Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

PENERAPAN INSTRUMEN PERIZINAN DALAM PENEGAKAN HUKUM


LINGKUNGAN

Oleh Kelompok I :
Rachmat Sesario (Ketua Kelompok) (1802010162)
Rachman Hakim (1802010159)
Heriadi (1802010161)
Randy Pratama (1802010158)
Sofyan Abdullah (1802010163)
Masduki (1802010160)
Rolly Raymond Polandos (1802010185)
M. Fauzan Arya Putra (1802010184)

UNIVERSITAS ISLAM SYEIKH YUSUF


TANGERANG
FAKULTAS HUKUM
2020

Page 1 of 60
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena telah memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini
bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum
Lingkungan Universitas Islam Syeikh Yusuf Tangerang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini. Penulis sadar
makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak.

Tangerang, 3 Desember 2020

Penulis

Page 2 of 60
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia dan sumber daya alam tidak dapat dipisahkan
karena merupakan satu kesatuan. Tuhan melengkapi manusia
dengan alam semesta dan segala sesuatu yang dibutuhkan
manusia, darat, dan laut dengan segala isinya. Diatur dalam Pasal
33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh
negara dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat”. Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yang selanjutnya di sebut UUPPLH menjelaskan bahwa “Sumber
daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber
daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk
kesatuan ekosistem”. Ekosistem sendiri sesuai dengan pasal 1
angka 5 UUPPLH adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi
dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup.
Sumber daya alam diciptakan untuk di manfaatkan manusia,
tetapi dalam pemanfaatannya ada aturan mainnya, ada batasan-
batasan agar keseimbangan alam tetap terjaga yaitu dengan
membatasi perilaku manusia untuk bijaksana dalam pemanfaatan
sumber daya alam. Konsep pembangunan diarahkan agar dalam
segala usaha pendayagunaannya tetap memperhatikan
keseimbangan lingkungan hidup serta kelestarian fungsi dan
kemampuannya sehingga dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kesejahteraan masyarakat bahkan dapat dirasakan
Page 3 of 60
juga oleh generasi mendatang.
Pasal 1 angka 1 UUPPLH menyatakan bahwa “Lingkungan
Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Menurut
Munadjat Danusaputo, lingkungan atau lingkungan hidup adalah
semua benda dan daya serta kondisi, termasuk di dalamnya
manusia dan tingkah- perbuatannya, yang terdapat dalam ruang di
mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup
serta kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup lainnya. 1 Otto
Soemarwoto berpendapat bahwa lingkungan hidup diartikan
sebagai ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama
dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya.2
Pengelolaan lingkungan hidup perlu di awali dengan
memperhatikan tuntutan penerapan hak asasi, demokrasi dan
lingkungan hidup dalam suatu kelestarian fungsi lingkungan yang
bertujuan menunjang kelestarian fungsi lingkungan. Pada saat yang
bersamaan, semua orang bersama-sama memiliki tanggung jawab
untuk membantu kebaikan bersama, menyeimbangkan tindakan
mereka kepada keamanan dan kesejahteraan orang lain,
melindungi kepentingan masa depan dengan mengejar
perkembangan terus menerus dan menjaga publik global,
memelihara warisan intelektual dan kultural manusia, aktif
berpatisipasi dalam pengaturan global dan bekerja untuk
menghapus korupsi dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Pengertian lingkungan hidup secara yudiris pertama kali

1
Munajat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku 1 Umum, Binacipta, Jakarta, h. 67.
2
Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan,
Djambatan,Jakarta,h. 48.
Page 4 of 60
dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
kemudian dirumuskan kembali dalam UU Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan terakhir dalam UU
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Perbedaan mendasar pengertian Lingkungan
Hidup menurut UUPPLH dengan kedua undang-undang
sebelumnya, yaitu tidak hanya untuk menjaga kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusa serta makhluk hidup lain,
tetapi juga kelangsungan alam itu sendiri.
Inti permasalahan dari Lingkungan Hidup ialah hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, apabila
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
berjalan secara teratur dan merupakan satu kesatuan yang saling
mempengaruhi maka terbentuklah suatu komponen hidup dan tak
hidup yang berinteraksi secara teratur sebagai suatu kesatuan dan
saling mempengaruhi satu sama lain. Keadaan ini mendorong di
perlukannya upaya-upaya pengendalian pencemaran lingkungan,
sehingga resiko yang diterima dapat ditekan sekecil-kecilnya.
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
dalam perspektif pemerintah sebagai pihak atau lembaga yang
memiliki kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkannya, hal
itu merupakan suatu modal penting dalam proses penyelenggaraan
pembangunan nasional.

Upaya untuk memberi perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup menjadi conditio sine qua non yang artinya setiap
akibat dapat ditentukan sebab- sebabnya dan masing-masing
sebab memiliki pengaruh terhadap terjadinya suatu akibat untuk
dilakukan secara konsisten dalam pembangunan nasional yang

