Anda di halaman 1dari 18

TUGAS INDIVIDU

HUKUM LINGKUNGAN

MERESUME MATERI

DISUSUN OLEH :

Syindy Reza Rahayu (170701011)

ILMU HUKUM

DOSEN PENGAMPU :

TRI WAHYUNI LESTARI SH,MH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan adalah suatu tempat dimana terdapat mahluk hidup beserta ekosistem
di dalamnya yang saling berhubungan satu sama lainnya. Di dalam lingkungan itu sendiri
terdapat berbagai macam mahluk hidup, diantaranya mahluk herbivora, omnivora,
karnivora, dan insektivora. Tidak hanya itu di dalam suatu lingkungan juga terdapat biota-
biota didalamnya seperti batu, tanah, air dll.

Tetapi di balik mahluk dan benda yang ada didalamnya selalu ada campur tangan
manusia yang berdampak pada lingkungan tersebut. Terkadang campur tangan manusia
itu ada yang berdampak positif dan ada juga yang berdampak negatif pada lingkungan
tersebut.

Lazimnya manusia bergantung pada bagaimana keadaan lingkungan di sekitarnya


yaitu sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam
tersebut yang utama bagi manusia adalah tanah, air, dan udara. Tanah merupakan tempat
manusia untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai
komponen tubuh manusia yang terbesar. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat
dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak dan memiliki kualitas yang baik. Selain
itu, udara merupakan sumber oksigen yang alami bagi pernafasan manusia. Lingkungan
yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.
Lingkungan hidup di Indonesia perlu ditangani disebabkan adanya sejumlah faktor yang
mempengaruhinya, salah satunya yaitu mengenai keadaan lingkungan hidup seperti
kemerosotan atau degradasi yang terjadi di berbagai daerah. Komponen lingkungan hidup
secara garis besar terbagi tiga kelompok, yaitu kelompok biotik (flora dan fauna darat dan
air), kelompok abiotik (sawah, air dan udara) dan kelompok kultur (ekonomi, sosial,
budaya dan kesehatan masyarakat).

Masalah lingkungan adalah aspek negatif dari aktivitas manusia terhadap


lingkungan biofisik. Environmentalisme, sebuah gerakan sosial dan lingkungan yang
dimulai pada tahun 1960, fokus pada penempatan masalah lingkungan melalui advokasi,
edukasi, dan aktivisme.
Masalah lingkungan terbaru saat ini yang mendominasi mencakup perubahan
iklim, polusi, dan hilangnya sumber daya alam. Gerakan konservasi mengusahakan
proteksi terhadap spesies terancam dan proteksi terhadap habitat alami yang bernilai
secara ekologis.

Tingkat pemahaman terhadap bumi saat ini telah meningkat melalui sains
terutama aplikasi dari metode sains. Sains lingkungan saat ini adalah studi akademik
multidisipliner yang diajarkan dan menjadi bahan penelitian di berbagai universitas di
seluruh dunia. Hal ini berguna sebagai basis mengenai masalah lingkungan. Sejumlah
besar data telah dikumpulkan dan dilaporkan dalam publikasi pernyataan lingkungan.

Manusia memiliki pengaruh besar untuk keseimbangan ekosistem. Kemajuan ilmu


pengetahuan & teknologi memudahkan manusia dalam mengatsi semua masalah
hidupnya. Namun disisi lain, dampak kemajuan IPTEK dapat mengakibatkan rusaknya
lingkungan & ketidakseimbangan ekosistem. Kerusakan yang tampak nyata adalah
kerusakan hutan akibat penebangan, & kerusakan lingkungan akibat pencemaran, yang
sebagian besar terjadi karena ulah / perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian lingkungan hidup

1. lingkungan hidup, pengertian, unsur dan manfaatnya

Lingkungan hidup adalah kesatuan antara seluruh makhluk hidup dan non-hidup,
meliputi berbagai unsur lingkungan serta manfaatnya, termasuk interaksi seluruh spesies
dan sumber daya alam. Demikian definisi istilah lingkungan hidup secara lengkap.

