Anda di halaman 1dari 7

KRITIK SASTRA CERPEN CLARA KARYA SENO GUMIRA

OLEH RENDY TRI MUSTARI 1 SI3


Pendahuluan

Lahirnya kritik sastra telah melengkapi bidang studi sastra atau wilayah ilmu
sastra menjadi teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Sering orang
mencampuradukkan ketiga bidang studi ini padahal ketiganya mempunyai
wilayah yang berbeda walaupun saling berhubungan, saling menunjang, dan
saling mengisi. (Panji Hermoyo 44:2015) Salah satunya teori strukturalisme
genetic. Kritik sastra merupakan studi tentang keilmuan yang berupaya
memberikan & menentukan nilai Hakiki suatu karya sastra dalam bentuk memberi
pujian, menyatakan kesalahan, memberikan Pertimbangan pemahaman deskriftif,
pendefinisian, penggolongan, penguaraian atau analisis Penafsiaran, dan penilain
sastra secara sistematis dan terpola dengan metode tertentu. Kritik sastra yang
sesungguhnya Bukan hanya menilai saja, melainkan masih Ada aktivitas kritikus
yakni menganalisis Karya tersebut. (Lili Herawati Parapat1 & Eli Marlina
Harahap 46:2018) Dalam penelitian ini akan dikaji bagaimana isi dan struktur
yang ada dalam cerpen Clara dengan tujuan mendeskripsikan baik buruknya
cerpen “Clara” karya Seno Gumira ini.

Pembahasan

Istilah ”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti
“hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi”; kriterion yang berarti
”dasar penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim kesusteran”. Pengertian kritik
sastra di atas tidaklah mutlak ketetapannya, karena sampai saat ini, belum ada
kesepakatan atau kepastian secara universal tentang pengertian sastra. ada empat
pendekatan dalam kritik sastra diantaranya (1) pendekatan objektif yaitu
pendekatan yang berfokus hanya pada karya sastra itu sendiri; (2) pendekatan
ekspresif yaitu pendekatan yang memberikan perhatian lebih kepada penulis karya
sastra (pengarang); (3) pendekatan mimetik yaitu pendekatan yang lebih
menitikberatkan pada alam semesta atau masyarakat, dan (4) pendekatan
pragmatik yaitu pendekatan yang lebih memberikan perhatian kepada pembaca
karya sastra (Turaeni, 2016). Tanaka (1976:49—50) berpendapat bahwa dalam
kaitannya dengan Sistem mikro dan makro sastra, kritik sastra dibedakan menjadi
dua kategori Sistem, yaitu sistem kritik akademik (the academic critic system) dan
sistem Kritik umum (the general critic system). Kritik akademik adalah kritik
yang Berkembang di lingkungan akademik dan kategori kritik ini dikembangkan
oleh Para akademisi; dan kritik umum adalah kritik yang berkembang dalam
Masyarakat umum dan biasanya media yang digunakan adalah media massa
Umum. Sasaran yang dituju oleh kritik akademik adalah khalayak terbatas,
Kecuali jika kritik tersebut kemudian disusun sedemikian rupa sehingga dapat
Dikonsumsi oleh masyarakat umum; sedangkan kritik umum sejak awal memang
Ditujukan kepada khalayak umum (luas). Karya sastra yang oleh masyarakat
sastra yakni para pengarang yang hasilnya berguna bagi masyarakat penikmat
karya sastra, tentu tidak akan datang secara tiba-tiba melainkan memerlukan
sebuah proses imajinasi yang panjang. Karya sastra dapat dibedakan atas puisi,
drama, dan prosa. Cerpen merupakan cerita yang pendek, hanya mengisahkan satu
peristiwa (konflik tunggal), tetapi menyelesaikan semua tema dan persoalan
secara tuntas dan utuh. Seno Gumira sendiri merupakan tokoh sastrawan
Indonesia yang telah menghasilkan banyak karya-karya hebat berupa cerpen yang
sudah banyak dibukukan. Dalam salah satu karyanya yaitu “Clara” yang,
menceritakan sebuah peristiwa kelam yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998.
Salah satunya adalah diskriminasi kepada para penduduk keturunan Tiongkok.
Clara, tokoh dalam cerpen ini diceritakan mengalami kekerasan seksual oleh para
kaum pribumi yang rasis. bukan hanya dia, keluarganya dirumah juga mengalami
hal serupa, ibu dan adik-adiknya diperkosa lalu dibakar. Clara juga mendapatkan
ketidakadilan dalam proses hukum yang dia jalani. Selanjutnya akan dibahas
unsur intrinsik dalam cerpen ini.

