Anda di halaman 1dari 11

REVIEW MATERI 3

Penyelenggaraan Sistem Pemilu di Malaysia


(Implementation of The Electoral System in Malaysia)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Hukum dan Konstitusi
Kelas A
Dosen Pengampu:
Dr. Riana Susmayanti, S.H.,M.H.

Oleh :
Amalia Zulfa Pritasari
NIM. 226010101111005

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2023
PEMBAHASAN
1. DESKRIPSI POIN-POIN
 First Past The Post System (FPTP) memperhitungkan jumlah kursi yang
dimenangkan oleh partai-partai yang bersaing, dengan mengabaikan
jumlah keseluruhan suara yang diperoleh oleh partai-partai yang kalah.
Partai yang memperoleh kursi paling banyak (melalui mayoritas
sederhana) dianggap sebagai pemenang pemilu yang memungkinkan
partai pemenang membentuk pemerintahan (Rachagan, 1993).
 Di bawah sistem perwakilan proporsional, setiap partai memilih
perwakilan berdasarkan persentase suara yang diperoleh dari pemilih.
Jika partai AA memperoleh X% suara, dalam sistem perwakilan
proporsional, Partai AA akan memiliki X% dari jumlah kursi (Schwartz,
2002) yaitu komposisi legislatif akan sama dengan persentase (Ides,
2011)
 Sistem Pemilu di Malaysia: Malaysia mempraktikkan demokrasi
parlementer dengan monarki konstitusional. Yang Mulia Raja adalah
kepala negara. Parlemen merupakan lembaga terpenting dalam suatu
negara yang menganut prinsip demokrasi.
 Walaupun FPTP tidak secara eksplisit disebut sebagai sistem pemilu di
Malaysia, namun ketentuan di dalam Konstitusi secara jelas menunjukkan
bahwa FPTP adalah sistem pemilu di Malaysia. Konstitusi Federal
Malaysia menetapkan bahwa Parlemen terdiri dari Dewan Perwakilan
Rakyat dan Senat, sedangkan Negara Bagian memiliki Majelis Legislatif
Negara Bagian. Dalam pemilihan, pemilih yang berhak memberikan suara
mereka setiap lima tahun (Pasal 55(3) FC) untuk memilih anggota
Parlemen Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat nasional (Pasal 55(4) FC)
dan untuk memilih anggota Majelis Legislatif Negara Bagian di tingkat
negara bagian (Pasal 71, Schedule ke-8, Pasal 9(3) FC).
 Meskipun Konstitusi mensyaratkan bahwa pemilihan umum harus
diadakan setidaknya sekali setiap lima tahun, Perdana Menteri dapat
meminta Yang DiPertuan Agung untuk membubarkan DPR sewaktu-
waktu sebelum masa lima tahun ini berakhir.
 Pemilihan umum harus diadakan paling lambat 60 hari setelah
pembubaran parlemen. Partai yang memperoleh kursi terbanyak dalam
pemilu akan diumumkan sebagai pemenang dan akan membentuk
pemerintahan. Undang-undang relevan lainnya yang mengatur sistem
pemilu di Malaysia adalah Undang-Undang Pelanggaran Pemilu 1954,
Undang-Undang Komisi Pemilihan 1957 dan Undang-Undang Pemilu
1958.
 Persyaratan menjadi Dewan Rakyat (setara dengan Dewan Perwakilan
Rakyat di Indonesia):
1. Usia minimal 21 tahun
2. Terdiri dari 222 orang
3. Masa khidmat 5 tahun atau sampai Parlemen dibubarkan
 Persyaratan menjadi Dewan Negara (setara dengan Senator):
1. Usia minimal 30 tahun
2. Terdiri dari 2 orang dari setiap negeri, 2 orang dari WP KL, 1 orang
WP Labuan dan Putrajaya, dan 44 orang ahli yang dipilih oleh Yang
DiPertuan Agung
3. Masa khidmat 3 tahun tidak terpengaruh oleh pembubaran parlemen
dan dapat menjabat 2 kali periode
 Undang-Undang Pelanggaran Pemilu 1954 (UU 5) diberlakukan pada
tahun 1954, sebelum Malaysia merdeka, dengan tujuan untuk mengatur
pemilihan pertama pada tahun 1955. Undang-undang tersebut terdiri dari
beberapa bagian mengenai pelanggaran pemilihan (Bagian II), praktik
korupsi (Bagian III ), agen pemilu, biaya pemilu dan praktik ilegal (Bagian
IV) tim penegakan hukum (Bagian IVA), dalih untuk praktik korupsi atau
ilegal (Bagian V), alasan untuk menghindari pemilu (Bagian VI) dan petisi
pemilu (Bagian VII).