Namun, pengertian lingkungan hidup juga memiliki berbagai pengertian menurut


para ahli maupun secara umum. Berikut adalah beberapa definisi menurut beberapa
sumber, termasuk pula unsur atau komponen lingkungan, manfaatnya serta cara
pelestarian lingkungan yang berhasil kami susun untuk anda.

Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Para Ahli, Terdapat beberapa pengertian


lingkungan hidup menurut beberapa ahli.

 Menurut Bintarto, lingkungan hidup adalah segalah hal yang berada di sekitar
kita, baik itu benda ataupun makhluk hidup yang terpengaruh oleh kegiatan yang
dilakukan manusia.
 Menurut Soemarwoto adalah seluruh benda dan juga kondisi yang berada di
dalam ruangan yang sedang kita tempati dan mempengaruhi kehidupan kita.
 Menurut Emil Salim, istilah lingkungan hidup yaitu mengacu kepada semua
benda, keadaan, kondisi, dan juga pengaruh yang berada dalam ruangan yang
sedang kita tinggali dan hal tersebut mempengaruhi kehidupan di sekitarnya baik
itu hewan, tumbuhan, dan juga manusia.
 Sedangkan menurut Kamus Ekologi, istilah lingkungan hidup atau environment
mengacu kepada keseluruhan yang saling berkaitan antara mahkluk hidup dan non
hidup yang berada secara alamiah di bumi atau di sebagian daerahnya.
2. Unsur Lingkungan Hidup

Komponen atau unsur lingkungan hidup terdiri atas beberapa unsur, yaitu:

Unsur lingkungan biotik atau hayati. Komponen lingkungan ini terdiri dari
makhluk hidup seperti manusia, hewan atau satwa atau fauna, tumbuhan atau
flora.Unsur lingkungan abiotik. Merupakan komponen lingkungan yang terdiri dari
berbagai benda-benda tidak hidup, misalnya tanah, air, udara, iklim, dan sebagainya.
Keberadaan suatu lingkungan fisik sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan
hidup berbagai bentuk kehidupan di bumi. Dapatkah anda bayangkan jika air tak ada
lagi oksigen di muka bumi?. Dapatkah manusia bernafas?. Tentu saja kehidupan di
muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan,
banyak hewan, tumbuhan mati. Selain itu, akan terjadi pula perubahan musim,
munculnya berbagai penyakit.Unsur sosial budaya,. Unsur ini adalah lingkungan
sosial, budaya yang ada di sekitar manusia. Merupakan sistem nilai, gagasan,
keyakinan dalam menentukan perilaku manusia sebagai makhluk sosial.

3. Manfaat Lingkungan

Lingkungan dengan kualitas baik akan sangat penting bagi terciptanya


kehidupan manusia yang sehat, aman dan sejahtera. Kualitas tersebut dikatakan baik
jika keadaaan unsur hayati maupun unsur fisik yang ada mampu mendukung
kehidupan berbagai spesies. Hal ini dapat dilihat dengan mengetahui daya dukung
lingkungan bagi kehidupan.

Namun, daya dukung lingkungan bukanlah tanpa batas. Ia memiliki


keterbatasan, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Dengan kata lain, ia dapat
mengalami penurunan kualitas atau dan kuantitas sekaligus. Jika hal ini terjadi, maka
ia tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana seharusnya.

Menurunnya kualitas lingkungan berarti hilangnya berbagai manfaat yang


disediakan alam bagi manusia. Berbagai manfaat dari lingkungan alam terhadap
manusia.

B. Cara pengelolaan lingkungan hidup ekosistem dan etika lingkungan hidup.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan


terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,


yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan


aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk
menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya


disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan
hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan
produktivitas lingkungan hidup.

Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara


kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk


mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar
keduanya.

Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya
hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.

