hampir semua laporan itu
tidak pernah sama dengan kenyataan. Aku sudah menjadi sangat ahli menyulap kenyataan
yang pahit menjadi menyenangkan, dan sebaliknya perbuatan yang sebetulnya patriotik
menjadi subversif. Pokoknya selalu di sesuaikan dengan kebutuhan.

Sebagai orang yang berwenang dalam setiap kronologis laporan sebuah kasus, ia haruslah
orang yang jujur walaupun mempunyai kesempatan untuk berbuat munafik. Namun, diakhir
cerita kita tidak tahu persis apa yang diperbuat tokoh aku pada Clara.
Tentu saja tentang yang satu ini tidak perlu ku laporka kepada pimpinan. Hanya

kepadamu aku bisa bercerita denga jujur, tapi dengan catatan semua ini rahasia. Jadi,
jangan bilang-bilang.
b. Clara
Tokoh Clara sebagai wanita keturunan Cina yang menetap di Indonesia sebagai Warga
Negara Indonesia(WNI) dalam cerpen ini mengalami penyiksaan fisik yang membuat dia
merasa sangat terhina.
... Saya Cuma seorang wanita cina yang lahir dijakarta dan sejak kecil tenggelam
dalam urusan dagang. Saya bukan ahli bahasa, bukan pula penyair. Saya tidak tahu apakah
didalam kamus besar Bahasa Indonesia ada kata yang bisa mengungkapkan rasa sakit, rasa
terhina, rasa pahit, dan rasa terlecehkan yang dialami seorang wanita yang diperkosa
bergiliran oleh banyak orang karena dia seorang wanita Cina.
Sebagai seorang pengusaha sukses yang tinggal di ibukota, Clara adalah sosok yang
ulet, disiplin, dan cerdas. Ia akan tahu apa yang harus dilakukan dalam saat-saat yang tidak
menguntungkan.
Saya memang sering ke luar negeri belakangan ini. Pontang-panting mengurusi
perusahaan Papa yang nyaris bangkrut karena utangnya dalam dolar tiba-tiba jadi bengkak.
Saya ngotot untuk tidak mem-PHK para buruh. Selahin kasihan, itu juga hanya akan
menimbulkan kerusuhan.
Clara juga merupakan seorang wanita yang tegar. Tokoh lain yang menjabarkan tokoh
Clara sebagai wanita yang tegar.
Dimatanya kemarahan terpancar sekejap. Bahwa dia punya nyali untuk bercerita,
memang menunjukkan dia wanita yang tegar.
c. Mama dan Ayah Clara
Tokoh mama dan ayah dalam cerpen ini merupakan sosok yang cinta keluarga.Hanya
diketahui lewat percakapan telepon. Dengan sangat cemas, mereka memberitahu bahwa
keadaan di luar sudah membahayakan. Tindakan mereka mungkin sudah tepat dengan
harapan bahwa Clara akan mencari bantuan. Itu berarti bahwa mereka sudah melakukan
penyelamatan dengan memberi tahu keadaan membahayakan tersebut pada anggota
keluarganya yang lain yaitu Clara. Tapi ayahnya menjadi sangat terpukul ketika melihat dua
anaknya yang lain, adik Clara yaitu Monica dan Sinta tewas dibakar massa. Nyawa mamanya
pun juga tak tertolong.
d. Pimpinan
Tokoh yang disebut sebagai pimpinan dalam cerpen ini adalah sosok yang tidak
bertanggung jawab yag hanya mementingkan diri sendiri.
...Satu lagi! Hari ini banyak sekali perkara beginian. Tahan dia disitu. Jangan
sampai ada yang tahu. Terutama jangan sampai ketahuan wartawan dan LSM!

e.

25 Laki-laki
Orang-orang yang mencegat Clara di jalan raya, dan sekaligus menganiaya Clara
tidak diketahui persis nama mereka satu per satu. Namun mereka semua termasuk juga biang
rusuh di tempat lainnya adalah manusia yang berakal pendek. Mudah diprovokasi. Perilaku
sangat brutal yang dilakukan manusia yang diciptakan memiliki hati nurani.
... Braakk! Kap mobil digebuk. Seseorang menarik saya dengan kasar lewat jendela.
Saya dilempar seperti karung dan terhempas di jalan tol.
...Saya melihat seseorang melongok ke dalam mobil. Membuka-buka laci
dashboard, lantas mengambil tas saya. Isinya ditumpahkan ke jalan. Berjatuhanlah dompek,
bedak, cermin, sikat alis, sikat bulu mata, lipstik, HP, dan bekas tiket bioskop yang saya
pakai nonton bersama pacar saya kemarin. Dompetnya segera diambil, uangnya langsung
dibagi-bagi setengah rebutan. Sejuta rupiah uang cash amblas dalam sekejap..
f. Ibu Tua
Tokoh ibu tua dalam cerpen ini adalah salah seorang warga yang masih memiliki hati
nurani. Tidak seperti warga-warga lainnya yang membenci Cina. Buktinya ia rela menolong
Clara saat ia menemukan Clara yang menjadi korban pemerkosaan warga.
...Ia haya mengenakan kain. Seorang ibu tua yang rumahnya berada di kampung di
tepi jalan tol telah menolongnya...
Ia pun murah hati dengan sikapnya yang meminta maaf atas kesalahan warga kepada
Clara.
Saya tidak bisa bergerak sampai seorang ibu tua datang terbungkuk-bungkuk. Dia
segera menutupi tubuh saya dengan kain. Maafkan anak-anak kami, katanya..
g. Monica dan Sinta
Kedua adik Clara, Monica dan Sinta, tidak diketahui banyak karena mereka telah
tewas dibakar oleh massa yang mengamuk.

5. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini yaitu menggunakan sudut pandang
orang pertama sebagai pelaku sampingan serba tahu. Karena tokoh aku dalam cerita ini
menceritakan kembali kejadian yang dialami Clara namun posisinya dalam cerita tidak
sebagai pelaku utama. Dan tokoh aku didalam cerpen ini terlibat sebagai pembuat laporan.
Dia bercerita dengan bahasa yang tidak mungkin dimengerti. Bukan karena bahasa
Indonesianya kurang bagus, karena bahasa itu sangat dikuasainya, tapi karena apa yang
dialami dan dirasakannya seolah- olah tidak terkalimatkan. Wajahnya yang cantik sarat
dengan luka batin yang tak terbayangkan. Aku hampir-hampir terharu bahkan sebelum dia
bercerita. Tidak pernah bisa kubayangkan bahwa manusia bisa mengalami beban
penderitaan seberat itu justru karena dia lahir sebagai manusia. Ceritanya terpatah-patah.
Kalimatnya tidak nyambung.

Maka cerita yang akan kau dengar ini bukanlah kalimatnya melainkan kalimatku.
Sudah bertahun-tahun aku bertugas sebagai pembuat laporan dan hampir semua laporan itu
tidak pernah sama dengan kenyataan. Aku sudah menjadi sangat ahli menyulap kenyataan
yang pahit menjadi menyenangkan, dan sebaliknya perbuatan yang sebetulnya patriotik
menjadi subversif pokoknya selalu disesuaikan dengan kebutuhan.
Dari kutipan tersebut sudah terlihat jelas bahwa pelaku utama adalah Clara.
Sedangkan tokoh aku hanyalah pelaku sampingan serba tahu yang terlibat sebagai pembuat
laporan di dalam cerpen ini. Tokoh aku lah yang menceritakan kembali semua kejadiankejadian di dalam cerita.
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah pemakaian yang bergaya sehingga apa yang diungkapkan tepat
mewakili perasaan dan pikiran dan dapat menimbulkan kesan, imaji, dan indah didengar oleh
pendengar atau dibaca oleh pembaca.[7]
Di dalam cerpen Clara, ada beberapa majas yang digunakan oleh Seno Gumira
Ajidarma. Berikut akan penulis jelaskan.
1. Majas Retorik
Yaitu gaya bahasa penegasan dengan menggunakan kalimat tanya yang tidak
memerlukan jawaban karena jawabannya sudah diketahui[8] . Majas retorik termasuk ke
dalam jenis majas penegasan.
Contoh dalam cerpen Clara:
Aduh, benarkah sebegitu bencinya orang-orang ini kepada Cina? Saya memang
keturunan Cina, tapi apa salah saya dengan lahir sebagai Cina?
Luka hati saya, apakah harus saya bawa sampai mati? Siapakah kiranya yang
akan membela kami? Benarkah kami dilahirkan hanya untuk dibenci?
2. Majas Personifikasi
Yaitu majas yang membandingkan benda dengan perilaku manusia (penginsanan)[9].
Majas personifikasi termasuk ke dalam jenis majas perbandingan.
Contoh dalam cerpen Clara:
Kata-kata bertebaran tak terangkai sehingga aku harus menyambung-nyambungnya
sendiri
Mulut saya dibungkam telapak kaki berdaki. Wajah orang yang menginjak mulut
saya itu nampak dingin sekali
3. Majas Asosiasi
Yaitu perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap
sama. Majas ini ditandai oleh penggunaan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti, dan
laksana[10] . Majas ini termasuk ke dalam jenis majas perbandingan.
Contoh dalam cerpen Clara:
Tapi kenapa saya harus lari sekarang, sementara keluarga saya terjebak seperti
tikus dirumahnya sendiri?

Saya dilempar seperti karung dan terhempas dijalan tol


4. Majas Repetisi
Yaitu majas perulangan kata-kata sebagai penegasan. Majas ini termasuk ke dalam
jenis majas penegasan.
Contoh dalam cerpen Clara:
Jangan terlalu cepat percaya kepada perasaan. Perasaan bisa menipu. Perasaan
itu subjektif
Sedangkan aku bukan subjek disini. Aku cuma alat. Aku cuma robot
7. Amanat
Dalam cerpen Clara, Seno Gumira Ajidarma mempunyai pesan-pesan yang ingin
disampaikan kepada pembacanya. Penulis menyimpulkan beberapa amanat yang terkandung
didalam cerpen ini. Diantaranya:
Jangan terlalu mudah percaya dengan orang lain, apalagi dengan orang yang baru dikenal.
Siapapun dan dimanapun, harusnya memiliki kejujuran. Tidak pandang bulu. Apapun
pekerjaannya, bertindaklah jujur sebagai seorang manusia. Jangan suka memalsukan fakta
yang ada.
Kita harus saling menghargai perbedaan yang ada disekitar kita. Semua manusia sama. Tidak
ada yang pantas untuk dibeda-bedakan antara keturunan Indonesia maupun keturunan Cina,
ataupun yang lainnya.
Tetaplah menjadi orang yang tegar. Jangan mau kalah karena penderitaan. Walaupun
kejujuran kita tidak didengarkan oleh orang lain, pada akhirnya kejujuran itu akan terbukti
dengan sendirinya. Kebaikan akan selalu menang.

Anda mungkin juga menyukai