Anda di halaman 1dari 5

Pemerintah seharusnya tidak mengobral regulasi dengan murah, sehingga

saat diimplementasi masyarakat dan stakeholder dapat melakukan konvergensi


terhadap regulasi tersebut. Aplikasinya masyarakat dapat menjalankan norma
yang telah ada dengan baik, seperti menjaga, merawat, memanfaatkan dan
menanam kembali (hasil hutan). Apabila berlaku sebaliknya, maka masyarakat
dan oknum tetentu akan bersikap apatis terhadap norma yang ada. Rutinitas ini
merupakan jawaban terhadap kepeduliannya tentang lingkungan dengan
dimanfaatkan sebaik mungkin untuk keperluan kehidupan atau penunjang
ekonomi. 20
Sering kali kegiatan pengelolaan hutan atas nama masyarakat dengan
mengedepankan lingkungan di salah-gunakan oknum tertentu. Budaya ini
merupakan jurang pemisah dan akan berfungsi sebagai bom waktu, yang sewaktu-
waktu dapat meledak menghancurkan tatanan lingkungan. Kerugian tidak hanya
berada pada lingkungan sekitar, akan tetapi terhadap mahluk hidup lain termasuk
masyarakat

20 Parsudi
Suparlan, Orang Sakai di Riau: Masyarakat Terasing Dalam Masyarakat Indonesia,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1995, hlm., 141.
Peran konstitusi dipertanyakan dalam melindungi lingkungan terutama
terhadap para pelaku pengelola hutan yang tidak memerhatikan komponen
lainnya. Keadilan yang diharapkan menjadi utopi bagi masyarakat. Budaya hukum
hilang tanpa meninggalkan jejak. Sebuah cerminan yang tidak patut untuk
dijadikan contoh regulasi berikutnya. Seperti diketahui, masyarakat adat dengan
hak-haknya diakui oleh Negara merupakan pemilik wewenang hutan Negara yang
terkategori hutan adat. Dengan otoritasnya msyarakat adat menjaga kelestarian
hutan serta lingkungan, hal ini sangat kontradiktif dengan pemerintah.
Dalam masyakat adat, hutan merupakan tempat melakukan kegiatan
sehari-hari dan sebagian dijadikan sebagai fundamental. Kristalisasi ini dilakukan
secara turun-temurun yang di akui dengan kekuatan mistisnya. Menurut
masyarakat adat kelestarian hutan merupakan tanggung jawab masyarakat
setempat, sehingga dijaga keberadaannya beserta hasil-hasil hutan lainnya.
Apabila pelaksanaan pembangunan kehutanan yang semakin pesat akan mampu
menimbulkan permasalahan lingkungan.21
Korelasi antara hutan, lingkungan, keadilan dan konstitusinya dapat dilihat
bahwa lingkungan dapat dilihat dalam konstitusi bahwa Undang-Undang dasar

21 Arifin Arief, Hutan Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 1994, hlm., 12.
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H ayat (1) “ Mendapatkan
lingkungan hidup yang baik artinya masyarakat khususnya memiliki jhak untuk
mendapatkan lingkungan yang baik. Maksudnya, adalah lingkungan yang baik tentunya
lingkungan yang sehat sehingga tidak mengganggu baik jasmani maupun rohani.
Misalnya, terhindar dari polusi maupun bahaya yang diakubatkan karenan lingkungan
yang tidak sehat.

Lingkungan ini salah satunya adalah hutan sebagai hal yang vital karena dalam hutan
terdapat ekosistem, apabila sehat maka menjamin keberlangsungan keseimbangan
lingkungan. Misalnya, hutan yang gundul harena pembukaan lahan menyebabkan
anggota ekosistem lain terganggu sehingga menyebabkan beberapa persoalan antara lain
hutan yang gundul membuat suhu kota menjadi panas, air yang mengalir tidak dapat
meresap sehingga tanah menjadi tandus, selain itu habitat satwa menjadi terganngggu
sehingga menyebabkan satwa berpindah untuk mencari tempat yang lebih nyaman
selain itu karena terjadinya kekurangan pangan yang diakibatkan habitat lama terganggu
sehingga menyebabkan beberapa kasus seperti adanya satwa yang menuju ke
pemmukiman penduduk sehingga mengganggu penduduk, dan lain sebagainya.