C. Asas yang menjadi dasar lingkungan hidup dan pengelolaan lingkungan hidup.

 Asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

1. asas tanggung jawab negara adalah:


a. negara menjamin pemanfaatan sumber daya alamakan memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik
generasi masa kini maupun generasi masa depan.
b. negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.
c. negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

2. asas kelestarian dan keberlanjuta adalah bahwa setiap orang memikul


kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap
sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya
dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
3. asas keserasian dan keseimbangan adalah bahwa pemanfaatan lingkungan
hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi,
sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.
4. asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau mensinergikan
berbagai komponen terkait.
5. asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan
hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.
6. asas kehati-hatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha
dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
7. asas keadilan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara,
baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.
8. asas ekoregion adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi
geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.
9. asas keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan
keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang
terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang
bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk
ekosistem.
10. asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha
dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.
11. asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
12. asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam
tata kehidupan masyarakat.
13. asas tata kelola pemerintahan yang baik adalah bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
14. asas otonomi daerah adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penerapannya

Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari semakin


memprihatinkan, bahkan telah membahayakan setiap makhluk hidup, termasuk
kehidupan generasi dimasa yang akan datang. Dalam upaya untuk melindungi
lingkungan hidup di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No.
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang pada
prinispnya menganut Asas Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability). lingkungan
hidup dan bagaimana penyelesaiannya.Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu menguji dan mengkaji data sekunder.
Berkenaan dengan pendekatan yuridis normatif yang digunakan, maka penelitian yang
dilakukan melalui dua tahap yaitu studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang
hanya bersifat penunjang, analisis data yang dipergunakan adalah analisis yuridis
kualitatif, yaitu data yang diperoleh, baik berupa data sekunder dan data primer
dianalisis dengan tanpa menggunakan rumusan statistik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa asas tanggung jawab mutlak (strict liability) diimplementasikan
secara terbatas pada particular types of cases, yakni pada kegiatan usaha yang:
Menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan; Menggunakan bahan
berbahaya dan beracun; Menghasilkan limbah berbahaya dan beracun; Pencemaran
perusakan lingkungan akibat kerugian nuklir dalam pengelolaan zat dan/ atau limbah
radioaktif; Pencemaran minyak dilaut wilayah; dan Pencemaran perusakan
lingkungan dilaut zona ekonomi eksklusif Indonesia. Kendala dalam penegakan
hukum lingkungan terletak kepada manusia yang hidup disekitarnya, baik itu sebagai
kamunitas masyarakat maupun sebagai aparat pemerintah yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk menegakan hukum/peraturan tentang lingkungan hidup. Selain
dari pada itu kurangnya sosialiasi kepada masyarakat terkait hukum lingkungan,
kendala dalam pembuktian, infrastruktur penegakan hukum, dan budaya hukum yang
masih buruk. Adapun upaya yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum yaitu:
Mengintensifkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor terkait dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup; Adanya sanksi yang memadai
(enforceability) bagi perusahaan yang membandel dalam pengelolaan limbah sesuai
dengan aturan yang berlaku; serta Adanya partisipasi publik, transparansi, dan
demokratisasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup patut
ditingkatkan.

Tindak Pidana Lingkungan Hidup

Awal sejarah pengaturan Hukum Lingkungan di Indonesia secara Komperhensif atau


biasa disebut environ mental law adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Lingkungan (LN 1982 No.12, TLN No.
3215), yang disingkat dengan UULH yang kemudian diganti dengan Undang-
UndangNomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN 1997No. 12,
TLN No. 3125) yang disingkat UUPLH yang sekarang diganti dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungandan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LNRI
Tahun 2009 Nomor 140 TLNnomor 5059) yang disingkat dengan UUPPLH.1

1
Hadin Muhjad, 2015,Hukum Lingkungan,Yogyakarta, cetakan 1, GENTA
Publishing,Hal 5
Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun1997 dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan yang terdapat dalam Undang-