Page 5 of 60
berkelanjutan. Hukum lingkungan menjadi sarana yang dapat
diandalkan untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup
karena hukum lingkungan selain mempunyai fungsi pencegahan
(prevention function) juga sekaligus memiliki fungsi menindak (law
enforcement) setiap terjadi perusakan dan/atau perusakan
lingkungan yang ditimbulkan oleh subyek hukum akibat usaha
dan/atau kegiatan yang dilakukannya.
Dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Peran
serta masyarakat sebagai organisasi kelompok sangat di butuhkan
dalam lingkungan hidup ini karena manusia yang memiliki
kebudayaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Manusia dengan segala kelebihannya dibandingkan makhluk hidup
lainnya, dengan akal budinya mempunyai kemampuan yang besar
untuk mengubah atau mempengaruhi lingkungan. Budaya dan
kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan harus di
tumbuhkan dalam setiap individu. Budaya tidak hanya sebagai
fungsi untuk mempertahankan diri tetapi juga mempertahankan
kembali bagaimana mampu menjaga kelestarian lingkungan yang
baik.
Menurut J.Barros dan J.M. Johnston, timbulnya masalah-
masalah lingkungan erat kaitannya dengan aktivitas pembangunan
yang dilakukan manusia, ini antara lain disebabkan oleh, pertama,
kegiatan-kegiatan industri, dalam bentuk limbah, zat-zat buangan
yang berbahaya seperti logam berat, zat radio aktif dan lain-lain.
Kedua, kegiatan pertambangan, berupa terjadinya perusakan
instlasi, kebocoran, pencemaran buangan penambangan,
pencemaran udara dan rusaknya lahan bekas pertambangan.
Page 6 of 60
Ketiga, kegiatan transportasi, berupa kepulan asap, naiknya suhu
udara kota, kebisingan kendaraan bermotor, tumpahan bahan bakar
berupa minyak bumi dari kapal tanker. Keempat, kegiatan pertanian
terutama akibat dari residu pemakaian zatzat kimia untuk
memberantas serangga/tumbuhan pengganggu, seperti insektisida,
pestisida, herbisida, fungisida dan juga pemakaian pupuk
anorganik.3 Pencemaran dan perusakan lingkungan terus meluas
tiada henti melanda biosfer dengan rentetan kompleksitas
konsekuensinya.4 Aktifitas pembangunan yang dilakukan manusia
tersebut betujuan untuk meningkatkan perekonomian, namun perlu
disadari bahwa meskipun kemajuan ekonomi merupakan suatu
komponen yang sangat esensial, tetapi ekonomi bukan satu-
satunya komponen di dalam suatu bangsa. 5 Kondisi dan kualitas
sumber daya alam dan lingkungan hidup di Indonesia dapat
dikatakan semakin memprihatinkan. Pada beberapa tahun
belakangan ini kejadian kerusakan dan pencemaran lingkungan,
baik yang diakibatkan oleh bencana alam maupun akibat ulah
manusia itu sendiri, semakin memperburuk potret sumber daya
alam dan lingkungan Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh
semakin tahunya masyarakat akan arti penting dari pengelolaan
lingkungan hidup di satu pihak, sedangkan dipihak lain peraturan
dan/atau penerapan peraturan tersebut kurang atau bahkan tidak
digunakan sama sekali.6
Namun hukum baru memiliki arti secara Empiris jika hukum
ditegakkan. Penegakan hukum lingkungan hidup dapat ditempuh
3
Harun Husein, 1992, Lingkungan Hidup, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 24.
4
Lester R. Brown, 1982, Dua Puluh Dua Segi Masalah Kependudukan, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta; Skhepi, 1994, Delapan Perusahaan Perusak lingkungan dan Anatomi
Masalah Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta; serta Siti Sundari dan Th. G. Druspteen,
1996, Kasus-kasus Hukum Lingkungan Tahun 1996, ICEL.
5
Michael P. Todaro, Op.cit, hlm. 61.
6
Bambang Prabowo Soedarso, 1997, Kumpulan Bahan Kuliah Hukum Lingkungan,
Yayasan Indonesia Lestari, Jakarta, hlm. 18.
Page 7 of 60
melalui jalur tata usaha negara, pidana dan perdata. Namun perlu
disadari pula bahwa dalam kenyataannya masih terdapat beberapa
kendala bagi pengadilan/hakim di dalam menangani dan mengadili
kasus-kasus lingkungan hidup, baik perkara pidana maupun
perkara perdata ataupun tata usaha negara. 7 Kendala yang
dihadapi, terutama ditinjau dari segi-segi sebagai berikut:
1) Sarana hukumnya sendiri, baik peraturan-peraturan hukum
yang bersifat prosedural maupun substansial, terutama
dalam bidang penegakan hukum pidana, misalnya tentang
pertanggungjawaban pidana dari korporasi, sistem
pembuktian dan sebagainya. Juga dalam bidang perdata
yang menyangkut tuntutan ganti rugi dan biaya pemulihan,
dan sistem pertanggungjawaban mutlak (strict liability) yang
masih memerlukan pengaturan segi prosedurnya maupun
peraturan-peraturan pelaksanaannya lebih lanjut.
2) Sumber daya manusianya, yaitu keterbatasan aparat hakim
sebagai penengak hukum yang cukup memahami serta
berkemampuan secara teknis profesional dalam menangani
kasus-kasus lingkungan hidup. Kemampuan ini harus
didasari oleh pengetahuan yang cukup tentang hukum
lingkungan dalam horison yang luas, hal mana
membutuhkan pendalaman melalui sarana pendidikan atau
pun pelatihan-pelatihan serta studi komparatif. Ini
disebabkan karena penanganan kasus lingkungan hidup
membutuhkan pendekatan interdisipliner yang saling terkait,
kompleks dan bukan saja pendekatan yuridis secara kaku
dan konvensional, melainkan juga pendekatan ekologis.
3) Sarana peralatan teknis yang menunjang tugas-tugas
7
Paulus Effendi Lotulung, 1998, “Peran Pengadilan Dalam Penegakan Hukum
Lingkungan”, Jurnal Hukum Lingkungan, ICEL, Tahun I No. 1/1994, ISSN 0854-7378
Cetakan ke-2, hlm. 56-57.
Page 8 of 60
penegakan hukum, misalnya antara lain laboratorium yang
dapat menjadi acuan tunggal dalam soal pembuktian adanya
pencemaran dan sebagainya.
Menurut Andi Hamzah, penegakan hukum lingkungan sangat
rumit dan banyak pelanggaran beranekaragam, mulai dari yang
paling ringan seperti pembuangan sampah dapur sampai kepada
paling berbahaya seperti pembuangan limbah berbahaya dan
beracun serta radiasi atom. Penegakan hukum lingkungan
menempati titik silang berbagai bidang klasik. Hukum Lingkungan
ditegakkan dengan berbagai instrumen, berupa instrumen
administratif, perdata, atau hukum pidana bahkan dapat ditegakkan
dengan ketiga instrumen sekaligus. Kemudian, dalam rangka
penegakan hukum para penegak hukum lingkungan harus pula
menguasai berbagai bidang hukum klasik seperti hukum
pemerintahan (administratif), hukum perdata, dan hukum pidana,
bahkan sampai kepada hukum pajak, pertanahan, tata negara, dan
internasional (publik maupun privat). 8
Penyelesaian sengketa lingkungan melalui instrumen hukum
administratif bertujuan agar perbuatan atau pengabaian yang
melanggar hukum atau tidak memenuhi persyaratan, berhenti atau
mengembalikan kepada keadaan semula (sebelum ada
pelanggaran). Oleh karena itu, fokus perbuatan dari sanksi
administratif, sedangkan orang (dader; offender) dari sanksi hukum
pidana. Selain itu, sanksi hukum tidak hanya ditujukan kepada
pembuat, tetapi juga kepada mereka yang potensial menjadi
pelanggar.9 Disamping memberi ganjaran atau ganti kerugian
(retribution), juga merupakan nestapa bagi pembuat dan untuk
memuaskan kepada korban individual maupun kolektif. Selain dari