 Mengenai lembaga yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pemilihan di Malaysia yaitu Komisi Pemilihan, tindakan yang mengatur
adalah Undang-Undang Komisi Pemilihan 1957 dimana Undang-
undang tersebut mengatur tentang remunerasi, hak istimewa dan
perlindungan anggota Komisi Pemilihan, untuk pemidanaan pelanggaran
yang berkaitan dengan urusan KPU lainnya.
 Selain itu, ada juga Rules and Regulation yang dibuat sebagaimana
diatur dalam Bagian V Undang-Undang Pemilu 1958 untuk memfasilitasi
penyelenggaraan pemilu di Malaysia. Salah satu peraturan dan
ketentuannya adalah Peraturan Pemilihan (Pelaksanaan Pemilihan) 1981
yang mengatur antara lain tentang surat perintah dan pemberitahuan
pemilihan (Pasal 3), surat pencalonan (Pasal 40) dan sebagainya.
 Peraturan lainnya adalah Pemilihan (Pendaftaran Pemilih) Regulasi
1971 dan Regulasi Pemilu (Pendaftaran Pemilih) 2002 yang mengatur
hal yang berkaitan dengan pendaftaran pemilih. Ada juga Peraturan
(Pemungutan Suara Pos) 2003, peraturan yang mengatur ketentuan
tentang pemungutan suara melalui pos seperti pemilih melalui pos
(Bagian II), penerbitan surat suara (Bagian III) dan pembukaan kotak
suara pemilih melalui pos (Bagian IV). Peraturan ini memberikan rincian
tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemilu di Malaysia yang secara
jelas memfasilitasi pelaksanaan sistem pemilu FPTP.
 Pada Juli 2019, Undang-Undang (Amandemen) Konstitusi 2019 disahkan
yang mengatur penurunan usia pemilih menjadi 18 tahun dan pendaftaran
pemilih otomatis, sebelumnya usia pemilih adalah 21 tahun.
 Pendaftaran pemilih otomatis dan usia pemilih yang lebih rendah secara
bersamaan mulai berlaku pada awal 2022, dengan GE15 menjadi
pemilihan federal pertama dengan hak pilih yang diperluas. Malaysia saat
ini tidak mempraktikkan pemungutan suara wajib.
 Kualifikasi Anggota DPR:
1. Jadilah warga negara Malaysia
2. Berusia tidak kurang dari 18 tahun
3. Jadilah sehat pikiran
4. Tidak menjadi bangkrut yang tidak terisi
5. Tidak sekaligus menjadi anggota kedua majelis tersebut
 Mekanisme Pembubaran Parlemen
1. Komisi Pemilihan
Mengadakan rapat khusus untuk memutuskan dan mengumumkan
tanggal pencalonan dan pemungutan suara.
2. Komisi Pemilihan
Menerbitkan surat kuasa kepada petugas yang kembali.
3. Hari Pencalonan
Diperlukan minimal 11 hari dari hari pencalonan hingga hari
pemungutan suara untuk pemilih biasa.
