"Kalau begitu, mengapa kau mengelak diperiksa, Nak? Kenapa berpura sakit? Mengapa
tidak kau beberkan saja semua puranya?"
"Tidak sesederhana itu, Bunda."
"Di mana rumitnya?"
Tidak terdengar suara. Aku muncul. Abangku melirik. Menarik napas, melihat bunda
lagi. Mukanya kuyu. Loyo. "Aku punya atasan, Bunda," ujarnya bak mengadu. Suaranya
makin lunak, hampir menyerupai bisik. "Aku punya kawan. Aku juga kader partai . . . "
Bunda diam. Juga aku serta Kak Andam. Dan lapat-lapat kudengar suara sunyi merayap,
entah dibawa udara dari bumi yang mana.
"Tak paham aku soal-soal begitu, Palinggam," sahut bunda kemudian.
"Tetapi bagiku, Nak, yang benar harus disampaikan sekalipun pahit. Kalaupun akibatnya
kau diberhentikan bekerja, dipecat partaimu, bagiku itu lebih baik daripada kau berkhianat
pada kebenaran, pada hatimu sendiri. Juga kepada Tuhan. Dan negeri ini, yang sedikit
banyak ikut dibela ayahmu dari penjajah."
Dikutip dari: Adek Alwi, "Lampu ibu" dalam Cinta di Atas Perahu Cadik, Jakarta,
Kompas, 2008
Nilai moral dalam kutipan cerpen tersebut adalah..
A. Mendengarkan nasihat yang disampaikan oleh seorang ibu.
B. Tidak melarikan diri dari masalah berat yang sedang dialami.
C. Menyampaikan kebenaran walaupun mengancam kepentingan pribadi.
D. Setia kawan dan membela kepentingan teman dalam keadaan apa pun.
E. Membantu orang lain untuk dapat keluar dari masalah yang dihadapinya.
Kutipan I Kutipan II
A. bahasa: sulit dipahami bahasa: mudah dipahami
Jawaban :
16. C
17. D
18. A
19. D
20. E