Undang No. 32 Tahun 2009 tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam
setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan. Karenanya
setiap undang-undang yang telah disebutkan hanya memuat asas-asas dan prinsip-prinsip
pokokbagi pengelolaan lingkungan hidup, oleh sebab itu undang-undangtersebut
berfungsi sebagai ”payung” bagi penyusunan peraturan perundanga-undangan lainnya.
Dengan demikian UULH, UUPLH atauUUPPLH disebut sebagai “umbrella
act”atau“umbrella provision”.2

Karateristik Penegakan hukum pindana dalam Undang-Undang in imemperkenalkan


ancaman hukuman pidana minimun disamping maksimum, perluasan alat bukti,
pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan
pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum pidana lingkungan tetap
memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum
pidana sebagaiupaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap
tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana
formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran bakumutu air limbah, emisi, dan
gangguan.

A. Ultimum Remidium
Azas ultimum remedium pada Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
UUPPLH terdapat pada Penjelasan Umum angka 6 yang menyatakan: “Penegakkan
hukum pidana lingkungan hidup tetap memperhatikan azas ultimum remedium yang
mewajibkan penerapan penegakkan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah
penerapan penegakkan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan azas
ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu
pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi dan gangguan.3

2
HadinMuhjad, 2015,Op., cit,Hal 4-5
3
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009, 2010, Citra Umbara, Bandung.
Dalam UUPPLH semakin dipertegas bahwa penegakkan hukum pidana lingkungan
hidup tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan
penegakkan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakkan hukum
administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya
berlaku bagi tindak pidana fomil tertentu, yaitun pemidanaan terhadap pelanggaran baku
mutu air limbah, emisi, dang gangguan. Dengan demikian dalam kerangka
operasionalisasi hukum pidana dikaitkan dengan asas ultimum remedium jauh lebih tegas
dibandingkan operasionalisasi asas subsidairitas pada UUPPLH. Hanya saja UUPPLH
sangat membatasi dengan delik formil (yang berkaitan dengan hkum administrasi)
tertentu saja, padahal masih banyak delik formil lain namun justru hukum pidana
didayagunakan secara primum remedium.4

B. Delik Formil
Delik formil adalah delik yang rumusannya memberikan ancaman pidanaterhadap
perbuatan yang dilarang, tanpa memandang akibat dari perbuatan.

Delik formil terdapat pada Pasal 100 s/d Pasal 111 dan Pasal 113 s/d Pasal 115
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

100 ayat (1) melakukan perbuatan yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu
emisi, atau baku mutu gangguan. Berdasarkan Pasal 100 ayat (2) tindak pidana ini baru
dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau
pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali. Penjara maksimal 3 tahun. Dan denda
maksimal 3 Milyar.

C. Delik Materil
Delik materiil adalah delik yang rumusannya memberikan ancaman pidana terhadap
perbuatan yang menimbulkan akibat dari perbuatan (adanya kausalitas antara perbuatan
dan akibat dari perbuatan).

Delik materiil terdapat pada Pasal 98, Pasal 99 dan Pasal 112

4
Syahrul Mahmud, 2011, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Penegakan
Hukum Administrasi, Hukum Perdata, dan Hukum Pidana Menurut Undang Undang
No. 32 Tahun 2009, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 236.
Pasal Perbuatan Sanksi 98 ayat (1) sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya : baku mutu udara ambien, bakumutu air, baku mutu air laut, atau kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup. Penjara minimal 3 tahun, maksimal 10 tahun, dan
denda minimal 3 Milyar, maksimal 10 Milyar.