4. Pemungutan Suara Lanjutan
Untuk personel militer, polisi, dan pasukan operasi umum yang
memenuhi syarat dan pasangan mereka
5. Hari pemungutan suara untuk Pemilih Biasa
Harus diadakan dalam waktu 60 hari sejakpembubaran parlemen
 Election Commision/ Komisi Pemilihan (Pasal 113/118A)
1. EC memiliki tujuh anggota.
2. Mereka diangkat oleh Yang DiPertuan Agung, bertindak atas nasihat
Kabinet, setelah berkonsultasi dengan Konferensi Penguasa.
3. Dalam membuat seperti janji temu, Yang DiPertuan Agung harus
mengambil mempertimbangkan pentingnya memastikan bahwa Komisi
menikmati kepercayaan publik.
 Fungsi utama EC:
1. Melakukan pemilihan federal dan negara bagian
2. Mempersiapkan dan merevisi daftar pemilih untuk pemilihan
3. Merekomendasikan perubahan pada Konstituen Federal dan Negara
Bagian
 Menurut Undang-Undang Pelanggaran Pemilu 1954, ini adalah tindak
pidana pada saat Pemilu:
1. Mengobati-makanan dan minuman penyegar, atau perbekalan
(Bagian 8)
2. Pengaruh yang tidak semestinya-ancaman berupa kekerasan,
kerusakan, cedera, bahaya atau kerugian (Bagian 9)
3. Menawarkan uang atau pertimbangan berharga (Bagian 10 (a))
4. Menawarkan kantor, tempat atau pekerjaan (Pasal 10(b))
5. Menawarkan hadiah, janji, atau pengadaan untuk pemilihan (Bagian
10(c))
6. Setuju untuk memilih janji (Bagian (d))
7. Melakukan pembayaran suap (Pasal 10(e))
8. Menerima suap dengan imbalan suara (Bagian 10(f))
9. Menerima suap setelah pemilu (Bagian 10(g))
10. Memohon bantuan setelah pemilihan (Bagian 10(h))
11. Tawarkan untuk menjadi/menarik pencalonan (Bagian 10(i))
2. ANALISIS MATERI DENGAN TEORI/KONSEP
Konsep Pemilu Berkala dalam Penyelenggaraan Pemilu di Malaysia
Melalui amanat Perlembagaan Persekutuan, ditegaskan bahwa pemilihan
umum di Malaysia dilaksanakan 5 tahun sekali. Namun, ada satu pengecualian
yakni Perdana Menteri memiliki wewenang untuk mengajukan pembubaran
parlemen kepada Yang DiPertuan Agung atas satu hal yang berkaitan dengan
kepentingan nasional. Jika hal tersebut terjadi, maka pemilihan umum dapat
dilaksanakan meskipun tidak menunggu hingga masa jabatan 5 tahun berakhir.
Kebijakan yang seperti ini menurut pandangan penulis malah akan menimbulkan
ketidakpastian dari adanya penyelenggaraan pemilihan umum di Malaysia.
Pemilu berkala dapat dimaknai sebagai pemilihan umum yang
dilaksanakan berulang-ulang pada periode tertentu dengan selang waktu yang
tetap. Jimly Asshidiqie memiliki pendapat jika salah satu pilar pokok dalam setiap
sistem demokrasi adalah adanya mekanisme penyaluran pendapat rakyat secara
berkala memalui pemilihan umum yang diadakan secara berkala. 1 Pemilu berkala
seyogyanya memiliki rasionalisasi yang kuat untuk dijalankan secara konsisten.
Berkaca pada kebijakan negara Malaysia bahwasannya diperbolehkan pemilihan
umum sebelum mencapai 5 tahun masa jabatan jika ada kepentingan nasional
yang mengharuskan parlemen dibubarkan. Menurut Penulis, hal ini sebenarnya
akan mengarahkan pada inkonsistensi terhadap penyelenggaraan sistem pemilu
di Malaysia. Kemudian, ada pereduksian perlibatan langsung masyarakat sebagai
warga negara untuk menentukan arah pemerintahan (pembubaran parlemen
atas kehendak Perdana Menteri).