Kajian keadilan berawal dari apakah tujuan hukum itu dibuat. Dengan kata lain
apa maksud dari suatu peraturan perundang-undangan ataupun produk hukum lain itu
dibuat. Suatu produk hukum itu dibuat memiliki tiga fungsi pokok yaitu harus adanya
suuatu keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Keadilan merupakan cita dan mengimbangi
unsur lainnya yaitu kemanfaatan dan kepastian hukum.22 Sedangkan keadilan sendiri
memiliki beberapa perspektif yang pada intinya keadilan adalah kesesuaian antara hak
dan kewajiban. Kajian keadilan lingkungan dalam konstitusi bahwa Pasal 28H untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang baik bahwa keadilan disini menggambarkan tidak
hanya masyarakat sekitar tetapi keseluruhan secara uvinersal yaitu masyarakat sebagai
bagian dari lingkungan.23
Sustanible Development

1. Prinsip Sustainable Developmentdalam Prespektif Hak Asasi Manusia.

Diskursus tentang masalah hak-hak asasi manusia akhir-akhir ini


memperoleh konteksnya yang baru dalam hubungannya dengan pembangunan
yang berkelanjutan serta pembangunan yang berpusat pada manusia.
Keterkaitan yang esensial antara hak-hak asasi manusia dengan masalah
lingkungan hidup, pembangunan dan perdamaian, akhir-akhir ini semakin
diapresiasi dan di dasari oleh para penentu kebijkan, pakar dan pekerja
pembangunan, pembela hak-hak asasi manusia, dan pemrakarsa perdamian.
Pada dasarnya manusia memiliki martabat dan derajat yang sama dengan
demikian memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama, derajat
manusia yang luhur (human dignity) itu berasal dari Tuhan yang
menciptakannya. Oleh karena itu, setiap manusia harus bebas, dapat
mengembangkan dirinya sesuai dengan budinya yang sehat. Pengembangan diri
manusia harus terlaksana dalam relasi dengan sesamanya dalam suasana
keadilan.1
Konstruksi HAM dalam konteks sustainable development tersebut
mengindikasikan bahwa pengembangan diri manusia serta kelangsungannya
sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang sustaiunable sepanjang manusia
itu ada di alam ini. Oleh karena itu, prinsip sustainable development merupakan
indikator pembangunan berkelanjutan meliputi aspek ekonomi,
ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya.

3 Problematika Penerapan Prinsip Sustainable Development dalam Pengelolaan


Lingkungan dan Implikasinya terhadap Pemenuhan HAM

Pembangunan dengan menjadikan sumber daya alam sebagai penopang


utamanya bertujuan untuk menyejahterakan kehidupan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya menuju peradaban yang lebih modern.
Pembangunan terus berlangsung menimbulkan kesenjangan antara kebutuhan
sumber daya alam yang terus meningkat dan beragam untuk memenuhi
kebutuhan manusia dan ketersedian sumber daya alam yang terbatas serta laju
pertumbuhan penduduk sangat meningkat begitu cepat seiring dengan
merosotnya sumber daya alam bahkan kerusakan dan pencemaran lingkungan
sangat memprihatinkan.2
Untuk mengatasi persoalan tersebut di atas, tanggung jawab manusia untuk
menjaga lingkungan hidup dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang yaitu
lingkungan hidup dari sudut pandang religius, sudut pandang humanism, serta

2
Suardi. B. Dg. Mallawa. Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup Dalam Sistem Hukum Lingkungan
Indonesia. Jurnal Penegakan Hukum Volume 3, Nomor 2 Juli 2006. Terakreditasi berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 55/Dikti/2005 Tanggal 17
November 2005, hlm, 80.
sudut pandang etika dan moral.24. Menurut penulis bahwa tanggung jawab
manusia untuk menjaga lingkungan agar tetap lestari berimplikasi terhadap
pemenuhan hak asasi manusia itu sendiri, hal ini disebabkan karena lingkungan
dan manusia saling ketergantungan.
Meskipun pengetahuan tentang tanggung jawab manusia terhadap
lingkungan dari sudut pandang di atas, namun tetap tidak menimbulkan
kesadaran untuk melestarikan atau menjaga lingkungan. Justru yang menonjol
adalah eksploitasi lingkungan untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat,
sebagaimana terlihat gencarnya pembangunan industri kehutanan dan
maraknya Illegal logging. Padahal kalau memperhatikan prinsip sustainable
development sudah menjadi asas dalam berbagai hukum internasional maupun
nasional, namun memperhatikan kondisi lingkungan hidup pada saat ini sangat
memprihatinkan itu berarti baru pada tataran konsep yang masih jauh dari
kenyataan, oleh karenanya dibutuhkan kesadaran dan kesungguhan dari segenap
elemen bangsa untuk mengamalkannya.3
Problemanya dalam konstruksi hukum positif sampai pada saat ini
perusakan dan pencemaran lingkungan belum dikualifikasi sebagai pelanggaran
HAM, kemudian apakah pelanggaran HAM biasa atau pelanggaran berat HAM
semua ini harus dilihat dalam berbagai perspektif.

3
Sulbadana, Op,Cit, hlm, 2.

Anda mungkin juga menyukai