D. Tindak Pidana Korporasi


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Undang-Undang PPLH) merupakan aturan lain yang dapat menjadi
contoh pengaturan korporasi sebagai subjek hukum pidana. Ketentuan mengenai
pengakuan korporasi sebagai subjek hukum pidana sudah dapat dilihat di bagian
Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 32 mengatur:“Setiap orang adalah orang perseorangan
ataupun badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.”5

Dari ketentuan tersebut maka Pasal 1 angka 32 Undang-Undang PPLH sudah


memperluas anasir “setiap orang” termasuk didalamnya adalah korporasi yang dalam
Undang-Undang ini disebut sebagai “Badan Usaha”. Dengan demikian, dampak dari
diperluasnya anasir “setiap orang”, maka terhadap seluruh Ketentuan Pidana dalam
Undang-Undang PPLH juga berlaku terhadap korporasi. Hal ini menunjukan bahwa
korporasi dapat bertindak sebagai pembuat dan dapat bertanggungjawab secara pidana.
Dalam hal korporasi sebagai pembuat, diatur dalam Pasal 116 ayat (1) bahwa suatu tindak
pidana dilakukan korporasi apabila dilakukan oleh korporasi, untuk korporasi, atau atas
nama korporasi.6

Adapun model pertanggungjawaban pidana dalam Undang-Undang ini terdiri dari dua
model. Model pertama adalah Korporasi sebagai pembuat dan bertanggungjawab. Hal ini
diatur dalam Pasal 116 ayat (1) bahwa tuntutan pidana dan sanksi pidana dapat dijatuhkan
salah satunya kepada “Badan Usaha”.

Model kedua adalah korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggungjawab. Hal
ini diatur dalam Pasal 116 ayat (1), yang mengatur bahwa pertanggungjawaban pidana
dapat dibebankan pula kepada pengurus yakni “orang yang memberi perintah untuk

5
Indonesia, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor
32 Tahun 2009, LN. No. 140 Tahun 2009, TLN Nomor 5059, Pasal 1 angka 32
6
Indonesia, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor
32 Tahun 2009, LN. No. 140 Tahun 2009, TLN Nomor 5059, Pasal 116 ayat (1)
melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin dalam
kegiatan tersebut”.7

Dengan diaturnya dua model pertanggungjawaban pidana korporasi, maka hal ini
menimbulkan tiga kemungkinan pertanggungjawaban pidana. Pertama adalah korporasi
sebagai pembuat dan pengurus bertanggungjawab. Kedua adalah korporasi sebagai
pembuat dan korporasi bertanggungjawab. Dan ketiga adalah korporasi sebagai pembuat
dan pengurus dan korporasi bertanggungjawab.

Hal yang menarik lain dari Undang-Undang ini adalah dalam ketentuan Pasal 118
Undang-Undang PPLH disebutkan mengenai “badan usaha” sebagai “pelaku
fungsional”. Secara lengkap Pasal 118 Undang-Undang PPLH mengatur:“Terhadap
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana
dijatuhkan kepada badan usahayang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di
dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku
fungsional.”8

Dalam penjelasan Pasal 118 Undang-Undang PPLH ditegaskan bahwa “yang


dimaksud pelaku fungsional dalam Pasal iniadalah badan usaha dan badan hukum”. 9
Lebih lanjut juga disebutkan bahwa tindak pidana badan usaha dan badan hukum adalah
tindak pidana fungsional sehingga pidana dikenakan dan sanksi dijatuhkan kepada
mereka yang memiliki kewenangan terhadap pelaku fisik tersebut dan menerima tindakan
pelaku tersebut. Hal ini menunjukan bahwa Undang-Undang PPLH dalam menerima
korporasi sebagai subjek hukum pidana mengadopsi teori Pelaku Fungsional atau
“functioneel daderschap”.10

E. Contoh Kasus
Penyelesaian Kasus Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Oleh Dinas
Lingkungan Hidup di Kota Semarang