Terdapat kedaulatan rakyat dalam wajah kontestasi penyelenggaraan
Pemilu. Nilai ini tidak boleh dikesampingkan karena Perlembagaan Persekutuan
sebagai konstitusi federal telah menegaskan secara konkret mengenai hal
tersebut. Pemilu perlu diadakan secara teratur untuk menjamin terjadinya proses
pergantian kepemimpinan yang teratur, baik itu dalam tingkat nasional maupun
lokal. Untuk menjamin siklus kekuasaan yang bersifat teratur, maka diperlukan
mekanisme pemilihan umum yang diselenggarakan secara berkala dan periodik,
sehingga demokrasi dapat terjamin teratur dan berkesinambungan. 2 Di samping
1
(Jimly Asshidiqie, 2007) dalam Madzan Maftukha Assyayuti, Telaah Konsep Pemilu
Berkala dalam Sistem Pemilu di Indonesia, Jurnal Literasi Hukum, Vol. 7, No. 1, 2023, hlm.
21.
2
Ibid, hlm. 23.
itu, dampak yang terlihat lagi adalah kembalinya kedaulatan rakyat seutuhnya
karena pemilihan umum secara berkala sepenuhnya akan bergantung pada suara
rakyat.
3. KEBARUAN DAN RELEVANSI MATERI
Pemerintah Malaysia memberikan (sistem) demokrasi itu kepada rakyat,
tetapi dalam kadar yang terbatas. Keterbatasan ini pada konteks Pemerintah
perlu terutama jika dipahami dalam konteks negara majemuk serta menciptakan
kestabilan politik bagi membangun dan meratakan distribusi ekonomi yang amat
diperlukan oleh rakyat.3 Keterbatasan ini yang perlu dijadikan bahan bakar rakyat
untuk dapat mengawal atau mengawasi proses berjalannya sistem
ketatanegaraan yang tetap kembali pada nilai-nilai demokrasi.
Sebagai hukum atau aturan dari rakyat, demokrasi diimplementasikan
sebagai pembuatan aturan oleh orang-orang yang diatur untuk mematuhi aturan
ini. Kusnardi dan Ibrahim menyatakan orang-orang adalah pemilik dan
pemegang kekuasaan tertinggi di suatu negara. Menurut Jimly Asshidiqie, orang-
orang tersebut yang akan menentukan tujuan negara, sekaligus cara dan
pemerintahan yang dijalankan. Di sebuah negara demokrasi, rakyat adalah
pembuat aturan/ kebijakan yang sesungguhnya.4
Sejatinya, pemilihan umum disebuah negara tentu akan menyesuaikan
dengan sistem pemerintahan dan bentuk pemerintahan negara tersebut. Tiap
negara tentu memiliki sistem yang berbeda-beda, termasuk antara Indonesia dan
Malaysia memiliki sistem pemilu yang berbeda karena keduanya pun memiliki
bentuk sistem pemerintahan yang tidak sama. Pemaparan Prof. Haslinda Mohd.
Anuar memberikan wawasan baru kepada peserta perihal sistem pemilihan
umum di luar dari Indonesia. Para peserta diharapkan dapat menkomparasikan
dua sistem pemilu tersebut dan dapat menganalisis sejauh mana dua sistem
pemilu tersebut dalam menjaga prinsip dan nilai demokrasi di masing-masing
negara.
4. KONTRIBUSI PADA BIDANG KEILMUAN

3
Md. Salleh Md. Said, Mohammad Agus Yusoff, dan Leo Agustino, Masyarakat Sivil dan
Demokratisasi Politik di Malaysia: Satu Analisis Ringkas, Jurnal Studi Hubungan
Internasional, Vol. 2, No. 3, 2012, hlm. 38.
4
Kusnardi, Ibrahim, dan Asshidiqie dalam Riana Susmayanti, Comparison of The
Requirements for Candidate for President and member of House of Representative in
The Election Law (Based on the Perspective of Pancasila) , Waskita: Jurnal Pendidikan Nilai
dan Pembangunan Karakter, Vol. 5, No. 2, 2021, hlm. 78.