8
Andi Hamzah, 2005, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 49-50.
9
Mas Ahmad Santosa, 2001, Good Governance Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta, hlm.
Page 9 of 60
wewenang untuk menerapkan paksaan administratif (besturdwang),
hukum lingkungan mengenal pula sanksi administratif yang lain
seperti penutupan perusahaan, larangan memakai peralatan
tertentu, uang paksa (dwangsom), dan penarikan izin. Tujuan
paksaan administratif atau pemerintahan adalah untuk memperbaiki
hal-hal sebagai akibat dilanggarnya suatu peraturan. Dalam
mempergunakan instrumen administratif, penguasa harus
memperhatikan apa yang disebut oleh Hukum tata usaha negara
sebagai asas-asas pemerintahan yang baik (the general principles
of good administration atau bahasa Belandanya algemen
beginselen van behorlijk bestuur). 10
Penegakan hukum lingkungan dapat juga melalui jalur
hukum perdata. Jalur ini di Indonesia kurang disenangi karena
proses yang berlarut-larut di pengadilan. Hampir semua kasus
perdata diupayakan ke pengadilan yang tertinggi untuk kasasi
karena selalu tidak puasnya para pihak yang kalah. Bahkan, ada
kecenderungan orang sengaja mengulur waktu dengan selalu
mempergunakan upaya hukum, bahkan walaupun kurang beralasan
biasa dilanjutkan pula ke peninjauan kembali. Sesudah ada putusan
itu masih juga sering sulit untuk dilaksanakan. 11 Sengketa (perdata)
lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersangkutan. Jika usaha di luar pengadilan yang dipilih itu tidak
berhasil maka oleh salah satu atau para pihak dapat ditempuh jalur
pengadilan. Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang
bersengketa.12
10
Andi Hamzah, Op.cit, hlm. 82- 83.
11
Ibid., hlm. 89.
12
Pasal 84 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Page 10 of 60
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak kepada latar belakang di atas, maka permasalahan
yang penulis kaji antara lain :
1) Apa sajakah Jenis kegiatan usaha yang termasuk dalam
kategori merusak lingkungan hidup ?
2) Bagaimana dengan izin lingkungan yang sangat berperan
terhadap kelestarian lingkungan hidup ?
C. Tujuan Penelitian
1) Mengetahui Jenis-jenis kegiatan usaha yang mempengaruhi
lingkungan hidup.
2) Mengetahui Jenis-jenis perizinan lingkungan hidup.
D. Manfaat Penulisan
1) Agar pembaca mengetahui jenis-jenis kegiatan usaha yang
mempengaruhi lingkungan hidup di masyarakat agar tetap
bisa menjaga ekosistem lingkungan hidup.
2) Agar masyarakat mengetahui jenis perizinan dalam
lingkungan hidup agar masyarakat bisa menjaga ekosistem
lingkungan hidup.

BAB II
PEMBAHASAN

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).


Page 11 of 60
A. Jenis Usaha/ Kegiatan Wajib AMDAL dan UKL-UPL
Amdal dan/ atau UKL-UPL merupakan instrumen untuk
merencanakan tindakan preventif terhadap pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang mungkin ditimbulkan dari
aktivitas pembangunan. Mengingat fungsinya sebagai salah satu
instrumen dalam perencanaan Usaha dan/ atau Kegiatan,
penyusunan Amdal tidak dilakukan setelah Usaha dan/ atau
Kegiatan dilaksanakan. Penyusunan Amdal yang dimaksud dalam
ayat ini dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain detil
rekayasa.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang
selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak
penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.
Pasal 1 Butir 11 UUPPLH (32/2009). Pasal 1 butir (10) Keputusan
Kelayakan Lingkungan Hidup adalah keputusan yang menyatakan
kelayakan lingkungan hidup dari suatu rencana Usaha dan/ atau
Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal. 13 Aktivitas
pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha dan/
atau Kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap
lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan,
dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai
aktivitas pembangunan tersebut dianalisis sejak awal
perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif
dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini

13
UU. No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengenlolaan Lingkungan Hidup
pasal 1 ayat (10)
Page 12 of 60
mungkin. Perangkat atau instrumen yang dapat digunakan untuk
melakukan hal tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL.
Proses penapisan (screening) atau kerap juga disebut
proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, adalah proses yang
menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun
AMDAL atau tidak. Ketentuan atau Tata cara penapisan telah
ditetapkan pada Lampiran II Permenlh Jenis Kegiatan Wajib Amdal.
Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu syarat
untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Pada dasarnya proses
penilaian Amdal atau permeriksaan UKL-UPL merupakan satu
kesatuan dengan proses permohonan dan penerbitan Izin
Lingkungan.
Menurut Pasal 22 UUPPLH Ayat (1), Setiap usaha dan/atau
kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki amdal. Kemudian dalam Pasal 24 UUPPLH Dokumen
amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 merupakan dasar
penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup.
Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang
sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau
Kegiatan. (Pasal 1 PermenLH Jenis Kegiatan Wajib Amdal). Secara
lebih rinci, maka ukuran dampak penting telah diatur dalam
Keputusan Kepala BAPEDAL No. 56 Tahun 1994 tentang Ukuran
Dampak Penting. Pasal 22 Ayat (2) menjelaskan, dampak penting
dimaksud ditentukan berdasarkan kriteria14 :
a) besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan;
b) luas wilayah penyebaran dampak;
c) intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

14
Keputusan Kepala BAPEDAL No. 56 Tahun 1994 tentang Ukuran Dampak Penting.
Pasal 22 Ayat (2)
Page 13 of 60
d) banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan
terkena dampak;
e) sifat kumulatif dampak;
f) berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g) kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Pasal 23 Ayat (1) UUPPLH, menjelaskan kriteria usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi
dengan amdal terdiri atas15 :
a) pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b) eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun
yang tidak terbarukan;
c) proses dan kegiatan yang secara potensial dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya
alam dalam pemanfaatannya;
d) proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi
lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial
dan budaya;
e) proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi
pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya;
f) introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g) pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h) kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i) penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi
besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.

15
UU. No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengenlolaan Lingkungan Hidup
pasal 23 ayat (1)
Page 14 of 60
Pasal 23 Ayat (2) UUPPLH, Ketentuan lebih lanjut mengenai
jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
Menteri negara lingkungan hidup No.5 Tahun 2012 Tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan hidup.
Pasal 2 Ayat (2) PermenLH Jenis Kegiatan Wajib Amdal,
menetapkan bahwa, “Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
wajib memiliki Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini”.
Lebih lanjut, menurut Pasal 3 ayat (1) Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang dilakukan:
a) Di dalam KAWASAN LINDUNG; dan/ atau
b) berbatasan langsung dengan kawasan lindung, juga
ditetapkan sebagai kegiatan yang WAJIB memiliki Amdal.
Kemudian menurut Pasal 4 PermenLH Wajib Amdal, Ayat
(1) Jenis rencana Usaha dan/ atau Kegiatan yang :
a) memiliki skala/besaran lebih kecil daripada yang tercantum
dalam Lampiran I; dan/atau
b) tidak tercantum dalam Lampiran I tetapi mempunyai dampak
penting terhadap lingkungan hidup, dapat ditetapkan
menjadi jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
memiliki Amdal di luar Lampiran I.
Dalam ayat (2) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri
berdasarkan:
a) pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya
tampung lingkungan; dan
b) tipologi ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting
Page 15 of 60
terhadap lingkungan hidup.
Apabila kegiatan tergolong Jenis Kegiatan yang TIDAK
Wajib Amdal, maka kegiatan tersebut tergolong jenis kegiatan yang
TIDAK berdampak penting terhadap lingkungan. Dan untuk secara
lengkap jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisa
mengenai dampak lingkuingan hidup ada pada Permen Lingkungan
Hidup No.5 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan hidup.
Berikut daftar jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang
wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan sesuai
PermenLH No.5 Tahun 2012 yaitu :
1. Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) ditetapkan
berdasarkan:
a) Potensi dampak penting
Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau
kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan:
1) besarnya jumlah penduduk yang akan terkena
dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
2) luas wilayah penyebaran dampak;
3) intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
4) banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang
akan terkena dampak;
5) sifat kumulatif dampak;
6) berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan
7) kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan/atau
8) referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa
negara sebagai landasan kebijakan tentang Amdal.
Page 16 of 60
b) Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk
menanggulangi dampak penting negatif yang akan timbul.

2. Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki


Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup :
a) Bidang Multisektor
Bidang Multisektor berisi jenis kegiatan yang bersifat lintas
sektor. Jenis kegiatan yang tercantum dalam bidang
multisektor merupakan kewenangan Kementerian/Lembaga
Pemerintah Nonkementerian terkait sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan.

Page 17 of 60
Page 18 of 60
b) Bidang Pertahanan
Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan
aktivitas militer dengan skala/besaran sebagaimana
tercantum dalam tabel di bawah ini berpotensi
menimbulkan dampak penting antara lain potensi
terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat
kegiatan operasional dan penggunaan lahan yang

cukup luas.

Page 19 of 60
c) Bidang Pertanian
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha
budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan
berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas air
akibat kegiatan pembukaan lahan, persebaran hama,
penyakit dan gulma pada saat beroperasi, serta perubahan
kesuburan tanah akibat penggunaan pestisida/herbisida.
Disamping itu sering pula muncul potensi konflik sosial dan
penyebaran penyakit endemik. Skala/besaran yang
tercantum dalam tabel di bawah ini telah memperhitungkan
potensi dampak penting kegiatan terhadap ekosistem,
hidrologi, dan bentang alam. Skala/besaran tersebut
merupakan luasan rata-rata dari berbagai ujicoba untuk
masing-masing kegiatan dengan mengambil lokasi di daerah
dataran rendah, sedang, dan tinggi.

Page 20 of 60
Page 21 of 60
d) Bidang Perikanan dan Kelautan
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha
budidaya tambak udang dan ikan adalah perubahan
ekosistem perairan dan pantai, hidrologi, dan bentang alam.
Pembukaan hutan mangrove akan berdampak terhadap
habitat, jenis dan kelimpahan dari tumbuh-tumbuhan dan
hewan yang berada di kawasan tersebut. Pembukaan
hutan mangrove dimaksud wajib sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan, seperti memperhatikan kelestarian
sempadan pantai mangrove, tata cara konversi mangrove
yang baik dan benar untuk meminimalisasi dampak, dan lain
sebagainya.

Page 22 of 60
Page 23 of 60
e) Bidang Kehutanan
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah
gangguan terhadap ekosistem hutan, hidrologi,
keanekaragaman hayati, hama penyakit, bentang alam dan
potensi konflik sosial.

Page 24 of 60
f) Bidang Perhubungan

Page 25 of 60
Page 26 of 60
Page 27 of 60
h) Bidang Perindustrian

Page 28 of 60
Page 29 of 60
i) Bidang Pekerjaan Umum
Beberapa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum
mempertimbangkan skala/besaran kawasan perkotaan
(metropolitan, besar, sedang, kecil) yang menggunakan
kriteria yang diatur dalam peraturan perundangan yang
berlaku yang mengatur tentang penyelenggaraan penataan
ruang (Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang) atau penggantinya.

Page 30 of 60
Page 31 of 60
j) Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Page 32 of 60
k) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral

Page 33 of 60
Page 34 of 60
l) Bidang Pariwisata
Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah
gangguan terhadap ekosistem, hidrologi, bentang alam dan
potensi konflik sosial.

Page 35 of 60
m) Bidang Ketenaganukliran
Secara umum, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
pengembangan dan penggunaan teknologi nuklir selalu
memiliki potensi dampak dan risiko radiasi. Persoalan
kekhawatiran masyarakat yang selalu muncul terhadap
kegiatan- kegiatan ini juga menyebabkan kecenderungan
terjadinya dampak sosial.

Page 36 of 60
Page 37 of 60
n) Bidang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (LB3)
Kegiatan yang menghasilkan limbah B3 berpotensi
menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan kesehatan
manusia,terutama kegiatan yang dipastikan akan
mengkonsentrasikan limbah B3 dalam jumlah besar
sebagaimana tercantum dalam tabel. Kegiatan-kegiatan ini
juga secara ketat diikat dengan perjanjian internasional
konvensi basel) yang mengharuskan pengendalian dan
penanganan yang sangat seksama dan terkontrol.

Page 38 of 60
Page 39 of 60
B. Jenis-jenis Perizinan
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum. Kualitas lingkungan hidup yang semakin
menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Instrumen pencegahan dan/atau kerusakan lingkungan
dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, satu
diantaranya yaitu perizinan. Instrumen perizinan berdasarkan
UUPPLH terdiri dari 2 (dua) jenis izin, yakni :
pertama, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada
setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib
Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang merupakan prasyarat untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka 35 UUPPLH).
Kedua, izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang
diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau
kegiatan (Pasal 1 angka 36 UUPPLH).
Izin lingkungan berdasarkan UUPPLH merupakan prasyarat
untuk mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan, dan izin tersebut
diberikan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Berdasarkan hal di atas, izin usaha atau kegiatan tidak dapat
diterbitkan jika tidak dilengkapi dengan izin lingkungan. Selain itu,
untuk mendapatkan izin lingkungan harus menempuh prosedur dan
memenuhi persyaratan tertentu. Izin lingkungan sebagaimana
Page 40 of 60
diatur didalam UUPPLH pada ketentuan Pasal 36 UUPPLH, yaitu 16:
1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal
atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan;
2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau
rekomendasi UKL-UPL;
3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL;
4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
Ketentuan diatas, menegaskan pertama, setiap usaha
dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki
izin lingkungan. kedua, Amdal atau UKL-UPL merupakan instrumen
penting dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan
yakni instrumen pencegahan kerusakan atau pencemaran
lingkungan hidup. Ketiga, Amdal atau UKL dan UPL merupakan
syarat wajib untuk penerbitan keputusan izin suatu usaha dan/atau
kegiatan pengelolaan bidang lingkungan hidup.
Selanjutnya pada Pasal 37 ayat (1) dan (2) UUPPLH
menetapkan, bahwa :
1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya, wajib menolak permohonan izin lingkungan
apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan Amdal atau
UKL-UPL;
2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat
(4) UUPPLH dapat dibatalkan, apabila:

16
UU. No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengenlolaan Lingkungan Hidup
pasal 36
Page 41 of 60
a) persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin
mengandung cacat hukum, kekeliruan,
penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau
pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
b) penerbitannya tanpa memenuhi syarat
sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi
tentang kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL; atau
c) kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal
atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan.
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2) UUPPLH, izin lingkungan dapat dibatalkan melalui Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal 38 UUPPLH). Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya
wajib mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin
lingkungan. Pengumuman dilakukan dengan cara yang mudah
diketahui oleh masyarakat (Pasal 39 UUPPLH). Ketentuan diatas
merupakan pelaksanaan atas keterbukaan informasi, dengan
adanya pengumuman memungkinkan peran serta masyarakat,
khususnya yang belum menggunakan kesempatan dalam prosedur
keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses
pengambilan keputusan. Izin lingkungan persyaratan untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan, dalam hal izin
lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. Dalam
hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan,
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbaharui
izin lingkungan17. Pada Pasal 40 UUPPLH menyebutkan bahwa