7
Indonesia, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor
32 Tahun 2009, LN. No. 140 Tahun 2009, TLN Nomor 5059, Pasal 116 ayat (1)
8
Indonesia, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor
32 Tahun 2009, LN. No. 140 Tahun 2009, TLN Nomor 5059, Pasal 118
9
Indonesia, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor
32 Tahun 2009, LN. No. 140 Tahun 2009, TLN Nomor 5059, Penjelasan Pasal 118
10
J.M. van Bemmelen, Op.cit., hlm. 235
Dari sekian banyak kasus maka di dalam penelitian ini hanya mengambil sampel satu
kasus yang terjadi di Semarang, yaitu di CV.Slamet Widodo, pabrik terasi yang dalam
produksinya menimbulkan bau yang menyengat yang timbul dari adanya proses produksi
dan penjemuran terasi yang dilakukan di luar ruanganmengakibatkan pencemaran
lingkungan yang berupa bau di Kawasan Industri Terboyo. Fokuspenelitian ini adalah
penyelesaian kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup melalui penerapan
sanksi administrasi.Upaya penyelesaianyang sudah dilakukan oleh Dinas Lingkungan
Hidup Kota Semarang dalam menangani kasus pencemaran lingkungan hidup oleh CV.
Slamet Widodo adalah dengan melakukan cek/verifikasi lapangandilanjutkan dengan
pembuktiandan jika terbukti melakukan pelanggaran maka dijatuhkan sanksisanksi
administrasi

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2), Dinas Lingkungan Hidup Kota
Semarang adalah perangkat pemerintah yang berwenang dalam menangani sengketa
lingkungan hidup terhadap CV. Slamet Widodo mengenai tindakan pencemaran yang
ditimbulkan yaitu berupa bau terasi yang menyengat, sehingga mengganggu lingkungan
sekitarnya. Hasil cek/verifikasi lapangan oleh DLH ditemukan adanya pencemaran
kebauan maka dilanjtkan dengan pembuktian melalui tes kebauan dengan sistem
Odorisasi yaitu penciuman untuk mengetahui sumber bau atau zat odoran. Zat odoran
dapat berupa zat tunggal ataupun zat campuran berbagai macam senyawa. Sesuai
ketentuan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 50 Tahun 1996,
”Tingkat kebauan yang dihasilkan dari odoran campuran dinyatakan sebagai ambang bau
yang dapat dideteksi secara sensorik oleh lebih dari 50% anggota penguji yang berjumlah
minimal 8 (delapan) orang”.

Tes kebauan ini yang dilakukan oleh Dinaslingkungan Hidup Kota Semarang
berjumlah 10 orang. Selain itu, DinasLingkungan Hidup Kota Semarang juga
menganalisa cerobong asap pabrik.Lebih lanjut Noramaning Istini, menjelaskan Dinas
Lingkungan Hidup Kota Semarang dalam hal ini sudah memberikan sanksi administrasi
sampai dengan Paksaan Pemerintah.11

Apabila paksaan pemerintah tidak dilaksanakan, maka akan dilakukan Pembekuan


dan Pencabutan Izin Lingkungan sesuai dengan Pasal 79 yang menyebutkan “Pengenaan
11
Noramaning Istini,Sub Bidang Penanganan Sengketa Lingkungan dan Pemulihan
Kerusakan Lingkungan di DinasLingkungan Hidup (DLH) Jl. Tapak Tugurejo Kota
Semarang,Wawancara Pribadi, 19September2017, pukul 09.00 WIB.
sanksi administrasi berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf (c) dan (d) dilakukan apabila penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah”.

Penerapan sanksi administrasi mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan


dengan jenis sanksi lain, baik sanksi pidana maupun perdata. Sanksi pidana ditujukan
pada pelanggar agar menimbulkan rasa jera atau nestapa. Sanksi perdata yakni
pembayaran ganti kerugian ditujukan kepada korban atas kerugian yang diderita akibat
perbuatan melanggar hukum. Ganti kerugian kepada korban tidak dapat memulihkan
lingkungan hidup yang telah tercemar. Berbeda dengan tujuan kedua sanksi tersebut,
sanksi administrasi ditujukan kepada pencegahan dan penghentian pelanggaran dan
sekaligus juga upaya pemulihan lingkungan hidupyang rusak atau tercemar akibat
perbuatan pelaku. Penerapan sanksi administrasi tidak dapat dilepaskan dari kebijakan
lingkungan hidup secara umum yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dengan menjamin kepastian hukum dan
memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat sebagaimana tujuan dalam UUPPLH