Pemilihan umum menjadi salah satu elemen penting dalam negara yang
menganut sistem demokrasi. Pemilihan umum yang dilakukan secara langsung
oleh rakyat mencerminkan adanya nilai-nilai kebebasan/ jaminan hak asasi untuk
memilih menentukan arah pemerintahan suatu negara. Ibaratnya, pemilihan
umum dapat digambarkan sebagai kunci atau gerbang awalan dari rakyat untuk
memandatkan amanahnya kepada satu subjek untuk mengelola dan melindungi
hak-hak mereka sesuai amanat konstitusi.
Kedudukan pemilihan umum sangat penting dalam suatu negara
demokrasi karena menyangkut mekanisme suksesi nasional. Maka, tak ayal sarat
akan tarik ulur kepentingan. Berbagai hal yang berkaitan langsung dengan
pemilihan umum akan sangat rentan untuk dipolitisasi, baik itu kelembagaan
penyelenggaraan pemilihan umum atau pula dengan hal-hal teknis terkait
mekanisme pelaksanaan pemilihan umum. 5 Seperti yang sudah diterangkan di
atas bahwa Malaysia memiliki agenda Pemilihan Umum Raya Sebanyak dua kali,
dimana yang pertama untuk memilih Dewan Rakyat (setara dengan DPR), kedua
untuk memilih Dewan Negeri (Senator). Perlembagaan Persekutuan sebagai
Konstitusi Federasi tidak menunjukkan secara jelas terkait mekanisme sistem
pemilihan umum yang dapat diselenggarakan.
Penting maknanya untuk dilakukan pengembangan melalui penelitian
tentang ketiadaan aturan mengenai sistem pemilihan umum dalam Konstitusi
Federal Malaysia/ Perlembagaan Persekutuan. Sebab, meskipun sampai saat ini
belum ada yang mempermasalahkan ketiadaan pasal tersebut, namun yang perlu
diperhatikan adalah Malaysia merupakan negara demokrasi-parlementer
konstitusional, sejatinya apa yang menyangkut pada kepentingan dan
perlindungan rakyat haruslah diatur dalam konstitusi. Pemilihan umum tentu
punya relevansi dengan rakyat sebab rakyat menjadi subjek utama atas agenda
tersebut, entah menjadi pemilih ataupun kandidat yang akan dipilih. Tidak
diaturnya secara konkret sistem pemilihan umum di Malaysia dikhawatirkan akan
rentan terhadap adanya perubahan sistem. Dari inkonsistensi ini, dapat muncul
pula ketidakpastian hukum yang akan menjauhkan Konstitusi Federal Malaysia
dari kepastian hukum.
5. KELOGISAN DALAM MENUANGKAN DATA DAN BAHAN HUKUM

5
Madzan Maftukha Assyayuti, Op.Cit, hlm. 19.
Penyajian data dan bahan hukum yang dipaparkan dalam presentasi dan
diskusi pada hari ini sangat lengkap dan mendukung materi muatan yang
dijelaskan. Berbicara soal pemilihan umum, maka tidak akan jauh dengan
penyajian data kuantitatif, misalnya dari persentase pemilihan, jumlah kursi yang
akan diisi, jumlah pemilih, dan lain sebagainya. Prof. Haslina Mohd Anuar dalam
pemaparan materinya telah sangat jelas menerangkan data kuantitatif yang
akurat serta transparan. Ditunjang melalui data kuantitatif yang diberikan, para
peserta dapat memahami fakta di lapangan serta mekanisme yang jelas perihal
penyelenggaraan pemilihan umum di Malaysia.
Seperti yang diketahui bersama, bahwa penyelenggaraan pemilihan
umum merupakan agenda akbar dari negara yang menganut sistem demokrasi.