17
Syamsul Arifin, Sanksi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia,
PT. Sofmedia, Jakarta, 2012, hal. 107-108.
Page 42 of 60
izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan. Jika izin lingkungan dicabut, izin usaha
dan/atau kegiatan dibatalkan atau mengalami perubahan maka
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbaharui
izin lingkungan. Memperhatikan ketentuan pada Pasal 40 UUPPLH
tersebut diatas bahwa izin lingkungan merupakan instrumen yang
digunakan pemerintah sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan
tingkah laku warganya dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. Artinya, izin lingkungan berdasarkan UUPPLH
merupakan persetujuan dari penguasa untuk dalam keadaan
tertentu memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan, oleh karena
usaha dan/atau kegiatan tersebut (berdasarkan kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup atau pengelolaan dan pemantauan terhadap
kegiatan usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan) layak lingkungan.
Dengan kata lain bahwa didalam UUPPLH, izin lingkungan
tersebut merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha dan/atau
kegiatan. Untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan tersebut,
orang atau badan hukum, terlebih dahulu mengurus dan
mendapatkan izin lingkungan. Untuk mendapatkan izin lingkungan
maupun izin usaha dan/atau kegiatan, orang atau badan hukum
tersebut harus memenuhi syarat- syarat dan memenuhi prosedur
administrasi. Sebagai suatu instrumen, izin lingkungan berfungsi
selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah,
perekayasa, dan perancang pelaku usaha dan/atau kegiatan untuk
mencapai tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dan untuk menanggulangi masalah lingkungan disebabkan aktivitas
manusia yang melekat dengan dasar izin dan juga dapat berfungsi
Page 43 of 60
sebagai sarana yuridis untuk mencegah serta menanggulangi
pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Ketentuan mengenai lebih lanjut tentang izin lingkungan
yang berdasarkan Pasal 41 UUPPLH juga diatur dalam Peraturan
Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang izin
lingkungan saat ini, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan (selnajutnya disingkat dengan PP
27/2012). Jika ditelaah lebih mendalam makna izin lingkungan
sebagaimana diatur dalam UUPPLH, berisikan suatu keputusan
tentang kelayakan lingkungan atas suatu usaha dan/atau kegiatan.
Hal tersebut juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang
memberikan batasan izin lingkungan adalah izin yang diberikan
kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka 35 UU No. 32 tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012
tentang Izin Lingkungan) . Adapun Macam-macam izin lingkungan,
yaitu :
1) Izin lingkungan, yaitu diterbitkan sebagi prasayarat untuk
memperoleh izin usaha dan/ kegiatan
2) Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH),
yaitu diterbitkan sebagai persyaratan izin lingkungan dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Sedangkan yang dimaksud dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan atau AMDAL adalah: Kajian mengenai
dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang

Page 44 of 60
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau
Kegiatan. Dan yang dimaksud dengan Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau
UKL-UPL adalah Pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha
dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting Terhadap
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
Sementara pada beberapa tulisan mengenai izin lingkungan,
menyatakan bahwa studi kelayakan lingkungan juga termasuk izin
lingkungan. Kemudian Siti Sundari Rangkuti menyataka 18 perizinan
lingkungan antara lain sebagai berikut:
1) Izin HO (Hinder Ordonnantie, Stb. 1926 No. 226, Pasal 1)
2) Izin Usaha Industri
3) Izin Pembuangan Limbah
4) Izin operasi penyimpanan, pengumpulan, pamantauan,
pengolahan dan atau penimbunan limbah B3
5) Izin pengangkutan limbah B3
6) Izin pemanfaatan limbah B3
7) Izin operasi alat pengolahan limbah B3
8) Izin lokasi pengolahan dan penimbunan limbah B3
9) Izin melakukan dumping
10)Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan
emisi dan/atau gangguan
11)Izin lokasi.
“Perizinan lingkungan” yang dimaksudkan oleh Siti Sundari
Rangkuti di atas, menurut penulis adalah izin lingkungan
sebagaimana dimaksud pada UU-PPLH. 19 Jika demikian, ruang
18
Siti Sundari Rangkuti, ibid, hlm. 120.
19
Lihat, Helmi, Hukum Lingkungan dan Perizinan Bidang Lingkungan Hidup Dalam
Negara Hukum Kesejahteraan, Unpad Press, Bandung, 2010, hlm. 83.
Page 45 of 60
lingkup izin lingkungan paling tidak jenis-jenis yang dikemukakan di
atas.
Terhadap izin-izin di atas, pada UU-PPLH disatukan menjadi
izin lingkungan. Jadi UU-PPLH satu sisi menyederhanakan sistem
izin lingkungan dengan cara mengintegrasikan izin-izin lingkungan.
Seseorang atau badan hukum yang akan melakukan izin usaha
atau kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan, wajib memiliki
izin
lingkungan.20 Di sisi lain, integrasi dalam satu izin lingkungan
merupakan upaya untuk perlindungan lingkungan. Hal ini
disebabkan, satu izin sebenarnya terkait dengan izin lainnya. Jika
pengalaman masa lalu tingkat ketaatan terhadap izin-izin
lingkungan rendah,berdasarkan UU-PPLH pengusaha “wajib”
melaksanakan izin lingkungan.
Hal yang menarik berkaitan dengan integrasi izin lingkungan
ini yakni penyederhanaan merupakan instrumen pengendalian dan
pengawasan risiko lingkungan dari berbagai kegaitan. Jika
sebelumnya, orang harus mengurus berbagai izin, justru
berdasarkan UUPPLH pengusaha terhindari dari ekonomi biaya
tinggi karena cukup mengurus izin lingkungan saja. Artinya, izin
lingkungan bukan beban, justeru meringankan beban mendapatkan
izin usaha atau kegiatan.
Berdasarkan uraian di atas, di satu sisi penyelenggaraan izin
lingkungan merupakan upaya untuk pelestarian fungsi lingkungan
hidup. Pengelolaan sumber daya lingkungan hidup
memperhitungkan kemampuan daya tampung dan daya dukung
lingkungan hidup. Di sisi lain, penyelenggaraan izin lingkungan
justeru menjadi dianggap mempersulit aktivitas investasi di
Indonesia. Adanya izin lingkungan merupakan hambatan bagi
20
Ibid, hlm. 82.
Page 46 of 60
pengusaha melakukan aktivitas. Sementara oleh beberapa instansi
pemerintah, izin lingkungan merupakan wujud penyelenggaraan
kewenangan untuk mendapatkan pemasukan pendapat bagi
keuangan negara. Jadi, wajar jika pemberlakuan UU-PPLH yang
mengintegrasikan berbagai izin lingkungan menjadi satu sistem izin
lingkungan terpadu akan memunculkan pertentangan berbagai
kalangan birokrat sektoral di pemerintahan.
C. Contoh Kasus Tentang Pelanggaran Izin Lingkungan
Penerapan Sanksi Administrasi Terhadap Perusahaan Yang
Menimbulkan Pencemaran Sungai Di Kabupaten Muaro Jambi
Berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2012. Pencemaran lingkungan
yang terjadi, sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor
32 Tahun 2009 , diatur pula sanksi administrasi dari pencemaran
lingkungan hidup tersebut. Apabilah ditelaah secara harpiah istilah
sanksi administrasi, terlihat ada 2 (dua) suku kata dasar, yaitu kata
‘sanksi’ dan ‘administrasi’. Menurut HS. Sastracarito : “Sanksi
adalah ancaman hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang atau
lebih”. Sedangakan J.c. T. Simorangkir, SH, menyatakan : “Sanksi
adalah ancaman hukuman ; merupakan suatu alat guna ditaati
suatu kaidah, UU, misalnya sanksi terhadap pelanggaran suatu
UU”.
Sanksi administrasi memiliki konotasi yang bersifat negatif
terhadap sesuatu, baik secara orang-perorangan (individual)
maupun badan usaha yang dikenakan tindakan tersebut. Biasanya
sanksi administrasi diberikan oleh suatu badan hukum publik
(instansi pemerintah) yang mengeluarkan atau memberikan izin,
yang disebabkan satu dan lain hal yang menerima izin menyalahi
ataupun menyimpang dari izin yang telah diberikan.
Terhadap penyimpangan dalam penggunaan izin, yang
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, baik
Page 47 of 60
terhadap undang-undang, peraturan pemerintah maupun peraturan
Daerah (Perda), maka dijatuhkan pemberian sanksi administrasi.
Dalam hal ini untuk kabupaten Muaro Jambi, terhadap beberapa
kasus lingkungan mengacu pada Perda Provinsi, dimana
pelanggaran terhadap izin perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dianggap sebagai pelanggaran terhadap izin
lingkungan, maka berdasarkan Pasal 16 Perda Nomor 6 Tahun
2012, Gubernur menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam
pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
Sanksi administratif terdiri atas:
1) teguran tertulis;
2) paksaan Pemerintah;
3) pembekuan izin lingkungan; atau
4) pencabutan izin lingkungan.
Pencemaran lingkungan dari kegiatan industri yang
menghasilkan limbah tersebut, bukan hanya terjadi di kota-kota
besar saja, akan tetapi juga dapat terjadi di kabupaten Muaro
Jambi. Untuk mengatasi pencemaran lingkungan tersebut,
diperlukan peran serta masyarakat yang peduli pada lingkungannya
untuk selalu melakukan pengawasan terhadap limbah-limbah
industri tersebut.
Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu kabupaten yang
dapat dikatakan banyak terdapat pabrik-pabrik indutri yang sedang
berkembang. Mulai dari pabrik pengelolaan minyak sawit, indutri
pengelolaan kayu hingga yang baru-baru ini berkembang pula
industri pertambangan minyak dan pertambangan emas tanpa ijin.
Dilain pihak hampir sebagian besar penduduk kabupaten Muaro
Jambi menopang hidupnya pada bidang pertanian, perkebunan dan
perikanan di sepanjang daerah alur sungai Batanghari.
Page 48 of 60
Kegiatan-kegiatan industri tersebut, kadangkala tidak
mempertimbangan akibat terhadap lingkungan yang ada, dimana
berdasarkan data yang penulis dapatkan ada sekitar 32
perusahaan industri pengolahan karet (rubber processing) dan
minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang terletak di
sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Jambi belum
memiliki pengolahan limbah secara permanen, dan 11 perusahaan
berada dalam wilayah Muaro Jambi, dari jumlah tersebut sebanyak
3 perusahaan yang terindikasi membuang limbah cair ke sungai
Batanghari, seperti yang pernah terjadi di daerah kabupaten Muaro
Jambi, terjadinya pencemaran pada daerah aliran sungai (DAS)
Batanghari dari limbah perusahaan pengolahan sawit (Crude Palm
Oil) oleh PT. Kurnia Tunggal Nugraha (KTN), PT. Kirana Sekernan
dan PT. Bukit Bintang Sawit yang ternyata setelah ditinjau
perusahaan tidak memiliki fasilitas pengolahan limbah, sehingga
limbah perusahaan tersebut langsung dibuang ke sungai yang
berakibat tercemarnya sungai batanghar
Untuk mendapatkan gambaran secara jelas dan lengkap
pelaksanaan sanksi administrasi dimaksud, dapat dilihat
implementasinya studi kasus pada PT. PT.Bukit Bintang Sawit yang
berloksi di Kemingking Dalam Kabupaten Muaro Jambi.
Perusahaan industri PT. Bukit Bintang Sawit merupakan
perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan minyak sawit
(crude Palm Oil) dan lokasinya di desa Kemingking Dalam
berdekatan dengan pemukiman penduduk. Hal ini sering mendapat
image (kesan) yang negatip masyarakat di sekitar perusahaan,
karena perusahaan sering pengabaikan dan mengganggu
lingkungan penduduk setempat. Pencemaran yang dilakukan
perusahan industri PT. Bukit Bintang Sawit di antaranya berupa:
pencemaran sungai yang diakibatkan dari pembuangan
Page 49 of 60
limbah perusahaan tanpa pengelolaan terlebih dahulu.
Sebagaimana dijelaskan oleh bapak Rahman Poetra
bahwa:“Pemeriksaan kita rutin empat kali setahun, itu bakteri e-coli.
Banyak berasal dari limbah domestik. Kalau dari limbah
perusahaan ada SOP-nya, mereka berkewajiban setiap bulannya
lapor ke kami.”
Berdasarkan laporan atau pengaduan dari masyarakat
ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat terhadap
penerapan yang dilakukan PT. Bukit Bintang Sawit, ditindak lanjuti
BLHD setempat yang diteruskan laporannya ke BLHD Provinsi
dengan membentuk tim untuk melakukan peninjauan langsung ke
lapangan pada lokasi yang dianggap terkena pencemaran. Hasil
peninjauan dan monitoring di lapangan ternyata benar adanya fakta
yang diungkapkan masyarakat setempat, sebagaimana
dikemukakan Rosmeli yang menyatakan :
Status kecemaran Sungai Batanghari telah mencapai kondisi
terparah, yaitu kategori tercemar berat (Kelas D), dari sebelumnya
tercemar sedang (Kelas C). Kondisi tersebut diketahui setelah
melalui penelitian sampel air sungai di 16 titik. Hasil penelitian
menunjukkan tingkat kekeruhan air sangat tinggi di kawasan sekitar
perusahaan tersebut. Hal ini semakin buruk dimana di wilayah
tengah dan hilir terjadi peningkatan kadar E coli dan total coliform
secara drastis. Penyebabnya adalah pertambahan penduduk yang
pesat diiringi kebiasaan membuang tinja secara langsung ke
sungai. "Banyak warga belum memiliki WC di rumah dan masih
membuang tinja disungai
Kebenaran fakta yang diungkapkan masyarakat di sekitar
perusahaan, sejalan dengan hasil penelitian penulis di lapangan
wawancara dengan Sabri, yang menyatakan : “keruhnya air sungai,
mengakibatkan terjadi sakit perut dan terkadang diare”. Kenyataan
Page 50 of 60
di atas, dikemukakan pula oleh M. Syukur, yang menyatakan :
“Kulit tangan dan badan saya terasa gatal- gatal dan menimbulkan
bintik-bintik kemerahan akibat terkena air sungai yang tercemar
limbah perusahaan PT. Bukit Bintang Sawit”. Fakta yang
diungkapkan di atas, senada dengan hasil penelitian penulis
terhadap 10 orang sampel yang dijadikan responden, yang
jawabannya terangkum dalam bentuk tabel berikut ini:
Tabel 1 : Dampak Pencemaran Sungai Bagi Penduduk Di
Sekitar PT. Bukit Bintang Sawit Desa Kemingking Dalam
Kabupaten Muaro Jambi.
No No. Nama Dampak Yang Ditimbulkan
Responden Pencemaran Limbah Industri
1 Sabri Sakit perut
2 A. Basit Alergi kulit
3 Muntiah Diare
4 M. Syukur Gatal-gatal pada badan
5 Syaiful Alergi kulit
6 Ena Alergi kulit
7 Itun Sakit perut dan diare
8 A. Nurdin Gatal-gatal pada badan
9 Shaleh Radang tenggorokan
10 juairiah Gatal-gatal pada kulit