A. Tema

Cerpen Clara merupakan suatu bentuk kritik sosial terhadap keadaan negara serta
pemerintah pada tahun 1998. Mengangkat tema diskriminasi etnis terhadap kaum
keturunan di Tiongkok di Indonesia, mereka banyak mendapatkan kekerasan,
pemerkosaan, serta pembunuhan ”Cina!” ”Cina!” Mereka berteriak seperti
menemukan intan berlian. Belum sempat berpikir, kaca depan BMW itu sudah
hancur karena gebukan. Aduh, benarkah sebegitu bencinya orang-orang ini
kepada Cina? Saya memang keturunan Cina, tapi apa salah saya dengan lahir
sebagai Cina? ”Saya orang Indonesia,” kata saya dengan gemetar. Braakk! Kap
mobil digebuk. Seseorang menarik saya dengan kasar lewat jendela.  Saya
dilempar seperti karung dan terhempas di jalan tol.”

B. Alur

Cerpen ini menggunakan alur campuran. Clara menceritakan kembali peristiwa


yang dialaminya kepada tokoh “aku” yang merupakan seorang pembuat laporan.
“Dia bercerita dengan bahasa ang tidak mungkin dimengerti. Bukan karena
bahasa Indonesianya kurang bagus, karena bahasa itu sangat dikuasainya, tapi
karena apa yang dialami dan dirasakannya seolah-olah tidak terkalimatkan.

C. Latar

Cerpen ini mengambil dua latar tempat yaitu di sebuah jalan tol “Saya tancap
gas. BMW melaju seperti terbang. Dikiri jalan terlihat api menerangi malam.
Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer per jam. Hanya dalam
sepuluh menit saya akan segera tiba dirumah.”, dan sebuah kantor polisi
“Kudiamkan saja dia tergeletak dikursi. Ia hanya mengenakan kain. Seorang Ibu
tua yang rumahnya berada di kampung di tepi jalan tol telah menolongnya. “Dia
terkapar telanjang ditepi jalan,” kata ibu tua itu. Aku sudah melaporkan soal ini
kepada pimpinanku. Lewat telepon dia berteriak, “Satu lagi! Hari ini banyak
sekali perkara beginian. Tahan dia d isitu. Jangan sampai ada yang tahu.
Terutama jangan sampai ketahuan wartawan dan LSM!” Pesuruh kantor
membaukan PPO ke hidungnya. Matanya melek kembali.”. Cerpen Clara
mengambil latar waktu di malam hari “Dikiri jalan terlihat api menerangi
malam.”. Dengan suasana tempat yang mencengkam “Api sudah berkobar
dimana-mana ketika BMW saya melaju di jalan tol.”, “Dia bilang kompleks
perumahan sudah dikepung, rumah-rumah tetangga sudah dijarah dan dibakar.”,
“Saya menengok dan melihat BMW saya sudah terbakar”.