Namun, Malaysia dalam konstitusinya tidak menegaskan secara konkret aturan
mengenai sistem penyelenggaraan pemilu di negaranya. First Past The Post
System (FPTP) sebagai sistem pemilihan umum di Malaysia tidak diatur secara
konkret dalam konstitusi. Kemudian, Malaysia hanya memiliki beberapa aturan
yang berkaitan dengan pemilihan umum, diantaranya:
1. Pemilihan (Pendaftaran Pemilih) Regulasi 1971
2. Regulasi Pemilu (Pendaftaran Pemilih) 2002
3. Peraturan (Pemungutan Suara Pos) 2003
Meskipun tiap negeri punya wewenang untuk membuat aturannya masing-
masing soal pemilihan umum di wilayahnya, tapi pusat/ Kerajaan Federal
seharusnya menguatkan aturan-aturan yang bisa diberlakukan di masing-masing
negeri. Penyeragaman aturan terkait penyelenggaraan pemilihan umum sangat
diperlukan karena secara tidak langsung hal tersebut mencakup nilai-nilai
demokrasi yang dibutuhkan untuk melindungi warga negara melalui amanat
konstitusi.
SIMPULAN DAN SARAN
Malaysia memiliki sistem penyelenggaraan pemilihan umum yang berbeda
dengan Indonesia. Malaysia mengenal sistem First Past The Post System (FPTP)
memperhitungkan jumlah kursi yang dimenangkan oleh partai-partai yang
bersaing, dengan mengabaikan jumlah keseluruhan suara yang diperoleh oleh
partai-partai yang kalah.Pemilihan umum Malaysia dibagi menjadi 2 yakni untuk
memilih Dewan Rakyat dan Dewan Negara. Pelaksanaannya setiap 5 tahun
sekali dan pelaksanaannya tidak selalu bersamaan. Kemudian, Perdana Menteri
diperbolehkan meminta Yang DiPertuan Agung untuk membubarkan Parlemen
walau sebelum 5 tahun masa jabatan berakhir. Sejatinya ini perlu diperhatikan
secara seksama oleh pejabat federal supaya jalannya pemerintahan tidak
memasukkan konflik kepentingan dan tetap mengedepankan prinsip
konstitusional.
Dengan sistem pemilu FPTP ditambah dengan penurunan batas usia
pemilih (menjadi 18 tahun), seharusnya dapat menjadi kesempatan dan baku
loncatan bagi warga yang dikategorikan remaja. Edukasi mengenai politik dan
pemilu sangat diperlukan supaya tidak salah saat memilih dewan yang notabene
akan menjadi perwakilan rakyat dalam sistem pemerintahan. Komisi Pemilihan/
Election Commision sebagai lembaga yang bertanggung jawab memimpin
jalannya pemilu baik tingkat federal maupun negeri sejatinya punya kendali
penuh untuk mengedukasi masyarakat yang mempunyai hak suara dalam
penyelenggaraan pemilihan umum. Sosialisasi mengenai peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pemilihan umum sangat diperlukan supaya
warga yang memiliki hak pilih dapat menggunakan suaranya secara bijak dan
tetap dilindungi oleh Konstitusi Federal Malaysia/ Perlembagaan Persekutuan.
DAFTAR PUSTAKA
Anuar, H. M. (2020). Election During COVID-19 Pandemic: Constitutional
Persprective. International Journal of Law, Government and
Communication, 5, 277-284
Assayayuti, M.M. (2023). Telaah Konsep Pemilu Berkala dalam Sistem Pemilu di
Indonesia. Literasi Hukum, 7(1), 18-28.
Said M.S.M., Yusoff, M.A., & Agustino, L. (2012). Masyarakat Sivil dan
Demokratisasi Politik di Malaysia: Satu Analisis Ringkas. Jurnal Studi
Hubungan Internasional, 2(1), 25-38.
Susmayanti, R. (2021). Comparison of The Requirements for Candidate for
President and Member of House Representative in The Election Law
(Based on The Perspective of Pancasila) . Waskita: Jurnal Pendidikan Nilai
dan Pembangunan Karakter, 5(2), 77-88.

LAMPIRAN
Bukti Keikutsertaan di Zoom Meeting (26 Mei 2023)

Bukti Mengajukan Pertanyaan di Kolom Chat

Anda mungkin juga menyukai