Sumber data : Diolah dari hasil penelitian lapangan.


Apabila ditelaah dari data yang tertera pada tabel di atas,
menunjukan bahwa dari 10 orang yang dijadikan sampel sebagai
responden penduduk yang bertempat tinggal di lokasi sekitar PT.
Bukit Bintang Sawit desa Kemingking Dalam Kabupaten Muaro
Jambi, ternyata dampak yang ditimbulkan akibat pencemaran
limbah perusahaan menderita berbagai jenis penyakit ada yang
terkena gangguan perut, batuk-batuk, gatal-gatal pada bagian
badan, kulit timbul bintik-bintik kemerahan dan lainnya.
Pencemaran yang dilakukan PT. Bukit Bintang Sawit di Desa

Page 51 of 60
Kemingking Dalam, diakui oleh Irawan Surya yang manyatakan :
PT. Bukit Bintang Sawit baru pertama kali ini mengalami kebocoran
tangki dust colector (tempat penyimpanan limbah cair), sehingga
limbah keluar dan mencemari sungai batanghari di belakang pabrik
dan seterusnya dibawa arus sungai sehingga mengganggu
lingkungan pemukiman penduduk di sekitar perusahaan, yang
jaraknya lebih kurang pada radius 150 meter.
Walaupun perusahaan industri PT. Bukit Bintang Sawit di
desa Kemingking Dalam Kabupaten Muaro Jambi mengakui
terjadinya pencemaran sungai yang diakibatkan dari kebocoran
dust colector yang berdampak menimbulkan berbagai jenis
penyakit yang dialami penduduk di sekitar perusahaan. Semua
biaya perawatan dan pengobatan untuk memulihkan berbagai jenis
penyakit tersebut yang dialami penduduk di sekitar perusahaan
ditanggung sendiri, dan tidak ada satusenpun yang dikeluarkan dan
bantuan dari perusahaan. Kenyataan ini sejalan dengan hasil
penelitian penulis di lapangan wawancara dengan Juairiah, yang
menyatakan : “Sewaktu saya berobat ke puskesmas karena
terkena alergi pada kulit semua biaya ditanggung sendiri dan tidak
pernah ada bantuan dari perusahaan”. Hal yang sama
dikemukakan pula oleh Saiful, yang menyatakan : “Akibat saya
mandi dengan air sungai yang terkena pencemaran limbah , saya
mengalami penyakit kulit gatal-gatal dan menimbulkan bintik-bintik
kemerahan, biaya perobatan ditanggung sendiri”.
Dengan terjadinya pencemaran air sungai yang dilakukan
oleh PT. Bukit Bintang Sawit di Desa Kemingking Dalam
Kabupaten Muaro Jambi, yang dampaknya dapat menganggu
derajat kesehatan masyarakat di sekitar perusahaan, ada yang
masyarakat secara langsung menderita alergi kulit , gatal-gatal,
sakit perut dan bahkan diare dan lainya yang dirasakan sangat
Page 52 of 60
merugikan masyarakat di sekitar perusahaan, maka perlu diambil
langkah-langkah antisipasi, pencegahan dan upaya
penanggulangan-nya dengan menerapkan sanksi-sanksi
administrasi yang berat dan tegas.
Namun demikian langkah yang telah diambil oleh gubernur
melalui kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
setempat, terhadap perusahaan yang telah melakukan pencemaran
lingkungan, menurut Ir. H.R.A. Rahman Poetra adalah : PT. Bukit
Bintang Sawit di Desa Kemingking Dalam yang baru pertama kali
melakukan kelalaian sehingga mencemarkan lingkungan
disekitarnya, tindakan yang diambil hanya sebatas melaksanakan
sanksi administrasi yang berupa teguran secara lisan dan
peringatan secara tertulis, dengan himbauan supaya perusahaan
sesegera mungkin dapat memperbaiki atau membenahi kinerja
pembuangan limbah cair dengan baik dan benar, tanpa
mencemarkan lingkungan di sekitarnya. Jangka waktu yang
diberikan untuk memperbaiki dan membenahi pencemaran yang
ditimbulkan adalah 3 bulan, sesudah itu wajib dilaporkan hasilnya
pada pemerintah setempat.
Apabila ditelaah dari pendapat di atas, tergambar secara
jelas bahwa pencemaran yang dilakukan PT. Bukit Bintang Sawit di
Desa Kemingking Dalam Kabupaten Muaro Jambi, yang
berdampak negatif terhadap penduduk setempat ditandai dengan
menimbulkan berbagai jenis penyakit yang dialami masyarakat,
diare, alergi kulit dan lainnya, sanksi administrasi yang diberikan
cukup ringan hanya sebatas teguran secara lisan dan peringatan
tertulis yang hanya bersifat seruan ataupun himbauan saja, agar
perusahaan sesegera mungkin memperbaiki kinerja pembuangan
limbah cair. Padahal pencemaran yang ditimbulkan sudah terlalu
jauh dan menimbulkan korban berbagai jenis penyakit yang dialami
Page 53 of 60
masyarakat di sekitar perusahaan. Semestinya sanksi administrasi
yang diberlakukan cukup berat, keras dan tegas.
Begitu pula terhadap penduduk yang terkena dampak
pencemaranmenderita berbagai jenis penyakit, ada yang terkena
gangguan sakit pada perut, terkena batuk-batuk, alergi kulit yang
sering menimbulkan gatal-gatal, dan lainnya, semua biaya
perawatan dan pengobatan ke puskesmas terdekat ditanggung
sendiri penduduk setempat. Semestinya semua biaya pengobatan
ditanggung oleh perusahaan, karena mereka menderita sakit
disebabkan terjadinya pencemaran lingkungan yang dilakukan
perusahaan.
Kenyataan ini sejalan dengan hasil penelitian penulis di
lapangan wawancara dengan Haryanto yang menyatakan : Hanya
dengan memfasilitasi pertemuan antara pimpinan atau pengurus
perusahaan PT. Bukit Bintang Sawit dengan penduduk setempat,
untuk mencari solusi yang terbaik agar tidak ada terulang kembali
pencemaran, dan tidak ada tindakan kongrit untuk memberikan
biaya pemulihan kesehatan dan pencemaran lingkungan
Berdasarkan pendapat di atas, menunjukan langkah kongrit
yang diambil pejabat setempat hanyalah memfasilitasi pertemuan
antara pimpinan atau pengurus perusahaan PT. Bukit Bintang
Sawit dengan penduduk setempat, untuk mencari solusi yang
terbaik membenahi dan memperbaiki jangan sampai terjadi
pencemaran di masa yang akan datang, dan tidak ada solusi dalam
hal memberikan biaya untuk mengganti kerugian untuk memulihkan
kesehatan masyarakat disekitarnya dan perbaikan lingkungan yang
tercemar.