D. Tokoh

Tokoh Clara dalam cerpen ini yang diceritakan sebagai perempuan keturunan
china, mendapatkan kekerasan seksual dari 25 orang pribumi yang diskriminatif
“Saya Cuma seorang wanita cina yang lahir dijakarta dan sejak kecil tenggelam
dalam urusan dagang”. “Saya tidak tahu apakah didalam kamus besar Bahasa
Indonesia ada kata yang bisa mengungkapkan rasa sakit, rasa terhina, rasa
pahit, dan rasa terlecehkan yang dialami seorang wanita yang diperkosa
bergiliran oleh banyak orang karena dia seorang wanita Cina.”.

Tokoh “Aku” diceritakan sebagai orang yang manipulatif karena memiliki


kekuasaan atas keputusan yang dia ambil “”Jangan terlalu mudah menyebarkan
isyu diperkosa. Perkosaan itu paling sulit dibuktikan. Salah-salah kamu dianggap
menyebarkan fitnah.”. ”Tidur di situ,” kutunjuk sebuah bangku panjang, ”besok
pagi kamu boleh pulang.”, “Tentu saja tentang yang satu ini tidak perlu ku
laporka kepada pimpinan”.

Tokoh ayah dan ibu Clara diceritakan sebagai orang yang mencintai keluarganya,
mereka berdua juga diceritakan mendapat kekerasan dan diskriminasi dari para
kaum pribumi yang rasis. “Jangan pulang, selamatkan diri kamu, pergilah
langsung ke Cengkareng, terbang ke Singapore atau Hong Kong. Pokoknya ada
tiket. Kamu selalu bawa paspor kan? Tinggalkan mobilnya di tempat parkir.
Kalau terpaksa ke Sydney tidak apa-apa. Pokoknya selamat. Di sana kan ada
Oom dan Tante,” kata Mama lagi.”

Monica dan Sinta (adik Clara) diceritakan mendapatkan kekerasan serupa seperti
yang dialami oleh Clara, bahkan lebih parah karena kedua tokoh tersebut dibakar
setelah mereka mendapat kekerasan tersebut “Kedua adikmu, Monica dan Sinta,
telah dilempar ke dalam api setelah diperkosa.”

25 laki-laki pribumi rasis yang memperkosa Clara, para perusuh yang memiliki
pikiran keji ”Braakk! Kap mobil digebuk. Seseorang menarik saya dengan kasar
lewat jendela. Saya dilempar seperti karung dan terhempas di jalan tol.”,
“Membuka-buka laci dashboard, lantas mengambil tas saya. Isinya ditumpahkan
ke jalan. Berjatuhanlah dompek, bedak, cermin, sikat alis, sikat bulu mata, lipstik,
HP, dan bekas tiket bioskop yang saya pakai nonton bersama pacar saya
kemarin. Dompetnya segera diambil, uangnya langsung dibagi-bagi setengah
rebutan. Sejuta rupiah uang cash amblas dalam sekejap..”
Seorang ibu tua diceritakan menjadi seorang penolong Clara yang sudah terkapar
di jalan tol karena peristiwa kekerasan yang dialaminya oleh 25 laki-laki pribumi
yang rasis. Ibu itu menutupi tubuh Clara dengan kain dan membawanya ke kantor
polisi untuk melaporkan apa yang baru saja dia alami ”Saya tidak bisa bergerak
sampai seorang ibu tua datang terbungkuk-bungkuk. Dia segera menutupi tubuh
saya dengan kain. ’Maafkan anak-anak kami,’ katanya..”.

Pimpinan polisi dalam cerita ini merupakan orang yang licik dan hanya
mementingkan nama baiknya “Hari ini banyak sekali perkara beginian. Tahan
dia disitu. Jangan sampai ada yang tahu. Terutama jangan sampai ketahuan
wartawan dan LSM!”