Kebijakan di bidang lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalam Pasal 3


UUPPLH tersebut di atas dapat ditempuh dengan berbagai sarana atau instrumen yang
baik yang bersifat pencegahan pencemaran maupun pemulihan lingkungan. Dalam
UUPPLH telah ditetapkan beberapa instrument kebijakan lingkungan yang sebagian telah
didukung dengan peraturan pelaksana, antara lain perizinan dan baku mutu lingkungan
serta larangan dan kewajiban terhadap lingkungan. Secara prosedur dan mekanisme
penerapan sanksi administrasi dalam penegakan hukum lingkungan hidup berbeda dengan
sanksi perdata maupun pidana. Penerapan sanksi administrasi oleh pejabat administrasi
dilakukan tanpa harus melalui proses pengadilan (nonyustisial), sehingga penerapan
sanksi administrasi relatif lebih cepat dibandingkan dengan sanksi lainnya dalam upaya
menegakkan hukum lingkungan. Pentingnya dari penerapan sanksi administrasi ini adalah
terbuka ruang dan kesempatan untuk partisipasi masyarakat. Artinya masyarakat
dilibatkan dalam penegakan hukum lingkungan administrasi. Misalnya melalui
mekanisme pemberian izin lingkungan sebagai instrumen hukum bagi pengawasan
lingkungan administrasi, masyarakat untuk dilibatkan. Dengan demikian maka penegakan
hukum lingkungan administrasi dilakukan secara partisipatoris.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Lingkungan hidup sebagai bagian yang mutlak dari kehidupan manusia memiliki
tiga unsur penting yaitu Unsur hayati (biotik), Unsur Sosial budaya, dan Unsur Fisik
(abiotik). Urgensi lingkungan hidup bagi kehidupan manusia dapat sebagai tempat
tinggal, tempat mencari makan, tempat beraktivitas dan sebagai tempat hiburan. Tetapi
semuanya itu tidak dapat di lakukan jika lingkungan itu rusak, baik faktor dari alam
maupun faktor dari manusia sendiri. Untuk itu kita harus melakukan berbagai upaya agar
lingkungan kita bersih dan layak di tempati.

Karateristik Penegakan hukum pindana dalam Undang-Undang in imemperkenalkan


ancaman hukuman pidana minimun disamping maksimum, perluasan alat bukti,
pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan
pengaturan tindak pidana korporasi.

Azas ultimum remedium pada Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
UUPPLH terdapat pada Penjelasan Umum angka 6 yang menyatakan: “Penegakkan
hukum pidana lingkungan hidup tetap memperhatikan azas ultimum remedium yang
mewajibkan penerapan penegakkan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah
penerapan penegakkan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan azas
ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu
pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi dan gangguan.

Delik formil adalah delik yang rumusannya memberikan ancaman pidanaterhadap


perbuatan yang dilarang, tanpa memandang akibat dari perbuatan.

Delik materiil adalah delik yang rumusannya memberikan ancaman pidana terhadap
perbuatan yang menimbulkan akibat dari perbuatan (adanya kausalitas antara perbuatan
dan akibat dari perbuatan).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup (Undang-Undang PPLH) merupakan aturan lain yang dapat menjadi
contoh pengaturan korporasi sebagai subjek hukum pidana. Ketentuan mengenai
pengakuan korporasi sebagai subjek hukum pidana sudah dapat dilihat di bagian
Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 32 mengatur:“Setiap orang adalah orang perseorangan
ataupun badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.”

B. Saran
Diharapkan peran serta berbagai pihak untuk melestarikan lingkungan sekitar, agar
kita dapat memiliki lingkungan yang bersih dan layak untuk di tempati.

Anda mungkin juga menyukai