Page 54 of 60
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan yang memberikan batasan izin lingkungan
adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka
35 UU No. 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan) . Adapun Macam-
macam izin lingkungan, yaitu :
1) Izin lingkungan, yaitu diterbitkan sebagi prasayarat untuk
memperoleh izin usaha dan/ kegiatan
2) Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH),
yaitu diterbitkan sebagai persyaratan izin lingkungan dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Sedangkan yang dimaksud dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan atau AMDAL adalah: Kajian mengenai
dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau
Kegiatan. Dan yang dimaksud dengan Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau
Page 55 of 60
UKL-UPL adalah Pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha
dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting Terhadap
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
Terhadap izin-izin di atas, pada UU-PPLH disatukan menjadi
izin lingkungan. Jadi UU-PPLH satu sisi menyederhanakan sistem
izin lingkungan dengan cara mengintegrasikan izin-izin lingkungan.
Seseorang atau badan hukum yang akan melakukan izin usaha
atau kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan, wajib memiliki
izin
lingkungan. Di sisi lain, integrasi dalam satu izin lingkungan
merupakan upaya untuk perlindungan lingkungan. Hal ini
disebabkan, satu izin sebenarnya terkait dengan izin lainnya. Jika
pengalaman masa lalu tingkat ketaatan terhadap izin-izin
lingkungan rendah,berdasarkan UU-PPLH pengusaha “wajib”
melaksanakan izin lingkungan.
Hal yang menarik berkaitan dengan integrasi izin lingkungan
ini yakni penyederhanaan merupakan instrumen pengendalian dan
pengawasan risiko lingkungan dari berbagai kegaitan. Jika
sebelumnya, orang harus mengurus berbagai izin, justru
berdasarkan UUPPLH pengusaha terhindari dari ekonomi biaya
tinggi karena cukup mengurus izin lingkungan saja. Artinya, izin
lingkungan bukan beban, justru meringankan beban mendapatkan
izin usaha atau kegiatan.
Berdasarkan uraian di atas, di satu sisi penyelenggaraan izin
lingkungan merupakan upaya untuk pelestarian fungsi lingkungan
hidup. Pengelolaan sumber daya lingkungan hidup
memperhitungkan kemampuan daya tampung dan daya dukung
lingkungan hidup. Di sisi lain, penyelenggaraan izin lingkungan
justeru menjadi dianggap mempersulit aktivitas investasi di
Page 56 of 60
Indonesia. Adanya izin lingkungan merupakan hambatan bagi
pengusaha melakukan aktivitas. Sementara oleh beberapa instansi
pemerintah, izin lingkungan merupakan wujud penyelenggaraan
kewenangan untuk mendapatkan pemasukan pendapat bagi
keuangan negara. Jadi, wajar jika pemberlakuan UU-PPLH yang
mengintegrasikan berbagai izin lingkungan menjadi satu sistem izin
lingkungan terpadu akan memunculkan pertentangan berbagai
kalangan birokrat sektoral di pemerintahan.
B. Saran
1) Pemerintah,
Mengingat kesadaran masyarakat akan arti pentingnya
pengelolaan lingkungan hidup maka pemerintah harus lebih
tegas akan sanksi apa yang diberikan kepada masyarakat
dalam hal ini para pengusaha yang melakukan usaha tanpa
adanya izin lingkungan sehingga dapat mencegah terjadinya
perusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
2) Para Pengusaha
Para pengusaha diharapkan tetap dapat melakukan
usahanya dengan ketentuan undang-undang yang berlaku di
Indonesia agar kelestarian lingkungan hidup tetap bisa
terjaga.

Page 57 of 60
DAFTAR PUSTAKA
Buku

Abdul Rachman Arief, 2005, Pengantar ilmu perhotelan dan


Restoran, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Hyronimus Rhiti, 2005, Kompleksitas Permasalahan Lingkungan
Hidup, Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
Koesnadi Hardjasoemantri, 2006, Hukum Tata Lingkungan,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Khairandy Ridwan, 2001, Rajagukguk Erman, Hukum dan
Lingkungan Hidup Indonesia, 75 tahun
PROF.DR.KOESNADI HARDJASOEMANTRI,SH.,ML.,Universitas
Indonesia, Jakarta. Marsum WA, 1993, Restoran dan Segala
Permasalahannya, Andi, Yogyakarta Reality Publisher, 2008,
Kamus Bahasa Indonesia terbaru, Tim Reality, Surabaya.
Supriadi, 2006, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta.
Siti Sundari Rangkuti, 2000, Hukum Lingkungan dan
Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Erlangga University,
Surabaya
Michael Hager,Development for the Developing Nations,Work
Paper On Word Peace Thought Law, dikutip dari
Syamsuharya, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas Industri Nasional, Alumni,
Page 58 of 60
Bandung, 2008.
Muhammad Erwin, Hukum Lingkungan dalam Sistem
Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Refika
Aditama, Bandung, 2008
Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Buku I : Umum, Bina
Cipta, 1985
M.Daud Silalahi,Pengaturan Hukum Sumber Daya Air dan
LingkunganHidup di Indonesia, Alumni, Bandung, 2003.
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafik, Jakarta,
2012.
Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah
Mada University, Yogyakarta, 2009.
Otto Soemarwoto, Dampak Pencemaran Lingkungan Hidup,
Gadjah Mada University, Yogyakarta, 1991.
P. Joko Subagyo, Hukum Lingkungan Masalah dan
Penanggulangannya, Rineka Cipta, Jakarta, 1999.
R. Subekti dan R.Tjitrosubidio, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolahan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan.
UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis mengenai dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL)

Page 59 of 60
TABEL PENILAIAN
N NAMA MAHASISWA NILAI PENYUSUNAN NILAI
O (NIM) MAKALAH PRESENTASI
1 Rachmat Sesario 90 90
(Ketua Kelompok)
(1802010162)
2 Rolly Raymond 80 80
Polandos
(1802010185)
3 Rachman Hakim 78 80
(1802010159)
4 Heriadi (1802010161) 78 80
5 Randy Pratama 70 70
(1802010158)
6 Sofyan Abdullah 75 80
(1802010163)
7 M. Fauzan Arya Putra 78 80
(1802010184)
8 Masduki (1802010160) 70 70

Page 60 of 60

Anda mungkin juga menyukai