E. Gaya Bahasa

Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini termasuk mudah dipahami, karena bisa
dengan mudah menyampaikan perasaan apa yang ada pada para tokoh dalam
cerita ini. Terdapat dua majas retorik dalam cerpen ini seperti “…Aduh, benarkah
sebegitu bencinya orang-orang ini kepada Cina? Saya memang keturunan Cina,
tapi apa salah saya dengan lahir sebagai Cina?” dan  “…Luka hati saya, apakah
harus saya bawa sampai mati? Siapakah kiranya yang akan membela kami?
Benarkah kami dilahirkan hanya untuk dibenci?”. Juga terdapat majas
personifikasi seperti  “Kata-kata bertebaran tak terangkai sehingga aku harus
menyambung-nyambungnya sendiri” ada juga majas asosiasi yang
membandingkan dua hal dengan hakikat berbeda  “Tapi kenapa saya harus lari
sekarang, sementara keluarga saya terjebak seperti tikus dirumahnya sendiri?”

F. Kekurangan dan Kelebihan

Salah satu kekurangan dalam cerpen ini adalah, cerita didalamnya tidak cocok
untuk dibaca oleh semua kalangan usia atau bahkan golongan tertentu. Karena isu
dalam cerita ini sangat sensitif yang bisa dengan mudah membuat pembaca tidak
nyaman

Kelebihan dalam cerpen ini adalah, cerita yang disampaikan memiliki banyak
kritik serta sindiran membangun untuk para pemerintah yang korup dan tidak adil
kepada rakyatnya. Cerita dalam cerpen ini juga bisa membuat para pembaca sadar
dengan betapa buruknya keadaan sosial masyarakat pada masa itu.

G. Amanat

Beberapa amanat yang bisa dipetik setelah membaca dan memahami isi cerpen
Clara adalah betapa pentingnya toleransi kepada orang tanpa memandang status
budaya, ras, keturunan, dan agama. Disampaikan juga betapa pentingnya
kejujuran dalam menjalankan kehidupan, karena dampak yang ditimbulkan
kepada diri sendiri dan orang lain sangatlah besar. Tetaplah menjadi pribadi yang
kuat, yang tidak mudah menyerah dalam suatu keadaan, seberapa beratpun
keadaan itu, kita harus terus berjuang untuk melawan dan menyelesaikannya.

Kesimpulan dan Saran

Kritik sastra merupakan studi tentang keilmuan yang berupaya memberikan &
menentukan nilai Hakiki suatu karya sastra dalam bentuk memberi pujian,
menyatakan kesalahan, memberikan Pertimbangan pemahaman deskriftif,
pendefinisian, penggolongan, penguaraian atau analisis Penafsiaran, dan penilain
sastra secara sistematis dan terpola dengan metode tertentu. Dalam cerpen Clara
karya Seno Gumira yang mengambil latar pada peristiwa kelam yang terjadi pada
tahun 1998 di negara Indonesia ini menceritakan seorang perempuan keturunan
China dan keluarganya yang mendapat diskriminasi etnis dari orang-orang
pribumi yang rasis dan melakukan kerusuhan di jalan-jalan serta pemukiman
warga. Ada beberapa amanat yang bisa para pembaca ambil dari cerpen tersebut
seperti pentingnya, toleransi, kejujuran, dan perjuangan dalam melawan keadaan
yang buruk.

Daftar Pustaka

Herawati Parapat, L. Dan Marlina Harapan, E. 2017. Pendekatan Wacana Kritik


Karakter Sastrawan Kota Medan Melalui Karya Sastra “Puisi”. 3 (1) : 46-54

Panji Hermoyo, R. 2015. Analisis Kritik Sastra Puisi “Surat Kepada Bunda:
Tentang Calon Menantunya” Karya W.S. Rendra. 15 (1) : 44-53
Atmo Sukarto, K. 2018. Kritik Sastra Dan Implementasi Pengajaran. 4 (1) : 19-
30

Umamy, E. 2021. Analisis Kritik Sastra Cerpen “Seragam” Karya Aris


Kurniawan Basuki (Kajian Mimetik) 1 (2) : 92-103

Suwondo, T. 2010. Kritik Sastra Indonesia Dalam Jurnal Humaniora Tahun 2000
—2008. 472-490

Anda mungkin juga menyukai